My Mina ✓

By SkiaLingga

3.9M 288K 13.6K

Chara memiliki mate, tapi karena kesalahpahaman, mereka berpisah. Jadi, Chara memutuskan pergi untuk menyelam... More

My Mina
Prolog
Tou Mina (1)
Tou Mina (2)
Tou Mina (3)
Tou Mina (4)
Tou Mina (5)
Tou Mina (6)
Tou Mina (7)
Tou Mina (8)
Tou Mina (9)
Tou Mina (10)
Tou Mina (11)
Tou Mina (12)
Tou Mina (13)
Tou Mina (14)
Tou Mina (15)
Tou Mina (16)
Tou Mina (17)
Tou Mina (18)
Tou Mina (19)
Tou Mina (20)
Tou Mina (22)
Tou Mina (23)
Tou Mina (24)
Tou Mina (25)
Tou Mina (26)
Tou Mina (27)
Tou Mina (28)
Tou Mina (29)
EPILOG
Q and A

Tou Mina (21)

106K 7.8K 396
By SkiaLingga

"Love is a mystery that is hidden throughout the ages.

Sneaking behind the appearance and make our hearts as the nest."

_Anonymous

________________________________________________________________


Author's POV


Lucian berdiri di sana, dengan Zenas yang sudah tampak baik-baik saja. Aradi sendiri berdiri di hadapannya, dengan pandangan saling menilai satu sama lain.

Mereka masih berada di teras mansion Aradi, mungkin berjaga-jaga jika mereka akan bertarung lagi, maka setidaknya tidak akan ada barang yang hancur di dalam mansion itu.

Adam sudah lebih baik karena telah diobati oleh Amanda, dan dia juga berdiri di sana. Semua tamu Aradi sudah pulang, hanya tinggal Keenan yang masih berada di sana. Lucian sendiri memaklumi mengapa laki-laki yang satu itu belum mau pulang.

Miranti duduk di kursi tunggu, mengawasi anaknya. Takut jika tiba-tiba ada perkelahian lagi antara dirinya dan Lucian. Sementara Chara yang sedang berganti shift di temani Kaleela di dalam mansion belum keluar juga. Membuat Lucian mengernyit, kenapa mereka begitu lama?

Lucian menoleh ke arah Aradi, menatapnya dengan pandangan kebencian yang luar biasa. Tadi dia dihubungi oleh Zenas yang mengatakan jika Aradi ingin membicarakan hal penting dengannya. Lucian awalnya bingung, tapi sebagai laki-laki yang tidak mau dianggap pengecut oleh mantan mate istrinya, dia memutuskan untuk menemui Aradi. Karena mungkin saja memang ada sesuatu hal penting yang akan dikatakan lelaki itu.

Tapi apa yang dia dapat? Aradi mengajaknya keluar dari ruangan yang ramai dengan para tamunya. Dia membawa Lucian ke taman di samping mansionnya. Mereka hanya berdua di sana, dan tanpa peringatan, Aradi langsung mengatakan ...

"Aku akan merebut Chara darimu."

Tubuh Lucian menegang mendengar kalimat itu. Apa-apaan laki-laki ini?  "Apa maksudmu? Kau tidak berhak untuk mengatakannya."

"Aku mate-nya."

"Mantan!"  Desis Lucian.

Aradi sepertinya memang ingin memancing emosinya. "Tapi selanjutnya kau yang akan menjadi mantan mate-nya." Katanya sinis. "Aku tidak peduli jika kau itu benar mate-nya atau tidak, karena dia akan tetap kembali padaku."

"Apa maumu sebenarnya?!" Lucian menggeram marah.

"Aku sudah katakan apa mauku. Aku akan mengambil Chara darimu." Senyuman miring tampak di bibir Aradi, membuat Lucian muak melihatnya.

Ditariknya kerah baju Aradi dengan kasar, matanya berubah menjadi keemasan begitu saja. Lucian menyadari jika dia memang sangat cepat terpancing emosi jika menyangkut dengan Chara.

"Jaga bicaramu brengsek! Dia mate-ku sekarang, istriku. Kau yang melepaskannya dulu, dan sekarang kau ingin mengambilnya kembali?" Suara Lucian sarat akan kemarahan. Picik sekali laki-laki di hadapannya ini.

"Ayo kita bertarung. Kita buktikan siapa yang terkuat!" Ucap Aradi tiba-tiba.

Lucian menghentakkan tangannya, melepas cengkeramannya pada pakaian Aradi. "Jadi itu yang kau inginkan? Memancingku? Kalau begitu maaf saja, aku tidak tertarik." Katanya. Lucian hendak berbalik saat mendengar kata-kata Aradi selanjutnya.

"Kau takut? Dasar pengecut!" Cibirnya. Lucian mengabaikannya, dan terus berjalan. Sampai kemudian Aradi kembali berucap di belakangnya. "Kau ternyata lemah. Itu bagus, karena hal itu akan memudahkanku untuk merebut Chara kembali."

Lucian berbalik dalam sekejap mata. Dan tinjunya melayang, membuat Aradi terhuyung dengan darah yang merembes dari sudut bibirnya. Laki-laki itu tersenyum, merasa jika tujuannya memancing emosi Lucian telah berhasil.

Dan akhirnya mereka bertarung seperti orang gila. Membuat semua orang panik. Lucian benar-benar hilang kendali saat itu, ucapan Aradi yang merendahkannya dan menginginkan Chara kembali menjadi miliknya benar-benar menyulut kemarahannya dan Alec.

