My Mina ✓

By SkiaLingga

3.9M 288K 13.6K

Chara memiliki mate, tapi karena kesalahpahaman, mereka berpisah. Jadi, Chara memutuskan pergi untuk menyelam... More

My Mina
Prolog
Tou Mina (1)
Tou Mina (2)
Tou Mina (3)
Tou Mina (5)
Tou Mina (6)
Tou Mina (7)
Tou Mina (8)
Tou Mina (9)
Tou Mina (10)
Tou Mina (11)
Tou Mina (12)
Tou Mina (13)
Tou Mina (14)
Tou Mina (15)
Tou Mina (16)
Tou Mina (17)
Tou Mina (18)
Tou Mina (19)
Tou Mina (20)
Tou Mina (21)
Tou Mina (22)
Tou Mina (23)
Tou Mina (24)
Tou Mina (25)
Tou Mina (26)
Tou Mina (27)
Tou Mina (28)
Tou Mina (29)
EPILOG
Q and A

Tou Mina (4)

114K 10.7K 320
By SkiaLingga


"Love is as much an object as an obsession.

Everybody wants it, everybody seeks it.

But few ever achieve it, those who do will cherish, be lost in it, and among all, never forget it."   

_Curtis Judalet

________________________________________________________________


Chara's POV

Hujan yang mulai semakin deras membuatku sedikit cemas. Aku baru saja pulang belanja beberapa kebutuhan, dan tiba-tiba saja hujan turun. Dan saat ini aku sedang berdiri di halte, menunggu bus yang tidak juga datang sampai sekarang.

Aku mundur selangkah saat cipratan air hujan mengenai bagian bawah rokku. Pasangan yang tidak tahu tempat di sisi lain halte semakin membuat suasana hatiku lebih buruk.

Tubuhku tersentak saat kurasakan sebuah tangan menyentuh bahuku. Aku menoleh dan mendapati seorang laki-laki yang sedang menatapku lekat-lekat.

"Kau sendirian saja?" Tanyanya pelan.

Laki-laki ini werewolf. Aku dapat mencium aromanya. Jantungku sedikit berdegup cemas saat merasakan ada yang berbeda dari laki-laki ini. Unmate-wolf, bisikku dalam hati.

"Ya." Kataku singkat dan kembali menoleh ke depan. Aku tidak ingin berbicara terlalu lama dengannya.

Saat aku merasakan laki-laki itu ingin memegang tanganku, aku buru-buru menepisnya. Ada apa dengannya? Laki-laki itu ingin mengucapkan sesuatu, tapi tidak jadi karena kami dikejutkan dengan suara decitan ban yang sangat keras.

'Deg'

Aroma ini ...

Tubuhku menegang seiring terdengarnya auman Jade di dalam kepalaku. Astaga, suaranya keras sekali. Kepalaku jadi seperti berdentum keras.

'Jade, kau gila?'  Tanyaku kesal.

'Mate!'  Geram Jade dipikiranku.

Aku berbalik dan tersentak saat mendapati aku berhadapan dengan dada seseorang. Aku mendongak, dan degup jantungku terasa semakin cepat.

Tatapan matanya seolah menembus kepalaku ketika dia mengatakan, "Masuk ke mobil!" Aku dapat mendengar ada geraman dari suaranya. Matanya kali ini beralih melewati puncak kepalaku, menatap laki-laki di belakangku.

Apa katanya barusan? "Apa? Tapi .. "

"Masuk!" Dia memotong ucapanku.

"Hei, aku ... "

Laki-laki itu menoleh ke arahku. Matanya tampak marah. Dan semuanya terjadi begitu cepat. Aku merasakan tanganku ditarik secara paksa. Dan tiba-tiba saja aku sudah ada di dalam mobil dengan pintu yang terbanting di sampingku. Aku mengerjap beberapa kali saat laki-laki itu sudah duduk di balik kemudi.

Apa yang barusan terjadi?

Tidak ada satu pun yang berbicara. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Entah apa yang dipikirkan laki-laki ini.

Aku mencuri lirik ke arahnya. Dia juga seorang werewolf. Pikirku setelah aku dapat mencium aroma khas werewolf  di antara pekatnya aroma menggoda dari tubuhnya.

