Jodoh Pasti Bertemu

By tikhands

402K 11K 434

Viska mencintai teman semasa SMA-nya. di saat reunian itu berlangsung, ia bingung harus datang atau tidak. ta... More

P.1 - Bertemu Dengannya
P.3 Reunian
P.4 First Kiss
P.5 - Tahu Diri
P.6 Viska Maafkan Aku
P. 7 - Batal
P.8 - Alvist Proctor Carlen
P.9 - Aku Menyayanginya
Part 10 - Dream
P. 11 - Indonesia. Farlant!
P.12 - Merindukanmu
P. 13 - Aku Mencintaimu
P. 14 - Emas Putih
P. 15 - Dia, Farlant!
P.16 - Marriage
Spesial part

P.2 - Aku mencintainya Sejak dulu, hingga sekarang

28.8K 891 14
By tikhands

Farlant POV

              Aku tersenyum saat melihat foto yang sudah lama tersimpan di dalam dompetku. Aku dengannya, hanya berdua dengan gaya aku mencubit pipinya dengan gemas dan dia cemberut. Heh~ aku selalu ingin tertawa jika mengingat hari itu. Hari dimana aku, dia dan beberapa temanku yang lain pergi kesebuah mall dan kami melakukan foto box. Dan terciptalah sebuah kertas dengan menampilkan wajah kami berdua disana.

              Dan kalian tahu, setelah lulus kuliah beberapa tahun yang lalu aku tak pernah lagi bertemu dengannya. Aku memutuskan pindah ke Bali karena perusahaan yang menampung kemampuanku mengutusku untuk mengurus cabang yang ada di sana. Jujur, rasanya sangat berat jika harus meninggalkan Bandung, meninggalkan semua kenangan yang terangkai manis meskipun dia tak pernah menyadari rasa yang masih tertinggal di hati ini meskipun kebersamaan kami tak pernah tercipta lagi secara intens semenjak kami lulus SMA.

              Dan tadi siang, aku bertemu lagi dengannya. Aku sama sekali tak terkejut dia berperan sebagai WO dalam acara pernikahanku dan juga Khanza, karena Bayu bilang pemilik dari Party Organize adalah Viska Cleziara Syafa, gadis yang sedari dulu bersarang dihatiku sampai saat ini. setidaknya, aku telah mempersiapkan hatiku untuk tidak menunjukkan rasa bahagia di depan calon istriku, bagaimanapun perasaanku terhadapnya aku harus bisa menjaga perasaan dia. Mama selalu bilang jika aku tak boleh menyakiti hati gadis manapun, terlebih Khanza—Gadis yang menjadi kekasihku dua tahun belakangan ini karena perjodohan konyol yang direncanakan oleh Papa.

              Dddrrrttt... dddrrrttt...

              Aku meraih handphone berlayar sentuh di atas meja kerjaku, melihat nomor tak ku kenal dengan dahi berkerut. Aku segera menggeser ke kiri pada layar, menyambungkan panggilan yang telah dikirimnya padaku.

              “Selamat sore, maaf apa benar ini dengan Tuan Farlant Valentino Anggara?” Tanyanya dengan sopan di sebrang sana.

              “Iya, saya Farlant. Maaf saya bicara dengan siapa?” Tanyaku tak kalah sopan.

              “Saya Raissa, Tuan dari Party Organize. Saya ingin menyampaikan bahwa rekan saya, Viska tidak dapat menangani acara pernikahan Tuan, dan esok Tuan bisa bertemu dengan rekan kami yang lain bernama Siska.” Raissa, aku sangat mengenal gadis ini. tapi tunggu, kenapa Viska tiba-tiba tidak dapat menangani acara pernikahanku, bukankah tadi siang dia bilang jika aku sudah menentukkan temanya aku bisa menghubunginya?

              “Raissa, sudahlah jangan panggil aku Tuan, memangnya aku sudah tua apa?” Tanyaku ketus, ku dengar dia tertawa kecil. “Viska kenapa tidak bisa menghandle acara pernikahanku, Sa? Apa dia terlalu sibuk?” tanyaku pada inti permasalahan yang disampaikan Raissa.

