My Mina ✓

By SkiaLingga

3.9M 288K 13.6K

Chara memiliki mate, tapi karena kesalahpahaman, mereka berpisah. Jadi, Chara memutuskan pergi untuk menyelam... More

My Mina
Prolog
Tou Mina (1)
Tou Mina (2)
Tou Mina (4)
Tou Mina (5)
Tou Mina (6)
Tou Mina (7)
Tou Mina (8)
Tou Mina (9)
Tou Mina (10)
Tou Mina (11)
Tou Mina (12)
Tou Mina (13)
Tou Mina (14)
Tou Mina (15)
Tou Mina (16)
Tou Mina (17)
Tou Mina (18)
Tou Mina (19)
Tou Mina (20)
Tou Mina (21)
Tou Mina (22)
Tou Mina (23)
Tou Mina (24)
Tou Mina (25)
Tou Mina (26)
Tou Mina (27)
Tou Mina (28)
Tou Mina (29)
EPILOG
Q and A

Tou Mina (3)

123K 10.3K 260
By SkiaLingga

"Love is not how we forget, but how we forgive.

Love is not what we see, but what we understand.

And Love is not what we hear, but what we feel."

_Anonymous

____________________________________________________________

Chara's POV

Aku tersentak kaget dan langsung bangun dari tidurku.

Astaga, mimpi itu. Bagaimana bisa aku memimpikan hal yang sangat mengerikan itu? Malam di mana aku harus menerima kenyataan jika mate-ku menolakku.

Sambil mengusap keringat dingin di dahi, aku coba untuk bangkit. Saat menoleh ke arah jendela, ternyata hari sudah gelap. Sepertinya aku terlalu lama tidur akibat kelelahan.

Dengan cepat Aku bangkit dan langsung membersihkan diri. Saat memeriksa lemari pendingin, aku terkejut karena melihat isinya yang hampir lengkap. Apakah sopan jika aku menikmati semua fasilitas ini tanpa mengucapkan terima kasih secara langsung pada Alpha itu?

Akhirnya kuputuskan untuk memasak makanan sederhana malam itu. Setelah selesai makan, aku memastikan semua pintu terkunci dan kembali tidur. Besok aku berencana untuk sekedar berkeliling agar lebih hafal dengan lingkungan sekitar, karena aku harus mencari pekerjaan juga saat ini.

Tidak berapa lama kemudian kurasakan mataku menjadi berat. Dan akhirnya aku tidak ingat apa-apa lagi setelahnya.

____

Pagi itu aku bangun cepat. Dan seperti rencanaku kemarin, setelah selesai sarapan aku memutuskan untuk berkeliling sejenak. Ternyata aku tinggal di pinggiran kota. Pantas saja tempat aku tinggal tidak terlalu ramai. Dan aku suka itu.

Aku berjalan sambil menimbang akan mencari kerja di mana. Sepertinya sebagai pelayan cafe boleh juga, atau petugas kasir mini market? Sebenarnya tabunganku masih cukup jika untuk sekitar dua bulan lagi, tapi aku tidak bisa jika diam saja. Lebih baik aku mulai mencari tambahan uang mulai sekarang.

Tapi semuanya tidak berjalan lancar seperti yang kuinginkan. Aku kembali ke rumah hampir tengah hari. Dan tidak satu pekerjaan pun yang aku dapatkan. Akhirnya aku memutuskan untuk membersihkan rumah sebelum memasak untuk makan siang. Lebih baik besok saja aku akan mencari pekerjaan lagi.

____

Lucian's POV

Aku membuka pintu ruang kerja dan terkejut saat melihat ada seseorang yang duduk di kursi kerjaku. Wajahnya tampak serius saat membaca berkas yang ada di tangannya. Sesekali dahinya mengernyit tidak suka dengan apa yang dia lihat.

"Kaleela, kapan kau datang?" tanyaku.