Aroma ini ... aku harus menenangkan Jade yang jadi lebih aktif sedari tadi. Berteriak memanggil mate-nya.

Aku memeluk karton belanjaan yang kupegang dengan kencang. Tidak! Aku belum yakin dia mate-ku. Bisa saja Jade salah. Karena aku sudah menemukan mate-ku sebelumnya. Dan tidak mungkin ada mate lain di dunia ini. Ini sama sekali tidak benar!

Kepalaku menoleh saat merasakan mobil ini berhenti. Ternyata sudah sampai. Sebelumnya aku ingin bertanya dari mana lelaki ini tahu rumahku. Tapi kuurungkan mengingat beberapa hari yang lalu aku melihat laki-laki ini di sekitar sini. Mungkin dia juga masih mengingatku.

Aku melirik sedikit takut ke arah kiriku. Aura lelaki ini sangat kuat dan mengintimidasi. "Ehm, maaf sudah merepotkan sebelumnya. Dan ... terima kasih sir." Ucapku pelan.

Setelah mengucapkan itu aku buru-buru keluar dari mobil. Sedikit terkejut saat decitan ban mobil itu terdengar sangat keras ketika laki-laki itu melajukan mobilnya dengan cepat menjauhi halaman rumahku.

'Pria aneh.'  Gumam Jade.

'Ya. Dan aku semakin yakin jika dia bukan mate kita.'  Balasku. 'Tidak. Tapi dia memang bukan mate kita. Kita tidak punya mate!'  Sambungku lagi.

Jade termenung di dalam sana. Entah apa yang dipikirkannya. Aku menutup gerbang dan langsung berjalan masuk ke dalam.

__________


Lucian's POV

Lelah, aku menghempaskan tubuhku dengan kasar di kursi dalam ruang kerjaku. Aku menutup mataku, berusaha menahan emosi Alec yang ingin mengamuk sedari tadi. Aku tidak menyangka gadis itu dapat mempengaruhiku seperti itu.

Tadi, aku baru pulang dari kunjungan pack di daerah timur saat tiba-tiba aku mencium aroma memabukkan itu. Aroma yang membuatku terus memikirkan pemiliknya saat aku pertama kali menciumnya beberapa hari yang lalu. Dan aku hampir saja mematahkan tangan unmate-wolf  sialan itu saat tadi dia mencoba menyentuh tubuh gadis itu.

Entah apa yang kupikirkan. Seolah dia memang mate-ku, aku seperti tidak terima ada yang menyentuhnya selain aku.

Sialan! Aku bahkan tidak yakin dia mate-ku. Tidak ada werewolf  yang memiliki dua mate di dunia ini. Ini tidak benar!

Tapi mengapa reaksi tubuhku saat berada di sekitar gadis itu seperti saat aku di dekat Katerina dulu? Bahkan kali ini lebih kuat.

Aku mengacak rambutku gusar. Gadis itu pasti terkejut dengan sikap kasarku tadi. Dan dengan tidak sopannya aku juga malah pergi begitu saja tanpa mengatakan apa pun.

'Tok ... Tok ... Tok.'

"Masuk!" Kataku dengan malas. Aku masih menutup mataku.

Suara pintu yang terbuka kemudian kembali di tutup terdengar. "Begitukah caramu menyambut kami Lucian?" Aku tersentak ketika mendengar suara lembut itu.

"Mom, Dad?" Aku berjalan ke arah mereka. Mom memelukku, kemudian Dad juga melakukannya. Aku mengajak keduanya ke arah sofa dan duduk di hadapan mereka yang duduk berdampingan.

Mom masih terlihat cantik di usianya yang sudah tidak muda lagi. Begitu pula dengan Dad, dia masih tampak sangat tampan dan gagah. Dia sama sekali tidak pernah kehilangan aura Alphanya. Aku tersenyum bahagia melihat mereka, tapi sekaligus sedih karena aku tidak akan pernah seperti mereka. Tidak tanpa mate-ku.

"Ada apa Dad dan Mom berkunjung tiba-tiba tanpa pemberitahuan?" Tanyaku membuka pembicaraan.

