My Mina ✓

By SkiaLingga

3.9M 288K 13.6K

Chara memiliki mate, tapi karena kesalahpahaman, mereka berpisah. Jadi, Chara memutuskan pergi untuk menyelam... More

My Mina
Prolog
Tou Mina (1)
Tou Mina (2)
Tou Mina (3)
Tou Mina (4)
Tou Mina (5)
Tou Mina (6)
Tou Mina (7)
Tou Mina (8)
Tou Mina (9)
Tou Mina (10)
Tou Mina (11)
Tou Mina (12)
Tou Mina (13)
Tou Mina (14)
Tou Mina (15)
Tou Mina (16)
Tou Mina (17)
Tou Mina (18)
Tou Mina (19)
Tou Mina (20)
Tou Mina (21)
Tou Mina (23)
Tou Mina (24)
Tou Mina (25)
Tou Mina (26)
Tou Mina (27)
Tou Mina (28)
Tou Mina (29)
EPILOG
Q and A

Tou Mina (22)

81.7K 6.7K 210
By SkiaLingga

"Darkness may hide the trees and the flowers from the eyes.
But it cannot hide love from the soul."

_Kahlil Gibran

__________________________________________________________

"Aku akan membunuh mate-mu Chara ... "

___________________________________

Chara's POV

"Aku akan menyingkirkannya. Karena dengan begitu, posisi Alpha akan kosong. Dan aku bisa mengisinya." Ucap laki-laki di depanku ini.

Kuku jariku terasa menusuk, menyakiti telapak tanganku. Tubuhku bergetar mendengar Moreno mengatakan kalimat penuh rencana itu dengan mudahnya, dengan tatapan datar dan santai, seolah hanya mengakatan jika dia ingin melakukan senam yoga bersamaku.

'Brengsek!' Jade mengumpat dengan keras. 'Akan kubunuh laki-laki ini lebih dulu.'  Suaranya terdengar mengancam.

Mataku menatap tajam ke arah Moreno, berusaha mengintimidasinya, yang biasanya akan membuat seseorang langsung terpengaruh. Tapi aku tidak mendapati reaksi apa-apa dari dirinya. Dia masih berdiri dengan tenang di hadapanku, menjulang, seolah dia yang ingin mengintimidasiku.

Aku menebak-nebak, jika aku menyerangnya sekarang, kira-kira siapa yang akan kalah atau mungkin terbunuh lebih dulu?

'Terus hubungi Lucian atau Alec, Jade. Fokus saja pada mereka, aku akan mengurus orang ini.' Jade mengangguk di dalam sana.

"Kau tidak bisa mengancamku!" Aku mendengar suaraku meluncur dengan sedikit geraman. Berusaha menahan amarah yang menggelegak di kepalaku akibat ucapannya.

Moreno tersenyum. "Jangan menantangku Chara, kau tidak akan pernah tahu." Jawabnya. Dia berlutut di kaki ranjang, membuat tubuhnya sejajar denganku. Tangannya yang terulur ke depan dengan cepat kutepis, membuat ekspresi tidak suka terlihat di wajahnya. Moreno memandang tangannya, dan menatap ke arahku. "Aku akan menahanmu untuk sementara waktu di sini. Sampai aku selesai dengan mereka semua, aku tidak akan membiarkanmu keluar dari ruangan ini."

Aku mendengus. Dengan cepat aku bangun dari ranjang, membuat Moreno melakukan hal yang sama. Dan kami berdiri saling berhadapan saat ini.

"Menahanku? Jangan bercanda, aku dapat keluar dengan mudah dari sini." Ucapku sambil mendongak.

"Aku tidak sedang bercanda. Lakukan saja jika kau berani, dan aku pastikan kau akan langsung menyesalinya." Moreno tersenyum sinis, terlihat jika dia menjanjikan sesuatu di balik ucapannya.

'Sial! Mereka tidak menyahuti panggilanku Chara!'  Pekik Jade kesal. 'Aku tidak tahu apa yang terjadi, bisa saja laki-laki ini memang telah melakukan sesuatu pada kita.' Jade memandang Moreno dengan curiga.

'Aku juga berpikiran seperti itu Jade. Moreno begitu banyak tahu tentang rahasia kita, aku penasaran dari mana dia mendapatkannya.'  Balasku.

'Kau benar, ada yang aneh di sini.' Jade setuju dengan apa yang kukatakan.

Aku melirik ke arah jendela kaca di belakang Moreno, sepertinya bukan pilihan yang buruk jika aku menerjang kaca itu. Aku hanya akan terjatuh, dan kalau pun terluka, akan sembuh dengan cepat.

Ya, sepertinya itu boleh dicoba. Melompat, dan langsung kabur dari tempat ini. Mereka tidak akan bisa mengejarku.

Moreno terlihat mengikuti arah pandanganku, dan senyuman geli muncul di sudut bibirnya. "Jika aku mengatakan kau akan menyesal bila melangkah sedikit saja dari ruangan ini, maka menurutmu apa yang akan aku lakukan jika kau berani melompat dari sana?"

Sial! Dia mengetahui rencanaku.

Moreno hendak melangkah lebih dekat ke arahku. Tapi aku lebih cepat menahannya. "Jangan! Berhenti di sana, kau tidak boleh bergerak!"  Perintahku.

Moreno membelalak saat merasakan tubuhnya kaku. Tapi hanya sekejap, sebelum kemudian dia tertawa. Matanya menatap kagum ke arahku, membuatku semakin yakin, jika laki-laki ini memang sudah benar-benar gila.

"Kau benar-benar mengagumkan Vasselica ... " Ucapnya pelan. Sepertinya dia dapat menebak, jika itu adalah salah satu kelebihanku.

