Main Cast : Derek, Sarah
Ficlet
================================
Author POV.
Don't speak
I know what you're thinking
I don't need your reason
Don't tell me...
'cause it hurts.
.
.
Makanan tak tersentuh, mengering karena suhu dalam ruangan.
Wanita mungil itu duduk di kursi kayu dengan bahu merosot karena beban yang tengah
dipikulnya. Kesunyian membuatnya pusing. Dia tidak bisa berpikir.
"Sarah..."
"Please!"
"Maafkan aku,"
"Don't! Don't speak!"
Rasanya menyesakkan.
Tak ada yang salah.
Tak ada penjahat dan tak ada korban.
Lalu kenapa?
Klang!
Suara piring pecah terdengar saat Sarah menyapukan lengannya di atas meja. Dia masih belum mendongak. Matanya kabur oleh air mata, bibirnya berdarah karena gigitannya.
Tak ada yang salah.
Tak ada yang jenuh.
Tak ada yang berselingkuh.
"Sarah..."
Derek duduk diam, wajahnya pias menahan kesedihan.
Dia ingin menggapai Sarah. Membawanya ke dalam pelukan, memberinya kehangatan, walau dia tahu tindakan itu tidak akan membawa perbedaan apapun di dalam situasi mereka. Melihat Sarah dalam keadaan rentan dan begitu rapuh, mengiris hati Derek tampan ampun. Dia yang menyebabkan Sarah seperti itu. Dia mati perlahan. Dia sama hancurnya.
"Apa yang bisa kulakukan untukmu?" tanya Derek dengan suara lirih.
Kembalikan waktu yang telah kuhabiskan untuk menunggumu... jerit hati Sarah. Namun dia menggeleng.
"Sarah... Dengarkan aku."
Sarah tidak ingin mendengar.
Dia tahu apa yang terjadi.
Dia tahu alasan Derek.
"Aku sudah berusaha..." Mulai Derek.
Tapi Sarah kembali menggeleng.
"Aku sudah berusaha semampuku... tapi aku..." Suara Derek yang dalam dan parau menusuk Sarah. Bahu wanita mungil itu terguncang, dia menangis semakin keras.
"Sarah..."
"Don't! Don't speak!"
"Kumohon, maafkan aku."
Tak ada gunanya. Hati itu terasa mati rasa, berulang kali diluluhlantakkan. Retakannya belum lama menyambung, namun kini kembali dihancurkan. Sudah tak ada lagi kepingan yang tersisa. Hari ini sudah menjadi debu.
"Sarah... Maafkan aku. Aku mengira, jika aku masih bisa membujuk keluargaku. Jika kita masih bisa bertahan sedikit lagi...
"Sedikit lagi? Aku sudah menunggu lama!! Aku sudah mengorbankan waktuku hanya untuk menunggumu yang pada akhirnya memberiku kekosongan!" bentak Sarah. Airmatanya mengalir deras. Dia menyapu kasar dengan tangannya. Dia terisak kencang. "Kau selalu meminta waktu untuk membujuk mereka... Dan aku selalu luluh dan memberi waktu..."
Sarah meremas bajunya. "Tapi ini sudah kesekian kalinya. Aku lelah..."
"Aku tahu."
"Kau tak tahu!!! Aku sudah menua, semua sahabatku sudah menikah. Hanya aku yang tertinggal. Apa kau tahu bagaimana perasaanku?"
Derek mengangguk. Matanya berkaca-kaca, "aku tahu! Aku tahu...." Derek tak menahan diri lagi.
Dia sama sedihnya dengan Sarah, "aku sama hancurnya sepertimu."
Sarah mendengus. Kesedihannya menguap, kini yang tertinggal hanyalah rasa kecewa yang memelopori rasa marahnya.
"Yah, yah... Kau berjanji. Kau mengingkari. Berapa kali kau memberiku harapan? Berapa kali Derek?"
Derek tersentak, sudah tak terhitung. Dia menghancurkan hati Sarah lagi dan lagi.
Dia kejam!
Dia...
Tapi apa lagi yang bisa dia lakukan. Dia masih belum bisa melepas Sarah. Dia masih ingin bersama Sarah. Halangan terberat mereka yang menyebabkan tak adanya pernikahan hingga sekarang adalah keluarganya. Mereka tak menerima Sarah. Dan Derek selalu berharap dia bisa membujuk keluarganya. Berulang kali, sampai sudah tak ada waktu lagi.
9 tahun. Bukanlah waktu yang sedikit mereka korbankan.
"Aku minta maaf. Aku sudah berusaha, aku masih bisa berusaha, Sarah."
Sarah menggeleng. Menunduk sedih, "Sudah cukup Derek..."
"Sarah..."
"Aku lelah! Aku sudah memberimu ultimatum, sudah cukup. Ini untuk yang terakhirnya kalinya..."
Wajah Derek berubah pucat.
Dia panik.
"No!! Sarah... Aku..."
"Don't! Don't speak!"
"Tidak Sarah!!"
Sarah mendongak. Matanya menatap Derek dengan sedih. Dia berkabung atas duka mereka. Tak bisa bersama. Saling mencintai tapi tak bisa memiliki. Rasanya begitu sakit.
Dia tersedak lagi, karena dadanya begitu sesak.
"Let me go.... "
Derek menggeleng.
"Please, Derek..."
"Tidak Sarah!"
"Let me go... Please..."
Mata mereka mengunci. Wajah mereka tertekuk penuh luka.
Kesunyian yang mencekam, suara tarikan nafas bahkan terdengar begitu menyakitkan telinga.
Wajah Sarah memelas, memohon agar Derek melepasnya.
Dia ingin membuat Derek mengerti, sudah tak ada harapan lagi. Sudah tak ada waktu lagi.
"Please..."
"But I love you..." Desak Derek. "I love you so much..."
Sarah mengiyakan Derek. Dia mengangguk, memahami perasaan Derek. "I know. I know, I love you too, tapi ada banyak cara mencintai, Derek, salah satunnya dengan melepaskan... We are done. Let me go..."
"Tapi aku..."
"Lepaskan aku Derek..."
Derek mengalihkan tatapannya. Airmatanya mengalir, dadanya sesak.
"Please..."
Derek menarik nafas. jantungnya berdebar kencang. Hatinya berdarah. Dia tidak sanggup untuk merelakan Sarah. Dia mencintai Sarah.
"Beri aku waktu lagi..."
Sarah menggeleng, dia terisak kembali. "Sudah cukup Derek. Tolong!"
Derek menutup wajahnya, suara kecil, seperti tangisan yang tertahan terdengar darinya.
Mereka menangis.
"Aku mencintaimu."
"Aku tahu Derek. Aku juga mencintaimu..."
Ada jeda, jurang pemisah mulai terbentuk.
Derek tetap menutup wajahnya. Pandangannya menggelap, udara disekelilingnya menipis. Ini seperti menusuk jantungnya sendiri.
Rasa nyeri dia rasakan di setiap bagian tubuhnya.
Dia mengerang! Ini sakit...
"Aku mengerti...." Katanya parau, suaranya basah oleh air mata. "Pergilah Sarah..."
.
.
note : melepaskan terkadang menjadi kunci mencari kebahagiaan...
End.