"Apakah seorang Ibu harus memiliki alasan dulu saat ingin menemui anaknya sendiri? Anak yang belakangan ini tidak mengingat jika dia masih memiliki orang tua untuk dikunjungi?" Tanya Mom sarkastis.

Aku tersenyum mendengar kata-kata Mom yang terbilang sedikit menyindir. "Maafkan aku Mom, belakangan ini aku sangat sibuk." Jawabku menyesal.

"Sibuk mengurusi pekerjaan, atau sibuk dengan gadis Indonesia itu?" Tanya Mom lagi yang membuatku terkejut. Ini pasti karena Kaleela. Siapa lagi yang akan mengatakannya selain gadis manja itu?

"Mom sudah tahu?"

"Kaleela mengatakan jika saat dia berkunjung kemari dia bertemu dengan gadis itu. Apakah benar apa yang dikatakan Kaleela jika kalian memiliki aura yang sama?" Kali ini Dad yang bertanya.

"Aku tidak tahu Dad. Kaleela hanya mengatakan seperti itu padaku."

"Lalu apa kau sudah menemui gadis itu?" Mom bertanya yang kujawab dengan anggukan. "Jadi?" Mom sepertinya sangat penasaran.

"Entahlah, aku tidak yakin dengan semua ini. Maksudku, kita semua tahu jika Moon Goddess hanya menciptakan seorang mate saja seumur hidup kita. Dan aku-"

"Mate?" Dad bertanya memotong ucapanku, dan Mom menatapku tajam.

Astaga, aku kelepasan. Aku menggaruk tengkukku sedikit gusar. Apa sebaiknya aku mengatakannya saja?

"Aku ... maksudku, reaksi tubuhku saat berada di dekatnya terasa seperti aku sedang bersama Katerina dulu. Aku tidak yakin, tapi perasaan itu seperti aku bertemu dengan mate-ku."

Aku dapat mendengar Mom tersentak. Mom menatap Dad seolah mengatakan sesuatu kepadanya. Tentu saja, mereka kan bisa berkomunikasi lewat mindlink. Kelebihan pasangan mate. Aku mendengus, lebih kepada cemburu sebenarnya.

Dad menatap menilai ke arahku. "Kau yakin?" Tanyanya.

Aku mengangguk. "Tapi seperti kataku tadi, aku tidak yakin dia mate-ku. Kita sama-sama tahu aku sudah kehilangan mate-ku lima tahun lalu. Jadi bagaimana mungkin?"

Dad tampak berpikir keras. "Besok siang datanglah berkunjung ke rumah." Katanya misterius. Aku hanya mengangguk, dan tidak lama kemudian mereka berdua berpamitan untuk pulang.

___


Dua orang pelayan menyambut di depan pintu saat aku hendak masuk ke rumah. Sudah sekitar dua bulan aku tidak mengunjungi kedua orangtuaku di rumah ini.

"Dimana orangtuaku?" Tanyaku pada seorang pelayan. Aku menangkap basah jika gadis itu sedang memperhatikanku sejak tadi. Dia sedikit gelagapan dan wajahnya merona.

"Di ruang kerja beliau, Alpha." Jawabnya.

Aku mengangguk dan langsung pergi dari sana sebelum gadis itu pingsan karena aku terlalu lama melihatnya. Hal itu bukannya tidak pernah terjadi.

"Masuk!" Jawab sebuah suara dari dalam saat aku mengetuk pintu.

Aku masuk dan mendapati keduanya duduk berdampingan dengan seseorang di hadapan mereka. Mereka semua menoleh secara serentak ke arahku.

Aku sedikit mengernyit ketika melihat penampilan tamu mereka. Dia memakai selendang tipis panjang yang menutupi rambutnya dan jatuh ke bagian dua sisi tubuhnya. Di bagian depan dahinya ada ukiran aneh yang aku tidak tahu apa artinya. Wajahnya yang dipolesi make-up yang terkesan gotic  itu membuatku tidak bisa menerka berapa usianya. Tapi sepertinya wanita berpenampilan cukup mencolok itu masih muda.

"Duduklah, Lucian." Kata Dad.