Yang ada dalam pikirannya saat itu adalah, bahwa Alpha brengsek yang sedang bertarung dengannya ini harus mati di tangannya. Lucian dan Aradi tidak memperdulikan sekitar mereka, dan tidak tahu sudah berapa lama mereka saling berusaha membunuh. Sampai kemudian entah kekuatan dari mana, tiba-tiba tubuh mereka terasa melayang dan menghantam sesuatu yang keras.

Lucian yang saat itu sedang menjadi Alec berusaha bangun, dan dilihatnya Jade berdiri di sana menatap tajam ke arahnya. Jadi dia langsung mengambil kesimpulan jika yang barusan menghajarnya dan serigala Aradi itu adalah istrinya sendiri.

'PRANG!!'

"Aaaarrgg!!"

Suara kaca yang pecah dan teriakan barusan menyentak Lucian dari lamunannya. Dia menegang mendengar teriakan itu, karena dia hafal benar itu suara siapa.

Mereka semua saling berpandangan dalam satu detik, dan melesat ke dalam mansion secara bersamaan di detik selanjutnya. Suara itu berasal dari ruang tengah, Aradi berlari ke sana, diikuti mereka semua.

Dan alangkah terkejutnya mereka semua ketika melihat ada sekitar sepuluh orang yang pingsan di lantai, dan Aradi mengenali mereka semua. Itu adalah para pelayan dan pengawalnya. Yang dia tidak mengerti, kenapa mereka semua terlihat tidak sadarkan diri.

"Kaleela!"

Lucian menoleh, dan dilihatnya Keenan berlari ke arah jendela yang terlihat pecah berantakan. Pecahannya menghambur ke lantai, dan terlihat Kaleela berada di sana dengan keadaan yang mengenaskan.

"Kaleela! Kaleela, apa yang terjadi padamu?!" Keenan mengangkat setengah tubuh Kaleela. Matanya membelalak kaget melihat darah merembes dari belakang kepala Kaleela. Kepanikan begitu kentara di matanya saat melihat dahi Kaleela yang juga terluka, membuat darah mengalir membasahi pipinya yang juga bercampur dengan air mata.

Lucian berlutut di samping Kaleela, merengkuh tubuh adiknya yang berada di atas pangkuan Keenan. "Apa yang terjadi padamu?" Tanya Lucian.

Kaleela tampak menatap Lucian dengan pandangan menyesal. Kernyitan di dahinya semakin dalam, rasa sakit yang menderanya hampir-hampir mengambil kesadarannya.

"Maafkan aku, maafkan aku ... " Bisiknya pelan.

Aradi terlihat menelepon seseorang di seberang, mengumpat beberapa kali. Adam mendengar jika dia sedang menginstruksikan beberapa orang untuk datang dari rumah sakit pack ke mansionnya saat ini.

"Apa yang terjadi, kemana Chara?" Tanya Lucian lagi. Melihat keadaan Kaleela yang begitu parah dan ketidakberadaan Chara membuatnya panik setengah mati.

"Mereka ... mereka membawanya." Ucap Kaleela lemah. "Aku, tidak bisa menolongnya. Maafkan aku ... " Kata Kaleela yang membuat tubuh Lucian membeku.

"Apa maksudmu Kaleela? Siapa yang membawa Chara?!" Lucian semakin panik.

Keenan merasakan jika Kaleela menggeleng lemah. "Aku tidak tahu siapa mereka, maafkan aku Lucian ... aku---"

Lucian menangkup pipi Kaleela, menghentikan apa pun yang akan dikatakannya. "Bukan salahmu. Ini bukan salahmu!" Ucapnya.

Kaleela menangis tanpa suara, hanya air matanya yang kembali mengalir. "Dia ... aku, aku tidak ... " Kaleela berbicara dengan tidak jelas. Dan di sisa kesadarannya yang terakhir, dia mengangkat tangan kanannya ke arah Lucian.

"Kaleela!" Teriak Lucian dan Keenan bersamaan saat melihat Kaleela kehilangan kesadarannya.

Amanda merangsek ke depan, dan berlutut di samping Kaleela. Sambil memeriksa Kaleela, dia melirik sesekali ke arah Lucian dan Keenan. Amanda tahu pasti apa arti dari tatapan mereka.

Diam-diam Amanda merinding, melihat kedua Alpha itu menguarkan aura kemarahan yang begitu pekat dari tubuh mereka.

"Keadaannya memang lemah, tapi dia hanya kehilangan kesadarannya." Ucapnya kepada Lucian. Dan dia menatap ke arah Keenan yang terlihat mengencangkan rahangnya menatap Kaleela saat ini. "Sebentar lagi orang dari rumah sakit pack datang. Tenanglah, aku jamin dia akan baik-baik saja."

Keenan menatap Amanda tanpa mengucapkan apa pun, tapi Amanda tahu ada sedikit pancaran kelegaan di matanya saat Amanda mengatakan jika Kaleela akan baik-baik saja.

Lucian yang juga masih berlutut di sampingnya tampak bergeming. Matanya menatap sedih ke arah Kaleela, tapi juga terlihat begitu mengancam secara bersamaan. Dia pasti begitu cemas memikirkan Chara, pikir Amanda.