              “Ehm... Mungkin.” Jawabnya sedikit ragu, dan aku dapat mendengar jelas keraguan itu.          

“Baiklah. Terimakasih Sa.” Jawabku berusaha mengukir senyum itu. Senyum yang sebenarnya sangat enggan keluar dari bibirku.

“Farlant, kau baik-baik saja?” Tanya Raissa memastikan.

“Entahlah. Aku merasa semangatku untuk menikah tak ada lagi, jika bukan dia yang menjadi WO dalam acaraku.” Jawabku jujur.

“Kau mencintainya?” Tanyanya lagi.

“Sejak dulu. Saat dia masih bertingkah seperti anak kecil di dalam kelas, saat ia menggelayut manja pada lenganku saat kita jalan bersama, saat ia menangis karena masalah sepele denganmu, saat ia memelukku karena nilai matematikanya bisa  mencapai tujuh puluh dan sampai saat ini, saat ia sudah berubah menjadi wanita dewasa yang anggun, dan terlihat cerdas namun bagiku ia masih seperti dulu meskipun kami hanya bertemu tak lebih dari lima belas menit siang tadi, Sa.” Ini pertama kalinya aku menceritakan perasaanku pada orang lain, bahkan seorang Bayu-pun tak pernah ku perkenankan untuk mendengar cerita mengenai gadis yang menempati ruang hatiku.

“Lalu kenapa kau akan menikah dengan Khanza? Kenapa kau tak mengejar orang yang kau cintai?” nada bicara Raissa terdengar begitu heran.

“Semua telah di atur oleh kedua orang tuaku juga Khanza. Aku belum siap untuk patah hati, aku takut dia tak memiliki perasaan yang sama denganku.” Jawabku dengan senyum miris.

“Dasar bodoh. Kau bilang kau mencintainya, tap kau sama sekali tak peka dengan perasaannya. Sudahlah, urus saja pernikahanmu jika kau tak mau lebih kecewa dari ini.” Ucapnya yang langsung mengakhiri panggilan tanpa ucapan salam. Dasar, Raissa kenapa dia aneh sekali?

Lagian apa maksudnya? Peka? Bukannya Viska yang seharusnya peka dengan perasaanku. Kecewa? Apa yang akan aku kecewakan jika aku tak meneruskan pernikahan ini? Ah, aku harus menemui Raissa malam ini. Aku tak mau membuat pertanyaan-pertanyaan itu bersarang dengan seenaknya tanpa bisa aku pecahkan.

Viska POV

              Hari ini aku ingin bermalas-malasan seharian di rumah tanpa adanya sebuah pekerjaan yang menuntutku keluar rumah. Semalaman, rasa sakit itu sampai membuat mataku tak sanggup untuk menahan mata airnya, ia dengan lancang keluar begitu saja mendobrak pertahan mataku dan dengan cepat keluar berdesakan meskipun aku menolak. Dan hasilnya, mataku sembab olehnya. Sial!

              Aku menyesap coklat panas yang ada di kedua tanganku, menatap pemandangan kota Bandung melalui balkon kamarku. Akhir-akhir ini Bandung tengah di rundung kesedihan, bahkan tak jarang ia menangis dan berteriak kencang atau pelan namun mampu membuat banyak orang buru-buru berlindung karena takut.

              Mataku terpejam, menikmati udara Bandung setelah meletakkan coklat panas itu di meja samping sofa yang kududuki. Rasanya tenang, meskipun semalam hatiku dibuat nyeri olehnya. Tapi setidaknya dengan keluarnya air dari mataku, rasa nyeri itu sedikit hilang sampai pagi ini datang.

              Tok…tok…tok…

              Ketukan pintu dari luar kamar. aku segera bangkit dari sofa di balkon kamar, berjalan dengan santai dan membukakan pintu berwarna putih itu pada si pengetuk pintu yang ternyata adalah Mbak Si. “Kenapa Mbak?” Tanyaku pada pembantu rumah tangga yang sudah lama bekerja di rumah ini, sejak aku masih SMP dan sekarang usiaku yang sudah masuk ke seperempat abad.