Wanita aneh itu terus memperhatikanku sampai aku duduk di sofa. Aku cukup risih saat matanya menilaiku dari atas sampai bawah. Aku menaikkan sebelah alisku saat wanita itu menaikkan sebelah sudut bibirnya.

"Anda benar-benar Alpha yang sangat kuat. Ternyata itu bukan hanya sekedar omongan saja." Katanya tiba-tiba. "Saya dapat merasakannya." Sambungnya lagi.

Aku menatap bingung ke arah kedua orangtuaku.

"Ini Galea." Kata Dad sambil menunjuk wanita itu. "Dia seorang peramal, dan Misica."

Misica? Masih ada Misica saat ini? Aku kira para penyihir keturunan peri itu sudah menghilang sejak lama.

"Senang bertemu dengan Anda, Alpha." Kata wanita bernama Galea itu dengan sedikit menundukkan kepalanya.

"Ya. Aku Lucian."

Galea mengangguk sambil tersenyum sopan. "Dapatkah kita mulai sekarang? Karena sepertinya Yang Mulia Maia sudah tidak sabar?"

Aku dan Dad melihat ke arah Mom. Dan benar saja, dia terlihat sangat berlebihan antusias dengan hal ini. Mom mengangguk dengan cepat.

Galea tersenyum dan mulai menutup matanya. Tangan kanannya tiba-tiba saja terangkat, dan bergerak. Seolah sedang menuliskan sesuatu di udara. Aku membelalakkan mataku saat melihat ukiran aneh di dahi Galea tiba-tiba saja bersinar. Hanya cahaya redup, tapi itu cukup mengejutkan.

Aku pernah mendengar cerita tentang Misica dari para tetua dulu. Mereka mengatakan jika Misica adalah keturunan dari peri dan penyihir. Karena darah penyihir mereka, Misica tidak di terima di dunia peri. Karena itulah mereka tinggal di dunia manusia.

Mereka sangat hebat. Memiliki sihir yang bagus dan kuat. Dan hal itulah yang membuat para peri tidak suka pada mereka. Sehingga beberapa ratus tahun silam, terjadi penyerangan dari dunia peri. Mereka ingin melenyapkan semua Misica yang dianggap dapat mengancam dunia para peri.

Aku mendengar Misica sudah punah beberapa puluh tahun yang lalu. Karena itu aku cukup terkejut melihat seorang Misica sedang duduk di hadapanku saat ini. Sepertinya dugaan jika mereka telah punah tidak benar.

Mungkin sudah sekitar sepuluh menit kami semua diam melihat Galea yang masih asik menulis di udara. Peluh bercucuran dari dahi dan pipinya. Kemudian, tiba-tiba saja dia menurunkan tangannya. Saat dia membuka matanya, aku melihat bola matanya berwarna ungu bercahaya –warna bola mata peri-- tapi sesaat kemudian kembali berwarna hijau seperti semula.

Galea tersenyum. Dan senyuman itu tampak semakin lebar ketka dia melirik ke arahku, membuat aku dan kedua orangtuaku menatapnya bingung dan juga penasaran.

"Kalian tidak akan percaya atas apa yang akan saya katakan." Katanya pelan sambil menormalkan napasnya yang masih tersengal.

Apa selelah itu hanya untuk sekedar meramal seseorang?

"Ada apa? Cepat katakan pada kami." Kata Mom tidak sabar.

Galea menatap ke arahku. "Bolehkah aku melihat telapak tangan kanan Anda, Alpha?" Tanya Galea sambil mengulurkan tangannya.

Aku sedikit mengernyit. Mom dan Dad mengangguk ke arahku. Akhirnya dengan pasrah aku memberika telapak tanganku. Galea tersenyum dan menarik tangan kananku ke pangkuannya.

Galea kembali menutup matanya. Dia menulis sesuatu yang tidak jelas di telapak tangan kananku dan setelah itu menutupnya dengan tangannya sendiri. Aku merasakan telapak tanganku menghangat. Saat Galea menggeser tangannya, aku mendengar suara terkesiap yang tidak hanya keluar dari mulutku saja.

