My Mina ✓

By SkiaLingga

3.9M 288K 13.6K

Chara memiliki mate, tapi karena kesalahpahaman, mereka berpisah. Jadi, Chara memutuskan pergi untuk menyelam... More

My Mina
Prolog
Tou Mina (1)
Tou Mina (2)
Tou Mina (3)
Tou Mina (4)
Tou Mina (5)
Tou Mina (6)
Tou Mina (7)
Tou Mina (8)
Tou Mina (9)
Tou Mina (10)
Tou Mina (11)
Tou Mina (13)
Tou Mina (14)
Tou Mina (15)
Tou Mina (16)
Tou Mina (17)
Tou Mina (18)
Tou Mina (19)
Tou Mina (20)
Tou Mina (21)
Tou Mina (22)
Tou Mina (23)
Tou Mina (24)
Tou Mina (25)
Tou Mina (26)
Tou Mina (27)
Tou Mina (28)
Tou Mina (29)
EPILOG
Q and A

Tou Mina (12)

101K 8.3K 366
By SkiaLingga

"Down the mountain was easier than climbing.

But beauty is not visible at the bottom, but at its peak."

_ Arnold Bennett

______________________________________________________________

Author's POV

Di tengah padang bunga daisy yang indah, laki-laki itu berdiri sambil merentangkan kedua tangannya. Angin lembut itu menerbangkan rambutnya, membuatnya berantakan.

Sekali lagi laki-laki itu menarik napas panjang. Menghirup udara segar yang seolah sudah lama tidak pernah dirasakannya.

Sebuah tangan tiba-tiba menyentuh bahunya. Membuat laki-laki itu sedikit terperanjat dan langsung menoleh ke belakang. Seketika tubuhnya menjadi kaku, dengan mata membelalak kaget. Matanya menatap tidak percaya kepada siapa yang dilihatnya saat ini. Sementara orang yang berdiri di hadapannya itu hanya tersenyum ke arahnya.

"Katerina ... " Bisiknya pelan. Dia merasa tidak yakin dengan apa yang dilihatnya.

Gadis yang dipanggil itu tersenyum. "Lama tidak berjumpa ... Lucian." Ucap gadis itu.

Tubuh Lucian menegang. Itu suaranya, tentu saja dia masih ingat bagaimana suara dari Katerina. Lucian mengulurkan tangannya, menyentuh sebelah wajahnya. Dan gadis itu memejamkan matanya, seolah menikmati sentuhan ringan yang diberikan Lucian.

"Kau ... " Suara Lucian tertahan di tenggorokan. Begitu sulit baginya hanya untuk sekedar berbicara.

Katerina membuka matanya. Mata berwarna abu-abu itu menatap Lucian dalam. Wajahnya yang cantik masih tidak berubah sedikit pun.

"Bagaimana bisa kau ada di sini?" Tanya Lucian akhirnya. Antara sadar dan tidak, tapi seperti ada pikiran lain di dalam tubuhnya yang mengatakan jika gadis ini tidak seharusnya ada di sini.

Katerina tersenyum. "Aku hanya mengikuti perintahnya." Jawabnya.

"Siapa?"

"Moon Goddess. Aku diperintahkan untuk menyampaikan sesuatu padamu." Jawab Katerina.

Dahi Lucian mengernyit. "Apa maksudmu?" Tanyanya bingung.

"Dengarkan baik-baik, karena kita tidak memiliki waktu yang banyak." Ucap Katerina. "Kau telah membuat takdirmu sendiri Lucian, kau dapat melewati semua masa gelapmu, dan aku bangga padamu atas itu semua. Sungguh, aku dengan tulus merasa senang melihat kebahagiaanmu. Aku senang ada seseorang yang telah mendampingimu sekarang. Dia ... juga adalah dia."

Kata-kata terakhir Katerina itu mengingatkan Lucian pada ucapan Galea dulu. Dia ... juga adalah dia. Tapi, apa maksudnya Katerina berbicara seperti itu?

