Yesterday in Bandung [PREVIEW...

By Ariestanabirah

675 18 8

Yesterday, all my troubles seemed so far away - Yesterday, The Beatles ... Lima cerita, lima peristiwa. Lima... More

Prolog
Bab II : Zain - Yesterday
Bab III : Tania - Dreams

Bab I : Shaki - There's A Place

231 2 2
By Ariestanabirah

"There's a place where i can go, when i feel low, when i feel blue, and it's my mind, and there's no time when i'm alone."(The Beatles)


"... ehm, gek (nanti) aku telepon lagi."

"Ibumu lagi, Shaki?" tanya Anya, teman sekelasku di kampus.

Aku hanya mengangguk kecil sembari memasukkan handphone ke dalam kantong rok."Iya.Susah ya kalau anak gadis dan orang tua LDR .Setiap ada kesempatan, pasti ditelepon.Padahal, aku tidak mau dikhawatirkan secara berlebihan."

Mata hitam Anya menatapku lurus, lantas ia memukul bahuku. "Namanya juga orangtua. Apalagi ini kali pertama kamu keluar dari Palembang, kan? Kamu di kota asing, sendirian, gadis pula. Orangtua mana pun pasti cemaslah."

Kaki-kakinya yang jenjang mulai bergerak menjauh dariku. Suaranya yang berkicau samar-samar mencapai gendang telingaku meski tak jelas apa yang ia katakan. Aku berusaha mengejar langkahnya dengan sedikit berlari. Ah, kadang aku merasa tak adil karena satu langkah Anya adalah tiga langkah buatku. Ditambah Anya sama sekali tidak peka kalau aku kesusahan berjalan di sampingnya.

"Eh! Gimana dengan tempat kos yang kurekomendasikan itu?"

Kini Anya berhenti dan menoleh. Dengan raut heran ia melihatku. "Kenapa ngos-ngosan begitu?Memangnya mengejar sesuatu?"

Dia benar-benar orang yang tak peduli keadaan sekitar.

"Tempatnya bagus.Oke.Pemilik rumahnya juga baik. Tapi, aku belum terlalu mengenal penghuni kos lain, gara-gara urusan kuliah."

Bibir Anya membentuk huruf O dan kepala lonjongnya mengangguk-angguk."Sayang sekali kita nggak bisa satu tempat kos.Padahal aku sudah punya banyak rencana denganmu loh.Ya misalnya, ketika ada tugas kita bisa kerjain bareng atau kamu yang kerjain aku yang copas .Waktu ujian kita bisa belajar bersama alias kamu ngajarin aku, lalu saat makan bisa kamu masakin.Aku suka pempek Palembang loh."

Sejauh yang kutangkap dari kata-kata Anya, semua menguntungkan dia dan sepertinya agak tidak menyenangkan untukku.

"Oh ya.Ada cogan di kosanmu itu," lanjut Anya.Mata almond-nya kini tampak berbinar-binar. Ah, radar urusan cowok milik Anya telah aktif.

"Sewaktu aku survei kos untukmu, temanku yang sudah selesai kuliah di ITB menawarkan kosannya. Terus, waktu aku ke sana, muncullah sosok keren nan karismatik bak pangeran antah-berantah."

Bibir tipis Anya menyunggingkan senyum aneh, lalu ia kembali bercerita. "Sepersekian detik aku terpana.Tersentak.Mataku teralihkan.Dunia menuju hanya padanya.Waktu aku sadar, ia hilang."Anya berlagak sok puitis, meniru Kahlil Gibran.

"Hantu dong?"

Mendadak Anya mendengus."Mana mungkin hantu segitu kerennya.Hantu di Indonesia mahnyeremin. Coba aja lihat, kuntilanak, sundel bolong, mak lampir, pocong, genderuwo, tuyul. Mana ada yang keren! Ya, kecuali hantunya luar negeri, seperti vampir atau drakula. Apalagi Edward Cullen. Kyaaa!"

Kata-kata Anya berhasil memancing senyumku.Pendapatnya benar juga. Hantu luar negeri keren-keren meski tetap saja aku tak akan menerima hantu apa pun alasannya.

