Behind Every Laugh

By plpurwatika

6.2K 457 111

#30DaysWritingChallenge More

#1 Love Yourself
#2 Say Your Love!
#3 See you soon!
#5 My Olive
#6 (Judulnya Nyusul)
#7 Sorry
#8 One Day to Remember
#9 Selfie
#10 Ojek tak Bermesin
#11 Cinta
#12 Bukan Benci Biasa
#13 Surat Cinta?
#14 Sate Cinta-eh, Sate Ayam
#15 Bukan Benci Biasa (2)
#16 Trust Me
#17 Damn you, Arka.
#18 I Miss You.
#19 Kotak Cokelat
#20 Ongkos
One Call Away
#21 Dia yang Tidak Pernah Menangis

KISS

233 18 0
By plpurwatika

Special Theme : Kekuatan Supernatutal (Fantasy)

"Adrian, pulang yuk?"

Dengan bosan gue menoleh ke Meira. Cewek itu sekarang sedang sibuk membawa beberapa buku pinjaman dari perpustakaan umum yang saat ini kami kunjungi. Walaupun malas, dengan gentle gue langsung ambil buku yang dia bawa, lalu melengkungkan senyum manis andalan gue. "Biar gue aja, Mei."

Mei mengangguk. Terlihat jelas wajahnya yang memerah. Haha, pesona gue memang susah ditolak.

Gue membiarkan Mei jalan terlebih dahulu ke arah parkiran mobil. Masih dengan tangan gue yang penuh buku, gue membukakan pintu mobil untuk Mei. Setelah cewek itu naik, gue menyerahkan buku tadi, dan berjalan memutari bagian depan mobil untuk duduk di bangku pengemudi.

Sabar Adrian, tinggal sedikit lagi.

Setelah gue duduk tenang di bangku pengemudi tanpa berniat sedikit pun menjalankan mobil, seperti biasa, suasana canggung yang selalu mendominasi saat gue sedang bersama pacar gue yang sekarang langsung datang. Perlahan, gue menoleh ke arah Mei. Cewek manis itu tampak salah tingkah lalu membenarkan letak kacamata bingkai hitamnya.

"Mei?"

"Hmm?"

"Let me kiss you." Mata Mei sedikit melebar, tapi dia tidak mengatakan apa-apa.

Perlahan, gue memajukan badan. Refleks, gue menyentuh dagu Mei. Agar dia tidak lari. Setelah Mei memejamkan matanya, gue mengamati bibir pinknya yang selalu berhasil menerangkan rumus-rumus Fisika dengan lancar. Dan tanpa menunggu lebih lama lagi, gue langsung menempatkan bibir gue tepat pada bibir Mei.

Bisa gue rasain sesuatu yang sekarang mengalir di tubuh gue. Bukan efek sengatan listrik yang biasa didapetin ketika ciuman, tapi lebih dari itu. Semacem energi baru yang mengalir dari bibir gue yang bersentuhan dengan bibir Mei ke kepala gue terus dan terus selama gue nggak ngelepasin bibir gue. Gue suka rasanya, seperti hidup kembali.

Sampai kepala gue tiba-tiba terasa pusing, akhirnya gue ngelepasin bibir gue dari bibir Mei. Gue langsung buang muka, sementara Mei melumat bibirnya dengan salah tingkah.

Lo berhasil lagi, Adrian.

Gue nggak tahu apa namanya dan dari mana asalnya kemampuan gue, tapi setelah gue nyium bibir cewek, selain nyokap tentunya, gue langsung bisa dapetin kemampuan andalan mereka. Kemampuan yang dalam kasus Mei kali ini adalah di bidang pelajar yang paling gue benci, Fisika.

Kalian benar. Gue pernah berkali-kali nyium bibir cewek dan gue dapetin semua kemampuan mereka tanpa terkecuali. Misalnya karate, nyanyi, masak, sampai kemampuan di bidang pelajaran pun bisa dan sudah gue dapetin. Yang terakhir adalah Fisika dari Mei dan dengan itu semuanya lengkap. Ranking gue di sekolah nggak bakalan bisa kesaing lagi.

Iya, gue Adrian, playboy yang nggak cuman terkenal karena ganteng, tapi juga karena pinter. Playboy yang nggak cuman modal tampang, tapi juga modal otak.