Amanda mengernyit melihat benda yang dipegang Lucian, benda yang barusan diserahkan Kaleela sebelum gadis itu kehilangan kesadarannya. Amanda mengingat-ingat, seperti pernah melihat benda itu, tapi dia lupa di mana.

Tidak lama kemudian, petugas dari rumah sakit datang. Mereka dengan sigap mengurus semua orang yang terluka di sana. Dan membawa Kaleela yang terluka paling parah ke rumah sakit saat itu juga.

Keenan yang mengerti kecemasan Lucian akhirnya menawarkan diri jika dia yang akan menjaga Kaleela, sementara Lucian bisa fokus mencari keberadaan Chara.

"Terima kasih. Aku percayakan adikku padamu." Ucap Lucian pada Keenan.

"Tanpa kau minta pun, aku akan menjaganya dengan baik." Balas Keenan, mereka tak lagi berbicara dengan formal. Lucian tersenyum dan mengangguk. Merasa jika adiknya telah berada di tangan yang tepat. "Aku akan mengabarimu tentang Kaleela, setelah keadaan Kaleela lebih baik aku akan membantumu untuk menemukan Chara."

Lucian sekali lagi mengangguk ke arah Keenan dan kepada Amanda. Mobil yang membawa Kaleela telah keluar dari gerbang depan mansion. Dia merasa bersalah tidak berada di samping Kaleela saat ini, tapi dia akan lebih merasa bersalah lagi jika tidak menemukan Chara secepatnya. Karena dia tahu, Kaleela memiliki Keenan di sampingnya, sementara Chara, dia hanya memiliki Lucian seorang di sini.

Saat akan berbalik, seseorang mendorong Lucian dengan kuat. Tubuhnya menghantam tembok, dan terlihat Aradi memandangnya dengan tajam sambil mencengkeram kerah bajunya kuat.

"Aradi!" Teriak Miranti dan Adam serentak.

"Dasar brengsek!" Maki Aradi di depan wajah Lucian.

"Aradi lepaskan!" Adam menarik tangan Aradi. Tapi Aradi sendiri tidak peduli dengan apa yang dikatakannya.

"Ini semua karena kau! Chara menghilang karena kau!" Bentak Aradi. "Kau tidak becus menjaganya, bahkan kau masih memiliki mate lain saat ini!"

Sebuah pukulan mendarat di wajah Lucian, membuatnya terhuyung. Lucian menatap ke arah Aradi tidak mengerti. Mate lainnya? Apa maksudnya?

"Apa maksudmu?" Tanya Lucian.

"Jangan pura-pura. Aku tahu kau memiliki mate, dan kau masih mengaku jika Chara adalah mate-mu?!" Cibir Aradi. Sebuah pukulan lagi diterima Lucian di perutnya.

"Aradi hentikan!" Teriak Adam yang masih berusaha melerai mereka.

Aradi tersungkur saat dia mendapat satu pukulan balasan dari Lucian. "Chara memang mate-ku, dan hanya dia satu-satunya!" Bentak Lucian sambil mengatur napasnya.

Lucian akhirnya mengerti apa maksud Aradi. Ini pasti tentang Katerina, pikirnya. Hanya saja yang membuatnya bingung adalah siapa yang telah memberikan informasi yang hanya setengah-setengah seperti itu?

Aradi menatap tajam ke arah Lucian. Berpikir jika Lucian masih berani menipunya bahkan di saat seperti ini. Apakah mereka harus bertarung kembali agar Lucian mau mengaku?

"Dulu, dulu sekali aku memang memiliki mate." Lucian menghela napasnya. "Tapi dia sudah tidak ada ... dia telah meninggal." Sambungnya.

Sejenak Aradi tercenung. Mengira-ngira apakah Lucian berbohong atau tidak.

"Lucian tidak berbohong, Aradi. Aku mengenal Katerina, walaupun kami tidak pernah bertemu. Tapi yang aku tahu, Katerina telah meninggal delapan tahun yang lalu." Adam yang akhirnya mengerti mengapa Aradi tiba-tiba mengamuk turut bicara, membenarkan apa yang dikatakan Lucian.

Aradi mengernyit mendengar penuturan Adam. Dia teringat akan kata-kata Moreno sore tadi. "Lalu mengapa dia mengatakan jika masih ada mate lain?" Gumamnya pelan.

Lucian ternyata mendengar apa yang Aradi katakan. "Apa maksudmu? Siapa yang mengatakannya?" Dia bertanya tidak sabar.

Aradi sejenak bingung apakah dia harus menceritakannya pada Lucian atau tidak mengenai pertemuannya dengan Moreno. Tapi sepertinya mengatakannya adalah pilihan yang lebih bijak, karena bisa saja salah seorang di antara mereka berbohong.

"Seseorang mengatakan padaku mengenai siapa Chara. Dia menjelaskan tentang Vasselica dan sebagainya, termasuk masalah mate yang gila ini." Aradi memulai. "Dan dia juga mengatakan jika kau telah memiliki mate lain sebelum Chara."

"Siapa?" Geram Lucian. "Siapa yang mengatakannya?!" Lucian luar biasa cemas saat ini. Ternyata ada orang lain yang mengetahui tentang Vasselica, itu artinya besar kemungkinan jika dialah yang telah menculik Chara dan melukai Kaleela.

"Dia bilang dia memiliki masalah denganmu." Jawab Aradi. "Namanya Moreno."