Tanpa harus Lucian bertanya, Katerina sudah lebih dulu kembali berbicara. "Maksudku, seseorang yang telah ditakdirkan menjadi Luna, akan tetap menjadi Luna. Dan dia, Luna-mu ... dia bukanlah penggantiku. Karena pada dasarnya, dia memang telah ditakdirkan menjadi seorang Luna."

Kerutan di dahi Lucian semakin dalam. Dia sama sekali tidak mengerti apa maksud ucapan Katerina. Lucian memang tidak pernah menganggap Chara, Luna-nya sekarang sebagai pengganti Katerina. Chara adalah sosok tersendiri yang hadir dalam hidupnya. Kedatangannya tidak pernah dianggap Lucian untuk menggantikan posisi siapa pun.

"Aku tidak mengerti maksudmu Katerina." Ucap Lucian jujur. Dia benci dengan kata-kata yang berbelit seperti ini.

Katerina tampak tersenyum. "Maksudku, gadis itu akan tetap menjadi seorang Luna bagaimana pun caranya. Takdir itu seolah mengejarnya. Dan dia tidak harus bersamamu untuk menjadi seorang Luna."

Kata-kata Katerina barusan membuat tubuh Lucian menegang. "Apa?" Tanya Lucian.

"Aku datang untuk memperingatkanmu, Lucian. Luna-mu, kau harus menjaganya. Gelar Luna yang didapatkannya darimu, jangan biarkan Alpha lain memiliki kesempatan yang sama untuk mempersembahkan gelar itu untuknya. Aku tidak mau melihatmu terpuruk sekali lagi, jangan lagi."

Penjelasan Katerina membuat emosi Lucian naik. Apa maksudnya kata-kata itu? Jadi, Chara bisa saja pergi darinya? Meninggalkannya?

"Tidak, dia tidak akan pergi." Katerina tiba-tiba berbicara. Seolah dia dapat membaca apa yang sedang dipikirkan Lucian. Sejenak Lucian dapat menarik napas lega, sebelum kemudian Katerina melanjutkan kata-katanya. "Tidak, jika kau bisa menjaganya."

Menjaganya? Tentu saja dia akan menjaga Chara. Tapi ... "Apa mak-" Ucapan Lucian dipotong oleh Katerina.

"Kau yang telah memulainya. Takdir baru akan mulai terbuka saat ini. Kau yang telah melepas segel itu, dan kau yang harus menjaga dan mengendalikannya. Kau adalah yang terpilih Lucian, dan jangan biarkan itu berubah."

Setelah kata-kata itu terucap dari bibir Katerina, angin mulai bertiup. Gaun Katerina yang berwarna langit cerah melambai, rambut gadis itu mulai berantakan. Lucian ingin bertanya lebih banyak, menanyakan sejelas-jelasnya, tapi seperti ada yang menahannya untuk tidak mengeluarkan suara.

"Berbahagialah selalu ... Alpha." Suara Katerina tidak lebih dari sekedar bisikan.

Lucian tersentak. Dia menatap sekeliling, dan Katerina tidak ada di mana pun. Lucian mengernyit bingung, ada apa dengan reaksi tubuhnya saat bertemu Katerina tadi? Kenapa dia tidak merasakan perasaan berdebar dan hangat saat berada di dekat Katerina, tidak seperti dulu?

Lucian memang merindukan Katerina, tapi kenapa dia merasa jika rasa rindu itu sudah terobati? Dia merasa jika hatinya tidak kosong sama sekali.

Lucian mendongakkan kepalanya, melihat langit. Dan bayangan Chara terlintas di benaknya. Apakah karena kehadiran Chara yang membuat dia seperti ini? Lucian benar-benar tidak tahu, dia memang sedih dan rindu saat melihat Katerina tadi. Tapi entah kenapa dia merasa jika kesedihannya itu sudah pergi lebih dulu sebelum dia sempat merasakannya lebih dalam.

Chara ...

Mengingat nama itu, Lucian buru-buru mengedarkan pandangannya. Dia tidak menemukan Chara di mana pun di taman ini. Dan kata-kata Katerina tadi, yang mengatakan jika Chara bisa saja pergi darinya jika dia tidak menjaganya dengan benar membuat Lucian panik seketika.

