STAY.

By itsaturdae

2.7K 843 98

"I realize now that loving you is easy. losing you is the hardest one." A story about Luke Hemmings and Katel... More

PROLOG
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
SORRY

BAB 8

139 53 7
By itsaturdae

Pagi pagi sekali aku dikejutkan dengan sikap Luke yang terlihat begitu aneh. Ia membangunkanku pukul 6 pagi dimana matahari masih tak terlihat dan bahkan heningnya jalanan diluar masih terasa. Ia memaksaku segera mencuci muka dan berganti baju, sementara ia pergi entah kemana. Aku terus mengerang malas didepan wastafel dan berusaha keras melawan kantuk ku. Biasanya bahkan dialah yang paling susah dibangunkan, dan sekarang dia bersikap begitu bersemangat untuk bangun.

Suasana tegang semalam masih membuatku sedikit hati hati pada Luke, aku khawatir ia kembali sensitif dan membuat hubungan kami semakin buruk. Meski aku cukup kesal karena ia tak mau menceritakan masalah dikepalanya, aku tetap tak ingin menjadi egois dan terus memaksanya. Aku yakin ia memutuskan untuk diam agar aku tidak terbebani, ia selalu berfikir seperti itu.

Sudah ribuan kali kami berdebat karena hal yang sama. Ia selalu menutupi masalah apapun yang menimpanya dariku, sementara aku sebaliknya. Itu membuatku merasa tak adil. Meski pada akhirnya aku selalu menemukan jawaban dari rasa penasaranku dengan mencari tahu sendiri. Ya, selalu begitu. Aku akan selalu menjadi orang yang terlalu ikut campur dan mengorek orek masalahnya. Meski tak suka, aku harus menjadi orang yang seperti itu. Aku tak ingin diam saja saat ia di landa masalah.

Begitupula kali ini, aku yakin terjadi sesuatu padanya hingga ia terlihat begitu frustrasi dan murung. Dan mengingat sikapnya yang berubah drastis setelah pulang dari pertemuannya bersama Adam, membuatku berspekulasi bahwa ini ada hubungannya dengan masalah band ataupun karirnya. Entah apa, aku harus segera mengetahuinya...

Aku tak suka melihatnya muram, terlihat dingin dan meskipun ia berusaha menutupinya aku selalu tau kekosongan itu dimatanya

"kau belum juga bersiap?"

Aku terkesiap kaget saat mendapati Luke berdiri di sebelah pintu wastafel secara tiba tiba. ia telah mengenakan jaket tebal dan celana longgar yang menutupi kedua tumitnya.

"memangnya kita mau kemana?"

"melatih Bailey"

"ha?"

"kau tak mau ikut?"

"mau. tentu saja aku mau" ujarku secara spontan "apa itu artinya kita akan berjalan jalan ditaman?"

"ya."

oh, jelas ini sangat aneh.

Pertama karena ia tak suka pergi berjalan jalan, kedua dia tak suka taman. Ketiga, ia tak pernah suka berjalan jalan ditaman apalagi dengan membawa peliharaan. keempat, kurasa ia juga tak akan merasa nyaman jika berjalan jalan ditempat yang terbuka. Paparazzi akan kegirangan mendapatkan gambarnya pagi ini dengan begitu mudah, belum lagi jika aku bersamanya. Fans fans fanatiknya akan semakin muak denganku.

"ada apa?" Luke membuyarkan lamunanku saat aku tak juga segera bersiap.

"tidak, tidak apa apa. tunggu aku 5 menit, oke?"

"bawa jaketmu." ia bicara sambil berlalu pergi keluar dari kamar.

Aku langsung membasuh muka dan menggosok gigi, merasakan dinginnya air yang seperti sengatan listrik menjalari wajahku. Sambil mengeringkan dengan handuk aku buru buru mengganti kaos panjang dan menutupi seluruh tubuhku dengan jaket serta celana training.

Luke telah menunggu di halaman bersama Bailey yang terus mendengus dengus dikakinya. Ekor nya yang panjang terus bergoyang goyang mengibas kekanan dan kiri.

"ayo..." ajakku bersemangat.

Luke lalu mengeluarkan sebuah tali leash dari saku jaketnya, ia lalu mengaitkannya pada kalung Bailey yang baru kusadari telah melingkar dikedua lehernya. 

Aku bahkan sama sekali tak menyadari bahwa ia sudah memiliki hiasan di leher dengan Tulisan terpahat huruf B besar. Sejak kapan ia punya kalung?

"kau yang memberikannya?"

"ya.."

aku tersenyum terkesima "aku suka. itu akan membuat orang orang tau bahwa Bailey bukan anjing liar."

"siapa yang akan mengira ia anjing liar jika setiap hari kau merawat bulunya seperti kau merawat rambutmu."

"Bailey pantas mendapatkannya, karena ia hewan peliharaan. Lagipula kau harus mengakui bahwa bukan aku yang satu satunya merawat ia dirumah ini, kau juga berperan banyak dalam merawatnya. Jadi jangan kritik aku" aku menjulurkan lidah

ia melebarkan matanya kearahku "aku sama sekali tidak merawatnya."

"kurasa kau lupa setiap pagi memberinya makan dan mengecek rumah kayunya pada malam hari sebelum tidur." dia sungguh tak mau mengakui kenyataan bahwa ia peduli pada puppy ini

"kau akan terus membicarakan ini atau kita bisa mulai berjalan sekarang?" merasa kalah, ia justru berdalih.

"baiklah baiklah, ayo kita pergi sekarang juga."

Ia langsung memberikan tali yang terkait pada kalung Bailey padaku, memintaku untuk menuntun si anjing, sementara ia berjalan mendahuluiku. Jelas ia masih saja bersikap naif dengan berpura pura tak peduli pada anjing lucu ini.