Sebuah cahaya redup mulai bersinar dari telapak tanganku. Cahaya itu berkumpul di udara di hadapan kami, dan mulai membentuk sebuah kalimat yang aku tidak mengerti itu bahasa apa. Aku menguasai banyak bahasa, tapi yang ini, aku baru pertama kali melihatnya.

"Aum e Lunette nah siada anamia. Lia kan daso mirrale, lia kan daso kimara umi, si lia bae nuraki andasiae. Nue bi aleh si nue bae kan bi came. Lovva bi aleh si lovva bae kan bi came. Nue fane anare nue. Nue anare gavienna forea. Si finie an taus ka bae al anami nebu. E Alphaein kan stronga bae garrivane e mualia ciamara."  Galea membaca tulisan itu dengan pandangan takjub. Entah apa artinya.

Saat Galea selesai membacanya, tulisan itu mulai menghilang. Kami semua melihat ke arah Galea meminta penjelasan.

Aku dapat merasakan Alec yang mengaum seperti menunjukkan pengagungannya. Dia tampak tengah terlihat berterima kasih dengan suara aumannya yang menggema di pikiranku. Entah apa yang terjadi, Alec bereaksi seperti itu setelah Galea selesai membaca tulisan aneh itu.

'Terima kasihku untukmu Moon Goddess.'  Aku mendengar gumaman Alec sambil menundukkan tubuhnya. Apa maksudnya?

"Jelaskan apa artinya." Perintah Dad.

Galea menarik napasnya sejenak. Dan dia mulai berbicara, sepertinya menerjemahkan arti tulisan tadi sambil menatap langsung ke arahku.

"Sang Bulan telah menentukan takdirmu. Kau yang pernah kehilangan, kau yang pernah merasakan sakit, dan kau akan menemukan penawarnya. Dia yang pergi dan dia yang lain akan datang. Cinta yang pergi dan cinta yang lain akan datang. Dia juga adalah dia. Dia adalah hadiahku untukmu. Dan mulai dari saat ini akan ada takdir baru. Seorang Alpha yang kuat akan mendapatkan pendampingnya kembali."

Awalnya aku bingung apa maksud dari ucapan Galea. Tapi saat dia mengucapkan kalimat terakhirnya, aku dapat merasakan seluruh tubuhku merinding. Jantungku berdegup kencang. Mungkinkah? Apa ini yang menyebabkan Alec bertindak aneh seperti barusan?

'Aku tidak aneh. Sialan! Kau saja yang bodoh.'  Maki Alec.

Aku tidak memperdulikan Alec dan menatap ke arah Galea penuh harap. Apakah ini seperti perkiraanku? Apa aku tidak salah mengartikan kata-katanya barusan?

Seolah dapat membaca pikiranku, Galea mulai berbicara. "Mungkin ini memang aneh, tapi bukankah semuanya punya jalannya sendiri?" Kata perempuan itu memulai.

Aku tidak berkomentar, begitu juga dengan Mom dan Dad, kami lebih memilih mendengarkan. Dan Galea kembali melanjutkan kata-katanya.

"Alpha, apakah tidak sopan jika saya ingin menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat kepada anda karena sebentar lagi pack ini akan mendapatkan seorang luna?"  Tanya Galea sambil tersenyum penuh arti.

***

TBC


By 

Skia







Continue Reading

You'll Also Like

2K 470 39
[ WINNER OF ATP (Akhir Tahun Produktif) WITH FORWISTREE ] 2100, kala dunia dalam keadaan berbahaya, kiamat datang di saat semua orang tidak menyadari...
2.5K 779 42
"Kita akan melihat cahaya matahari, besok." Hanya itulah janji yang bisa diberikan kepada Celine oleh Cyril, lelaki yang seolah sudah menjadi cahaya...
7.4K 2K 25
Telepon hantu? HAH! Aku memutar bola mata. Dari sekian banyak urban legend yang pernah kudengar, telepon hantu adalah salah satu yang paling menggeli...
51.7K 4.7K 16
Highest rank #15 in Horror "Hei, mengapa kau menatapku seperti itu?" Tanyanya dari ujung ruangan yang gelap. "Matamu indah.." "Kau menyukainya?" Gadi...