Gadis itu terlonjak dan menoleh ke arahku. Dia meletakkan berkas itu kembali ke atas meja kerja dan datang menghampiriku dengan tersenyum lebar, tapi ada kerut samar di dahinya. Tanda jika dia sedang berpikir saat ini. Aku tahu betul sifat gadis ini. Karena dia adalah adikku satu-satunya yang sangat aku sayangi.

Kaleela Chrysander.

"Hai, Kak. Aku sudah datang dari tadi, dan kau tidak ada." jawab Kaleela sambil bergelayut di lenganku.

"Aku ada rapat dengan beberapa orang. Kau kabur lagi dari rumah?"

Kaleela mengangguk. "Aku bosan di rumah. Mom suka sekali mengaturku ini-itu." katanya sambil mencebikkan bibir.

"Dan kau tetap melanggarnya bukan?" Tuduhku melihat bagaimana pakaiannya saat ini. Kaleela seperti akan pergi ke pesta malam saja. Dan dia hanya menyengir. Gadis itu mengikutiku saat aku berjalan ke arah sofa, kemudian duduk di hadapanku.

"Ada apa?" Tanyaku saat melihat Kaleela masih tampak berpikir.

"Ah ... apa?"

"Apa yang kau pikirkan?"

Kaleela tampak kembali berpikir sebelum akhirnya berbicara. "Kak, apakah yang tertulis di berkas itu benar?" Tanya Kaleela sambil menunjuk meja kerjaku.

Aku menarik napas panjang dan mengangguk pelan.

"Dasar bodoh, apa yang ada di pikirannya sampai menolak mate-nya sendiri? Apalagi dia seorang Alpha. Apa dia tidak punya otak? Bagaimana mungkin dia tidak tahu bagaimana menderitanya seorang werewolf  yang tidak memiliki mate?" Kaleela tampak kesal saat mengungkapkan apa yang dipikirkannya saat ini.

Seolah tersadar dengan apa yang dikatakannya barusan. Kaleela buru-buru menutup mulutnya dan menoleh ke arahku.

"Kak, maafkan aku. Aku tidak bermak-"

"Kau benar Kaleela. Tidak ada yang salah dari ucapanmu." Kataku menyelanya.

Kaleela tampak menyesal menatapku. "Sudah berapa lama gadis itu ada di sini? Dan di mana dia tinggal?" Tanya Kaleela.

"Sudah tiga hari. Aku memberinya tempat tinggal di pinggir kota." Jawabku.

Kaleela mengangguk dan senyuman cerah tampak di bibirnya. "Ayo kita kunjungi gadis itu. Lagi pula aku tidak punya teman di sini." Pintanya dengan semangat.

"Aku tidak bisa Kaleela. Pekerjaanku sangat banyak sekarang, dan aku tidak bisa meninggalkannya."

Kaleela mendengus. "Kau tidak bisa diandalkan. Ya sudah, aku pergi sendiri saja." Kata Kaleela dan langsung melangkah keluar dari ruanganku.

Aku menarik napas lelah dan menyandarkan tubuhku ke sandaran sofa. Memejamkan mataku dan mulai berpikir betapa tidak seimbangnya ini semua. Aku adalah seorang Alpha yang membutuhkan pendamping, tapi aku tidak lagi memilikinya.

Ya, tidak lagi! Bukan tidak ada.

Kadang saat pulang dengan rasa lelah, aku ingin ada seseorang yang bisa menjadi tempatku berbagi. Membuatku merasa nyaman, menghilangkan semua kekosongan yang saat ini aku rasakan. Aku memang tidak beruntung, karena aku tidak memiliki seseorang seperti itu.

Dan bodohnya, beberapa orang di luar sana malah seenaknya menolak mate-nya begitu saja.

Aku mendengus memikirkannya. Orang yang tidak berharap mendapatkan mate, malah mendapatkannya. Dan orang sepertiku, malah kehilangannya. Menyedihkan memang.