Aku menggendong Bailey dan membawanya ke dadaku, tak ingin membiarkannya berjalan ditrotoar yang basah. Entah mengapa aku begitu protektif pada anjing ini, usianya masih kecil, dan bahkan meski ia mampu bertahan hidup pada kondisi cuaca buruk, aku tetap tak ingin membuatnya tak nyaman. 

Tubuhnya yang masih kecil tak membuatku merasa berat, ia bersembunyi dibalik jaket tebalku sambil mengendus endus. Bulunya sangat hangat dan halus. membuatku betah menyentuhnya.

Jarak antara rumah kami dengan taman sangatlah dekat. Hanya beberapa blok dari sebuah kaffeteria dipinggir jalan. Taman itu tak begitu luas dan biasanya lebih sering dikunjungi pada sore hari. Lapangan rumputnya hanya dilengkapi ayunan besi dan kursi memanjang. Sementara itu terdapat pula pohon besar berdiri sejajar mengelilingi taman yang daunnya basah oleh tetesan air hujan.

Aku nyaris tak pernah pergi ke taman ini, Olivia sering mengajakku untuk melepas penat dan berbincang bicang bersama jika kami baru saja pulang bekerja. Tapi aku menolaknya. Tempat itu terlalu ramai dan aku tak suka dengan banyak pandangan mengintimidasi yang tertuju padaku.

Beruntung wilayah rumah kami dijaga ketat oleh seorang penjaga kompleks, sehingga paparazzi tak bisa menjangkau aktifitas sehari hari Luke dalam jarak beberapa meter. Memang bukan rahasia lagi jika Luke yang seorang bintang dengan nama yang besar hanya tinggal disebuah rumah kecil sekitar wilayah kereta ketimbang membeli apartemen ataupun perumahan mewah disekitar Beverly Hills. Meski ia sering menyewa tempat untuk tinggal, ia tak pernah lama menempatinya. Ia begitu mencintai rumah yang ia beli sejak pertama kepindahan kami di Los Angeles ini. 

Mataku menatap sekitar taman yang masih sangat sepi, tentu saja dalam cuaca yang sangat dingin ini tak akan ada yg berniat berjalan jalan sepagi yang kami lakukan. Bahkan para pejalan kaki masih sangat jarang, hanya beberapa orang yg pergi dengan memakai jaket tebal berlalu lalang menuju stasiun kereta. Sepanjang musim dingin orang orang bahkan masih tertrarik untuk beraktivitas sepagi ini, padahal cuaca begitu buruk. Well, memang belum yang terburuk, biasanya akan ada badai pada akhir bulan Desember dan meski begitu jalanan disini tak akan pernah sepi

Kurasa aku bukanlah satu satunya orang yang akan mengutuk kota ini untuk musim dinginnya yang buruk, aku terlahir dikota yang bahkan nyaris tertutup awan gelap dan tumpukan salju dimana mana pada musim hujan. Tapi aku selalu membenci udara dingin dan sejak setahun terakhir kota kota di amerika bagian barat ini mengalami musim dingin lebih cepat dari yang seharusnya. Aku yakin ini akan jadi lebih buruk untuk beberapa bulan kedepan.

Luke adalah salah satu orang yang setuju dengan pandanganku terhadap musim dingin. ia membencinya, tapi terkadang ia juga menikmatinya. Ia akan senang jika bisa menikmati sore hari dihalaman bawah studioku hanya untuk melihat tetesan hujan dari dedaun satu satunya pohon yang berdiri disana, ia selalu disana setiap sore dan memintaku membuatkan coklat panas. Meski ia juga akan sering mengeluh dengan udara yang begitu dingin karena ia memakai pakaian pendek. Entah mengapa ia tak suka mengenakan jaket. Menurutnya jaket membatasi ruang geraknya, dan ia benci ketika harus pergi untuk bernyanyi bersama bandnya dengan menggunakan pakaian dingin, jaket tebal dan sebuah beanie hat. 

Ia selalu menganggap dirinya begitu konyol dengan pakaian dingin, meski kenyataannya ia justru terlihat semakin menawan. Aku suka jika tubuhnya terbungkus coat atau jaket. itu membuatnya terlihat manis, seperti pagi ini. Ia bahkan sama sekali tak merapihkan rambutnya yang berantakan disekitar dahi. membuatku ingin menjambaknya.

"sampai kapan kau akan menggendong anjing itu dan membiarkannya menjadi manja?"

Aku terkesiap kaget dari lamunanku, menyadari kalau sejak tadi pikiranku melayang layang entah kemana. Sekarang kami telah berada di jalan trotoar dekat lapang berumput yang terdapat pohon besar disampingnya. Aku menyadari sindiran Luke dan buru buru menurunkan Bailey dari gendonganku. 

"kau tau, lama lama kau bertingkah seolah olah anjing ini anak asuhmu."

"aku sudah memberi namanya Bailey, Luke. kenapa kau masih saja memanggilnya dengan sebutan anjing ini"

"jujur saja, aku tak suka dengan nama itu. dia jantan, kau ingat?"

"kau sendiri yang memintaku memberikan nama untuknya, lagipula ini hadiahku. jadi aku yang berhak menentukan namanya. dan kau harus setuju." aku cukup heran dengan perubahan sikapnya yang sering tak terduga. Saat pertama kali ia memberikan hadiah Bailey padaku sikapnya begitu manis dan membuatku berfikir seolah olah ia juga menyayangi anjing ini, tapi lihatlah sekarang betapa ia bertingkah cukup naif

"aku tak akan mengira dari banyaknya nama jantan yg bagus dan kau malah memilih nama Bailey."

"aku suka nama itu." well, atau juga karena nama itu mengingatkanku pada keluargaku di Inggris, nama itu kuambil dari nama kelinci yang kupelihara saat aku berumur 11 tahun. Dan menurutku itu nama yang sangat bagus. 

