My Mina ✓

By SkiaLingga

3.9M 288K 13.6K

Chara memiliki mate, tapi karena kesalahpahaman, mereka berpisah. Jadi, Chara memutuskan pergi untuk menyelam... More

My Mina
Prolog
Tou Mina (1)
Tou Mina (2)
Tou Mina (3)
Tou Mina (4)
Tou Mina (5)
Tou Mina (7)
Tou Mina (8)
Tou Mina (9)
Tou Mina (10)
Tou Mina (11)
Tou Mina (12)
Tou Mina (13)
Tou Mina (14)
Tou Mina (15)
Tou Mina (16)
Tou Mina (17)
Tou Mina (18)
Tou Mina (19)
Tou Mina (20)
Tou Mina (21)
Tou Mina (22)
Tou Mina (23)
Tou Mina (24)
Tou Mina (25)
Tou Mina (26)
Tou Mina (27)
Tou Mina (28)
Tou Mina (29)
EPILOG
Q and A

Tou Mina (6)

123K 10.1K 173
By SkiaLingga

"Being deeply loved by someone gives you strenght.

While loving someone deeply gives you courage."

_Lao Tzu

____________________________________________________________


Lucian's POV

Aku berteriak sekeras-kerasnya. Berkali-kali.

Gadisku, Luna-ku, dia tidak mau menerimaku sebagai matenya. Dia menangis dan menjauh dariku. Dia menolakku.

Tubuhku jatuh terduduk di lantai ruang kerjaku. Mungkin lebih pantas jika kusebut ruang kerjaku yang sudah hancur. Karena aku baru saja menghancurkan ruangan ini tadi.

Aku memukul dadaku, berharap rasa sesaknya hilang. Aku pernah merasakan rasa sakitnya kehilangan mate dulu, dan sakit ini terjadi lagi untuk kedua kalinya.

Dia menolakku.

Menolakku!

Kata-kata itu terus berulang di pikiranku.

'Dia tidak menolak kita Lucian.'  Kata Alec.

'Dia menghindari kita Alec. Dia menangis dan meminta kita pergi. Apa artinya itu jika bukan menolak?'  Tanyaku lirih.

Kurasakan ada yang mengalir di tanganku. Saat kulihat, ternyata tanganku berdarah dengan luka yang cukup banyak. Aku bahkan tidak merasakan rasa sakitnya sama sekali. Aku merasa kebas di seluruh tubuhku.

Aku ... mati rasa.

'Tidak Lucian. Aku yakin dia tidak menolak kita.'  Balas Alec. 'Kau harus mengerti, jika dia pernah merasakan sakit karena mate-nya yang dahulu. Kita harus memakluminya.'

Aku tahu Alec sedang berusaha menahan emosinya sendiri saat ini. Dan itu membuatku cukup terkejut melihat dia masih bisa berbicara seperti itu padaku.

'Tapi kenapa dia harus bereaksi seperti itu? Aku tidak akan menyakitinya seperti mantan mate-nya itu Alec. Aku bukan bajingan!'

'Lucian, tekanan yang dia terima sangat berat. Tidak semudah itu dia bisa menerima kenyataan yang seolah seperti mempermainkannya saat ini. Saat mate-mu menolakmu, maka akan datang mate lain? Jangan bercanda! Seperti kita Lucian, aku tahu dia juga sangat bingung.'  Alec berbicara dengan sabar, walau aku tahu dia sama terlukanya denganku saat melihat Chara menghindari kami.

'Lalu aku harus bagaimana Alec? Aku tidak bisa mendekatinya jika harus melihatnya bereaksi seperti tadi.'  Tanyaku tidak semangat. Hatiku sangat sakit.

'Sabarlah Lucian. Aku juga sama sakitnya denganmu. Perasaanku saat bertemu dengannya tidak dapat kutahan lagi, tapi ... aku tidak mau menyakitinya. Ayo kita lakukan pelan-pelan Lucian."