Sepintas, bayangan gadis yang baru pindah itu terlintas di otakku. Kesalahan apa yang diperbuatnya sampai mate-nya menolaknya? Aku rasa tidak ada yang salah dari gadis itu sehingga dia tidak bisa menjadi Luna. Dia tampak seperti gadis baik-baik, walau penampilannya sangat sederhana.

'Tapi aku merasa ada sesuatu yang menarik perhatianku dari gadis itu, Lucian. Aku merasakannya saat melihat fotonya waktu itu.'  Sebuah suara terdengar di kepalaku.

Dia wolf-ku. Namanya Alec.

Dan ya, dia sudah mengatakan hal itu sejak tiga hari yang lalu. Saat pertama kali kami melihat foto gadis itu dari berkas yang dikirimkan Adam. Alec terus memintaku untuk sekedar melihat gadis itu, tapi sampai sekarang aku belum juga melihatnya dengan mataku sendiri.

Walau begitu harus kuakui, jika aku juga merasakan hal yang sama dengan apa yang Alec rasakan.

______

Chara's POV

Sebuah suara mengaduh terdengar di belakangku saat aku baru saja akan membuka pintu pagar kayu di depan rumah. Berbalik, aku melihat seorang gadis yang sedang berusaha bangkit dari posisinya yang tertelungkup, aku yakin ia pasti terjatuh. Gadis itu bergumam, sepertinya mengumpat. Tapi aku tidak mengerti apa yang dikatakannya.

Aku berjalan ke arah gadis itu dan membantunya berdiri. "Lututmu berdarah. Ayo, kita obati dulu." Kataku sambil memapahnya memasuki rumah.

Gadis itu tidak protes dan mengikutiku masuk. Dia berteriak tertahan saat aku membersihkan lukanya dengan alkohol yang kutemukan dalam kotak P3K di lemari dapur. Aku mendapati gadis itu mencuri pandang ke arahku beberapa kali, entah apa maksudnya.

"Sudah selesai." Kataku saat telah selesai membalut lukanya dengan perban.

Gadis itu meringis, mungkin memikirkan bagaimana nasib kedua lututnya yang mulus itu setelah mendapatkan luka yang menurutku lumayan.

"Terima kasih. Hei ... siapa namamu?" Tanyanya padaku.

Aku mengangguk. "Namaku Charlize. Kau bisa memanggilku Chara."

"Aku suka namamu. Aku Kaleela." Katanya sambil tersenyum lebar.

Ya Tuhan. Dia cantik sekali. Apa jika aku secantik Kaleela, Aradi tidak akan menolakku saat itu?

Tidak. Tidak! Apa yang aku pikirkan? Aku tidak boleh mengingat hal itu lagi.

"Ehm, Kaleela ... aku baru di sini. Dan aku tidak mengenal siapa pun ... apa kau mau jika aku mengajakmu makan siang di sini?" Tanyaku sedikit ragu.

Kaleela tampak mengerutkan dahinya. Sepertinya dia tidak suka dengan ajakanku barusan, apa mungkin aku terlihat sok kenal dengannya? Aku baru saja akan meminta maaf saat kemudian Kaleela berteriak mengagetkanku.

"Tentu saja aku mau." Pekiknya dengan antusias.

Aku tersenyum ke arahnya. Dia gadis yang baik, mengingatkanku pada Amanda. Aku tidak pernah menghubungi Amanda sejak sampai ke tempat ini, tapi aku yakin jika hubungan persahabatan kami tidak akan pernah putus hanya karena tidak saling berkomunikasi.

"Kalau begitu tunggulah sebentar di sini. Lakukan apa pun yang membuat dirimu nyaman." Kataku pada Kaleela yang dianggukinya.

Aku mulai menyiapkan bahan dan memasak. Tidak sampai satu jam kemudian semuanya telah siap, karena aku hanya memasak makanan sederhana saja. Aku tidak tahu apa makanan khas Yunani, lagi pula aku juga belum tentu bisa memasaknya.