"Aku bahkan dapat melakukan yang lebih dari itu, menyakitimu tidaklah sulit." Kataku.

"Hal yang sama berlaku juga padamu." Ucapnya misterius. "Menyakitimu, juga bukanlah hal yang sulit, Chara."

Aku mengernyit, mencerna apa arti ucapan Moreno. Tapi saat mengerti apa maksudnya, kemarahan itu kembali dalam diriku.

Aku bahkan tidak sadar saat kuku tanganku ternyata sudah menancap di bahu Moreno, yang entah sejak kapan telah berlutut di depanku. Erangan sakit lolos dari mulutnya, membuat aku semakin menekan kuat kuku tanganku agar menusuknya lebih dalam.

Moreno terkejut, menatap mataku dalam ringisannya. Mungkin melihat warna biru yang barusan tampak dari bola mataku.

"Aku sarankan kau berhenti Chara!" Wajah Moreno memerah saat mengucapkan itu. Rasa sakit yang aku berikan pasti mulai mempengaruhinya.

"Kalau begitu jangan halangi aku untuk keluar dari sini, dan berhenti dengan apa yang akan kau rencanakan pada Lucian." Aku mendesis di depan wajahnya.

"Aku yang sedang memperingatkanmu di sini Chara. Aku memang tidak sekuat kau, tapi aku tahu kelemahanmu." Ujarnya. Terlihat sekali Moreno berusaha tetap tenang di tengah situasi ini.

Aku menyipitkan mataku ke arahnya. Laki-laki ini begitu arogan. Di sini aku yang tengah menyakitinya, tapi dia masih berani mengancamku. Dan mencoba mencari tahu kelemahanku? Dia tidak akan—

"Lucian." Kata Moreno tiba-tiba. Membuat pikiranku barusan terpotong. "Lucian adalah kelemahanmu, Chara."

Aku mengencangkan rahangku. Umpatan Jade yang terdengar di dalam sana menandakan jika dia bahkan lebih emosi dariku saat ini. Moreno melirik ke arah rambut di atas dahiku yang mulai berwarna perak, kemudian ke arah leherku yang kuyakini tampak berpendar merah saat ini.

"Jangan pernah berani mengancamku atas nama Lucian!" Aku membentak.

"Aku tidak mengancam Chara." Jawabnya. "Jika kau berani keluar dari sini, atau membunuhku lebih dulu, aku pastikan jika Lucianmu itu juga tidak akan selamat. Apakah kau pernah berpikir, jika aku bisa saja menyuruh seseorang untuk menghabisinya saat ini juga?" Moreno menyambung kembali ucapannya dengan cepat. "Mungkin dengan berpura-pura menabraknya atau sekedar menyenggolnya, kemudian menyuntikkan devil's helmet  ke dalam tubuhnya secara diam-diam, dia pasti tidak akan menduganya bukan? Atau kau ingin aku juga menyakiti keluargamu dan sahabatmu? Membunuh Kaleela yang sedang sekarat saat ini tidaklah sulit."

Kuku jari tanganku yang tertancap dalam tubuh Moreno terlepas begitu saja. Tubuhku mundur satu langkah darinya.

Ya Tuhan, aku tidak pernah memikirkan hal itu.

Moreno bangkit secara perlahan, sedikit mengernyit saat tubuhnya yang sudah bisa digerakkan membuat rasa sakit di bahunya lebih kentara. Tapi hal itu tidak membuatnya berhenti mengancamku.

"Aku menempatkan begitu banyak orang untuk mengawasi masing-masing dari mereka, Chara." Moreno menjelaskannya lebih spesifik.

Aku menatap nyalang ke arahnya. Dapat kurasakan keringat dingin mengalir di punggungku, membuat tanganku terkepal dengan kuat sebagai reaksi pertamanya.

Devil's helmet?  Atau yang sering dikenal dengan wolf's bane, itu adalah racun mematikan yang dapat membunuh manusia serigala dengan mudah. Bahkan jika itu jenisku sekali pun.

Tidak, aku bukan penyihir. Aku bukanlah seseorang yang dapat melakukan segala keinginan dan kehendaknya begitu saja. Menjadi Vasselica memang membuatku memiliki banyak kelebihan dibandingkan werewolf  lain, tapi bukan berarti aku juga dapat melakukan segalanya. Ada batasan untukku, karena aku tetaplah seseorang yang masih ditentukan takdirnya oleh Tuhan.

Dan aku menyesal, sangat menyesal ... di saat seperti ini, aku tidak memiliki kelebihan yang bisa menolongku maupun orang yang aku sayangi.

"Aku rasa kau sudah mengerti situasinya, Chara." Ucapan Moreno menyentakku.

"Apa yang kau inginkan sebenarnya?" Aku mengucapkannya sambil memejamkan mataku. Berusaha menahan diri. Dan menenangkan Jade yang sedari tadi telah mengamuk dan meronta keluar untuk bisa membunuh laki-laki ini.

Tidak, aku tidak boleh bertindak ceroboh. Jika aku membiarkan Jade keluar, mungkin saja dia dapat mengalahkan Moreno. Tapi resikonya, aku tidak berani untuk membayangkannya.

Amanda, Adam, Kaleela, juga orang-orang terdekatku yang lainnya, dan terutama Lucian ... mereka akan menjadi korban jika aku bertindak tanpa pikir panjang saat ini. Aku mungkin bisa saja mematahkan leher Moreno detik ini juga, tapi dia pasti sudah lebih dulu me-mindlink orang suruhannya sedetik lebih cepat dariku.