Aku mendengus dan terkekeh secara tidak sadar saat Alec mengatakan hal itu. 'Pelan-pelan? Aku yang paling tahu bagaiman sifatmu Alec. Kau tidak akan sabar untuk itu.'  Ejekku.

'Sialan kau! Aku sedang serius.'  Makinya. 'Baiklah, ayo kita lakukan secara cepat. Tapi jangan terlalu ekstrim, aku tidak mau dia menjauhi kita lagi.' 

Saat aku akan menjawab kata-kata Alec, tiba-tiba pintu ruang kerjaku terbuka dengan keras.

"Astaga!" Teriak seseorang dengan lebih keras dari suara pintu terbanting barusan. "Lucian, apa yang kau lakukan? Kau sudah gila?" Maki Kaleela saat melihat ruanganku yang sudah benar-benar hancur.

Kaleela sepertinya benar-benar kesal. Karena dia langsung menyebut namaku begitu saja. Aku memutar bola mataku. Demi apa pun, ini akan menjadi hari yang panjang.

"Dan kenapa tanganmu bisa sampai terluka seperti itu? Apa kau tidak punya otak? Apa yang terjadi? Cepat katakan!" Tanya Kaleela beruntun yang membuat kepalaku pusing.

'Astaga, aku baru sadar jika adikmu itu sangat cerewet Lucian. Dia sangat berisik.'  Kata Alec kesal.

'Dia juga adikmu.'  Kataku ikutan kesal. Alec hanya mendengus dan memutuskan mindlink kami. Sialan, aku ditinggalkan untuk menyelesaikan ini semua. Awas kau Alec.

Aku menatap malas ke arah Kaleela yang berdiri bersedekap sambil menghentakkan sebelah kakinya menunggu penjelasan dariku. Aku mendesah pasrah dan menceritakan semuanya, dan Kaleela mendengarkannya sambil mengobati luka di tanganku.

"Tuhanku, ini sangat luar biasa." Pekik Kaleela. "Aku sangat senang mendengar berita ini." Katanya lagi.

"Ya, tapi dia menolakku Kaleela. Dia mengatakan jika dia tidak memiliki mate." Kataku pelan.

"Tidak, tidak. Dia tidak menolakmu." Kata Kaleela cepat. "Dia hanya bingung. Kau tidak boleh menyerah Kak, aku akan siap sedia membantumu. Aku yakin dia akan menerimamu, dia hanya butuh waktu."

Mungkin benar juga. Bagaimana pun, dia baru saja kehilangan mate-nya. Sudah pasti tidak semudah itu dia yakin dengan ini semua. Yang harus aku lakukan sekarang adalah meyakinkannya jika aku memang mate-nya.

_______


Chara's POV

"Hai." Sapa seseorang saat aku membuka pintu. Kejutan untukku, ternyata dia yang mengetuk pintu pagi-pagi seperti ini.

"Oh, hai Kaleela, ayo masuk." Ajakku. Kaleela terlihat sangat cantik hari ini, sama seperti dua minggu lalu saat kami pertama kali bertemu.

"Kenapa kau baru mengunjungiku sekarang? Aku kira kau tidak ingat denganku lagi." Kataku sambil meletakkan segelas minuman segar di depannya.

"Maafkan aku. Belakangan ini aku sangat sibuk, jadi aku baru bisa mengunjungimu sekarang." Kata Kaleela tampak menyesal.

"Tidak apa-apa." Jawabku. "Kaleela, ada apa?" Tanyaku saat melihat tampangnya yang sedikit gugup.

"Ah itu ... " Kaleela tampak seperti sedang memikirkan sesuatu. "Aku ... Chara, bisakah kau membantuku?" Tanya Kaleela.

Aku mengernyit bingung. Bantuan apa yang dibutuhkan gadis ini dariku. "Apa? Aku pasti akan membantu jika aku bisa."