"Chara!" Teriak Lucian keras.

____________

Lucian's POV

Tubuhku tersentak terbangun karena merasakan hembusan napas hangat yang menggelitik leherku itu. Buru-buru kuusap mataku dan aku melihat Chara masih terlelap dalam pelukanku. Seketika aku menarik napas lega, dia masih di sini. Masih bersamaku.

Bayangan akan kata-kata Katerina di mimpiku tadi membuatku sangat cemas. Mengapa Katerina datang ke dalam mimpiku? Lima tahun aku kehilangan dia, dan dia baru datang ke mimpiku tadi? Belum lagi, apa maksudnya dia datang untuk memperingatkanku?

Aku menggelengkan kepalaku. Itu hanya mimpi. Ya, itu tidak lebih dari sekedar bunga tidur. Aku buru-buru menepis ingatan akan mimpi itu, mimpi buruk.

Aku menoleh ke arah Chara yang berada dalam pelukanku, dia masih tertidur pulas. Senyumanku pasti tampak sangat lebar saat ini, aku mengingat bagaimana tadi malam kami saling mengungkapkan perasaan.

Chara bilang dia mencintaiku, ditambah proses mate kami yang telah sempurna. Aku benar-benar bahagia saat ini. Astaga, betapa aku sangat mencintainya.

Aku mengelus pipinya lembut, sampai kemudian aku menyadari sesuatu.

Tunggu dulu ...

Sepertinya ada yang aneh. Aku memfokuskan penglihatanku pada objek di depanku ini. Aku tersentak kaget dan memundurkan wajahku segera. Dengan buru-buru aku duduk di ranjang dan memperhatikannya.

Chara ... apa yang terjadi padanya?

Aku menatap tubuh polosnya yang hanya tertutupi selimut sampai ke dada. Wajah tenang Chara tampak damai. Kembali kuperhatikan dia dari atas sampai bawah. Ehm ... maksudku dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Itu Chara, itu masih Chara yang sama. Tentu saja aku masih ingat wajah mate-ku sendiri. Tapi ada begitu banyak perbedaan yang terjadi pada dirinya. Ada apa ini?

Rambut coklat Chara berubah menjadi hitam gelap berkilauan, dan aku yakin jika panjang rambut itu juga bertambah saat ini. Alisnya melengkung indah, sebelumnya Chara memiliki alis berwarna coklat gelap tapi sekarang alisnya sewarna rambutnya. Wajahnya tidak lagi terlalu tirus, bibirnya yang tampak menjadi lebih penuh sedikit terbuka. Belum lagi tiba-tiba ada belahan samar di tengah dagunya.

Aku semakin terkejut saat menyadari warna kulit Chara berubah menjadi lebih gelap. Kulit putihnya yang dulu terlihat pucat sudah tidak ada lagi. Digantikan kulit berwarna coklat eksotis, sangat seksi. Dan terlebih, sejak kapan pula tubuhnya jadi penuh lekukan seperti ini?

Sial!  Aku bisa turn on  mendadak jika terus memperhatikannya.

'Sial! Aku jadi ingin keluar jika melihatnya seperti ini.' Alec ikut-ikutan mengumpat di dalam sana saat dia juga menyadari perubahan pada diri Chara.

'Alec, apa yang terjadi pada Chara?'  Tanyaku bingung.

'Aku juga tidak tahu Lucian. Tapi ... dia memang benar Chara bukan?' Alec malah lebih bingung dari pada aku.

'Astaga, tentu saja dia Chara. Tapi ... kenapa dia tampak berbeda?'

'Apa semalam dia bangun dan berdandan? Mengecat rambutnya mungkin?'  Pertanyaan bodoh keluar dari mulut Alec.

Aku memutar bola mataku. 'Kau pikir dia apa berdandan malam-malam? Tidak mungkin! Coba kau lihat, ini semua tampak alami.' Alec mengangguk setuju. Percakapan kami diinterupsi dengan gerakan Chara.