Lalu, apa yang aku dapatkan? Moreno sudah pasti mati di ditanganku, tapi aku juga akan mendapati yang lainnya tidak akan ada bersamaku. Jadi ... berpikiran jernih dan tenang sepertinya adalah sesuatu yang harus aku pertimbangkan saat ini.

"Aku sudah mengatakan apa keinginanku Chara. Aku ... akan menjadikanmu Luna-ku. Ini adalah tempat di mana kau seharusnya memang berada, di Moonlight Pack!" Jawabnya tenang. "Kau keluar selangkah dari sini, maka Lucian dan yang lainnya akan mati lebih dulu sebelum kau sempat melihat mereka."

Moreno mengucapkan kalimat itu dengan pelan. Memastikan aku mendengar setiap katanya dengan jelas, dan dia berhasil.

"Aku sarankan untuk jangan mendekat ke arah jendela itu, Chara. Itu akan menyakitimu." Moreno mengedikkan kepalanya ke belakang. "Sebentar lagi akan ada yang datang kemari, aku minta padamu ... bersikap manislah." Sambungnya.

Aku belum bergerak sama sekali, atau sekedar menoleh saat Moreno keluar dari ruangan ini. Tubuhku rasanya mendadak kaku, sebelum kemudian aku jatuh berlutut. Kakiku seperti tak bertulang begitu mengingat ancaman Moreno tentang keluargaku. Dan aku di sini tidak bisa melakukan apa-apa!

'Kita harus membuat rencana Chara.' Jade berbicara. 'Kau tahu ... aku merasa ada yang aneh dengan ruangan ini.'  Ungkapnya lagi.

'Apa maksudmu Jade? Apanya yang aneh?'  Tanyaku pelan. Semua kejadian barusan menguras emosiku.

'Coba mendekat ke arah jendela itu.'

'Jade, kau mendengar ancaman Moreno tadi bukan? Jika kita nekat—'

'Bukan Chara. Aku tidak menyarankan agar kita kabur. Cepatlah, mendekat ke jendela itu!'  Perintahnya sekali lagi.

Aku bangkit sambil mengernyit. Apa maksud Jade?

Tapi justru karena aku bingung, akhirnya aku mendekat ke arah jendela itu. Dari bagian jendela yang tidak tertutup tirai, aku dapat melihat di luar sana malam telah berubah menjadi sedikit lebih terang. Sepertinya saat ini sudah menjelang pagi. Aku tidak tahu apakah ini masih pagi pertama sejak malam penculikan itu, atau mungkin sudah berganti hari.

Apakah Lucian sedang mencariku saat ini? Apakah dia memiliki petunjuk siapa yang melakukannya, dan di mana aku berada sekarang? Lalu, bagaimana dengan Kaleela? Dia terluka saat terakhir kali aku mengingatnya. Rasanya begitu banyak pertanyaan yang berputar di kepalaku, yang membuatku tanpa sadar sudah menyentuh kaca jendela ini.

"Aakhhh!!" Aku berteriak, terdengar serentak dengan pekikan Jade di dalam sana.

Mataku melebar melihat ke arah tanganku yang terasa berdenyut. Begitu nyeri, seperti tersengat sesuatu yang tajam. Tidak ada luka, tapi rasa sakitnya seperti menusuk ke seluruh bagian sudut tubuhku, menyebarkan rasa panas yang membakar hingga ke tulang.

'Dugaanku benar!'  Kata Jade tiba-tiba. Masih terdengar jelas napasnya tersengal.

'Apa ini Jade?'  Tanyaku bingung. Aku melihat ke arah permukaan kaca jendela di depanku, tidak ada yang aneh. Tapi kenapa tanganku begitu sakit luar biasa hanya dengan sentuhan kecil tadi?

Tapi satu hal yang aku tahu sekarang, pasti inilah maksud Moreno yang memperingatiku agar menjauh dari jendela ini.

'Aku yakin laki-laki sinting itu telah melakukan sesuatu di sini, agar membuat kita tertahan dalam ruangan ini.'  Ucapnya.

'Apakah menurutmu ini ada hubungannya dengan kita yang tidak bisa menghubungi Lucian?'

'Bisa jadi Chara. Kau ingat bukan tadi dia mengatakan apa? Dia mengatakan jika kita harus tetap berada dalam ruangan ini, itu artinya pasti ada sesuatu dalam ruangan ini.' Jelas Jade.

Aku mengangguk. 'Kau benar Jade. Kalau begitu, yang harus kita lakukan sekarang adalah mencoba keluar dari dalam ruangan ini. Dan kita buktikan, apakah pemikiran kita tadi benar.'

'Aku mengerti. Kita harus membuat rencana sekarang, setidaknya untuk keluar dari ruangan ini.'  Balas Jade yang langsung aku setujui.

Suara pintu yang terbuka membuat aku menoleh, mengira jika yang kembali masuk adalah Moreno. Tapi ternyata bukan, seorang perempuan yang sepertinya hanya beberapa tahun lebih tua dariku berdiri di sana.

Matanya menilai ke arahku, dengan pandangan dingin menusuk. Aku dapat merasakan kebencian yang pekat dalam dirinya, menguar memenuhi udara di dalam ruangan ini. Tidak perlu menebak dengan susah payah siapa yang dia benci, hanya ada aku di ruangan ini.

Aku masih bergeming saat perempuan itu berjalan ke dekat ranjang, kemudian meletakkan beberapa kantung belanjaan di sana. Dia kembali menoleh ke arahku, dan menarik napasnya sekali sebelum kemudian mengeluarkan suara.