Kaleela tampak gelisah. Dia menarik napasnya sejenak dan menatap tepat ke mataku. "Aku ingin kau menemui seseorang. Dia ... dia membutuhkanmu." Kata Kaleela.

"Membutuhkanku?" Tanyaku bingung. Orang aneh macam apa yang akan membutuhkanku?

"Ya." Katanya sambil mengangguk. "Bisakah?"

"Ehm ... baiklah." Ucapku setengah tidak yakin juga bingung.

Kaleela tersenyum senang. Aku meminta izin untuk bersiap-sipa sebentar dan kembali menemui Kaleela yang menunggu di ruang tamu sambil berjalan mondar-mandir. Siapa yang akan kutemui? Kenapa Kaleela sampai tampak resah begini?

Kami diam selama perjalanan. Kaleela tampak sedang memikirkan sesuatu sambil menatap fokus ke depan. Sebenarnya aku sedikit takut karena Kaleela mengemudiakan mobilnya dengan sangat kelewat cepat. Tapi kuurungkan niatku untuk protes mengingat mungkin saja kami memang sangat terburu-buru.

Setelah memperhatikan jalan di samping kananku, aku rasa kami memasuki kawasan hutan. Sepertinya rumahku berada di pinggir kota sebelum memasuki kawasan ini. Aku menatap pemandangan hijau sepanjang jalan. Kemana Kaleela akan membawaku?

Aku tidak sadar jika kami telah tiba di tempat tujuan sampai suara Kaleela menyadarkanku. Aku mengikutinya turun. Sedikit mengernyit saat melihat kami berdiri di depan sebuah rumah sakit. Bukan rumah sakit biasa, aku bisa tahu jika ini adalah sebuah rumah sakit pack. Terbukti dari banyaknya werewolf  yang berkeliaran di sini, belum lagi karena letak rumah sakit ini ada di tengah hutan.

'Ada apa Jade?'  Tanyaku saat merasakan Jade sedikit tersentak.

'Entahlah Chara. Aku merasa seperti ada aura yang sangat menyedihkan di sini. Dan itu mempengaruhiku.' Jawabnya.

Jade benar. Ada sesuatu yang membuat perasaanku jadi sedikit aneh di sini. Sedih, takut, dan juga rindu?

"Ayo, Chara." Kata Kaleela sambil menuntunku masuk.

Aku mengikutinya berjalan di belakang. Alangkah anggunnya wanita ini. Bahkan dalam balutan pakaian yang biasa seperti ini pun dia tampak sangat cantik. Bukannya aku cemburu, hanya saja yang kukatakan memang benar. Kaleela benar-benar sangat cantik.

Ketika melihat beberapa orang menunduk hormat ke arah Kaleela, mau tidak mau aku merasa bingung. Apa Kaleela orang penting di tempat ini? Mengingat semua orang yang menunduk padanya tadi adalah para werewolf.

Kaleela menghentikan langkahnya saat sampai di sebuah pintu. Aku menaikkan kedua alisku menatap Kaleela yang saat ini juga telah berbalik menatap ke arahku.

"Chara ... Aku mohon bantulah kami." Pinta Kaleela yang membuatku bingung. "Hanya kau yang dapat membantunya."

Dan aku semakin bingung mendengar kata-katanya. "Aku akan membantumu Kaleela jika aku bisa. Apa yang harus aku lakukan?"

"Kau pasti bisa. Karena hanya kau yang dia  butuhkan saat ini."

"Dia ... siapa?" Tanyaku.

Kaleela terlihat sedih. "Kau akan tahu saat kau melihatnya. Ayo masuk." Ajaknya yang kuangguki.

Saat masuk, aku di suguhkan dengan sebuah ruangan yang sangat luas. Aku yakin yang menempati ruangan ini pastilah hanya orang-orang penting saja.

Tunggu, aroma ini ...

Dua orang yang aku perkirakan adalah sepasang suami-istri berdiri menyambut kedatangan kami. Aku tebak dia pasti orang tua Kaleela. Mengingat jika wajah cantik Kaleela sangat mirip dengan wanita yang saat ini sedang berdiri di depanku. Wajahnya tampak haru dan bahagia walau ada kesedihan di sana.