"Eh, mungkin saja cowok itu adalah hantu Belanda!" seruku saat pandangan mata ini menangkap keindahan bangunan-bangunan tua di kampus tercinta yang bergaya belanda."Kalau hantu luar negeri itu keren, bukankah itu artinya hantu Belanda yang ada di Indonesia juga keren?"

"Nggak mungkin hantu Belanda.Wajahnya aja asli pribumi.Nggak ada belanda-belandanya."

"Ehm, sayangnya, aku nggak terlalu memperhatikan apakah ada cogan atau nggak di kosku.Setahuku ada dua cowok tapi aku belum pernah ketemu mereka."Lagi-lagi Anya menghentikan langkah dan melirikku nakal, seolah menggodaku untuk berkenalan dengan mereka serta ikut mengenalkannya ke cowok-cowok itu.

"Shaki, kamu berencana menyikat dua cowok itu sekaligus dengan kepintaran, kecantikan, kebaikan, dan kekayaanmu?"

Mataku mendelik ke arah Anya.Aku tak tahu pasti apakah kalimatnya itu sarkasme atau pujian.Sama sekali tak enak mendengarnya.

"Aku tak tertarik dengan cowok untuk saat ini," ucapku malas.

Sekali lagi, gadis berwajah ayu itu menghentikan kaki-kakinya dan bergidik."Kamu tak suka cowok?"

Setahuku ada perbedaan antara kalimat 'aku tak tertarik' dan 'aku tak suka'. Dan Anya seenaknya menarik kesimpulan yang bertentangan dengan apa yang kumaksud.

"Eh Shaki, mau coba ayam cola nggak?"

Kini Anya seenaknya mengganti topik pembicaraan.

"Di belakang Taman Ganesha ada yang jual ayam cola enak banget.Ayam Cola Gelap Nyawang namanya.Kamu belum pernah makan itu, kan?"

Bahkan nama ayam cola pun baru hari ini bertengger di telinga.Tangan kurus ramping itu menarik tanganku. "Coba saat pulang nanti, kamu mempererat ikatan dengan penghuni kos lain. Kalau ketemu cowok yang aku maksud, kabari, ya," bisiknya ringan.

Dan topik seputar cowok di kosanku kembali lagi.

***

Saat aku pulang, seorang wanita berwajah ayu khas Indonesia menyambutku.Sosok tinggi berambut panjang itu memberiku sebuah senyuman khas."Selamat datang, Shaki," sapanya seperti biasa.

Wanita itu bernama Aline, anak pemilik kos tempatku menyewa kamar. Aku memanggilnya dengan Mbak Aline.Setiap hari dia selalu terlihat di teras.Dia ramah dan selalu menyunggingkan senyum saat kami bersua.Tangannya yang ramping memegang kamus tebal.Mataku yang mengintip judulnya menangkap kata 'Inggris - Indonesia'. Kulihat, dia selalu ada di rumah di jam-jam kantor dengan laptop dan kamus. Kupikir, Mbak Aline adalah seorang penerjemah atau editor lepas.

"Tania! Sudah pulang juga?"

Mbak Aline melambaikan tangannya ke belakangku.Seorang gadis yang mungkin sebaya denganku atau lebih muda terlihat. Gadis manis dengan potongan rambut pendek itu hanya mengangguk cepat. Sudut mataku memandangnya ramah. Selain aku, Tania-penghuni kamar 03-adalah satu-satunya penghuni kos perempuan di sini. Hubungan kami baru sampai bertukar nama di kali pertama kedatanganku. Kesibukanku sebagai mahasiswi baru membuatku agak mengabaikan untuk membangun keakraban dengan lingkungan tempat tinggalku.

"Ah! Malam nanti, izinkan aku memasak makan malam untuk kalian."

Ide itu baru saja terlintas di pikiran dan tanpa ba-bi-bu mulutku bergerak sendiri. Aku bahkan kaget dengan apa yang kukatakan. Mbak Aline dan Tania hanya mengulas senyum.

"Kalau gratis sih, oke-oke aja," balas Tania cepat.Suara riangnya membuatku merasa kalau dia adalah anak yang menyenangkan.