Pertama kali gue sadar sama kemampuan gue ini ketika gue nggak sengaja nyium bibir Kinan, temen SMP gue yang terkenal jago banget futsal, waktu kita tabrakan di koridor sebelum gue pergi ke lapangan buat ngewakilin kelas gue futsal di acara class meet semester dua. Sesaat setelah ciuman yang nggak disengaja itu, kepala gue langsung terasa pusing. Nggak cuma itu, gue juga ngerasa ada yang aneh dari tubuh gue. Samacem semangat main futsal yang tiba-tiba memacu adrenalin gue. Membuat strategi-strategi meluncur begitu aja dari mulut gue dan anehnya langsung disetujui semua orang. Tanpa diduga, kelas gue menang, berkat permainan gue yang-menurut desas-desus semua orang-cukup bagus dan keren.

Yang lebih aneh lagi, waktu pertandingan futsal putri, kelas Kinan kalah begitu saja tanpa perlawanan apa-apa. Kinan yang biasanya begitu cerdik membaca permainan lawan, seperti hilang begitu aja dari pertandingan. Seperti yang bermain barusan itu bukan Kinan. Seperti Kinan yang lama telah hilang. Seperti tidak ada lagi Kinan yang jadi kebanggaan sekolah karena futsal. Seperti Kinan telah kehilangan kemampuannya.

Sejak itu gue nggak nyia-nyian kesempatan gue. Gue pacarin cewek-cewek yang menurut gue hebat, gue cium mereka, dan gue tinggalin mereka setelah dapet kemampuan mereka. Karena yah, buat apa gue masih sama orang yang udah nggak berguna?

"Ehm Mei," kata gue sambil tersenyum riang. Mei menoleh. "Kita putus ya?"

Date her. Kiss her. Break her heart.

☺☺☺

Gue berjalan menyusuri koridor lantai satu sambil berusaha berhenti tersenyum lebar seperti orang idiot. Shit, gue seneng banget. Sekolah sudah lumayan sepi karena bel pulang sudah berbunyi sekitar setengah jam yang lalu. Ini semua gara-gara Bu Ira, guru Fisika, yang meminta gue ke ruangannya sebelum pulang sekolah. Gue kira, dia mau nasihatin gue lagi gara-gara nilai Fisika gue yang turun, ternyata dia malah muji-muji gue berkat nilai Fisika gue yang sempurna waktu tes Fisika tadi pagi. Berkat kemampuan Fisika Meira yang akhirnya gue dapetin.

Putus dengan Mei tidak hanya berdampak pada nilai Fisika gue, tapi juga berdampak pada beberapa cewek cantik yang saat berpapasan sama gue di koridor, mulai menyapa gue dengan genit. Gue hanya memasang senyuman andalan gue yang biasanya tanpa mau menanggapi lebih lanjut. Cewek-cewek otak kosong tanpa kemampuan apa-apa kayak mereka nggak pantes gue sapa balik.

Pandangan gue sekarang terpaku ke arah tim basket putri yang sedang berlatih di lapangan tepat di depan koridor. Ke arah seorang cewek yang sesaat tadi berhasil merebut bola dari sang lawan. Cewek itu mulai bergerak ke depan. Dan walaupun dihadang banyak lawan, dia tidak kehabisan ide. Saat mendapat celah, dia langsung menembakkan bola tadi dari posisinya sekarang. Dan melesatlah bola tadi ke dalam ring. Menghasilkan tembakan tiga angka yang sempurna.

Cewek tadi langsung ber-highfive ria bersama teman-teman satu timnya lalu menyingkir ke pinggir lapangan dan mulai mengambil air putihnya. Latihan sudah selesai rupanya.

Target gue selanjutnya sudah sangat jelas; Tara dan kemampuan tembakan tiga angkanya.

Gue berjalan ke arah Tara dengan modal senyuman yang merekah lebar. Beberapa anak basket putri yang ingin pulang menuju tempat parkir sempat melirik gue dengan curiga, yang hanya gue balas dengan lambaian tangan ringan. Saat ini gue sudah berada tepat di belakang Tara, memperhatikan rambut kuncir kuda cewek itu yang diterpa angin sore. Tara masih sibuk memasukkan botol minum ke dalam tasnya.

Tanpa aba-aba, gue langsung menutup kedua mata Tara dengan tangan gue. Membuat cewek itu terlonjak kaget lalu mendecak kesal. "Apaan sih? Nggak lucu ya, Adrian!"

Gue melepaskan tangan gue. Tara langsung berbalik sementara gue memasang tampang pura-pura cemberut. "Kok lo tau kalo itu gue?"

"Taulah! Kan lo doang yang paling iseng." Tara memeletkan lidahnya. Gue hanya mencubit pipinya gemas. Tara langsung memukul-mukul kecil tangan gue. "Lepasin Oon!"