Aku terkesiap kaget saat wanita itu tiba-tiba memelukku. "Terima kasih. Terima kasih sayang kau sudah mau datang." Katanya. Aku mengangguk, sedikit bingung harus menjawab apa.

"Terima kasih." Ucap laki-laki yang tampak sangat berwibawa itu pelan sambil tersenyum.

Baru saja aku akan bertanya, tapi mataku lebih dulu menangkap seseorang yang berbaring di atas tempat tidur rumah sakit yang lebih mirip ranjang hotel bintang lima itu. Aku terkesiap dan Jade mengaum sedih. Suara Jade saat ini terdengar sangat memilukan. Ya Tuhan, apa yang terjadi?

Mengikuti naluri, aku berjalan ke arah seseorang yang tengah berbaring lemah itu. Matanya terpejam, dengan wajah pucat yang tampak kesakitan. Aku mengulurkan tanganku ingin menghapus peluh yang mengalir di dahinya saat kemudian panggilan lirih itu membuatku membeku.

"Chara ... " Suara itu sangat lirih dan sarat akan kesedihan.

Tubuhku sedikit bergetar. Dia masih menutup matanya, sepertinya mengigau. Aku menghapus peluhnya dengan punggung tanganku. Dan saat itulah dia membuka matanya.

Mata itu terlihat sayu menatap ke arahku. Terlihat sangat jelas ada kerinduan di sana. Bolehkah aku berharap jika tatapan penuh rindu itu untukku?

"Kenapa kau memanggil namaku dalam tidurmu?" Tanyaku pelan.

Seketika matanya membulat sempurna. Tangannya yang terpasang infus meraih tanganku yang masih ada di dahinya. Lelaki itu menggenggam tanganku erat, meremasnya. Seolah tersadar akan sesuatu, dia menarikku sampai aku sedikit menghimpit tubuhnya yang berbaring.

Takut akan menyakitinya, aku berusaha untuk bangun. Tapi lelaki ini malah mempererat pelukannya dan menenggelamkan wajahnya di leherku.

Aku mendengar Jade bersorak. 'Mate! Mate!'  Teriak Jade memekakkan telingaku. 'Astaga. Lihat keadaan mate kita Chara.'

Mate?

Apakah aku harus mengakuinya sebagai mate-ku? Seperti kata Jade?

Akhirnya aku menyerah dan membiarkan lelaki ini memeluk tubuhku. Apa yang enak dari memeluk tubuhku yang hanya tulang ini? Kenapa dia betah sekali memelukku seperti ini?

Aku menoleh untuk melihat Kaleela, tapi aku tidak mendapati siapa pun di kamar ini selain kami berdua. Kapan mereka keluar?

Kemudian, aku merasakan tubuh lelaki yang tengah memelukku ini bergetar. Dan suara isakan lolos dari bibirnya yang teredam dengan leherku. Ya Tuhan, laki-laki ini menangis?

Aku tak yakin apa yang terjadi, tapi seolah aku juga ikut larut dalam rasa sedihnya. Aku seperti ikut merasakan apa yang menjadi bebannya. Apakah ikatan ini memang sebuah hubungan mate?

'Ya Chara. Itulah ... mate.'  Bisik Jade lirih yang tidak kujawab.

Benarkah?

Mate?

Mungkin aku memang munafik. Karena saat pertama kali bertemu dulu, aku memang merasakan kenyamanan hanya dengan memandang matanya. Aku bahkan tidak dapat melupakan wajahnya dan tatapannya saat terakhir kali dia memelukku seminggu yang lalu.

Tapi lagi-lagi, ketakutanku akan masa lalu menghantui. Aku lebih takut akan masa laluku, dibandingkan aku percaya jika dia memang adalah mate-ku. Aku memang bodoh.