Tubuhku kemudian bergerak mengikuti Tania. Kami berjalan menuju jalan kecil di samping rumah Mbak Aline-jalur khusus untuk masuk ke tempat kos. Di belakang kediaman Mbak Aline, terdapat dua sisi bangunan yang dipisahkan oleh taman. Sisi kanan adalah kamar-kamar kos untuk perempuan-ditempati olehku dan Tania-sementara di sisi kiri khusus laki-laki. Saat melewati taman yang dihias dengan pohon, bunga, beberapa bangku kecil, dan kolam ikan koi, telingaku menangkap sinyal gitar dipetik.

Tania berhenti berjalan dan berteriak, "Berisik tahu!"

Teriakan untuk seorang laki-laki yang tengah duduk di depan pintu kamarnya. Penghuni kamar 02.Si pemetik gitar tak menoleh sedikit pun pada Tania.Ia malah mengencangkan bunyi gitarnya hingga membuat wajah Tania berkerut, bertambah kesal."Sepertinya hubungan kalian tidak begitu baik?" tanyaku.

Gadis berpakaian kasual itu hanya bersungut, "Sangat tidak baik."

"Dia siapa, ya?Aku tahu kalau ada dua cowok di tempat ini tapi aku belum kenal."

"Zain," balas Tania.Langkah kakinya dipercepat lantaran suara gitar Zain tak juga berhenti. Sesampainya di depan pintu kamar 03 dan membuka pintu, Tania mengempaskan pintu dengan kasar.

Ah, hubungannya dengan Zain seburuk inikah?

Krek! Aku membuka pintu kamar kosku, kamar 04 di sebelah kiri kamar Tania.Sebelum melangkah lebih jauh, aku menoleh sebentar pada Zain yang masih duduk sambil menyetem gitarnya. Kamar kami berhadapan meski dipisahkan oleh taman. Ini pertama kalinya aku melihat penghuni kamar tetangga depanku.Seorang laki-laki berwajah rupawan yang mungkin saja dimaksud oleh Anya sebagai pangeran karismatiknya.Sekilas senyum lantas dilayangkan oleh Zain kepadaku, mulutnya membentuk kata 'halo'.

Kubalas sapaannya dengan kata 'halo' juga sebelum kututup pintu kamar.

Menjelang pukul lima sore, aku sudah berada di dapur terbuka yang disediakan khusus oleh Mbak Aline. Kukeluarkan bahan-bahan yang aku beli di warung berupa minyak, terigu, telur, sagu, beserta bawang merah-putih. Beberapa bahan lain seperti garam dan air telah disediakan di dapur sehingga tak perlu dibeli lagi. Saat aku mulai mencampuradukkan bahan, seseorang masuk ke dapur untuk mengambil air minum.Mata kami bertubrukkan dan aku hanya mendelik.Wajahnya tidak familier bagiku.

"Kau siapa?" tanyanya.Suaranya terdengar pelan dan dalam.

Tanganku yang sedang mengaduk adonan berhenti sebentar dan menatapnya lebih jelas. Ah, mungkin orang ini adalah penghuni kamar 01-kamar sebelah kamar Zain dan kamar yang berseberangan dengan Tania.

"Namaku Nyimas Shakyakirti. Kau bisa memanggilku Shaki.Aku baru pindah ke sini minggu lalu dan memang belum sempat berkenalan."

Laki-laki berkacamata dengan rambut hitam rapi itu hanya mengangguk sembari meneguk air minumnya."Dandi," tunjuknya pada dirinya sendiri.

"Lengkapnya?"

"Dandi Pranaja."

"Waw, nama yang bagus."

"Apa yang sedang kaumasak?"

"Masakan dari kota kelahiranku.Namanya model gandum," balasku.

Dandi hanya mengangguk-angguk lantas berjalan keluar dapur."Selamat memasak."

Kukira harusnya ada basa-basi lebih lanjut selain bertanya tentang apa yang aku masak.

Suhu udara di Bandung benar-benar berbeda dengan suhu di Palembang.Jika biasanya aku tak memerlukan baju tebal atau jaket, di Bandung aku memerlukannya.Saat ini beranjak malam dan aku yang tak suka dingin mulai menutupi tubuh dengan pakaian agak tebal.