"Ini pakaian gantimu." Suaranya terdengar begitu datar. Terlalu dipaksakan untuk terdengar datar jika menurutku, karena aku dapat dengan jelas melihat tatapannya yang seolah ingin membunuhku sekarang juga.

"Siapa kau?" Tanyaku. Aku tidak mencium aroma wolf  dalam dirinya, itu artinya dia bukanlah salah satu dari jenis kami. Tapi, aku juga dapat merasakan, jika dia bukanlah sekedar manusia biasa.

Rahangnya terlihat mengencang. "Seseorang yang seharusnya berada di posisimu saat ini." Jawabnya. Dia menoleh ke arah lain dengan tangan terkepal.

Oh tidak, dia bukan mate Moreno. Aku tidak merasakan ada keterikatan dalam dirinya dengan laki-laki itu. Hanya saja, mungkinkah ini seperti cinta sepihak?

"Kau mate-nya?" Tanyaku, berpura-pura tidak tahu.

Perempuan itu menyipitkan matanya ke arahku. "Jika aku mate-nya, maka kau telah mati saat ini juga. Tapi, bukan berarti kau tidak akan mati hanya karena aku bukan mate-nya. Kau tunggu saja!" Dia tersenyum sinis.

'Perempuan jalang!'

'Perhatikan bahasamu Jade.'  Kataku mengingatkan. Jade suka sekali tidak mengontrol ucapannya. Yang pertama untuk laki-laki tampan, dan yang kedua adalah untuk perempuan ... yah, seperti yang ada di depanku ini contohnya.

'Tidak ada yang salah dari ucapanku Chara. Perempuan ini tidak jauh berbeda dengan perempuan yang kucakar wajahnya saat itu.' Jade membela dirinya.

"Sampai kapan aku harus menunggu?" Tanyaku, sengaja memancingnya. Perempuan seperti ini harus dilawan dengan kata-kata yang sama kurang ajarnya. "Jika kau ingin membunuhku, apa bedanya sekarang dan nanti? Atau ... kau tidak cukup kuat untuk melawanku saat ini?"

'Wow, kerja bagus Chara. Dan sepertinya, kau berhasil dengan tujuanmu.'  Ucap Jade. Sepertinya dia terkejut karena aku berbicara seperti itu tiba-tiba.

Wanita di depanku menggeram. Bola matanya yang berwarna coklat terlihat berkilat marah, menatap tajam dan menusuk tepat ke arahku.

Dan dengan sekejab mata, dia sudah berdiri di depanku. Mencengkeram sebelah tanganku dengan kuat, membuatku sedikit terkejut.

Bukan ... bukan karena dia yang menyerangku tiba-tiba. Melainkan permukaan telapak tangannya yang terasa begitu dingin menusuk di kulitku. Dan tangan yang terasa dingin itu menghantarkan rasa panas yang cukup menyakitkan melalui kulitku yang disentuhnya. Aku mengernyit, cukup sakit, tapi aku masih dapat menahannya.

"Kau jangan menantangku. Kau bukanlah siapa-siapa!" Desisnya dengan nada tajam di depan wajahku.

Aku tersenyum saat melihat dia sedikit terkesiap. Kuku jari tanganku yang bebas menggores lengannya yang mencengkeramku, menghantarkan rasa sakit yang sama untuknya. Lebih tepatnya, mengembalikan sakit yang dia berikan untukku.

"Apa menurutmu ini cukup untuk membunuhku?" Tanyaku mengejeknya. "Ini bahkan hanya terasa seperti tertusuk jarum, kau harus berusaha lebih keras." Kalimat itu kuucapnya dengan nada yang semenyebalkan mungkin.

Dan aku berhasil! Perempuan ini mendesis, sorot matanya menunjukkan jika dia bukan hanya sekedar membenciku. Lebih dari itu, aku dapat melihat keinginan yang begitu besar dalam dirinya untuk membunuhku.

Saat perempuan ini akan berucap, pintu ruangan kembali terbuka. Moreno berdiri di sana, dengan dahi mengerut. Sebelum kemudian berteriak dengan keras.

"Apa yang kau lakukan Grace!" Suara itu terdengar membentak. Dengan terburu dia berlari ke arah kami.

Perempuan yang ada di hadapanku tersentak, wajahnya terlihat sedikit ketakutan. Dan aku tahu jika aku dapat memanfaatkan keadaan ini. Karena sebuah rencana tiba-tiba datang begitu saja menghampiri kepalaku.

"Aarrghh!!" Teriakku. Tubuhku menggeliat dan jatuh berlutut, dengan pergelangan tangan yang masih dalam cengkeraman perempuan yang saat ini kuketahui bernama Grace.

Moreno menyentak tangan Grace, membuatnya terkejut. Setelah dia membantuku bangkit dan mendudukkanku di atas ranjang, Moreno berbalik ke arah Grace yang diam bergeming.

"Apa yang kau lakukan padanya?" Tanya Moreno sekali lagi. Suaranya terdengar datar namun tajam.

"Aku tidak melakukan apa-apa." Balas Grace.

Mendengar itu, aku berpura-pura meringis sambil memegang tanganku sendiri, membuatnya terlihat begitu terasa sakit. Kedua orang itu mengalihkan perhatiannya sejenak padaku.

"Tidak melakukan apa-apa? Kau bilang ini tidak melakukan apa-apa?!" Moreno menunjuk pergelangan tanganku yang terlihat memerah sedikit keunguan. Dengan luka sayatan kecil yang begitu banyak, dan darah yang kebetulan keluar dari sana membuat lukanya terlihat lebih mengerikan.

Aku menahan kekuatan penyembuhku saat ini, agar regenerasi kulitku tidak terjadi. Dengan begitu, luka ini tidak akan sembuh dengan cepat.