Aku memanggil Kaleela yang terlihat sedang menonton di ruang tamu. Dia berjalan ke arahku dengan tersenyum sambil meringis, wajahnya terlihat sangat lucu.

"Kau membuat sebanyak ini?" Tanya Kaleela yang heran melihat makanan yang ada di hadapannya.

"Cobalah," kataku. "Semoga kau suka."

"Ini sangat enak," kata Kaleela dengan wajah berbinar melihat makanan yang ada di piringnya.

"Kau boleh menghabiskan semuanya," ujarku sambil tersenyum.

"Dengan senang hati," jawab Kaleela semangat.

Dan benar saja, dia menghabiskan semua makanan itu tanpa tersisa. Aku terperangah melihat ke arahnya. Bagaimana bisa tubuh langsing itu menampung semua makanan tadi? Ternyata benar kata orang, jangan melihat orang dari luarnya. Seperti Kaleela yang terlihat anggun dan feminin di luar, ternyata dalamnya sangat berbeda.

"Ah ... aku kenyang sekali." Kata Kaleela sambil mengelus perutnya yang saat ini tampak sedikit membuncit.

Ketika hendak membersihkan meja dan mencuci piring, Kaleela menawarkan diri untuk membantu yang  segera kularang, kasihan kakinya masih sakit. Lagi pula, aku yakin Kaleela bukanlah tipe gadis yang terbiasa dengan pekerjaan seperti ini. Dia itu tampak seperti nona kaya dan manja jika di lihat dari penampilannya.

Aku menghampiri Kaleela yang sedang duduk di sofa sambil kembali menonton televisi. Kami bercerita cukup banyak. Kaleela mengatakan padaku jika dia adalah seorang werewolf, tentu saja aku sudah tahu sebelum dia mengatakannya. Karena aku sudah mencium aromanya lebih dulu. Tapi aku tidak tahu apa sebabnya Kaleela begitu jujur padaku.

Kaleela berpamitan pulang saat hari sudah beranjak sore. Kami sedang menunggu mobil yang menjemputnya di depan rumah dengan Kaleela yang melihat bunga-bunga yang belum sempat aku atur di halaman rumah yang kecil.

"Chara, apa aku boleh datang lagi ke mari lain kali?" Tanya Kaleela tiba-tiba.

"Tentu saja. Aku akan senang jika kau mau datang lagi ke rumahku." Jawabku. Sungguh, aku benar-benar senang jika Kaleela mau mengunjungiku lagi.

"Pasti aku akan datang lagi." Katanya.

Tidak lama kemudian mobil yang kami tunggu datang. Kaleela melambai padaku saat mobilnya sudah mulai berjalan. Aku masuk ke rumah yang kembali terasa sepi.

Semoga Kaleela memang akan datang lagi menemuiku.

____

Aku sedang membersihkan halaman rumah dan menata bunga pagi itu. Hari ini aku memutuskan untuk tidak mencari kerja. Karena sudah seminggu ini aku mencari pekerjaan, dan tidak ada yang cocok atau pun menerimaku. Alasan mereka menolakku adalah karena aku hanya bisa Bahasa Inggris dan tidak bisa berbahasa Yunani. Belum lagi aku ini warga negara asing.

Setelah menyeka keringat di wajah, aku mulai kembali menata bunga saat epasang kekasih berjalan di depanku sambil bergandengan tangan. Dari aromanya, aku tahu jika mereka werewolf. Mungkin mereka pasangan mate. Aku tersenyum miris mengingat aku tidak akan pernah melewati momen seperti itu dengan mate-ku.

Kadang aku bertanya, apa mereka juga mencium aroma wolf  dari tubuhku? Mengingat aku bahkan tidak bisa melakukan shift. Jadi bisa saja, aroma wolf-ku tidak akan tercium.