              “Ada Den Farlant, Non di luar dengan calon istrinya.” Jawabnya diiringi dengan senyum sumringah, sementara aku? Aku hanya diam nafasku seolah tercekat dan ingin sekali rasanya aku melarikan diri saat ini juga, aku tak mau bertemu dengan mereka.

              “Bilang saja aku sedang tidur Mbak.” Kataku dengan senyum tipis.

              “Terlambat, aku sudah ada di sini Viska.” Suara berat itu. Aku langsung mengarahkan pandanganku pada pria yang berada di ujung ruangan ini, di penghujung tangga tepatnya.

              “Ehm… maaf Farlant. Aku… aku sedang tidak enak badan. Ya, aku sedang tidak enak badan. Aku ingin istirahat, jika kau ingin membicarakan soal pernikahan, kau bisa menemui Siska.” Dengan sedikit terbata aku mencoba mencari alasan, lagian ada angin apa anak ini bisa sampai di rumahku, setelah bertahun-tahun tak memunculkan batang hidungnya.

              “Khanza tidak mau. Ia hanya ingin kau yang menjadi WO diacara pernikahan kami.” Balasnya dengan datar. Ah~ aku tahu, jika sudah begini keputusan Farlant tak akan bisa di rubah.

              “Baiklah.” Aku menutup pintu kamarku. “Mbak, tolong buatkan minum untuk kami ya.” Pintaku dengan senyum.

              “Baik, Non.” Balasnya yang berjalan terlebih dahulu menuju lantai dasar.

              Aku menghampiri Farlant yang masih berdiri di penghujung tangga. Oh Tuhan, aku tak mampu menatap matanya, lagian kenapa mata itu menatapku setajam itu, perasaan tempo hari matanya memandangku masih dengan biasa saja tak setajam ini.

              “Kau masih mau berdiri di sini sampai kapan?” tanyaku padanya saat aku sudah berada di sampingnya cukup lama, namun ia tak juga merubah posisinya ataupun tatapan tajamnya padaku.

              Tanpa bicara satu kata-pun, ia memutar tubuhnya, berjalan menuruni tangga tanpa memperdulikan aku. hei~ kenapa dia? Apa aku membuat kesalahan besar sampai-sampai dia seperti ini?

***

              “Ayolah Viska, hanya kau yang mengerti apa mauku. Semalam aku sudah menemui Siska tapi dia sama sekali tak mengerti apa yang aku mau. Lagian, diam-diam dia suka curi-curi pandang pada Farlant. Dan aku benci itu.” Khanza masih saja membujukku meskipun sedari tadi aku berikan ia alasan-alasan yang masuk diakal, tapi ia tetap saja memaksaku untuk menjadi WO dalam acara pernikahannya dengan pria yang kucintai ini.

              “Baiklah, akan aku cancel semua jadwalku. Dan ini demi kau.” Kataku menyerah.

              “Sungguh?” tanyanya memastikan dengan penuh antusias, aku mengangguk dengan malas. “Aaaa…. Terimakasih, Viska.” Dia bangkit dai duduknya dan langsung berhambur memelukku yang duduk di depannya. Benar-benar seperti anak kecil. “Meskipun kita baru kenal kemarin, aku merasa kita memiliki selera yang sama dan aku mau mulai sekarang kita berteman. Bagaimana?” lanjutnya dengan penuh antusias. Ia melepaskan pelukannya dari tubuhku dan kembali ke tempat duduknya, di samping Farlant yang sedari tadi sibuk dengan gadgetnya.

              Oh Tuhan~ berteman dengan Khanza, memang bukan hal yang buruk tapi itu artinya aku akan mendengarkan cerita-cerita manis mengenai hubungannya dengan Farlant. Tuhan. Kuatkan hatiku. “Baiklah. Mulai sekarang kita berteman.” Balasku dengan senyum semanis mungkin.

              “Apa urusan kalian sudah selesai? Bisa kita bicarakan mengenai konsep pernikahan yang kemarin tertunda?” Tanya Farlant yang kemudian meletakkan gadgetnya di atas meja.

              “Baiklah, jadi konsep seperti apa yang telah kalian pastikan. Aku tak mau mendengar kalian berdebat hanya masalah sepele seperti kemarin.” Tanyaku pada keduanya.