Aku mengangkat tanganku untuk mengusap pelan punggungnya. Dan itu berhasil membuat dia lebih tenang. Aku berusaha melepaskan pelukannya. Bukan bermaksud menolak kenyamanan yang aku dapat, hanya saja aku sudah mulai sesak napas. Dan untungnya lelaki ini tidak menolak.

Dia menatapku sedih dan memegang tanganku dengan telapak tangannya yang terasa dingin. Dia terlihat seperti seseorang yang ditarik paksa kehidupannya.

'Maafkan aku jika aku menyalahkanmu Chara. Tapi kau yang melakukan ini.'  Kata Jade.

'Kenapa aku?'  Tanyaku bingung.

'Kau tahu betul apa yang terjadi jika werewolf dijauhi oleh mate-nya. Kita pernah merasakannya Chara. Dan itulah yang terjadi saat kau juga menjauhkan kita dari mate kita ini.'

Aku terdiam. Kata-kata Jade benar-benar menohokku. Aku menjauhkannya dari matenya? Yaitu aku sendiri? Apa sebegitu teganya aku selama ini? Menolak kehadirannya. Menyangkal bahwa dia adalah mate yang memang entah bagaimana bisa menjadi pasanganku.

Lalu, apa bedanya aku dengan Aradi? Bahkan aku juga menyakiti diriku sendiri dengan menolaknya seminggu lalu saat dia datang dan tiba-tiba memelukku.

Aku berusaha menarik tanganku dari genggamannya dan ingin menyeka air mata yang masih mengalir di pipinya, tapi dia malah memegang tanganku lebih kuat dan menatapku gusar.

"Jangan tinggalkan aku. Kumohon Chara ... " Pintanya lirih.

Rasanya aku ingin membunuh diriku sendiri yang telah bertindak sangat bodoh saat mendengar suara itu. Aku dapat merasakan kesakitannya.

Aku menggeleng ke arahnya dan akhirnya menggunakan tanganku yang satunya lagi untuk menyeka air matanya. Dapat kurasakan tubuh laki-laki yang belum kuketahui namanya ini menegang, tapi akhirnya dia memejamkan matanya. Seolah menikmati sentuhan tanganku di wajahnya.

"Siapa namamu?" Tanyaku.

Laki-laki itu membuka matanya. Entah apa yang dipikirkannya, karena dia menatapku dengan dalam dan lama sebelum menjawab. "Lucian." Katanya masih dengan suara yang lemah.

Aku mengangguk. "Kembalilah istirahat Lucian, kau masih tampak lemah."

Apa aku salah bicara? Karena Lucian tiba-tiba saja langsung menatap cemas dan gusar ke arahku. Dia menggeleng. "Tidak. Kau akan pergi jika aku tidur!" Katanya sedikit keras.

Aku mengerjapkan mata dengan bingung. Lelaki ini takut jika aku akan meninggalkannya? Aneh ...

'Itu tidak aneh Chara. Dia hanya ingin bersama mate-nya.'  Aku dapat merasakan Jade mendengus sambil memutar bola matanya.

"Aku tidak akan meninggalkanmu. Sekarang istirahatlah." Kataku.

"Kau janji?" Tanya Lucian tidak yakin. Dia tampak seperti seorang anak yang takut ditinggal pergi ibunya.

Aku mendesah pasrah. "Aku berjanji. Kau boleh memegang tanganku jika kau takut aku pergi." Aku memberikan penawaran saat melihat tatapannya masih tidak yakin.

Lucian tampak menimbang sebentar, tapi kemudian akhirnya dia mengangguk. Mata Lucian mengikuti gerakanku saat aku membenarkan selimutnya.

"Aku akan ada di sini saat  kau bangun." Kataku berjanji.

Lucian mengangguk sekali lagi dan akhirnya memejamkan matanya. Tangannya dengan erat menggenggam tanganku, menariknya ke atas dadanya.