"Moreno?" Lucian berpikir sejenak, kemudian menoleh ke arah Zenas. Dilihatnya Zenas menggeleng pelan. "Aku tidak kenal dengan seseorang yang bernama Moreno."

Aradi semakin bingung. Bukankah tadi sore saat dia menanyakan apa alasan Moreno membantunya, laki-laki itu mengatakan jika dia memiliki masalah dengan Lucian?

"Aku tidak tahu, dia yang mengatakannya. Ah benar ... " Aradi teringat sesuatu, kemudian mengambil selembar kertas kecil dari sakunya. "Dia memberiku kartu namanya."

Entah kenapa mendadak suasana jadi terasa aneh. Aradi dan Lucian bisa berbicara dengan tenang, selayaknya seorang teman, bukan musuh atau pun saingan yang seperti selama ini mereka tunjukkan.

Aradi membaca kartu nama itu. Dan dahinya berkerut sebagai reaksi pertama. Di sana hanya tertulis sebuah nama, Moreno Anggamara. Tidak ada alamat, tidak ada nomor kontak, email, atau apa pun yang bisa digunakan untuk memberikan informasi. Hanya nama.

"Aneh, hanya namanya yang tertulis di sini." Ucap Aradi menyuarakan apa yang dipikirkannya.

Lucian merebut kartu nama itu. Dan dia bereaksi sama dengan Aradi. Berpikir jika orang aneh macam apa yang membuat kartu nama seperti ini?

"Moreno Anggamara." Gumam Lucian. Dia mencoba mengingat-ingat di mana dia pernah bertemu atau pun mengenal orang ini. Tapi Lucian tidak menemukan petunjuk sama sekali, jika dia mengenal seseorang bernama Moreno. Lalu mengapa laki-laki itu mengatakan jika dia ada masalah pribadi denganku?

"Siapa kau bilang tadi?" Miranti entah sejak kapan sudah berdiri di dekat mereka. Wajahnya terlihat pucat, terlalu terkejut mendengar Lucian menyebut nama itu.

"Siapa? Maksud Anda, Moreno Anggamara?" Tanya Lucian.

Miranti membelalakkan matanya. Ternyata dia tidak salah dengar, Lucian memang menyebutkan nama itu. "Ang--Anggamara?" Miranti menelan ludahnya.

"Ada apa Ibu? Kau mengetahui sesuatu?" Tanya Aradi terburu.

Miranti mengusap wajahnya, kemudian mengangguk secara perlahan. "Aku tidak tahu siapa Moreno, tapi ... Anggamara, itu adalah nama keluarga Vanessa." Jawabnya.

"Ibunya Chara?" Lucian bertanya.

Miranti lagi-lagi mengangguk. "Ya, aku tentu saja masih ingat siapa namanya. Vanessa Anjana Anggamara, Arya ... dia begitu menyukai nama itu dulu."

Aradi dan Lucian sama-sama mengernyit bingung, sementara Adam yang berdiri di sana hanya mengerti beberapa hal.

"Bukankah Ibu bilang Chara hanya sebatang kara?" Tanya Aradi. Dia benar-benar tidak mengerti dengan apa yang ibunya katakan.

"Ibu juga tidak mengerti Aradi. Setahu ibu, Chara memang sudah tidak memiliki siapa pun lagi. Tapi, Ibu yakin sekali jika Anggamara itu adalah nama keluarga Vanessa." Jelas Miranti. Dia sendiri tidak memiliki informasi yang begitu jelas mengenai keluarga Vanessa.

"Mungkinkah jika dia yang menculik Chara?" Tanya Lucian entah kepada siapa, karena semua orang masih tampak bingung dengan pikirannya masing-masing.

Adam yang berdiri di dekat mereka semua tiba-tiba menegang, tubuhnya kaku dengan pandangan kosong. Adam meminta maaf dan buru-buru menjauh dari sana untuk berbicara dengan seseorang yang sepertinya sedang me-mindlink-nya.

Sementara itu, Lucian, Aradi dan Miranti tampak berpikir di tempatnya masing-masing. Mereka masih tidak bisa menghubungkan semua potongan petunjuk yang ada. Dan belum tentu juga ini ada hubungannya.

"Lucian ... " Panggil Adam tiba-tiba. "Boleh aku melihat liontin yang tadi Kaleela serahkan padamu?" Pintanya.

Lucian mengernyit, dia baru teringat akan liontin itu. Dirogohnya sakunya, dan menyerahkannya pada Adam.

Adam memperhatikan liontin itu dengan lekat, membolak-balikkannya. Sampai kemudian dia berkata. "Kau benar Amanda, ini corak yang sama." Ucapnya pada orang di seberang sana. Adam sengaja berbicara keras agar semuanya tahu jika dia sedang berbicara dengan Amanda. "Baiklah, aku akan mengatakannya pada mereka. Kabari kami jika Kaleela sudah sadar."

Adam menyudahi percakapan antar mate itu. Dia menatap liontin itu sekali lagi, kemudian menoleh ke arah tiga orang di depannya secara bergantian.