Grace mengernyit melihat luka di tanganku. Kemudian dia mengangkat tangannya sendiri ke atas, menunjukkan luka bekas cakaranku yang tidak terlalu dalam di sana, hanya berupa goresan kecil.

"Dia juga melukaiku!" Sepertinya Grace tidak terima dengan apa yang Moreno tuduhkan, karena itu dia mencoba membela diri.

Moreno melirik luka di tangan Grace yang tidak seberapa. "Aku menyuruhmu untuk menjaganya Grace, bukan membuatnya terluka." Dia terlihat tidak peduli dengan apa yang terjadi pada Grace. Andai saja Moreno tahu, jika sebenarnya luka Grace jauh lebih sakit dari pada luka di tanganku.

Grace mendengus dengan kemarahan yang begitu terlihat di raut wajahnya. "Aku akan membalasmu!" Ucapan itu ditujukan kepadaku. Dan setelah mengatakannya, Grace berjalan menjauh.

Sebelum menutup pintu, dia menoleh sekilas ke arahku. Tatapannya penuh kebencian beribu kali lipat dari yang sebelumnya, dan aku membalasnya dengan melempar seringai puas.

Makan itu! Satu-kosong untukku!

'Lihat, siapa yang baru saja menjadi perempuan jal—'

'Berani kau menyebutku seperti itu, aku pastikan kau menyesal Jade!'  Kataku memperingatkan. Membuat Jade mendengus karena aku memotong kalimatnya.

'Lalu apa? Kau akan mengadukanku pada Lucian? Seperti yang kau lakukan pada perempuan tadi?'  Tanya Jade sambil tertawa. Dia pasti tidak mengira jika aku akan bersikap seperti tadi. 'Tapi kuakui, itu tadi sangat bagus Chara. Sepertinya kita bisa menyusun rencana dengan mudah setelah ini.'

Aku setuju dengan Jade. Semoga saja rencana yang akan kuatur setelah ini berhasil. 'Kita lihat apa yang bisa kita lakukan Jade.'  Balasku.

"Tanganmu baik-baik saja?" Suara Moreno membuatku menoleh ke arahnya.

Aku memperhatikan tanganku sejenak, kemudian kembali melihat ke arahnya. "Baik." Jawabku singkat. Tentu saja aku tidak akan meladeni laki-laki yang berencana akan membunuh suamiku.

Moreno duduk si sampingku, yang membuatku refleks langsung bergeser, menjauh darinya. Moreno menunjukkan wajah tidak sukanya. "Kenapa tanganmu tidak sembuh? Bukankah kau dapat kembali pulih dengan cepat?" Dia bertanya.

"Sepertinya perempuan itu bukan manusia biasa. Dan mungkin itu berpengaruh terhadap luka ini." Jawabku asal. Tentu saja itu tidak benar, luka apa pun yang berada di tubuhku, pasti akan dapat sembuh dengan mudah. Aku hanya sedang memancing Moreno untuk mengatakan siapa Grace sebenarnya.

"Kau benar. Grace itu penyihir, dan dia bekerja padaku."

Oh, dia mengatakannya. Jadi benar dugaanku, perempuan itu memang penyihir, dalam artian yang sebenarnya.

Moreno melirik sekali lagi ke arah lukaku, mungkin dia tidak percaya dengan apa yang aku katakan. Tapi saat diperhatikannya darah masih mengalir dari sela luka yang tampak terbuka, Moreno terlihat mencebikkan bibirnya.

Ditariknya salah satu laci dari meja di samping ranjang. Mengambil sebuah kotak putih yang aku perkirakan adalah tempat obat-obatan. Dengan cepat dia menuangkan antiseptic ke atas kapas dan menekankannya pada lukaku.

Aku sedikit tersentak, karena memang sensasinya sedikit mengejutkan. "Biar aku saja!" Aku berusaha merebut kapas itu dari tangannya, tapi Moreno menjauhkan tangannya dengan mudah.

"Diamlah, agar ini cepat selesai!" Katanya tanpa menoleh ke arahku.

Aku mendengus. Dan setelah menarik napas panjang sekali, aku memilih diam. Membiarkan Moreno mengobati lukaku yang padahal dalam sekejap mata dapat sembuh sendiri.

Aku mengira dia tidak akan percaya begitu saja dengan apa yang aku katakan. Fakta mengenai dia yang tahu jika aku seorang Vasselica ternyata tidak membuatnya tahu tentang apa saja yang menjadi kelebihanku.

'Astaga, situasi macam apa ini?' Jade tiba-tiba berucap. 'Tolong jangan jadikan ini seperti adegan dalam sinetron picisan Chara, apa kau akan berselingkuh dengannya?'

Aku tersedak ludahku sendiri mendengar apa yang dikatakan Jade. Membuat Moreno menolehkan kepalanya ke arahku.

"Kau kenapa?"

"Sakit!" Jawabku terlalu cepat.

'Tutup mulutmu Jade! Kau tahu jika kita terjebak dalam keadaan sekarang ini. Anggap saja ini bagian dari rencana.'  Kataku yang dijawabnya dengan dengusan.

Astaga, ini menjijikkan. Jika Lucian melihatku dalam situasi seperti ini dengan laki-laki lain, aku tidak yakin apa yang akan terjadi. Sepertinya hanya ada dua kemungkinan, jika bukan laki-laki ini yang mati, maka Lucian sendiri yang lebih dulu bunuh diri.

Ah ... mengingat tentang dia, aku jadi benar-benar merindukannya. Kapan aku dapat keluar dari sini?!