Aku duduk di samping ranjang Lucian sambil memperhatikan wajahnya. Wajahnya tampak tirus dan dia juga tampak lebih kurus dari seminggu yang lalu.

'Lihat? Kau bahkan dapat langsung menilainya di saat bertemu minggu lalu. Bagaimana kau tahu dia lebih kurus jika kau tidak benar-benar memperhatikannya saat dia datang waktu itu?'

Kali ini aku yang mendengus dan memutar bola mata mendengar kata-kata Jade. Yah, walau yang dikatakannya memang benar.

Kembali, aku menatap wajah yang saat ini sudah mulai bernapas teratur itu. Sebuah perasaan hangat menyelimuti hatiku, apakah begini rasanya menjadi seseorang yang dibutuhkan?

Wajahnya pucat dengan raut sedih yang tampak lelah. Tapi itu sama sekali tidak mengurangi pesonanya. Aku memperhatikannya dengan lekat. Kulitnya putih bersih dengan rambut berwarna mahoni. Alisnya tebal dengan mata setajam elang. Hidung yang sempurna dan bibir bawahnya yang tampak lebih penuh dari bibir atasnya, sangat seksi. Dan jangan lupakan, jika kesemuanya itu dibingkai dengan tulang pipi yang tinggi dan rahang yang tegas. Luar biasa tampan.

Apakah begini wajah para Dewa Yunani yang sering digambarkan oleh orang-orang? Jika iya, maka harus kukatakan jika mereka benar tentang semuanya.

Aku mendengar Jade tertawa keras. 'Ada yang terpesona eh?'  Tanyanya mengejek.

'Diamlah Jade.'  Kataku memperingatkan. Jade masih tertawa. Sebersit rasa minder timbul dalam diriku. 'Jade, apakah dia tidak terlalu sempurna untuk kita? Coba kau lihat dia, dan ... coba kau lihat aku.'  Bisikku.

Ya Tuhan, kau menciptakannya dengan sungguh indah. Apakah ini adil baginya jika mendapatkan mate sepertiku?

'Chara, kau lihat sendiri bukan bagaimana sikapnya? Tidak semua orang seperti Aradi.'

Kata-kata singkat Jade cukup menjelaskan semuanya. Walaupun masih ada rasa ragu di hatiku, aku akan mencoba untuk menerimanya. Tidak ada salahnya.

'Ya. Karena ini memang sama sekali tidak salah.'  Kata Jade sambil tersenyum.

Aku menoleh ketika terdengar suara pintu yang terbuka. Dan sedikit gugup saat mendapati tiga orang yang baru masuk itu tersenyum penuh arti kepadaku. Kaleela bahkan tidak melepaskan tatapannya dari tangan Lucian yang memegang tanganku kuat.

"Ma-maaf, ini ... "

"Tidak apa-apa, Sayang. Tetaplah di sampingnya." Kata laki-laki yang baru aku sadari wajahnya sangat mirip dengan Lucian. Apakah dia Ayahnya?

"Aku sangat senang melihatnya dapat tidur dengan tenang seperti itu." Wanita itu berjalan dengan anggun ke arahku.

Aku menatap ke arahnya. "Apakah Anda Ibu Lucian, Nyonya?" Tanyaku pelan.

Wanita itu menoleh. "Astaga, di mana sopan santunku. Maafkan aku Sayang, aku lupa memperkenalkan diri. Ya, aku ibunya, namaku Maia. Dia ayahnya Lucian, Ledarius. Dan Sayang, jangan panggil aku nyonya. Tapi Mom dan Dad, Lucian serta Kaleela memanggil kami seperti itu." Katanya sambil menunjuk suaminya.

Aku menoleh ke arah Ayah Lucian yang juga tengah menatap ke arahku sambil tersenyum. Aku membalas senyumannya dengan kikuk. Mom dan Dad?  Sudah lama aku tidak mengucapkan panggilan seperti itu.