              “Aku dan Farlant sepakat untuk menggunakan konsep kemarin, tapi dengan mengganti warna pink soft menjadi biru langit.” Jawab Khanza sedikit kecewa.

              “Baiklah. Lalu, undangan, catring,  bagaimana?” Tanyaku selanjutnya.

              “Aku serahkan semuanya padamu. Aku yakin seleramu sangat baik jika masalah makanan. Menurut Farlant, kau merupakan ratu makan karena perutmu yang seperti karung itu membuatmu mencicipi makanan dari daerah manapun. Tapi, kali ini meskipun konsepnya negeri dongeng, aku mau makanannya dari Indonesia saja, agar tak melupakan budaya kita.” Balasnya dengan mantap, aku menatap tajam pada Farlant yang malah mengalihkan pandangannya. Sial! Apa pria ini menceritakan semua hal tentangku? “Dan masalah undangan, aku ingin undangan itu yang simple namun elegan. Bagaimana?” Khanza meminta persetujuanku.

              “Baiklah. Aku mengerti. Lusa, aku akan memperlihatkan beberapa contoh undangan yang kami punya. Namun, kau bisa mendesign sendiri undangan yang kau inginkan dan akan aku kirim pada percetakan undangan yang bekerja sama dengan kami.” Aku menyetujui permintaan Khanza. Bagi kami, pelanggan adalah Raja dan Ratu, meskipun harus mengorbankan perasaan. Yah, seperti apa yang kulakukan saat ini.

              “Oh ya, hari minggu ini aku dan Farlant akan melakukan foto pra pernikahan. Dan kau, harus ikut, ajak pasanganmu juga ya.” Khanza dengan antusias memintaku untuk ikut bersamanya dalam hal melakukan foto pra pernikahan. Dengan seketika mataku membulat mendengar permintaan tanpa persetujuanku ini.

              “Aku tak bisa Khanza, hari minggu ini aku harus menjadi WO di pernikahan teman kuliahku.” Aku mencoba mencari alasan, padahal hari minggu ini aku tak ada pekerjaan.

              “Aku tak mau tahu. Hari minggu, aku dan Farlant akan menjemputmu tepat pukul tujuh, dan jangan lupa ajak pasanganmu.” Balasnya yang bangkit dari duduknya diikuti oleh Farlant. Aku pun ikut bangkit. “Aku harus pergi, terimakasih telah bersedia menjadi WO dan juga sahabat baruku, Viska.” Khanza mencium kedua pipiku diiringi dengan senyum manisnya. Ah~ Tuhan, betapa sempurnanya gadis cantik ini, tak salah jika Farlant begitu mencintainya.

              “Hei jelek, terimakasih telah menjadi sahabat baru calon istriku. Jangan buat dia gila makan sepertimu, yang ada dia nanti gemuk sepertimu juga.” Farlant memberantakkan rambutku. Huh~ menyebalkan, namun juga menyisakan sebuah kehangatan dalam setiap aliran tangannya. Tuhan~ kenapa aku bisa mencintai pria seperti Farlant sih? Jelas-jelas kedekatan kami merupakan teman biasa, tapi mengapa rasa cinta itu tumbuh dengan seenaknya dihatiku. “Aku pergi.” Lanjutnya yang kemudian menggandeng Khanza meninggalkan rumahku.

Continue Reading

You'll Also Like

2.8K 436 33
[COMPLETED] Kulkas! Dia mirip kulkas! Sudah pendiam, dingin, kaku lagi! Tidak ada pria manapun yang bisa menandingi iritnya dalam berbicara. Tapi ent...
4.7K 648 60
Takdir tiada yg bisa menebak, seperti dua insan yg tuhan pertemukan lewat ketidak sengajaan. Kemudian Lewat syair syair puisi di utarakannya isi hati...
1.4M 1.1K 2
Cerita ini sequel dari Cowok Cute VS Cewek Tomboy, baca aja cerita ini kalau pingin tahu gimana awal Amber dan L bermusuhan sampai jatuh cinta dan ha...
1M 148K 49
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...