"Aku mengenali corak yang ada pada liontin ini." Adam membuka suara, membuat semua orang terkejut. "Dulu Chara pernah mengatakan jika Ibunya selalu memakai sebuah liontin. Chara dijanjikan untuk mendapatkan liontin itu pada ulang tahunnya yang ke-tujuh belas, karena itulah dia begitu sedih saat tau liontin itu ternyata hilang. Dia ingin sekali mencarinya, karena menurut Ibunya itu adalah harta mereka yang telah diberikan secara turun-temurun. Apalagi, itu adalah peninggalan Ibunya. Jadi, dulu aku dan Amanda pernah meminta Chara untuk menggambarkan bagaimana bentuk dan ciri-cirinya, Chara membuat sketsa, dan aku ingat betul jika sketsa itu mirip dengan liontin ini." Jelas Adam panjang lebar.

"Apakah menurutmu itu liontin Ibunya Chara?" Tanya Lucian.

"Aku yakin jika ini adalah benda yang sama dengan yang dimaksud Chara." Jawabnya. "Tapi ... kalian harus tahu, jika liontin ini hilang tepat pada saat pembunuhan kedua orang tuanya beberapa tahun lalu." Ungkap Adam, yang membuat semuanya tampak menegang.

_____


Chara's POV


Bangun.

Bangunglah ...

Ayo bangun Chara ...

Chara!

Chara bangunlah!!

Aku tersentak bangun saat mendengar bentakan barusan. Suara itu masih berdenging di kepalaku, dan mataku yang terbuka tiba-tiba membuat cahaya yang masuk terasa menyengat.

'Jade, kau cari mati hah?!'  Tanyaku kesal pada Jade. Dia membangunkanku, tapi seperti ingin membuat telingaku tuli sekaligus.

Aku mendengarnya mendengus, tapi kemudian langsung terdiam. Biasanya jika Jade berhasil mengerjaiku atau membuatku kesal, dia pasti akan tertawa, tapi kali ini dia langsung  bergeming.

'Kita ada di mana Jade?'  Tanyaku saat menyadari jika aku tidak mengenali ruangan tempat aku berada sekarang.

Aku membenarkan posisiku, memilih duduk di atas ranjang besar yang sebelumnya kutiduri. Ruangan tempat aku berada sekarang sangat luas, dan tampaknya ini sebuah kamar. Kamar laki-laki lebih tepatnya, jika dilihat dari warna cat dan semua furniture  yang ada di sini.

Ini kamar siapa? Kamarku dan Lucian yang berada di rumah Amanda tidak seperti ini.

'Aku tidak tahu Chara.' Jawab Jade singkat.

Aku memejamkan mataku, mencoba mengingat kembali apa yang terjadi. Semalam aku berada di mansion Aradi, kemudian terjadi keributan di antara Lucian dan Aradi, selanjutnya aku melerai mereka.

Kemudian Alec menyuruh Jade berganti shift denganku, dan aku mengikuti Kaleela masuk ke mansion untuk berganti pakaian. Selanjutnya ...

Astaga!

Aku ingat sekarang! Tadi malam saat aku sedang berganti pakaian, tiba-tiba aku dan Kaleela mendengar suara berisik dari luar.

Kami berjalan ke arah suara itu, dan mendapati beberapa pengawal dan pelayan jatuh tergolek di sana. Saat baru saja akan mendekat untuk mencari tahu apa yang terjadi, aku merasakan sesuatu menutup mulut dan hidungku, membuat dadaku sesak saat menghirupnya.

Aku berusaha melawan, dan sepertinya itu membuat mereka marah. Sampai kemudian aku merasakan jika ada yang memukul kepalaku dengan keras, dan sesuatu yang hangat merembes dari sana. Aku teringat jika Kaleela juga mendapatkan pukulan saat akan berusaha menolongku.

Yang kudengar selanjutnya adalah suara sesuatu pecah dengan keras, dan aku tidak ingat apa-apa lagi saat itu. Sepertinya Jade tidak sempat keluar semalam saat aku sudah lebih dulu kehilangan kesadaran.

Lalu, di mana Kaleela? Dan apa yang terjadi padaku? Mungkinkah saat ini aku berada di tempat para penculik itu?

Suara pintu yang berderit membuatku menoleh dengan hati-hati ke sana. Dan tampak seorang laki-laki berdiri di pintu itu, dia memperhatikanku sebentar, sebelum kemudian berjalan mendekat.

"Kau sudah sadar ternyata." Suara itu mengalun dengan lembut. Terdengar serak, yang aku pastikan akan membuat perempuan manapun yang mendengarnya akan terpesona.

'Sial, dia tampan!'  Ucap Jade tiba-tiba.

Baru saja kukatakan, aku menggeleng tidak percaya dengan kelakuan Jade yang satu ini. 'Bisa saja dia orang jahat yang menculik kita Jade.'

'Ya ... ya ... ya ... aku tahu. Aku kan hanya mengatakan jika dia tampan.' Jawabnya tak mau kalah.

Aku mencibir diam-diam. "Siapa kau? Dan aku ada di mana?" Tanyaku.

Laki-laki itu tersenyum. "Kau ada di tempatku." Dia melirik sekilas ke arah kiriku. "Dahimu semalam terluka cukup parah, tapi sekarang bahkan tidak meninggalkan bekas sama sekali." Ada nada kagum yang bisa kudengar dari suaranya barusan.

Aroma laki-laki ini menunjukkan jika dia seorang werewolf. Suaranya barusan dan juga auranya yang terasa begitu pekat menandakan jika dia seorang Alpha. Fakta itu membuatku sedikit terkejut. Apa yang membuatku berada di rumah Alpha ini?