Lagipula apa yang salah menurutnya dengan nama Bailey. kupikir itu juga nama yang cukup jantan dan sama sekali tak terdengar feminim dibandingkan beau, snowball, atau bahkan barney. Kau tak akan percaya jika kukatakan nama terakhir yang kusebut itu menjadi nama pilihan untuk anjing Olivia. Barney bahkan terdengar sangat aneh dibandingkan Bailey. 

"siapa nama anjingmu yang dulu?" tanya Luke tiba tiba, nadanya cukup penasaran

Aku tak akan suka menjawab pertanyaan ini "Harry"

sedetik kemudian ia langsung mengalihkan pandangan, melangkah menjauh sambil merogoh sesuatu dari saku jaketnya. Itu sebuah bola kasti. Ia melepaskan tali yang terkait di kalung Bailey, lalu melingkarkannya ditangan. Sambil mengancungkan tangan pada Bailey dengan nada memerintah ia melemparkan bola itu. Bailey sedikit berlari, namun bukannya mengarah pada bola yang dituju ia justru berputar putar disekitar rerumputan basah.

"aku lebih tak suka nama itu." Luke bergumam lirih sebelum akhirnya pergi untuk mengambil bolanya. 

oh ya, aku jelas sudah tau. kau tak perlu memperingatiku. 

Ia mulai menyibukkan diri melatih Bailey yang jelas jelas sangat sulit diperintah. Mengingat anjing ini masih terlalu kecil untuk umurnya dan belum siap dengan semua latihan latihan untuk menjadi anjing pelacak, tentu saja butuh kesabaran untuk membuatnya mengerti. Meski begitu, tapi toh Luke terus berkeras untuk melatih anjing ini agar terlihat tangguh dan gesit. Itulah kenapa ia tak suka aku berlebihan merawat bulu bulunya. menurut luke itu membuat Bailey jadi terlihat seperti anjing jenis maltese.

Aku menikmati pemandangan pagi ini dengan sangat senang, bahkan meskipun Luke tampak keras memerintah dan memperlakkukan Bailey seperti anjing dewasa, aku tetap dapat melihat sisi lembutnya. Apalagi Bailey tampak begitu akrab dengannya. Ia sangat senang berlari memutar disekitar kaki Luke dan mengibas ibaskan ekornya disana. membuatku terkekeh geli. 

aku bisa bilang usahanya cukup membuahkan hasil saat ia terus berusaha memaksa Bailey menuruti perintahnya. Bailey mulai memahami apa yang Luke ucapkan saat ia harus berlari dan berjalan kearah yang diperintahkan, meski terkadang ia lebih sering diam dan menggonggong untuk merespon. 

"kupikir dia tak suka bola" aku berlutut direrumputan basah untuk menyentuh Bailey. ia tampak begitu lucu saat memandangi gerak gerikku dan luke seolah olah ia juga dapat berbincang bersama kami.

"dia seorang anjing pelacak. instingnya akan keluar."

"kalau begitu terlalu cepat untuk mengajarinya berlari mengejar bola atau bahkan melacak bau."

"itu akan membuatnya terlatih."

"kau tidak benar benar berniat menghadiahiku Bailey hanya untuk dijadikan penjaga rumah kan?"

Ia menoleh menatapku dan menghentikan aktivitasnya memainmainkan bola didepan Bailey untuk membuat sebuah respon. 

"tidak." matanya menyipit "aku memberikannya padamu untuk menjadi teman saat aku tidak dirumah. Kau tak perlu sendirian lagi."

aku tersenyum "ya, aku senang aku punya teman baru yang bs menjagaku dirumah."

"dia tidak akan bs menjagamu saat kau memperlakukannya seperti kucing malas. Aku membelikan labrador karena dia akan bisa menjagamu, dan setia."

"dia pasti akan menjagaku, kok." ujarku menatap Bailey dengan senyuman lebar.

"Lalu... kenapa kau meninggalkannya kemarin dirumah sendirian?" ia mulai mengalihkan pembicaraan, membuatku jadi mengingat kejadian semalam dan mulai bertanya tanya.

Apakah semalam ia berubah sikap karena kecewa padaku yg meninggalkan Bailey sendirian dirumah? 

"Biasanya sore hari ia suka tidur. Jadi aku pasti akan kesepian dan kuputuskan untuk pergi menemui Olivia. Lagipula sudah lama aku tak bertemu dengan Mady."

"bagaimana keadaannya?"

"kemo nya berjalan lancar. Tapi ia bahkan sama sekali tak terlihat baik" ujarku jujur. kembali mengingat pertemuan kemarin. Mady adalah seorang ibu yang begitu menyenangkan dan hangat. ia selalu menyambutku jika aku berkunjung dirumahnya. Kini ia bahkan terlihat tak berdaya dan sangat lemah.

"Olivia gadis yang kuat, ia akan berhasil melewati semuanya." entah mengapa kalimat yang Luke katakan justru terdengar seolah olah ia tau hasil akhirnya. 

"Apa kau marah?" tanyaku pada akhirnya saat suasana mulai hening.

"kenapa aku harus marah?"

"karena aku meninggalkan Bailey dirumah sendirian kemarin. dan tidak memberitahumu kalau aku pergi."

"bukan karena anjing itu, tapi kau. kaulah yang membuatku khawatir karena menghilang tanpa kabar. Aku kan sudah memperingatkanmu untuk tidak pergi sendirian"

Sudah kuduga itu salah satu alasan kenapa semalam moodnya sangat buruk. Itu memang salahku, harusnya aku tak pernah lupa untuk mengabarinya. 

"aku tidak benar benar marah, kenapa kau harus begitu memikirkannya?" sekarang ia justru merasa bersalah karena melihatku terus diam.