'Mereka juga bisa mencium aroma itu darimu, Chara.'  Jade tiba-tiba berbicara di pikiranku.

Aku tersenyum saat mendengar suaranya. Belakangan ini, semenjak kami pindah dari Indonesia, Jade jadi jarang berbicara. Dia lebih sering diam dan bersembunyi. Sampai kadang aku merasa jika Jade seperti meninggalkanku.

'Apa kabarmu Jade? Lama aku tidak mendengar suaramu.'  Balasku lewat mindlink.

Jade menarik napas panjang. Aku tahu dia semakin lemah saat ini, pengaruh mate itu memang benar-benar luar biasa. Tapi walau bagaimana pun, aku tahu Jade pasti akan kuat untuk menghadapi semua ini.

'Maafkan aku Jade. Ini semua terjadi karena aku. Kau tidak bisa bersama mate-mu karena dia menolakku. Maaf jika kau harus terjebak di tubuhku yang lemah ini.'  Ucapku menyesal saat merasakan Jade tertunduk sedih di dalam sana.

Jade menggeram. 'Apa maksudmu Chara? Jangan berbicara seperti itu. Moon Goddess pasti punya rencananya sendiri mengapa kita di satukan. Jangan menyalahi takdir Chara.'

'Tapi itu kenyataannya Jade. Aradi menolak kita karena aku yang lemah ini. Aku juga tidak cantik. Dia menolakku karena aku memang tidak pantas bersanding dengannya yang seorang Alpha.'  Aku menarik napas panjang. 'Aku bahkan tidak bisa melakukan shift. Sampai sekarang kita bahkan tidak tahu bagaimana wujudmu. Maaf Jade, kau harus mengalami semua ini karena kau harus bersama denganku.'  Sambungku lagi. Aku benar-benar merasa bersalah pada Jade. Karena aku, dia kehilangan mate-nya, mate kami.

'Aku tidak suka kau berbicara seperti itu Chara. Tidak ada yang terjebak di tubuh satu dan lainnya di antara kita. Kau-aku, kita satu. Jika kau mengatakan dirimu lemah, itu artinya kau juga mengatakan aku lemah. Kita ini satu tubuh Chara, dan akan selalu seperti itu. Kita akan selalu bersama.'  Ucap Jade tegas.

Aku tersenyum sedih mendengar Jade berbicara seperti itu. Beruntung aku memiliki wolf  sepertinya. Walau pun sifat kami bertolak belakang, aku dan Jade sadar jika kami memang saling membutuhkan. Yah, walau bisa dikatakan aku yang lebih membutuhkan Jade.

Jade ... aku bersyukur memilikinya di saat aku sendirian seperti ini.

Aku sedang mengangkat sebuah pot kecil ketika aku merasakan ada seseorang yang sedang memperhatikanku. Sepertinya dugaanku benar, karena Jade juga tampak siaga. Saat aku menoleh ke sisi lain, saat itulah aku melihatnya.

Laki-laki itu berdiri di dekat pohon, tepat di seberang jalan. Cukup jelas jika sekedar untuk aku melihat wajahnya.

Saat mata kami bertemu pandang, aku sedikit tersentak. Tiba-tiba saja napasku memburu, dan darahku berdesir. Menghantarkan perasaan geli yang turun dari dada dan berkumpul di perutku.

Aku mendengar Jade menggeram. Bukan geraman marah, tapi lebih seperti karena dia juga ikut merasakan perubahan di dalam tubuh kami yang secara mendadak.

Aroma yang sangat harum tercium samar-samar, dan semakin lama semakin kuat. Aku dapat merasakan kehadiran Jade menguat di dalam tubuhku saat mencium aroma itu. Aroma musk yang bercampur dengan kayu-kayuan. Sangat harum ...

Aroma siapa ini? Apakah aroma laki-laki itu?

'Jade, siapa laki-laki itu? Apa ini aromanya?'  Tanyaku lewat mindlink.