Aku menyipit ke arahnya, yang malah membuatnya tertawa. "Tapi kau tenang saja, aku sudah melenyapkan orang yang telah membuatmu terluka seperti itu semalam." Dia mengatakan itu tanpa aku minta. Dan semudah itu juga dia mengatakan jika dia telah melenyapkan nyawa seseorang? "Jadi, kau tidak perlu cemas ... Vasselica." Sambungnya.

Aku menatapnya terkejut. Dia ... dia tahu jika aku seorang ...

"Ya, aku tahu jika kau seorang Vasselica." Dia menjawab pertanyaannku barusan, bahkan sebelum aku menyuarakannya. "Dan kau benar-benar membuatku kagum. Kau bahkan bisa menghajar anak buahku dalam keadaan sedang dibius dengan dosis tinggi, dan kemampuan penyembuhan yang ada dalam dirimu, itu benar-benar luar biasa, sayang." Ucapnya sambil menggeleng tidak percaya.

'Oh aku tahu sekarang, dia adalah orang jahatnya!'  Kata Jade tiba-tiba.

'Bukankah sudah kukatakan padamu?!'  Ucapku mengingatkan. Benar dugaanku, laki-laki ini yang semalam telah menyerangku dan Kaleela.

"Siapa kau?!" Tanyaku sekali lagi. Kali ini suaraku terdengar kesal. Ya Tuhan, aku rindu Lucian!

Laki-laki itu meraih wajahku dan mendekatkannya ke arahnya. Dia memperhatikanku dengan lekat, menelanjangiku dengan matanya. Sampai kemudian tatapannya tepat mengarah ke mataku.

"Namaku Moreno. Dan ah ... mengapa kau cantik sekali?" Dia terlihat sedang bermain-main denganku sekarang.

Aku menepis tangannya yang memegang daguku, membuatnya tersenyum. Moreno? Siapa Moreno? Aku tidak mengenal seseorang yang bernama Moreno.

Aku mencoba menghubungi Lucian lewat mindlink secara diam-diam. Beberapa kali aku memanggilnya, dan dia tidak menyahut. Aku melirik ke arah Moreno, kemudian kembali memanggil Lucian, tapi tetap tidak ada jawaban.

'Apakah sekarang menghubungi mate juga harus menggunakan koneksi internet?'

'Jade, ini bukan saat yang tepat untuk kau melucu! Bantu aku!'  Aku benar-benar tidak habis pikir dengan pola pikir Jade. Aku sedang panik karena tidak bisa menghubungi Lucian, tapi dia malah mengeluarkan lelucon bodoh itu di saat yang tidak tepat.

'Baiklah ... aku akan mencoba menghubungi Lucian atau Alec.'  Akhirnya Jade bisa serius juga. 'Kau, dengarkan apa yang dikatakan penjahat tampan itu!'

Rasanya aku ingin mengumpat. Jade masih sempat memuji laki-laki di depanku ini. 'Oke! Kita berbagi tugas.'  Aku menyetujui usulan Jade tanpa mendebatnya lagi.

Moreno menaikkan sebelah alisnya, menatapku geli. "Kau sedang mencoba menghubungi laki-laki itu Chara?"

Aku tidak heran dia tahu namaku, karena bahkan dia sudah tahu jika aku seorang Vasselica. Yang membuatku heran adalah bagaimana dia bisa tahu jika aku sedang mencoba menghubungi Lucian lewat mindlink?

"Kau tidak akan bisa menghubunginya, sayang. Aku sudah menghalanginya." Moreno tertawa keji.

Sial! "Apa maksudmu? Dan jangan memanggilku sayang!" Kataku memperingatkan.

Moreno tidak menjawab pertanyaanku. Dia lebih memilih memalingkan wajahnya dan menatap sekelilingnya. "Ini adalah kamarku."

"Aku tidak peduli! Yang aku ingin tahu sekarang adalah siapa kau Moreno? Dan apa yang kau lakukan padaku?" Aku tidak mengerti dia bicara apa. Aku bertanya lain, dan dia menjawabnya dengan hal lain pula. Apakah laki-laki ini mengalami gangguan?

"Baiklah, aku akan menjelaskan kepadamu siapa aku sebenarnya." Dia menarik napas panjang, membuatku muak dengan sikap pura-puranya. "Namaku Moreno Anggamara ... dan dilihat dari ekspresimu, sepertinya kau sangat terkejut."

Aku tengah memperangahkan mulutku saat ini. Dia bilang siapa namanya barusan? Aku tidak salah dengar bukan? Anggamara? Itu ... itu nama Ibuku.

"Ya Chara, aku memiliki nama keluarga yang sama dengan Ibumu. Ayahku dan Ibumu adalah saudara sepupu." Lagi-lagi dia menjawab pertanyaan yang ada dalam pikiranku. "Yah, kita memang masih memiliki hubungan kerabat walaupun jauh Chara. Dan kau, adalah adik sepupuku, sepupu jauh tepatnya." Ujarnya sambil mengelus rambutku lembut.

Jika bukan karena aku sadar dia adalah orang jahatnya, aku pasti akan melompat ke dalam pelukannya saat ini juga. Aku sangat senang saat tahu jika ternyata aku tidak sebatang kara di dunia ini, tapi mengingat Moreno telah menculikku, aku yakin jika dia bukan bertujuan untuk sekedar mengenalku sebagai sepupunya.