Gue melepas tangan gue dari pipi Tara lalu beralih mengacak-acak rambut cewek itu. "Yuk, balik."

"Yang baru jomblo takut banget balik sendirian sih?" Tara tertawa. Shit, manis. "Bawain tas gue dong. Katanya gentle, tapi barang gue nggak pernah dibawain. Giliran barang pacar aja, beh ... getol banget macem kuli panggul. Gima-"

Gue langsung berjalan ke arah tempat parkir sambil membawa tas yang diminta Tara dengan tangan kanan gue, membuat cewek itu akhirnya menghentikan ocehannya, dan memilih mengekori gue seperti anak baik-baik. Sial, harusnya gue berhentiin ocehannya Tara pake bibir gue.

Tapi, sabar Adrian, sabar. Tara ini beda.

Atau memang dasarnya gue yang nggak siap nyium sahabat gue sendiri? Atau memang dasarnya gue yang nggak siap macarin sahabat gue sendiri, lalu bikin dia sakit hati?

Tunggu. Gue nggak harus macarin Tara buat bisa nyium dia, kan? Ah, ya bener juga. Gue bisa kapan aja nyium Tara, asal ada kesempatan-kayak tadi.

Gue menghentikan langkah gue secara tiba-tiba. Membuat Tara yang nggak siap, langsung nabrak punggung gue. Dengan sigap gue berbalik dan melingkari pinggang Tara dengan sebelah tangan gue yang bebas agar cewek itu tidak tersungkur ke belakang.

Kemudian, hening. Kami berdua hanya saling tatap tanpa bicara apa-apa. Diam-diam gue mengamati wajah Tara dari dekat. Entah sejak kapan rambutnya yang panjang sudah terurai. Pandangan gue menelusuri mata Tara, hidung, pipi, lalu tertahan di bibir Tara. Bibir yang selalu meneriaki umpatan-umpatan kesal ke gue.

Gue melepaskan begitu saja tas Tara yang ada di tangan kanan gue, lalu beralih membelai lembut pipi Tara. Nggak, gue nggak boleh kehilangan momen kayak gini lagi. Masih dengan tangan yang sama, gue menyelipkan rambut Tara yang bergerak ditiup angin ke telinga cewek itu. Tara tampak salah tingkah, tapi dia tidak melawannya.

Pelan, gue mendekatkan badan gue ke arah Tara. Cewek itu berusaha mundur beberapa langkah, tapi tangan gue yang telah melingkari pinggangnya membuatnya tidak bisa lari ke mana-mana. Gue semakin mendekatkan badan gue, tapi cewek itu tidak kunjung menutup matanya. Dia hanya bergerak risih sambil sesekali menundukkan wajahnya.

Tepat ketika bibir kami hanya berjarak sekitar dua senti meter, Tara akhirnya memejamkan matanya dan ...

"Hacim!"

Seketika itu juga pegangan gue pada pinggang Tara lepas. Kami sama-sama mundur dengan kikuk. Gue hanya membuang muka, malu, sementara Tara menggosok-gosok hidungnya dengan salah tingkah.

Sial, awkward.

"Ng ... Ta ..." gue mencoba membuka mulut untuk menghilangkan suasana canggung, tapi sial, suara gue nggak kedengeran sama sekali!

"Ayo balik, Dri," sambar Tara lalu berjalan mendahului gue masuk ke dalam mobil gue tanpa menoleh ke belakang lagi.

Padahal tinggal sedikit lagi! Pasti. Pasti gue bisa nyium Tara. Demi menyempurnakan skill basket gue. Gue harus nyium Tara. Harus.

Walaupun jauh di dalam lubuk hati gue, gue nggak pengen Tara kehilangan kemampuannya.

☺☺☺

Pagi-pagi banget gue udah ada di depan kelas Tara-yang notabenenya bukan kelas gue. Kelas Tara masih sepi. Hanya ada dua orang yang saat ini sibuk menyalin PR dengan terburu-buru di meja depan. Tara mana, ya? Tumben. Biasanya dia selalu datang pagi.

Panjang umur! Tara sekarang sedang berjalan ke arah gue-ke arah kelasnya-sambil sibuk dengan handphone di tangannya. Ketika dia sampai di depan pintu kelas, gue langsung mengadangnya. "Pagi!"

Seakan lupa dengan kejadian kemarin, Tara langsung melebarkan senyumnya dan berjalan masuk ke dalam kelas menuju bangkunya di pojok belakang kelas. Gue hanya mengekori dan memutuskan untuk ikut duduk di meja di depan bangku yang Tara duduki. Cewek itu menganggkat pandangannya lalu tersenyum manis sekali. "Ngapain pagi-pagi udah di kelas orang?"