'Ya, aroma ini berasal darinya. Aku tidak tahu dia siapa, tapi ada sesuatu yang aneh dari laki-laki itu.' Jawab Jade.

'Apa?'  Tanyaku cepat.

'Apa kau merasakannya juga?'

'Ya.'

Aku tahu pasti apa yang dimaksud oleh Jade. Pasti tentang reaksi tubuh kami yang tidak biasa ini. Reaksi ini bukanlah sesuatu yang sering terjadi. Aku pernah merasakannya dulu saat pertama kali bertemu dengan Aradi. Itu artinya, kami hanya akan bereaksi seperti ini saat ...

Ya Tuhan! Tidak mungkin!

Dengan cepat aku menoleh ke arah laki-laki yang sedang menatapku dengan tajam itu. Tidak mungkin tubuhku bereaksi seperti ini, kecuali jika dia ...

'MATE!'

Jawab Jade di pikiranku.

_______

Lucian's POV

'MATE!'

Aku tersentak saat mendengar Alec mengucapkan kata itu sambil menggeram. Aku berusaha menahan Alec yang hendak keluar dari tadi. Entah kenapa dia jadi seperti hilang kendali.

Dan, mate?

Mengapa Alec mengatakan mate ke arah gadis itu? Apakah maksud Alec dia adalah mate kami?

Tapi, itu tidak mungkin. Lalu mengapa reaksi tubuhku mengatakan sebaliknya? Mengatakan jika gadis yang baru saja berlari ke dalam rumahnya dengan terburu-buru di depan sana adalah mate-ku?

'Tidak mungkin Alec. Kau tahu jika mate kita su-'

'Aku juga bingung Lucian. Tapi itulah yang kurasakan. Dan aku tahu kau juga merasakan hal yang sama.'  Jawab Alec.

Tidak. Ini tidak mungkin!

Setiap werewolf  hanya memiliki satu orang mate saja. Dan aku sudah kehilangan mate-ku lima tahun yang lalu. Aku melihatnya menghembuskan napas terakhirnya di hadapanku, dalam pelukanku. Jadi bagaimana mungkin tubuhku bisa bereaksi seperti ini?

Bisa saja ini hanya reaksi sementara, atau kebetulan. Mungkin aku mengalaminya hanya karena aku terlalu merindukan mate-ku. Ya, pasti begitu!

Aku berlari ke arah mobil dan langsung mengendarainya dengan sangat kencang. Dan hasilnya aku sampai di rumah dengan lebih cepat. Beberapa pelayan ada di sana terpekik kaget dan berteriak saat aku membanting pintu kamarku dengan keras.

Aku membaringkan tubuh dengan gusar di atas tempat tidur. Mencoba menenangkan diri dari pikiranku yang kacau. Dan hasilnya, aku malah semakin gelisah. Aku bahkan masih dapat mencium aromanya yang seperti mengikutiku sampai ke sini.

Gadis itu, dia memiliki aroma yang sangat luar biasa. Aroma kayu-kayuan dan bunga yang sangat lembut, bercampur dengan aroma manis gula. Sangat memabukkan. Harus kukatakan walau pun aku sangat menyesal, tapi gadis itu memiliki aroma yang memikat dan lebih harum dari Katerina. Mate-ku yang telah meninggal.

Aku menutup mataku menikmati sisa aromanya yang masih tercium. Dan mengingat kembali apa alasan yang menyebabkanku sampai memutuskan untuk melihat gadis itu.

*Flashback

"Kaleela, apa yang terjadi padamu?" Tanyaku pada Kaleela yang sedang berjalan tertatih ke arahku.

Kaleela meringis saat berjalan dengan kedua lututnya yang terluka. Wajahnya terlihat sangat menderita saat dia berusaha duduk di sampingku tanpa menekuk lututnya.

"Aku terjatuh." Jawab Kaleela setelah aku membantunya duduk.