"Dan aku adik laki-laki itu." Kaleela menambahi sambil berjalan ke arah meja makan dan meletakkan bungkusan di sana. Dia menunjuk Lucian dengan dagunya. "Makanlah dulu Chara. Maaf, aku membawamu buru-buru tadi pagi. Kau pasti belum sarapan." Katanya tampak menyesal.

Aku tersenyum dan menunjuk tanganku yang ada di dada Lucian. Kaleela tampaknya mengerti karena dia tersenyum geli kemudian.

"Bahkan dalam keadaan tidur pun, dia masih saja suka berbuat seenaknya." Cibir Kaleela.

"Maafkan Lucian yang merepotkanmu Charlize." Ibu Lucian berbicara sambil mengelus rambut Lucian lembut.

"Aku tidak merasa direpotkan Nyo--maksudku Mom?" Sepertinya aku lebih kepada bertanya tadi. Sungguh, aku masih gugup memanggil mereka dengan sebutan seperti itu. "Dan panggil saja aku Chara."

Mom mengangguk. "Chara ... Lucian sangat menderita karena sebelumnya kau menjauhinya. Dia sangat sedih dan kecewa saat mengetahui mate-nya menolaknya. Seminggu yang lalu dia sangat frustasi. Dan akhirnya dia melampiaskannya dengan menyerang sekelompok rogue. Dan beginilah hasilnya." Katanya kemudian.

Aku menunduk. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud ... " Aku tidak melanjutkan kata-kataku. Aku sungguh benar-benar menyesal.

Mom menarik sebuah kursi dan duduk di sampingku. "Tidak Sayang, jangan meminta maaf. Justru kami sangat berterima kasih dengan kehadiranmu. Kau adalah anugerah dari Moon Goddess untuk kami. Lucian ... dia sempat terpuruk selama lima tahun terakhir ini, dan semua itu berubah saat dia menemukanmu."

Aku mendengarkannya sambil sesekali mengusap keringat di dahi Lucian. Mom tampak tersenyum melihatnya dan kembali melanjutkan kata-katanya.

"Dia memang sangat bodoh karena mendatangimu dengan cara yang salah. Seharusnya dia mengerti jika kau juga pasti memiliki trauma karena masa lalumu, bukan dengan langsung mendatangimu tiba-tiba dan mengatakan kau mate-nya. Aku tahu kau pasti terkejut."

Aku memang terkejut, terlebih lagi tentang masa laluku yang sempat disinggung Mom. Apa dia tahu? Apa mereka tahu tentang aku dan Aradi? Aku juga melirik ke arah Dad dan Kaleela yang tampak diam sambil mendengarkan.

Dan kata-kata Mom selanjutnya membuatku lebih terkejut lagi. Bahkan aku sampai menahan napasku.

"Tapi tolong jangan salahkan Lucian, Chara. Kami tahu mengapa dia melakukannya dengan terburu seperti itu, karena dia ... juga pernah merasakan sakitnya kehilangan mate."


TBC

***


Sekedar info..
Mina/Minas artinya bulan dalam bahasa Yunani.
Sedangkan Tou Mina maksudnya adalah 'Sang Bulan/Luna'.  


By

Skia

Continue Reading

You'll Also Like

51.4K 5.7K 43
bukan kami yang hendak memilih memiliki takdir seperti apa, sudah ketentuan moon goddess yang sudah menulis jalan kehidupan.... andai kami bisa di...
1.8K 372 33
Luke, seorang pemuda yang sedang berkelana dikejutkan oleh rumor pembunuhan di Troich, daerah para Dwarf. Rasa penasaran membuatnya ingin mengungkap...
7.4K 2K 25
Telepon hantu? HAH! Aku memutar bola mata. Dari sekian banyak urban legend yang pernah kudengar, telepon hantu adalah salah satu yang paling menggeli...
105K 11.7K 63
Status: COMPLETED, buku II seri kembar Tiara Chrysantee Len--kembar keempat "Pilih salah satu: mati di tanganku, atau bunuh dirimu sendiri."