"Abis kalo di kelas gue sendiri nanti PR gue dicontek." Gue menjawab sekenanya. Sebenarnya, gue juga bingung apa tujuan gue datang ke kelas Tara. Niatnya sih, minta maaf. Entah untuk apa. Tapi setiap kali ngeliat Tara, gue selalu inget gimana dengan gampangnya dia nyetak three-point, dan rasa kepingin minta maaf itu langsung hilang.

"Ta?" Tara yang sedang menyisir rambutnya asal-asalan dengan jari langsung menatap gue ingin tahu. Gue mencondongkan badan gue ke arah telinga Tara, memberi jeda sebentar untuk memantapkan hati gue, lalu berbisik lembut, "Let me kiss you."

Tara tidak bereaksi apa-apa, kecuali melebarkan matanya. Tidak mengangguk atau pun langsung menampar gue. Dia tetap diam di tempatnya sambil menyunggingkan senyumnya yang biasa. Dari posisi gue yang sekarang, gue hanya tinggal bergeser sedikit, dan langsung menempatkan bibir gue di bibir Tara.

Gue semakin mandekatkan badan gue. Semakin maju sampai Tara akhirnya memejamkan matanya. Shit, kenapa sekarang dia jada pasrah begini? Terserah. Dengan hati-hati gue mendaratkan bibir gue di bibir Tara.

Nggak ada energi atau apa pun yang mengalir yang biasa gue rasain. Yang ada hanya, entahlah, rasanya aneh. Shit, kemana kemampuan gue? Bingung, akhirnya gue melepaskan bibir gue dan langsung buang muka. Tara sudah kembali membuka matanya, melumat bibirnya, lalu tertawa gila-gilaan. Hah?

"Huahahahaha, muka lo culun abis Nyet! Huahahaha."

Sial. Gue langsung menatapnya penuh selidik. "Nggak lucu."

Tara menyeka air matanya yang keluar akibat tertawa terlalu lama sambil berusaha menghentikan tawanya. Masih dengan bingung, gue berusaha terlihat baik-baik saja.

"Kenapa? Kok muka lo bingung gitu?" Sial. Tara melemparkan tatapan serius sambil berusaha menahan senyum. "Ada yang lo umpetin dari gue, kan?"

Gue hanya mendesah kecil. Nggak ada yang boleh tau tentang kemampuan gue. Nggak boleh. Termasuk Tara.

"Sorry Adrian, tapi kayaknya lo nggak bisa ngambil kemampuan gue." Shit, dari mana Tara tau?

"Mak-Maksud lo?" Double shit, kenapa gue jadi grogi?

"Gini ya, Dri," kata Tara setelah berdeham. "Lo harus belajar, kalo di dunia ini, nggak semua hal bisa didapetin secara instan. Apalagi cuma dengan nyium cewek. Haha, enak banget hidup lo."

"Lo ... tau dari mana?"

"Muka lo nggak usah langsung tegang gitu lah." Tara mencoba menurunkan tensi pembicaraan.

"Gue serius, Tara." Tapi gue malah menaikkan tensi lagi. "Lo tau dari mana?"

Tara tertegun mendengar nada suara gue. Setelah itu, dia terkekeh sebentar dan mendekatkan bibirnya ke telinga gue. Mebisikkan kalimat yang nggak akan pernah gue lupain seumur hidup gue. "Karena di dunia ini, bukan lo satu-satunya yang punya kemampuan itu, Adrian Sayang."

☺ THE END ☺

a.n

1. Cerita ini dibuat dalam rangka event wajib IndonesiaStoryHolic (sekarang World of Writers), jadi kalian juga bisa baca cerita ini di sana!;3

2. Gue minta maaf nggak ngepost-ngepost day 21-nya:( soon! wkwk

3. Semoga masih ada yang add ini ke library

4. THANK YOU FOR 2K READERS AND STILL COUNTING!;3

5. BESOK TO

6. AKU SAYANG KAMU

7. KAMU SAYANG DIA

8. KRITIK DAN SARAN SELALU DINANTI♥

Salam oenyoe, Peggy Laras.


Jekardah, 6x4 Februari 2k16.

Continue Reading

You'll Also Like

527K 5.7K 26
Hanya cerita hayalan🙏
6.2M 482K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
160K 312 9
Gadis polos yang terjerumus suasana malam club, menceritakan cerita seorang influencer yang terkenal dikalangan remaja berusia 16 tahun. cerita lengk...
9.7M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...