"Tahanlah sebentar, sedikit lagi." Ujarnya lembut. Mengira jika aku benar-benar kesakitan karena barusan berteriak.

Aku memperhatikan Moreno yang tengah membalut luka di tanganku dengan perban. Dia melakukannya dengan pelan dan hati-hati, seolah takut jika aku akan merasa sakit.

"Sudah selesai. Istirahatlah lagi, kau bisa membersihkan diri nanti. Aku sudah menyiapkan pakaian ganti untukmu." Moreno menunjuk kantung belanjaan yang diletakkan Grace di atas ranjang.

"Pergilah dari ruangan ini, aku tidak ingin melihatmu!" Aku mengusirnya.

Moreno menaikkan sebelah alisnya, mengejek ke arahku. "Kau lupa jika ini kamarku Chara?"

"Kalau begitu pindahkan aku ke kamar lainnya." Jawabku.

Moreno menegang. "Kau, tetap di sini!" Ujarnya menekankan. Setelah mengatakan itu, dia pergi meninggalkanku, dengan suara pintu terkunci terdengar lebih dulu.

Aku menatap sekeliling kamar. Benar dugaan kami, ada sesuatu dalam kamar ini yang membuat Moreno tidak membiarkanku keluar sedikit pun. Selain dari jendela kaca itu, pasti ada hal lainnya tentang kamar ini. Lihat saja, dia tidak mau jika aku pindah dari kamar ini.

Mengetahui Grace adalah seorang penyihir, bukan hal aneh jika aku berasumsi begini. Mungkin saja dia melakukan sesuatu pada ruangan ini, sehingga aku tidak bisa menghubungi Lucian atau pun Alec melalui mindlink.

'Ayo Jade, pikirkan cara agar kita bisa keluar dari ruangan ini!'  Kataku yang diangguki Jade.

Menghubungi Lucian, adalah misi pertama kami saat ini!

__________

Author's POV

Lucian mendudukan dirinya di atas sebuah kursi di ruang tamu Adam. Memperhatikan dan mendengarkan dengan baik laporan hasil penyelidikan dari warrior-nya. Dengan keadaan yang sekarang ini, Lucian menyesal hanya membawa lima belas orang warrior. Padahal jika dia membawa setidaknya lima puluh orang, kesempatan untuk menemukan Chara akan lebih cepat.

"Lalu, apakah ada tanda-tanda di sekitar sana?" Tanya Lucian. Dia sangat kelelahan, sudah dua malam Chara menghilang, tapi dia sama sekali belum menemukan petunjuk apa pun. Ditambah, Kaleela yang belum sadarkan diri sampai sekarang, pikirannya benar-benar bercabang.

"Tidak Alpha, Moonlight Pack ada di luar pulau. Rumah Luna Chara yang di pinggir hutan itu kosong." Jawab salah seorang di antara warrior itu. "Kami sudah memeriksa setiap bandar udara di kota ini, tidak ada penumpang atas nama Moreno Anggamara. Jadi kami mengambil kesimpulan, mungkin Luna masih berada di sekitar kota ini."

Lucian menghela napasnya. Jawaban itu sama sekali tidak membuatnya puas, malah semakin menambah kacau pikirannya. Jika Chara memang masih di kota ini, lalu dimana dia?

Yang lebih membuatnya frustasi adalah, dia tidak bisa menghubungi Chara maupun Jade melalui mindlink. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Karena seharusnya, sejauh apa pun Chara dengannya, mereka akan tetap bisa saling berkomunikasi.

Tapi ini ... Lucian sudah mencobanya berkali-kali. Nihil. Sama sekali tidak ada jawaban dari Chara. Mereka benar-benar kehilangan kontak saat ini. Dan itu berhasil membuat Lucian semakin kalut dan cemas.

Pikirannya sudah melayang entah kemana. Segala macam kemungkinan berkeliaran di kepalanya saat ini, membuatnya khawatir dengan keadaan Chara yang tidak jelas. Baik-baikkah dia? Apakah dia terluka? Apakah dia mengingatku di sana?

Lucian mengacak-acak rambutnya. Dia, Adam, dan Aradi sudah mengobrak-abrik kota ini, bahkan Aradi mengutus para warrior-nya untuk mencari ke kota di sekitar, tapi sampai sekarang belum ada informasi pasti yang dapat memberikan mereka setidaknya kepastian di mana Chara berada.

"Tetap lakukan pencarian. Informasi sekecil apa pun jangan kalian abaikan, sampaikan semuanya padaku!" Perintah Lucian tegas.

"Baik, Alpha." Para warrior  itu mengangguk dan keluar dari sana. Meninggakan Lucian sendirian.

Lucian memijat kepalanya pelan. Kekacauan ini membuatnya pusing, rencana awalnya dan Chara hancur. Dan dia harus menunda kepulangannya ke Yunani. Akibatnya, Ayahnya harus lebih lama menggantikannya memimpin pack.

Maia yang saat itu diberi tahu jika Chara menghilang, menjadi panik bukan main. Dia langsung ingin segera menyusul ke Indonesia. Tapi Lucian menahannya, meyakinkan Ibunya jika dia pasti akan membawa Chara pulang. Lagi pula, Ibunya harus mendampingi Ayahnya di sana.

Lucian tidak bisa membayangkan jika sampai Ibunya tahu bahwa Kaleela ikut terluka. Bisa-bisa dia akan langsung menerbangkan pesawatnya sendiri agar dapat sampai kemari. Karena itulah, dia merahasiakan kondisi Kaleela kepada kedua orangtuanya. Lucian percaya jika Keenan bisa menjaga adiknya dengan baik saat ini.