"Astaga, kau ini sudah besar kenapa masih tetap ceroboh?"

Kaleela mendengus mendengar kata-kataku. "Mau bagaimana lagi? Memangnya aku meminta jika aku terjatuh?" Kesalnya.

"Apa sekarang sudah tidak apa-apa?" Tanyaku. Tetap saja aku khawatir padanya. Walaupun Kaleela bisa sembuh dengan cepat karena kelebihan yang dimilikinya sebagai werewolf, tapi tetap saja luka itu akan terasa sakit.

Kaleela mengangguk. "Sudah diobati tadi." Jawabnya. "Oleh gadis yang baru pindah dari Indonesia itu."

Aku menaikkan sebelah alis. Jadi, Kaleela benar-benar menemui gadis itu? Baik sekali dia mau mengobati gadis manja ini.

"Kau tidak berbuat yang aneh-aneh bukan?"

"Memangnya kau kira aku ini apa? Jangan membuatku kesal Kak. Kakiku sedang sakit, aku tidak mau menendangmu dengan kaki yang seperti ini." Balas Kaleela tidak terima. Kakinya saja yang sakit, tapi mulutnya masih saja tetap tajam.

"Ada apa? Apa sakit lagi?" Tanyaku saat melihat Kaleela mengernyitkan dahinya.

Kaleela menatap lekat ke arahku, serperti hendak mengatakan sesuatu. Aku menatap geli ke arah Kaleela yang sedari tadi membuka dan menutup mulutnya, tapi tidak ada satu kata pun yang keluar. Wajahnya tampak aneh dengan ekspresi berpikir sambil menahan rasa sakit.

"Ada apa?" Tanyaku mulai jengah dengan kelakuannya.

Kaleela akhirnya berbicara. "Ada yang aneh dengan gadis itu."

"Siapa?" Tanyaku bingung.

"Chara."

Chara?  Aku tidak pernah kenal dengan seseorang bernama Chara. "Siapa Chara?"

"Charlize. Gadis yang baru pindah dari Indonesia itu." Jawab Kaleela gemas. Aku baru saja akan bertanya apa yang aneh saat kemudian Kaleela sudah berbicara lebih dulu. "Aku merasakan aura yang sama dari kalian." Ungkapnya pelan.

Aku menoleh terkejut ke arah Kaleela. Aura kami sama? "Apa maksudmu Kaleela?" Tanyaku bingung. Kaleela memang bisa merasakan aura seseorang dengan lebih peka. Karena itu aku jadi penasaran.

"Kau, memiliki aura terkuat. Aura seorang Alpha. Dan aku juga merasakannya dari diri Chara, aura yang sama persis dengan milikmu." Kata Kaleela sambil menarik napas sejenak. "Bahkan ... mungkin saja lebih kuat." Kaleela mengucapkannya sambil berbisik pelan, tapi cukup jelas untuk sekedar aku mendengarnya.

*Flashback end

***

TBC

By

Skia 

Continue Reading

You'll Also Like

374K 44.6K 56
[SUDAH TERBIT] Karena rasa penasaran yang tinggi, Jungwon pemuda berusia 17 tahun tersebut nekat masuk ke dalam hutan yang dianggap angker oleh masya...
4.8K 2.6K 95
Versi Bahasa Inggrisnya sudah terbit dan bisa dibaca secara GRATIS di Amazon Kindle dan Kobo. https://books2read.com/BowlWorld --- Daftar Pendek (Nom...
17.7K 4.8K 29
[#1 - Echa, Feb-Mar '22] Echa punya dua kehidupan. Terkadang dia menjadi selebriti top yang bernama Rebecca Alessiya, terkadang dia menjadi gadis sek...
MIMOSA By an11ra

Teen Fiction

1.3K 171 4
Tidak ada satupun manusia yang bisa memilih siapa yang akan menjadi keluarganya, tetapi manusia bisa memilih dengan siapa dia akan membentuk sebuah k...