Chara menggeliat dan sesaat kemudian dia mulai membuka matanya. Dan aku mendapati diriku terpesona dengan keindahan warna coklat bola matanya yang tampak jernih dan dalam.

Mengapa Chara tiba-tiba jadi berubah seperti ini? Dia semakin bertambah cantik. Seolah kecantikannya yang dulu masih belum cukup. Karena di mataku, dulu dia juga terlihat sangat cantik.

Chara tersenyum ke arahku. "Selamat pagi, sayang." Katanya serak.

Suara Chara terdengar lembut menggoda. Dan apa katanya tadi?

Sa-sayang?

Aku mengerjabkan mataku seperti orang bodoh. Apa dia baru saja memanggilku sayang? Aku tidak salah dengar bukan? Atau, apa telingaku yang sedang bermasalah?

Sejak kapan Chara berani memanggilku sayang? Padahal selama ini aku sampai lelah memaksanya untuk memanggilku dengan mesra seperti itu.

"Chara?" Panggilku. Aku jadi tidak yakin apakah benar ini dia.

"Ya?" Jawabnya sambil bangkit untuk duduk dan menarik selimut menutupi tubuhnya.

"Chara ... ?"

Chara mengernyitkan dahinya. "Ada apa Lucian?" Tanya Chara dengan suara yang mengalun indah.

'Suaranya. Biarkan aku keluar!!'  Pekik Alec sambil berusaha mencoba mengambil alih tubuhku.

'Hei tenanglah, kau tidak ingat bagaimana akibatnya saat kau kemarin mengambil alih tubuhku dan menghancurkan ruang kerja dan kamar ini?'  Tanyaku mengingatkan.

'Tapi lihat sekarang, kita bisa menandai Chara karena aku mengambil alih tubuhmu kemarin.' Belanya tidak mau kalah.

Walaupun itu benar, tapi tetap saja aku tidak akan membiarkan Alec mengambil alih tubuhku saat ini. Bisa-bisa dia akan menyerang Chara sampai membabi buta.

'Aku bukan babi, sialan! Aku wolf. WOLF!'  Makinya tidak terima.

Aku tertawa dalam hati mendengar kekesalan Alec karena pemikiranku barusan, dan kembali memfokuskan mataku ke arah Chara yang saat ini tampak bingung melihatku.

"Ini ... ini kau?" Aku tidak yakin dengan pertanyaanku sendiri. Kenapa malah pertanyaan itu yang keluar. Dasar bodoh!

Kerutan di dahi Chara semakin dalam, alis indahnya tampak hampir menyatu. Tapi kemudian dia terkekeh. Bahkan suara tawanya pun menjadi lebih merdu lagi sekarang.

"Kau kenapa jadi aneh begini Lucian? Sudahlah, aku mau mandi dulu." Chara mengecup bibirku sekilas, membuatku sedikit terkejut.

Apa dia baru saja menciumku?

Astaga, dia baru saja menciumku! Dan dia sudah berani menciumku lebih dulu? Aku menggeleng tidak percaya menatap punggung Chara yang berjalan ke arah kamar mandi dengan sedikit tertatih dan meringis.

Baru saja aku akan mengejarnya untuk membantu, Chara sudah lebih dulu masuk dan menutup pintu. Akhirnya aku kembali duduk di atas ranjang, dengan mata masih menatap ke arah pintu kamar mandi.

'Apa aku baru saja bermimpi jika Chara menciumku lebih dulu?'  Tanyaku lewat mindlink pada Alec.

'Coba saja tampar dirimu sendiri, jika sakit, maka kau sedang tidak bermimpi.' Alec memberi saran yang tidak bermanfaat sama sekali.

Akhirnya aku hanya duduk termenung dengan pikiran melayang. Apa yang terjadi pada diri Chara?

Aku terkaget saat mendengarkan teriakan Chara dari dalam kamar mandi. Dengan terburu kukenakan celana yang tergeletak di atas lantai dan berlari ke kamar mandi. Pintunya tidak terkunci. Saat masuk aku melihat Chara sedang berdiri di depan cermin.