"maafkan aku."

"berhenti mengatakan itu."

"semalam kau membuatku takut."

"jangan lakukan lagi kalau begitu."

"baiklah."

Ia melirikku sekilas "lagipula kenapa kau tidak menelponku jika kau mulai kesepian."

"kau sendiri yang bilang bahwa kau cukup sibuk."

"aku bisa  pulang jika kau menelpon."

aku memutar bola mata "itulah kenapa aku tidak menelponmu. Lagipula mungkin aku akan lebih sering menemani Olivia dirumah sakit sekarang"

"dimana Mady dirawat?"

"St. Vincent khusus kanker."

"aku akan mengantarmu jika kau ingin kesana."

Jelas dia selalu bertingkah begitu berlebihan seperti ini, menganggap aku tak bisa melakukan segalanya sendirian. Padahal ia bahkan punya jadwal yang padat dan mengantar jemputku hanya akan membuang buang waktunya yg berharga. 

"Apa kau mengundangnya makan malam untuk acara thanksgiving dirumah?" Tiba tiba ia bertanya, membuatku teralih

"ya, dan Ia terlihat begitu senang."

Kami berjalan bersama menuju bangku panjang didekat pepohonan. sehempas udara melewati sela sela rambutku, sambil merapatkan jaket aku buru buru duduk dan membekap diri sendiri sementara Bailey berlari lari kecil disekitar kaki Luke yang duduk disampingku.

"itu bagus. apa Mady bisa ikut?"

"kurasa... tidak. ia tak bisa lepas dari peralatan medis."

Luke hanya mengangguk.

"apa kau mengundang yang lain?" tanyaku berbalik bertanya

"Max dan istrinya." Max adalah teman baik Luke dari negara asalnya. ia sering menghabiskan waktu bersama untuk menonton bola, meski sering menginap max belum pernah membawa istrinya untuk bertemu denganku. Jadi aku tidak sabar untuk melihat siapa wanita yang beruntung mendampingi hidup sitampan berbadan tinggi itu.

"pasti akan menyenangkan. Apa kau sudah mengajak Adam?"

"dia tidak ikut."

"kenapa?" aku langsung melemparkan pandangan terkejut. 

Adam sangat dekat denganku dan ia salah satu bagian dari kru 5sos yang menjadi teman baikkuselain Bryana. Ia sangat hangat dan selalu membantuku menangani sikap keras kepala Luke yang terkadang kelewat batas.

"dia sibuk."

Benarkah? "ini kan hari libur. siapa yang peduli dengan pekerjaan di hari thanksgiving."

"well, dia peduli"

mataku menatapnya curiga "dia tak pernah menolak ajakan makan malam kita."

"kita tak bisa memaksanya, kate."

Beberapa waktu yang lalu saat kami baru tiba dari New York ia terlihat memiliki obrolan serius dengan Adam hingga sikapnya menjadi aneh. Kemarin dia pergi dengan alasan untuk membicarakan jadwal bandnya dengan Adam dan ketika pulang ia begitu dingin dan murung. Sekarang ia mengatakan bahwa Adam tidak akan datang nanti malam, tentu saja itu membuatku berfikiran yang tidak tidak.

"apa semalam kau benar benar marah karena aku meninggalkan Bailey sendirian dirumah... atau itu justru karena hal lain?"

"apa yang sebenarnya ingin kau tanyakan?"

"kau bertengkar dengan Adam?"

"Hal yang normal jika aku punya perdebatan serius dengannya, lagipula itu semua untuk kebaikan band. tak ada yang salah dengan itu"

"perdebatan tentang apa?"

"kontrak kerja."

"apa yang membuat kalian bertengkar?"

"aku dan Adam tidak bertengkar, hanya masalah perbedaan pendapat, kau tau... tak ada yang perlu dibesar besarkan."

"aku tidak membesar-besarkan, aku hanya bertanya" ujarku berdalih dengan mencibir.

"kalau begitu berhenti menginterogasi ku."

"aku khawatir padamu. kemaren kau begitu.... berbeda. tentu saja itu membuatku takut, kupikir aku telah melakukan hal yang salah."

"sudah kubilang, aku hanya sangat lelah dan cukup penat."

Jelas jelas aku melihat matanya yang begitu murung. 

"jika memang tidak ada yang perlu dipikirkan, bagaimana kalau aku undang kembali Adam agar hadir nanti malam?"

"apa kau pikir aku hanya mencari cari alasan saat kubilang bahwa dia sibuk?"

oh, dia tau apa yang kupikirkan "tidak. aku hanya ingin memberikan tawaran kedua, siapa tau dia berubah pikiran."

"kau akan memaksanya."

"tidak ada yang salah. lagipula aku sudah membeli kalkun besar, aku ingin rumah kita lebih ramai dari biasanya. Kau juga bisa mengajak yang lain untuk datang." Meski aku tau ia tak akan mengajak siapapun lagi.

Tahun lalu aku menghabiskan hari thanksgiving didua tempat sekaligus. memenuhi undangan Mady bersama keluarga Olivia, dan malam harinya menghabiskan waktu dengan melakukan barbeque di rumah Ashton. Semacam private party yang hanya dihadiri oleh 5sos ditambah bryana, adam dan Josh. 

Tapi kali ini mereka semua pergi menghabiskan waktu libur ditempat yang berbeda beda. hanya Adamlah yang tinggal di Los Angekes bersama kami, jadi aku ingin ia ikut merayakan hari spesial ini bersama sama. 

"terserah kau saja.." pada akhirnya Luke mengalah dan aku tersenyum puas mendengarnya. 

"kau ingin aku yang menghubunginya sekarang atau kau sendiri yang akan bicara?" 