Suara pintu yang terbuka membuat Lucian menoleh. Amanda masuk dengan wajah yang tampak lelah. Setelah melempar senyumnya, Amanda menghempaskan tubuhnya ke salah satu sofa di dekat Lucian.

Lucian jadi kasihan melihatnya, dia ikutan repot karena masalah ini. Amanda harus pulang-pergi dari rumah sakit ke rumah orangtua Adam untuk melihat anaknya. Belum lagi, Lucian tahu jika pikiran perempuan ini juga pasti terbagi karena Chara. Saat Adam bersamanya, Lucian sering mendapati Amanda menelepon untuk menanyakan kabar mengenai Chara. Dan tidak jarang juga dia melihat Adam memandang kosong ke satu arah, mungkin sedang berbicara dengan Amanda melalui mindlink. Dari sana Lucian tahu, jika perempuan itu memang benar-benar menyayangi istrinya.

"Apa sudah ada perkembangan?" Tanya Amanda memecah kesunyian.

Lucian memejamkan matanya, menggeleng pelan. Amanda yang melihat itu hanya menghela napasnya, kemudian melempar pandangan sedihnya ke arah lain.

"Bagaimana keadaan Kaleela?"

"Keadaannya sudah stabil, dia tidak lagi kritis." Jawab Amanda. Dahinya tampak mengernyit sebelum kembali berbicara. "Bukankah ini aneh menurutmu, Lucian?" Amanda memang memanggil Lucian tanpa sebutan Alpha sekarang, kecuali jika sedang ingin mengejeknya.

"Aneh? Apa maksudmu?" Tanya Lucian.

"Kaleela, luka dikepalanya tempo hari memang cukup parah. Tapi, mengingat kita adalah werewolf, bukankah seharusnya Kaleela sudah sembuh?" Amanda menyuarakan fakta yang menurutnya aneh. "Tapi, lukanya sembuh begitu lama. Dan, dia bahkan belum sadar selama dua hari ini."

Lucian membenarkan apa yang Amanda katakan. Ini memang aneh. Kesembuhan Kaleela yang begitu lama, Chara yang menghilang tanpa jejak dan terputusnya komunikasi mindlink mereka. Semuanya terasa aneh setelah dipikirkan.

Pintu utama kembali terbuka. Adam masuk bersama seorang lagi di belakangnya. Tanpa menoleh pun, Lucian tahu siapa yang datang bersama sahabatnya itu. Dan benar dugaannya, saat dia melihat sosok itu duduk tepat di seberangnya.

Aradi menatap sekilas ke arah Lucian, saling melempar pandangan sinis. Tapi keduanya mengangguk sebagai ucapan saling menyapa. Hubungan yang aneh memang jika diperhatikan.

Mereka adalah musuh, saingan. Terlebih bagi Lucian, Aradi adalah ancaman untuk hubungannya dan Chara. Laki-laki yang masih dianggapnya brengsek itu bahkan secara terang-terangan mengatakan jika dia akan merebut Chara kembali.

Tapi mengingat mereka sedang dalam situasi terdesak saat ini, terlebih lagi tujuan mereka sama, menemukan Chara. Karena itulah akhirnya kedua Alpha keras kepala itu memutuskan untuk gencatan senjata sementara waktu.

Menemukan Chara adalah prioritas utama mereka. Sifat ego dan keinginan saling membunuh itu sebisa mungkin diredam terlebih dahulu. Dan juga, Lucian tidak bisa seenaknya berada di wilayah pack orang lain. Lagi pula, dia membutuhkan dukungan dari Aradi yang seorang Alpha dan Keenan yang juga bersedia membantu.

"Orang yang kuutus untuk pergi ke Moonlight Pack mengatakan jika tidak ada tanda-tanda keberadaan Chara di sana." Aradi memulai.

Walaupun mereka berbicara seperti ini, tapi tidak berarti kekakuan di antara keduanya hilang begitu saja. Saling membenci, tetap ada dalam pikiran mereka.

"Aku langsung mengutus beberapa orang ke sana di hari pertama Chara menghilang, dan tidak ada yang aneh di pack itu. Karena itulah, kita tidak bisa seenaknya langsung menyerang begitu saja."

"Dugaan kita kemungkinan besar benar, Chara masih berada di kota ini, atau masih dalam jangkauan kota sekitar." Tambah Adam yang duduk di samping Amanda. "Masalahnya, ini kota. Tidak banyak hutan di sini, dan itu menyulitkan pencarian kita. Padahal jika kita mencari Chara dengan berganti shift, kemungkinan besar akan lebih cepat untuk menemukannya."

Lucian tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Laporan dari Aradi membuatnya semakin cemas, dan apa yang dikatakan Adam sangat benar adanya. Di tengah kota seperti ini, mereka hanya bisa berganti shift di tempat-tempat tertentu. Hanya ada sedikit hutan, itu pun di wilayah pack. Dan sudah tentu jika Moreno tidak mungkin membawa Chara ke hutan yang masih berada di wilayah pack Aradi.

"Amanda mengatakan ada yang aneh dengan semua kejadian ini. Dan aku setuju dengannya." Pernyataan Lucian barusan menarik perhatian Aradi dan Adam. Mereka sama-sama menunggu Lucian melanjutkan apa yang dikatakannya. "Kaleela begitu lama sembuh. Maksudku, jika jenis kita, bukankah luka seperti itu seharusnya sudah sembuh hanya dalam beberapa waktu? Terlebih lagi, dia sudah bertemu dengan mate-nya."

"Kau benar." Adam berujar setuju. Dia juga baru menyadari fakta ini.