Mulut Chara terperangah sambil menunjuk pantulan bayangannya sendiri. Lihat bukan? Bahkan dia sendiri juga terkejut melihat wajahnya yang tampak berbeda.

Aku menatap bayangan kami di cermin besar itu. Chara dengan kulit eksotisnya yang seksi hanya berbalut handuk yang menutupi dada sampai pertengahan pahanya--yang ngomong-ngomong tampak sangat menggoda. Dan aku berdiri di belakangnya dengan bertelanjang dada.

Lucian ... Lucian fokus! Aku mengingatkan diriku sendiri.

"Lucian, apa yang terjadi?" Tanya Chara sambil berbalik ke arahku. Matanya tampak heran dan menuntut jawaban dariku.

Aku berpikir sambil menatap Chara lekat. Rambutnya yang hitam mencapai pinggul tampak basah. Benar kataku, rambutnya menjadi lebih panjang dari sebelumnya. Beberapa tetes air menuruni bahunya. Membuat aku ingin menjilati air itu dari tubuhnya. Kemudian kami akan ...

Astaga! Lagi-lagi pikiranku entah kemana.

Demi Tuhan! Fokus Lucian. FOKUS!

'Mesum!'  Cibir Alec yang tidak kuperdulikan. Seperti dia tidak saja!

"Aku juga tidak tahu Chara. Apa kau merasakan ada sesuatu yang aneh pada tubuhmu?"

Chara tampak berpikir sejenak, kemudian menggeleng. "Tidak." Jawabnya. Aku baru saja akan bertanya lagi saat Chara sudah lebih dulu berbicara. "Jade. Aku tidak bisa merasakan Jade!" Ungkapnya dengan panik.

"Apa? Ba-bagaimana bisa?" Tanyaku bingung. Aku jadi ikutan khawatir.

Chara menggeleng. "Aku ... benar-benar tidak bisa merasakan kehadirannya. Bagaimana ini? Apa dia pergi?" Tanyanya sedih, wajah Chara terlihat cemas.

Aku menarik Chara ke pelukanku. Berusaha mati-matian untuk fokus menenangkannya atau menyerangnya saat ini juga.

"Tenanglah, mungkin Jade hanya meninggalkanmu sebentar." Hiburku. Padahal aku sendiri dan Alec sudah cemas tidak terkira, membayangkan mate kami pergi begitu saja.

"Tapi, bagaimana jika dia benar-benar meninggalkanku." Tanya Chara lirih. Dia bahkan sudah tidak ingat lagi dengan penampilannya yang berubah drastis.

"Tidak! Jade tidak akan meninggalkan kita." Kataku sambil mengeratkan pelukanku.

Aku teringat sesuatu. Ya ... Galea!

Apa mungkin ini yang dimaksud perempuan itu saat mengatakan aku harus menemuinya saat telah menyelesaikan proses mate dengan Chara? Bagaimana Galea bisa tahu jika akan ada sesuatu yang terjadi? Dasar penyihir!

Lebih baik aku menemui Galea secepatnya. Aku harus mencari tahu apa yang terjadi pada Chara. Sebelum aku jadi gila lebih dulu!

***

TBC

By

Skia

Continue Reading

You'll Also Like

2.5K 779 42
"Kita akan melihat cahaya matahari, besok." Hanya itulah janji yang bisa diberikan kepada Celine oleh Cyril, lelaki yang seolah sudah menjadi cahaya...
105K 11.7K 63
Status: COMPLETED, buku II seri kembar Tiara Chrysantee Len--kembar keempat "Pilih salah satu: mati di tanganku, atau bunuh dirimu sendiri."
49.5K 5.5K 43
bukan kami yang hendak memilih memiliki takdir seperti apa, sudah ketentuan moon goddess yang sudah menulis jalan kehidupan.... andai kami bisa di...
17.5K 2.8K 40
[Romance Fantasy] 15+ "Sanggupkah kau melawan semesta yang menentang kita?" Haken, ketua suku Haka berelemen api, bertemu dengan Isla, gadis dari su...