"kita masih punya banyak waktu, Kate. ini bahkan masih terlalu pagi, aku yakin ia belum bangun."

"baiklah siang nanti aku akan menelponnya."

Ia mengalihkan pandangannya dariku, tak ingin menanggapi sikapku yang pemaksa dan menyebalkan. ia diam menatap jalanan yang kini tanpa kusadari mulai ramai. beberapa pandang mata menatap kami dengan respon yang heboh. Ada yang berdiri dengan jarak yang terlihat jelas dihadapan kami dengan mematung. Ada pula yang berjalan dengan sedikit berjingkak berbisik bisik. Lalu sebagian besar diantara mereka adalah gadis remaja. Mereka seperti ingin meminta berfoto tapi tampak canggung karena sikap dingin Luke yang tak peduli pada sekitar. Aku yakin meski mereka begitu ingin mengambil kesempatan untuk berada sedekat mungkin dengan Luke, mereka jg cukup takut jika mengganggu privasinya. Terutama karena aku bersamanya. 

"haruskah kita pulang sekarang?" aku mulai melihat beberapa kamera mengarah tertuju pada kami secara diam diam. 

"kenapa buru buru?"

aku menatapnya bingung "kau tidak keberatan mereka mulai mengambil gambar?"

"aku tidak peduli."

Dia tak pernah senyaman itu membiarkan kehidupan pribadinya menjadi santapan banyak mata, terutama didepan umu seperti ini. Biasanya mood nya akan langsung berubah dan dengan cepat membawaku pergi. Sekarang ia bahkan begitu cuek seolah olah tak satupun yang terlihat memperhatikannya. 

"kau mau kopi? udara semakin dingin" ia beranjak, mengulurkan tangannya padaku. 

Dengan canggung aku beranjak dan menerima uluran tangannya. Dengan satu panggilan, Bailey berlari kearah kami dengan gerakan cepat. setelah mengaitkan kembali tali dikalungnya Luke langsung menggandengku pergi diantara pasangan mata yang memandang. beberapa remaja bahkan tampak mengikuti kami dari belakang. 

Kami berjalan menuju kedai kopi yang berada disebrang jalan, ia memesankan 2 coklat panas dan roti bagel yang masih hangat. Kami menikmatinya sambil duduk disalah satu bangku dipinggiran trotoar. Luke tak melepaskan tali Bailey dari tangannya, mungkin takut ia berlari dan justru menyulitkannya. 

"kau tak tertarik untuk ber acting lagi?" pertanyaan itu tiba tiba langsung membuatku tersedak. roti itu seperti terhambat ditenggorokanku. buru buru kuseduh coklat panas dihadapanku. saat berhasil membuatnya masuk dan melewati kerongkonganku, kuteguk lagi beberapa seruputan coklat panas itu. Memikirkan baik baik apa yang sebeanrnya Luke ingin tanyakan padaku...

"kau tau apa yang akan aku katakan" gumam ku akhirnya.

"kau memiliki bakat itu, aku tak tau apa yang membuatmu benar benar  menghindari profesi itu."

"actingku payah, jika aku melakukannya lagi itu hanya akan mempermalukan diriku sendiri."

"Rating serial-tv mu tinggi saat itu. Semua tau itu artinya kau punya bakat..."

"berhenti membicarakan soal itu, Luke. sungguh aku bahkan sudah lupa bahwa aku pernah melakukannya."

"ada apa denganmu dan dunia acting, kau terlihat begitu membencinya."

"tidak. aku tidak membencinya."

"lalu?"

"Jika aku bisa mengulang waktu, kupikir aku tak akan ingin terlibat dengan dunia acting sama sekali. Saat itu aku hanya terjebak."

"produser menawarimu, dan kau menerimanya."

"tapi setelahnya aku tak bisa terlepas dari kontrak. padahal aku sama sekali tak tertarik untuk melanjutkan. Lagipula aku menerimanya dengan terpaksa" 

Sungguh, aku merasa benar benar bodoh dengan bermain dalam salah satu serial-tv itu. Pdahal aku bermain sangat buruk dan bahkan memiliki masalah setiap proses syuting. Aku tak pernah cocok dengan dunia itu. Jika bukan karena kontrak yang sudah mengingat aku akan benar benar melepaskannya. 

Charlie, Ayahku diam diam mendaftarkanku pada sebuah pencarian peran dan dalam satu kali tes yang kulakukan dengan terpaksa, aku justru lolos. aku curiga charlie menyogok para produser itu untuk menerimaku.

"jika aku yang memintanya, apa mungkin kau akan kembali?"

"tidak." tentu saja tidak, ada apa dengannya, sih

"kau bisa mencobanya lagi, tanpa terikat kontrak. jika kau benar benar tidak menikmati peranmu, kau bisa langsung membatalkannya."

aku menatapnya tak percaya "kau pasti bercanda."

"aku serius" aku bisa melihat itu dari matanya

"ada apa denganmu sebenarnya? kau membuatku khawatir."

"aku hanya tak ingin kau mengabaikan begitu saja bakatmu yang terpendam." ia bicara dengan santai, mengabaikan pandanganku yang masih kaget.

"kau tau aku mencintai pekerjaanku sekarang, Luke. aku tak akan mencoba sesuatu yang tidak aku suka. dan ngomong ngomong soal bakat terpendam, kurasa kau salah besar."

Luke mengangkat bahu "itu persepsiku"

"aku tidak setuju."

"aku tidak akan memaksakanmu. aku hanya ingin memberikan kesempatan kedua padamu."

"terimakasih, tapi aku tidak mau."

"aku tau, itu ide yang kurang bagus." tiba tiba ia beranjang membawa minumannya "ayo kita pulang, Bailey butuh makan."



.................................................................................