Dari arah taman, suara gitar Zain tertangkap oleh radar pendengaranku diselingi suara kesal dari Tania. Saat kutolehkan kepala ke taman, para penghuni kos sudah berkumpul dan masing-masing duduk di bangku kecil. Dandi dengan pakaian santainya mojok di dekat kolam sembari menikmati sajian Zain yang bermain gitar dan Tania yang berkomentar pedas untuk penampilan Zain.Tak jauh dari mereka, Mbak Aline duduk tenang membaca sebuah buku seolah tak terlalu mempermasalahkan keributan yang dibuat oleh Zain dan Tania.

Di dapur yang cukup kecil ini, aku menata masakan di atas meja dengan perasaan dag dig dug. Ini pertama kalinya aku memasak untuk orang lain. Biasanya kalau di rumah aku memakan masakan Ibu atau pembantu.Aku sangat jarang memasak, kecuali memang ingin. Sehingga, aku kurang percaya diri dengan penilaian orang lain. Apalagi mereka adalah 'orang asing'.

"Masakan sudah siap!" seruku.

Tania menghentikan protesnya ke Zain dan menoleh. Sesegera mungkin ia mendekat dan menyergap meja. Hidung mancungnya bergerak-gerak mengikuti aroma yang keluar dari mangkok besar berisi kuah model."Apa ini?" tanyanya antusias.

"Namanya model gandum," jelasku.

"Model?" Tania mengulangi nama makanan yang kumasak. Sudah kuduga nama makanan ini bakal dipertanyakan.

"Iya.Namanya model gandum. Bukan model yang di catwalk loh," tambahku cepat sebelum Tania berpikir yang lain soal nama makanan itu.

"Saya kira yang akan kamu masak adalah pempek," lanjut Mbak Aline.

Bola matanya bergerak-gerak anggun mengamati hasil masakanku. "Ini olahan lain pempek kok. Pempek gandum yang diberi kuah," terangku.

"Kalau gratis dan enak sih, apa pun nggak masalah bagi gue," lanjut Tania senang.Dia menyambar sebuah mangkuk dan sendok kemudian menuangkan model gandum yang berupa irisan pempek gandum beserta kuah beningnya ke mangkuk.

Dandi dan Zain ikut serta berbaris di belakang Tania layaknya orang-orang yang mengantre prasmanan di kondangan.Aku hanya berdiri di luar barisan seperti panitia meja konsumsi yang mengawasi tamu undangan. Mereka bertiga bergantian mengambil makanan dengan sedikit cekcok lantaran Zain dan Tania sempat adu mulut karena berebut mengambil gelas yang sama. Tak jauh dariku, Mbak Aline berdiri tenang seperti air mengalir.Sudut matanya yang indah terus mengamati tingkah laku Zain dan Tania yang mungkin baginya kekanak-kanakan, bertengkar hanya karena hal sepele. Sesekali bibirnya mengulum senyum, mungkin di dalam hatinya ia berkomentar, "Dasar anak-anak muda!"

Setelah tiga serangkai itu mendapatkan jatah makan malam masing-masing dan duduk tenang di taman, giliranku dan Mbak Aline yang mengambil jatah makan. "Saya harap kamu betah di sini.Mereka semua anak-anak yang baik kok," bisik Mbak Aline.

Aku hanya tertawa kecil."Ya.Mereka semua tampak baik."

Drrrt drrrt.

Suara getar handphone yang tergeletak di dekat kompor terdengar, menghentikan percakapanku dengan Mbak Aline.Perlahan aku meraih benda kecil yang bergetar itu. "Maaf, Mbak, aku terima telepon dari Ibu dulu."Mbak Aline melihatku sejenak."Pasti mau kepo kabarku lagi ha ha," tukasku.