Aradi mengerutkan dahinya, tapi dalam benaknya, dia juga setuju dengan apa yang dikatakan Lucian. Dia mengingat jika pertemuannya dengan Moreno beberapa waktu yang lalu juga terbilang aneh.

"Aku juga baru sadar, dia mengetahui tentang aku begitu banyak." Aradi menyuarakan isi pikirannya. "Dia bahkan tahu jika dulu kau pernah memiliki mate." Matanya melihat ke arah Lucian, dan ada sedikit tatapan tidak suka saat ia mengucapkan itu. "Kemudian, dia juga lebih dulu tahu tentang fakta Chara yang seorang Vasselica. Bukankah ini semua terdengar aneh? Dia ... terlalu banyak tahu."

Semua yang ada di sana mengangguk, membenarkan apa yang Aradi paparkan. Laki-laki misterius bernama Moreno itu begitu banyak tahu tentang mereka semua. Sementara, tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengenal Moreno sebelum ini.

Apakah mungkin dia memiliki suatu kekuatan supranatural?  Lucian berpikir.

Itu bukanlah pemikiran bodoh. Mengingat Chara yang istrinya sendiri juga tidak bisa dikatakan normal. Lagi pula, siapa yang normal di sini? Mereka semua werewolf, kenyataan tentang itu saja sudah sangat aneh jika didengar oleh manusia biasa.

Sebuah pemikiran tiba-tiba terlintas di benak Lucian.

Galea ...

Hanya ada dua kemungkinan tentang Moreno ini. Jika bukan dia yang memiliki kekuatan seperti itu, maka dia memiliki seseorang yang bekerja padanya untuk melakukan semua itu. Ya, itu bisa jadi.

"Apakah menurut kalian, laki-laki ini punya semacam kekuatan aneh yang membuat semua ini mungkin terjadi?" Lucian bertanya. "Aku mengenal seseorang di Yunani, dia penyihir dan seorang peramal. Dan dialah yang menjelaskan siapa Chara padaku. Mungkinkah, jika dia juga mengenal seseorang seperti itu?"

Lucian tidak mengatakan fakta tentang Galea yang seorang Misica. Keberadaan Misica yang sangat begitu sedikit membuat mereka diicar oleh banyak pihak. Karena itu, sebagai bayaran atas kesetiaan Galea kepadanya dan pack-nya, Lucian menjanjikan perlindungan atas perempuan itu.

Sejenak semua yang ada di sana mengernyit mendengar apa yang Lucian tanyakan. Bukan karena pertanyaan itu aneh, melainkan karena besar kemungkinan apa yang dikatakan Lucian barusan adalah benar.

"Itu semua bisa saja, Lucian." Amanda yang lebih dulu menjawab. Dia menatap Lucian dengan pandangan kasihan. Wajah lelah Lucian benar-benar terlihat kacau. Dan seingat Amanda, terakhir kali dia melihat Lucian menjenguk Kaleela kemarin, dia masih menggunakan pakaian yang sama. "Tidak ada yang tidak mungkin dalam dunia kita ini. Chara sudah membuktikannya." Ujarnya lagi. Amanda menoleh ke arah Adam, dan dilihatnya suaminya itu mengangguk, membenarkan apa yang diucapkannya.

"Aku menduga seperti itu karena aku bahkan tidak bisa menghubungi Chara lewat mindlink. Komunikasi kami benar-benar terputus." Jelas Lucian yang membuat mereka cukup terkejut.

"Sejak kapan?" Tanya Aradi.

"Sejak Chara menghilang. Dan ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Karena biasanya, aku dan—" Ucapan Lucian terhenti karena tubuhnya mendadak kaku.

Gerakan Lucian yang tiba-tiba berdiri membuat semuanya menatap bingung ke arahnya. Wajahnya terlihat panik sekaligus lega, dengan tangan yang menekan kepalanya kuat.

"Ada apa Lucian?" Tanya Adam.

Lucian terlihat memejamkan matanya, seperti meyakinkan dirinya sendiri akan sesuatu. Dia menggeram kasar dengan tangan yang terkepal, saat kemudian suaranya terdengar. "Chara! Kau di mana?!" Teriak Lucian entah pada siapa.

Mungkin lebih tepatnya pada seseorang yang keberadaannya entah di mana saat ini. Karena ketika mereka melihat Lucian menatap kosong ke depan, mereka tahu jika Chara tengah berbicara dengannya di dalam sana.



*****

TBC

Hai..
Saya postingnya gak terlalu lama kan dari jadwal yang terakhir?
Nah, ini part terbarunya.
Maaf jika kurang memuaskan.

Ini termasuk part2 yang menuju detik-detik akhir dari kisah ini ...
Karena sepertinya gak lama lagi abg Lucian bakal say goodbye sama kita.

See ya di next part teman2..
Bubbay :)

By

Skia

(26-February-2016)



Continue Reading

You'll Also Like

30.1K 5K 37
rumah tangga mereka selalu harmonis Mew sangat mencintai istrinya begitu pun sebaliknya
4.8K 2.6K 95
Versi Bahasa Inggrisnya sudah terbit dan bisa dibaca secara GRATIS di Amazon Kindle dan Kobo. https://books2read.com/BowlWorld --- Daftar Pendek (Nom...
7.4K 2K 25
Telepon hantu? HAH! Aku memutar bola mata. Dari sekian banyak urban legend yang pernah kudengar, telepon hantu adalah salah satu yang paling menggeli...
107K 4.9K 39
Tamat!! Sebelum baca wajib vote, comen, share, dan fallow Seorang wanita yang lelah akan hidupnya didunia yang kejam pada dirinya, tapi malah dipe...