Saat tiba dirumah, aku langsung bersiap siap mandi dan membereskan rumah. Setelah menyimpan kalkun besar itu dengan rempah rempah bumbu, dan memasukkannya kedalam oven lalu elanjutkan pekerjaanku untuk mendekorasi sedikit tempat ini. 

Luke membantuku memindahkan meja panjang yang nyaris menjadi kepingan rongsokan disudut ruang bawah. Minibar kami terlalu kecil dan aku yakin tak akan muat untuk tamu yang datang. Jadi ia membawa meja itu ke halaman. Aku membereskan beberapa lukisanku yang masih berantakan, menyudutkannya dibagian dinding dan membuang beberapa bahan lempung tembikar yang sudah tidak digunakan. Sementara Luke menyediakan kursi kursi panjang yang terbuat dari kayu itu, aku naik keatas untuk menyediakan pakaian dingin dan beberapa selimut tebal di ruang tv. 

Aku sangat senang karena Adam menerima undanganku malam ini, ia terlihat sedikit ragu tapi aku berhasil memaksanya ikut. Bagiamanapun aku tak ingin kalkun ini harus aku habiskan seorang diri jika ternyata bersisaa banyak. Luke tidak menyukai daging kalkun dan ayam, ia sangat jarang mau memakannya meski itu perayaan thanksgiving. 

Pukul 3 sore Olivia datang membawa 2 buah labu berukuran besar. Ia sangat menyukai hidangan pai Labu, jadi ia tak ingin aku melewatkan yang satu ini. Setelah membantuku menyiapkan gelas gelas bersih, ia berjalan kebawah untuk menemui Bailey yang tengah makan. ia membawanya naik keatas dan tampak begitu bersemangat bermain dengannya. Luke muncul dari kamar setelah membersihkan diri, ia sedikit berbincang bincang dengan Olivia sebelum akhinya berjalan menuju ruang tv. 

"apakah chris sudah menghubungimu untuk pameran bulan depan?" Olivia mencomot cranberries yang tengah kususun diatas piring. 

Christopher adalah kepala directur di Institut seni tempat aku bernaung. ia banyak berperan dalam karirku sejak pertama kali aku menginjakkan kaki dikota ini. Meskipun ia cukup tua, tapi jiwanya sangat muda dan modern. ia adalah tipe yang sangat terbuka dan menerima banyak pendapat. 

Chris selalu mengapresiasi segala bentuk seni yang semua orang lakukan untuk nya. dan itu membuatku menyukainya. 

"belum, kurasa. apakah secepat itu?"

"dia bilang padaku kau akan dilibatkan sebagai salah satu teman pendampingnya dipameran itu. Ia ingin kau bisa mempelajari karya karya seniman prancis yang memaerkan karya mereka."

"kau akan ikut?"

"ia meminta aku mengeluarkan satu karyaku."

aku menatapnya dengan antusias "itu keputusan yang paling tepat baginya"

"thanks, kate. oleh karena itu kau harus hadir." 

"dimana pameran itu akan diadakan?"

Olivia melirik Luke sesaat sebelum melanjutkan "San fransisco."

Kurasa Luke tak mendengar apa yang olivia katakan. suara tv nya cukup kencang dan ia begitu serius menonton pertandingan ulang baseball. 

"bagus." umpatku

"apakah 5sos punya jadwal yang padat?"

"kurasa begitu."

"kau akan menolak tawaran itu?" Olivia menatapku kecewa.

"tentu saja aku ingin pergi. Kalaupun aku mengatakan ini padanya ia pasti akan mengijinkanku" Luke tak pernah menghalangi karirku, ia selalu mendukungnya dengan senang hati. Bahkan ditengah tengah kesibukannya, ia selalu menyempatkan hadir di acaraku. 

"itu bagus, tak ada yang perlu aku khawatirkan kalau begitu."

"aku harus memastikan terlebih dahulu apakah tawaran itu benar untukku. Nanti akan aku pikirkan lagi."

"baiklah, tapi aku sarankan kau harus menerimanya. Maksudku, ini pameran besar. kau akan menyesal jika melewatkannya"

"aku tau, oke. Sekarang bisa kah kau mengangkat pai pai itu dan menaruhnya dipiring? aku harus berganti baju dan bersiap sebelum Max dan Adam datang."

"tentu."

Aku menyerahkan sarung tangan anti panas itu pada Olivia lalu berlari masuk kedalam kamar. Udara diluar begitu dingin dan lembab jadi aku menggunakan air hangat untuk mandi. Setelah berganti baju dan sweater, kutarik rambutku menjadi ikatan longgar dan meninggalkan beberapa helaian dibawah leher. Aku mengikatnya diatas kepalaku dan menggulungnya melingkar. 

Aku hendak berjalan keluar untuk melihat apakah hidangan kami sudah selesai hingga tiba tiba sebuah deringan ponsel membuatku teralih. Aku mencari cari sumber suara itu dan menemukannya dibawah bantal. Itu nomer yang tidak ku kenal.

"hallo?"

"Katelyn?"

Suara dibalik saluran telpon itu membuatku terpake "Dad?"

"oh, kate. akhirnya aku bisa mendengar suaramu. bagaimana kabarmu?"

kapan terakhir aku berbicara dengannya? betapa buruknya aku sebagai putri yang dulu begitu ia cintai. 

"aku baik baik saja, dad. Bagaimana demanmu, Apa kau sehat?"

"yeaa, semua baik baik saja. aku hanya....merindukanmu, jadi aku menelpon"

mataku berbinar "aku juga merindukanmu, dad. Maafkan aku karena tak pernah menghubungimu."

"tidak apa apa, Kate. aku tau kau sangat sibuk. Aku senang jika kau bahagia. Apa Luke disana?"

"ya. dia diruang tv."

"sampaikan salamku padanya."

"tentu dad." 