***

Warna corak ikan koi yang tengah berenang bebas di kolam kecil ini adalah merah di atas putih.Setahuku, jenis ikan ini bernama kohaku.Selain itu, ada juga yang bercorak merah putih dengan tubuh warna hitam, berjenis showa.Selain kohaku dan showa, ada jenis-jenis lainnya, cukup variatif tapi aku tak terlalu tahu nama-nama klasifikasi mereka.Ikan-ikan yang katanya pembawa keberuntungan itu selalu menjauh saat aku mencelupkan tanganku ke air kolam, mungkin bagi mereka aku adalah sebuah ancaman padahal aku hanya ingin menyapa mereka.

Di rumah, Ayah memelihara ikan Koi juga. Beliau benar-benar meyakini mitos si pembawa keberuntungan itu. Sewaktu kecil, Ayah selalu bercerita asal mula ikan koi dianggap sebagai tanda beruntung.

"Shaki, tadi masakanmu enak loh.Pertama kalinya gua makan masakan Palembang selain pempek."Suara milik Zain menyadarkanku dari keheningan.Senyumannya merekah dengan memperlihatkan mangkuk kosong di tangannya.

"Terima kasih.Aku senang masakanku bisa diterima," balasku.

Tania menyusup dalam percakapan kami, ia menumpuk mangkuk kosongnya ke atas mangkuk Zain. "Sekalianlah dicuci, ya."

Aura keduanya terlihat kelabu.Mereka berdua mungkin seperti Tom and Jerry.Tampak ada gemericik listrik di sudut mata-mata hitam mereka.

"Kalau ada masakan lain, boleh kok ditawarkan lagi. Selagi gratis dan enak," lanjut Tania.Dia mendekat ke arahku dan mengaduk-aduk air di kolam ikan hingga ikan-ikan koi itu terbirit-birit bersembunyi di balik batu-batu kolam.Wajah Tania yang riang itu menghadap kepadaku dan melontarkan pertanyaan, "Lo memang suka memasak, ya?"

"Tidak juga.Aku malah jarang memasak."

"Masakanmu enak juga," timpal Dandi. Cowok berpenampilan santai nan rapi itu berdiri di belakangku setelah sebelumnya menumpuk mangkuknya ke Zain. Sejenak aku merasa kasihan karena Zain dianggap tempat penampungan mangkuk kotor ditambah Mbak Aline yang ikut-ikutan menaruh beban di mangkuk-mangkuk bertumpuk itu.Zain memasang tampang tak senang dan mengomel tapi ditimpali oleh Mbak Aline dengan senyum sabar hingga terlihat guratan wajah yang merona di kedua pipi Zain.

Eh?

Berkali-kali aku mengerjapkan mata untuk melihat jelas aura di sekitar Zain dan Mbak Aline.Jika Zain dan Tania adalah kelabu, maka Zain dan Mbak Aline adalah merah muda.Meski kelihatannya Mbak Aline biasa-biasa saja ke Zain.

"Alkisah ada seekor ikan koi yang dipelihara oleh raja."Dandi memecahkan lamunanku dan duduk di tepi kolam, di pertengahan antara aku dan Tania. "Suatu hari raja melihat ikan koi kesayangannya itu melompat-lompat panik hingga bunyi gemericik air terdengar jelas tak beraturan. Ehm, pokoknya suaranya tidak enak didengar."

Aku, Tania, Mbak Aline, dan Zain melirik ke Dandi, terseret dalam kata-katanya. Si laki-laki berwajah lumayan itu membenarkan letak kacamatanya dengan gaya anggun, menguatkan kesan cerdas padanya. "Lantas sang Raja keluar dan menghampiri ikan koinya. Karena ia takut ikan koinya kenapa-kenapa, ia pun mengeluarkan ikan itu dari kolam dan keluar dari istana."Suara napas tertahan oleh Dandi terdengar, sinar penasaran mulai muncul dari kami yang mendengarkan ceritanya.

"Tak lama kemudian gempa terjadi dan istana luluh lantak ke tanah.Satu-satunya yang selamat adalah raja.Dan sejak saat itu ikan koi dijadikan lambang keberuntungan karena telah menyelamatkan raja."