"Aku yakin tujuanmu menculikku bukanlah untuk sekedar menyapaku!" Tuduhku padanya.

Moreno tertawa. "Aku tahu, kau pastilah orang yang cerdas. Tentu saja bukan sayang ... " Ucapnya menggantung.

Sudah kukatakan jika berhenti memanggilku sayang! 

"Aku menculikmu karena aku ingin memilikimu, menjadikanmu sebagai Luna-ku."

Laki-laki ini positif sudah gila!

"Aku tidak mau! Aku sudah memiliki mate!" Geramku padanya.

"Oh, bukan hal yang sulit untuk seorang Vasselica." Ucapnya santai. "Maukah kau mendengar aku mendongengkan sebuah cerita? Aku yakin kau pasti suka." Moreno berucap seolah ingin meyakinkanku.

Dan tanpa aku meminta atau pun menyetujuinya, Moreno mulai berbicara setelah menarik napasnya panjang.

"Dulu, Danu Anggamara adalah seorang Alpha yang sangat kuat. Dia memimpin pack dengan bijak dan adil, dan hal itu membuat semua orang begitu menghormatinya sebagai salah satu Alpha terkuat yang disegani. Dan Danu Anggamara adalah kakek buyut kita, Chara." Moreno memulai dongengnya.

"Sampai kemudian, istrinya melahirkan anak kembar yang sama-sama berjenis kelamin laki-laki. Jovan adalah kakekku, dia lahir lebih dulu. Dan Johan adalah kakekmu, dia lahir berselang lima belas menit dari saudaranya. Menurut hukum alam dalam jenis kita, anak laki-laki pertamalah yang akan menjadi seorang Alpha nantinya. Dan hal itu juga berlaku pada saudara kembar itu."

Aku diam tidak menanggapi apa yang Moreno katakan, tapi aku yakin dia pasti tahu jika aku mendengarkannya. Karena sepertinya cerita ini akan menarik.

Moreno bangkit dari sisiku, dan berjalan ke arah jendela. Dia menatap ke luar, memunggungiku. "Tapi semuanya berubah, hukum itu menjadi sesuatu yang dipertanyakan saat mereka berdua beranjak dewasa. Johan tumbuh menjadi seseorang yang pintar, kuat dan berani. Dan semua itu berada di atas kemampuan Jovan. Semua orang memujanya, dan mulai mengabaikan keberadaan kakekku. Kakekmu Johan, lebih bisa diandalkan dibandingkan kakekku. Statusnya sebagai anak pertama seperti tidak berarti jika sudah berhadapan dengan Johan." Moreno menghela napasnya sejenak.

"Awalanya Jovan tidak terlalu memikirkannya, toh dia tetap anak laki-laki pertama. Dan gelar Alpha pasti akan diberikan kepadanya. Tapi, saat tiba waktunya Danu menyerahkan jabatannya sebagai Alpha, semua orang cukup terkejut saat Johanlah yang terpilih. Tapi keterkejutan itu tidak membuat mereka protes akan hal tersebut, mereka setuju, karena menurut mereka Johan memang lebih pantas untuk menjadi Alpha dibandingkan saudara kembaranya."

"Johan pada awalnya menolak, karena menurutnya itu semua tidak benar. Jovanlah yang berhak menjadi Alpha, karena dialah anak pertama dalam keluarga itu." Aku masih dalam posisiku semula, dan tetap mendengarkan Moreno bercerita. "Sampai kemudian, kenyataan lainnya seolah turut datang untuk semakin menyakiti kakekku, Jovan. Karena tidak lama kemudian Johan menemukan mate-nya, dan itu semakin membuat orang-orang lebih yakin jika Johan akan lebih siap menjadi seorang Alpha. Tidak hanya itu, kenyataan jika mate Johan adalah seorang Vasselica membuatnya semakin dihormati dan disegani. Hingga pada akhirnya Jovan memilih pergi dari sana, dia menghilang, tidak ada satu orang pun yang tahu di mana keberadaannya. Johan yang terus mencarinya akhirnya mulai menyerah untuk menemukan saudaranya itu."

"Tahun demi tahun berlalu. Kakekmu Johan telah memiliki Ibumu. Dan tanpa sepengetahuan mereka, kakekku juga telah bersama dengan mate-nya. Dan dia memiliki anak laki-laki, Ayahku." Moreno berbalik ke arahku. Mungkin berniat menilai bagaimana reaksiku atas apa yang dia ceritakan. Tapi saat dilihatnya aku hanya diam saja, Moreno kembali menoleh ke arah jendela yang menunjukkan kegelapan malam di luar sana.

"Kakekku mungkin sudah melupakan kejadian masa lampau itu, dia memang sakit hati, karena itu dia pergi meninggalkan mereka semua, dan memilih untuk memulai kehidupan baru bersama dengan keluarganya. Tapi ternyata, hal itu tidak dianggap adil oleh Ayahku. Diam-diam dia ternyata mengumpulkan beberapa werewolf  yang tidak memiliki pack, mengajak mereka untuk bersatu, membuat sekumpulan rogue  yang bahkan setara dengan banyak dan kekuatan werewolf  dalam suatu pack. Dan saat dirasanya apa yang dibutuhkannya sudah cukup, Ayahku pergi membawa pasukannya untuk menyerang pack Johan. Yang mengejutkan adalah, Johan dapat dikalahkan dengan mudah. Tentu saja, Johan tidak akan bisa melawan Ayahku yang masih muda dengan darah panasnya yang dipenuhi dendam. Apalagi, Ibumu yang saat itu dianggap sebagai seorang calon Alpha Female tidak bisa melakukan apa-apa. Dia bahkan tidak bisa melakukan shift."