Ada jeda sesaat diantara kami sampai akhirnya ia mulai bicara lagi.

"Apa kau bertemu dengan Harry saat di New York?"

"ya, aku bertemu dengannya."

"aku tau kau merasa bersalah karena tak bisa menerima undangan kami. aku hanya ingin kau tau bahwa itu bukanlah hal besar. aku tau kau tak bisa jauh jauh, terutama jika Luke masih sangat sibuk. Mungkin harusnya kami lah yang mengunjungimu."

"dad, aku meminta maaf jika...."

"aku tak marah, Kate. begitupula dengan Anne. kami bahagia jika kau bahagia disana."

"ya aku bahagia. Tapi aku akan tetap meminta maaf padamu karena tidak menjadi putri yang baik untukmu. Aku.... begitu jahat tak bisa berada didekatmu dan..."

"kau berhak mencari kebahagiaanmu sendiri, dan apa yang kau pilih sekarang adalah hal paling tepat. aku bahagia dengan semua itu." 

"aku merindukanmu, dad. sangat. 

"oh, aku juga sayang. kuharap kita bisa berkumpul lagi, aku ingin mendengar banyak cerita darimu."

"apa... Anne disana?"

"ya, dia sedang membuat kalkun bersama tamu tamu undanganku."

"apa... Harry juga disana?"

Diam sejenak, ia baru menjawab saat mulai terasa senyap "dia belum kembali sejak dari New York. Melalui telpon ia hanya mengatakan bahwa kau tidak datang, setelah itu kami hanya tau keberadaannya melalui berita di tv."

ya tentu, itu sangatlah Harry. 

"kuharap dia baik baik saja."

"dia akan baik baik saja." "kau tak perlu mengkhawatirkannya, Kate. semua akan baik baik saja, hanya butuh waktu"

Aku tak yakin butuh berapa waktu untuk memperbaiki dan mengubah pemikiran Harry tentang hubungan keluarga kami. ini bahkan sudah berjalan terlalu lama.

"baiklah, bersenang senang dan nikmati hidupmu dengan baik, kate. aku bangga karena kau telah menjadi dewasa dan mampu bertahan sejauh ini. Sekarang aku tak perlu khawatir lagi melepaskanmu pada Luke."

ya, terakhir kali ia menelponku ia mendengarku banyak mengeluh tentang kesbukan Luke. Ia mengira aku tak akan sanggup menghadapi keadaan yang seperti ini. 

"terimakasih dad." 

"Kate?"

"ya?"

"Aku hanya ingin mengatakan bahwa.... kau akan selalu menjadi putri kecilku. Aku bangga padamu dan aku berterimakasih karena kau mau bertahan untuk hidup bersamaku. Aku mencintaimu, sejak pertama hingga kapanpun. Selamat hari thanksgiving." suara itu terdengar menyejukkan hatiku  hingga tanpa sadar air mataku menetes. 

"aku juga...sangat mencintamu, dad. kau adalah ayah terhebat yang pernah ada. Aku tak akan pernah melupakanmu."

"berhentilah menangis dan sekarang temui, Luke. Oke? aku tak ingin mendengar suara itu." 

Aku terkekeh sambil menghapus air mataku "baiklah, bye dad. Sampai jumpa"

Memastikan mataku tidak bengkak, aku berusaha menarik napas dan mengembalikan emosiku. Tak boleh ada yang tau bahwa aku baru saja menangis merengek karena merindukan ayahku. Tidak pada orang orang disini. 

Aku berbalik untuk buru buru menemui Olivia tapi tubuhku nyaris meloncat kaget saat melihat siapa yang tengah berdiri didepan pintu. Dia menatapku dengan wajah datar yang sama sekali tak terbaca.

"Luke, kau sedang apa?" buru buru kupasang wajah senatural mungkin, menghampirinya

"kenapa kau begitu lama?"

"aku... baru saja selesai bersiap. Apakah semua hidangan sudah siap?"

"Max dan Adam sudah datang."

"baiklah, ayo kita temui mereka."

Aku menarik tangannya dengan sedikit mendesak. Berusaha mengalihkan pandangan matanya yang tak lepas sedikitpun dariku. 

kuharap ia tak mendengarkan apapun yang kubicarakan dengan Billy.

Max dan Adam tengah berbincang di minimar dapur saat kami datang menghampiri, Mereka tampak begitu ramai bersenda gurau. 

"oh, liat siapa yang sejak tadi menghilang." Adam menyambutku dengan pelukan hangat saat aku menghampirinya. Ia mengusap punggungku dan tersenyum padaku.

aku lalu berbalik dan memeluk Max sesaat, ia balik memelukku ramah.

"Kenalkan ini istriku, Kate." ia menarik seorang wanita beramput pirang terang yang sejak tadi tampak membantu Olivia menuangkan anggur.

Tubuhnya begitu mungil dan lebih kecil dariku, wajahnya terlihat sangat bulat dengan mata yang indah. 

"Hai, Kate. senang akhirnya bertemu denganmu. Aku Stefanie"

"hai, senang bertemu denganmu juga, Stef. anggap rumah sendiri, oke?" 

ia meringis tersenyum senang.

Aku berjalan untuk melihat apakah Kalkunnya telah matang, sambil menyiapkan piring besar, aku mulai memotong motong salad. Aku kembali buka oven dan melihat daging besar itu telah berwarna coklat dengan mengeluarkan aroma lezat. 

"kurasa hidangan kita sudah siap."

"ayo kita kebawah, kita tak akan muat berada ditempat sempit ini." Luke mengajak Max dan Adam turun. Sementara Stefanie dan Olivia membantuku membawa makanan itu kebawah.