Dandi menunggu respons kami.Tania hanya manggut-manggut.Zain dan Mbak Aline terdiam.Sementara aku hanya menghubungkannya dengan cerita yang kudengar dari ayahku. Kurang lebih seperti yang Dandi kisahkan meski cara penyampaian ceritanya agak berbeda. Ada beberapa versi cerita di balik mitos ikan koi dan yang paling umum beredar di kalangan masyarakat Jepang adalah cerita si raja dan koinya.

"Ada juga versi China yang mengatakan ikan koi itu jelmaan naga.Suatu hari di China, ada raja yang jatuh ke sungai. Di tengah arus sungai yang deras, ikan koi membantu sang raja. Saking derasnya arus itu maka tubuh ikan koi sampai berubah menjadi lebih panjang menyerupai bentuk naga," imbuhku pelan.Sebaiknya aku memang mencairkan suasana hening lantaran tak ada yang mau mengatakan sesuatu setelah Dandi bercerita.Biar dia juga tidak merasa terabaikan.

"Versi mana pun mengatakan ikan koi itu pembawa keberuntungan.Dan bagi saya kalian adalah ikan-ikan koi," lanjut Mbak Aline tenang.Ia memandang kami satu per satu dengan wajah bersahabat.

Tania yang sedari tadi manggut-manggut saja sekarang membuka mulut."Ya Teteh cantik, kalau kami ikan koi, terus yang di kolam ikan itu apaan?"

Mbak Aline tertawa hingga matanya menyempit, perkataan Tania barusan seharusnya dianggap biasa tapi caranya berbicara memang agak kocak dan blak-blakan hingga menyentuh syaraf geli Mbak Aline.Belum sempat Mbak Aline menjawab, Zain membalasnya, "Susah ya kalau nggak bisa bedain konotasi dan denotasi."

Bisa ditebak kalau aura kelabu di antara Zain dan Tania kembali hadir di malam penuh bintang berhamburan ini."Kalian benar-benar ikan koi saya," bisik Mbak Aline.

Ketika aku memejamkan mata barang sejenak, suara tawa dan candaan dari empat orang di sekelilingku terdengar sangat dekat hingga rasanya menyempitkan ruang gerakku. Aku tak tahu jelas apa yang mereka bicarakan, rangkaian kata-kata yang keluar dari mulut-mulut mereka hanya sambil lalu di telingaku.

Drrrt drrrt.

Ini sudah yang kesepuluh kalinya dalam sehari ini ibuku menelepon.Dengan terpaksa aku mengambil jarak agar suara berisik mereka tak menghalangi percakapanku dan Ibu.

"Ya halo," sapaku.Suara Ibu mulai terdengar pilu dan aku menghela napas cepat."Kalau begitu tinggalke bae wong (tinggalkan saja orang) itu ," bisikku kesal. Jauh di seberang telepon, di pulau berbeda, lantunan kata Ibu kembali terdengar dan setiap kali aku mendengar kata-kata ibu, hatiku terasa remuk seakan-akan bara api menggeluti hati kecil ini. "Tertangkap oleh CCTV?"Nada suaraku agak meninggi.Sebelum terdengar oleh orang-orang sekitar, aku masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu.

Yang tersisa di pendengaranku hanya kata-kata sampah dan suara menyesakkan dari ibu.

"Aku benar-benar benci orang itu."

Continue Reading

You'll Also Like

445K 24.6K 17
𝐒𝐡𝐢𝐯𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐑𝐚𝐣𝐩𝐮𝐭 𝐱 𝐑𝐮𝐝𝐫𝐚𝐤𝐬𝐡 𝐑𝐚𝐣𝐩𝐮𝐭 ~By 𝐊𝐚𝐣𝐮ꨄ︎...
9.5M 628K 75
An Arranged Marriage Story. #1 Hot (17-11-23) #1 Happyending (17-11-23) #2 Shy (13-11-23) #3 Cold hearted (27- 10- 23) POWER!!!!! That's what he alwa...
196K 15.4K 22
"Why the fuck you let him touch you!!!"he growled while punching the wall behind me 'I am so scared right now what if he hit me like my father did to...
490K 44.8K 33
She is shy He is outspoken She is clumsy He is graceful She is innocent He is cunning She is broken He is perfect or is he? . . . . . . . . JI...