Dalam hati aku mendukung pikiran Jade yang barusan mengatakan ingin mencakar wajah Moreno. Berani sekali dia menghina Ibuku. Pada saat itu ibu belum menemukan mate-nya, tentu saja dia tidak bisa berganti shift.

"Tunggu dulu ... " Ucapku saat tersadar akan sesuatu. "Jadi, Ayahmu yang saat itu menyerang pack Ibuku?"

Moreno menolehkan sedikit kepalanya, membuat aku dapat melihat jika dia sedang tersenyum sekarang. "Ya. Dan setelah ayahku meninggal lima tahun yang lalu, akulah yang menjadi Alpha di Moonlight Pack." Jawab Moreno, kemudian melanjutkan ceritanya.

"Ibumu berhasil kabur saat itu, Ayahnya ternyata telah menduga hal itu akan terjadi. Dan dia telah menyiapkan sepasukan warrior  untuk menyelamatkan putri kesayangannya. Aku tidak tahu betul apa yang terjadi saat itu, karena saat di mana ayahku menyatakan dirinya sebagai seorang Alpha, aku masih sangat kecil." Tangan Moreno terulur menarik sebelah tirai, sedikit menutupi jendela kaca besar yang ada di depannya.

"Bertahun-tahun berlalu sejak saat itu. Tapi sebuah kenyataan, baru diketahui Ayahku dikemudian hari, fakta tentang Ibumu yang seorang Vasselica cukup membuatnya cemas. Karena itu, akhirnya dia memutuskan untuk mencari tahu di mana keberadaan Ibumu. Kami mencarinya selama bertahun-tahun. Dan hari itu, entah keajaiban dari mana, kami menemukannnya."

"Dan kenyataan di mana Ibumu ternyata tidak bersama dengan mate-nya memudahkan rencana Ayahku. Karena dengan begitu, dia tidak perlu menghadapi kekuatan Vasselica yang melegenda itu."

Tubuhku bergetar saat mendengar itu. Aku tahu apa yang akan dikatakan oleh Moreno selanjutnya. Moreno kembali menoleh ke arahku. Bayangan laki-laki itu terlihat mengerikan, karena dilatari gelapnya malam di balik jendela kaca yang masih sedikit terbuka.

"Ya Chara ... Ayahkulah yang membunuh Ibumu beberapa tahun lalu." Moreno mengucapkannya dengan wajah datar dan dingin, aku tidak dapat menilai espresinya. Tatapannya tajam, mengarah tepat kepadaku.

"Dan itulah kebodohannya, dia hanya tahu sebagian saja rahasia dari Vasselica." Dengan perlahan Moreno berjalan ke arahku. "Tapi kau tenang saja, aku tidak sebodoh Ayahku. Karena aku tidak akan membunuhmu, itu sama saja membuat aku menjadi orang yang paling tidak berguna di dunia. Aku malah akan menjadikanmu pasanganku, kau pasti tau 'kan apa yang akan aku lakukan untuk dapat mewujudkan itu?" Tanya Moreno. Kali ini wajahnya seolah menantangku untuk menjawab pertanyaannya.

"Kau tidak akan melakukannya!" Aku mendesis sambil menatapnya tajam. Tanganku terkepal kuat meremas sprei di bawahku.

Aku tahu betul apa yang dimaksud Moreno. Menjadikan aku pasangannya? Mate-nya? Hanya ada satu cara yang bisa dia lakukan untuk mewujudkan itu. Dan Moreno menjawabnya untukku.

"Aku akan membunuh mate-mu Chara ...."


*****

TBC


Ehem ...
Allow semuanya, rindu padaku tak? Hahaha
Nah ... ini saya udah posting part terbarunya ya.
Semoga senang dan bahagia. :D

Okelah, tak perlu banyak cakap.
Silahkan membaca dan menikmati ceritanya.

#Warning!
Awas kesandung typo :P
Kasih taunya telat? Itu emang kebiasaan saya. Kan saya anti mainstream!

Segini dulu ya~
See ya di next part :)


By

Skia


(21-February-2016)

Continue Reading

You'll Also Like

375K 44.6K 56
[SUDAH TERBIT] Karena rasa penasaran yang tinggi, Jungwon pemuda berusia 17 tahun tersebut nekat masuk ke dalam hutan yang dianggap angker oleh masya...
83.5K 16.9K 46
Wattys winner 2021 🏆 (4 Desember 2021) Daftar Pendek Wattys 2021 (1 November 2021) Elijah dan para tawanan perang Kerajaan Avery diasingkan menuju s...
17.7K 4.8K 29
[#1 - Echa, Feb-Mar '22] Echa punya dua kehidupan. Terkadang dia menjadi selebriti top yang bernama Rebecca Alessiya, terkadang dia menjadi gadis sek...
51.7K 4.7K 16
Highest rank #15 in Horror "Hei, mengapa kau menatapku seperti itu?" Tanyanya dari ujung ruangan yang gelap. "Matamu indah.." "Kau menyukainya?" Gadi...