Pai labu, cranberries dan strawberry segar, tumisan jagung, puree kentang, gravy dan hidangan utama Kalkun telah siap. kami membawa semua makanan itu turun kebawah dengan sangat hati hati. Luke ikut membantu membawakan gelas dan botol anggur. 

Aku sedikit terkejut karena Luke telah mengubah sedikit tatanan di halaman luar itu dengan lilin lilin kecil sebagai penerangan. Untungnya meja berbentuk persegi panjang itu muat dengan semua hidangan yang kubuat. Max dengan bersemangat bercerita tentang pengalaman liburannya di meksiko dan merayakan thanksgiving disana, sesekali menanggap tanggapan dari yang lain. 

Olivia mengajak Bailey bermain main dengan tangkai labu yang dijadikan pajangan diatas hidangan pai. Ia tertawa geli melihat tingkah Bailey tampak bersemangat menggapai tangannya.

Aku duduk disamping Luke, sementara Max dan Stefanie berada disebrang bangku kami. Adam berada disisi kananku sementara Olivia yang masih tampak asik bermain main akhirnya menggendong Bailey dan duduk dibangku kosong bersebrangan dengan Adam.

Aku bersyukur dugaanku tentang masalah antara Adam dan Luke ternyata salah. Mereka sama sekali tak terlihat bertengkar atau hubungan yang buruk. Beberapa kali aku melihat mereka terlibat obrolan. 

"baiklah mari kita mulai makan malam ini" Adam menghentikan semua aktivitas kami dan memulai pembicaraan sebagai orang yang lebih tua diatas meja makan ini

Seperti sebuah tradisi, kami saling bergandengan tangan diatas meja, melingkar mengelilingi makanan yang dihidangkan. 

"Siapa yang akan memulai duluan untuk sesi cengeng ini?" gumam Adam penuh lelucon.

Tak ada yang menjawab dan hanya saling menyembunyikan senyum 

"Baiklah, aku yang akan bicara pertama." Memalingkan wajah, max akhirnya menawarkan diri untuk bicara. 

Aku melihat wajahnya berubah serius sebelum bicara "Aku ingin berterimakasih, untuk semua persahabatan yang terjalin hari ini, terimakasih untuk makanan yang terlihat menggiurkan ini, dan rumah yang mau menampung kami. Terkhusus, aku ingin berterimakasih karena Tuhan telah memberikan sebuah hadiah terbaik dalam hidupku, yaitu seorang wanita cantik yang berada disampingku."

"Whoaaaa...." Olivia bergumam dengan nada menggoda, membuat semua tertawa. 

Max lalu menatap Stefanie untuk gilirannya.

"Aku merasa bersyukur karena memilikimu, mengenal kalian, menemukan teman teman baruku dan hidup yang lebih baik." Stefanie mengecup bibir Max dengan mesra hingga tersipu malu karena kami semua memperhatikannya. "Olivia?"

"well... aku berterimakasih karena aku memiliki kekuatan untuk menghadapi semua masalahku. Aku memiliki ibu yang bahkan hingga saat ini masih cerewet padaku, dan aku bersyukur karena itu" kami sedikit tertawa " Aku memiliki Katelyn.." ia memandangku dengan senyuman lembut "dan aku bersyukur memiliki keluarga kecil ini dalam hidupku."

"kau selalu bersama kami" ujar adam lirih

"thanks, Adam. dan bagaimana dengamu?"

"Aku selalu berterimakasih untuk semua kebahagiaan yang kalian alami, dan aku berterimakasih untuk makan malam yang indah ini." ia menatapku dengan pandangan hangat, lalu beralih pada orang disebelahku "Luke?"

Ia yang sejak tadi diam disebelahku mulai merenggangkan tangannya, aku melihat jemarinya yang masih terkait erat dijemariku. 

"Aku ingin berterimakasih pada...Kate. Karena telah memilih hidup bersamaku. Aku tak pernah bisa membayangkan hidup tanpa dia disini. Semua rasa khawatir yang selalu muncul dalam diriku, membuatku sadar bahwa aku terlalu takut ia akan berubah pikiran dan meninggalkanku. dan aku bersyukur rasa takut itu membuatku lebih waspada. Terimakasih karena kau mau mempercayakan tangan ini..." ia menatap jemariku "untuk ku genggam. terimakasih karena kau mau berkorban dan berjuang untukku."

Aku masuk kedalam matanya yang paling dalam dan melihat sesuatu disana, ketakutan yang ia bicarakan terlihat jelas disana hingga kemudian di waktu yang bersamaan aku juga merasakan genggamanannya yang kuat. 

Dia tak tau seberapa beruntungnya aku dicintai olehnya. 

"Kate?" Adam mengunggu giliranku saat kami terus bertatatapan cukup lama hingga membawa keheningan panjang.

"Aku bersyukur karena aku mencintaimu." Ujarku hingga tiba tiba Bibirnya yang hangat mencium keningku cukup lama. 

Ya, Tak ada yang lebih membahagiaan dibandingkan apapun untuk bisa mencintai sesautu yang berharga dalam hidupku. 

_____________

VOTE AND LEAVE COMMENTS 

ngomong ngomong hari ini 5sos udah sampe di Indonesia. Selamat menonton bagi yang punya tiket. ada banyak sponsor yang bagi bagi tiket gratis, yang beruntung congratulations ya dan selamat bersenang senang. 


Continue Reading

You'll Also Like

114K 16K 82
Di suatu semesta lain, Adel dan Oniel adalah Kakak Beradik yang dibesarkan di panti asuhan, sampai suatu kejadian memaksa mereka untuk menjadi pelind...
261K 29.2K 33
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
142K 9.4K 41
KIM TAEHYUNG narenda, yaitu mafia yg terkenal dengn kekejamannya JEON KOOKIE liviendra, yaitu seorang namja cantik yg ditinggal mati kedua orang tua...
219K 19.8K 33
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...