Guardian of Light [REMAKE]

By RedCherry98

342K 8.2K 1.3K

Apakah kau percaya pada sihir? Dunia yang mungkin tak pernah tergambar dalam anganmu? Ramalan yang menggambar... More

Prolog
Chapter 1 : Prince of Light?
Chapter 2 : Mysterious Girl
Chapter 3 : Out of Control
Chapter 5 : Curiosity
Chapter 6 : Promise
Chapter 7 : Blood Rain

Chapter 4 : First Impression

10.2K 786 84
By RedCherry98

"Anu ... aku ingin tanya, sejak kapan lambang itu ada di mata kananmu, Ciel?"

"Itu ... segel sihir? Sejak kapan?" gumam Louie, tak dapat menyembunyikan keterkejutannya.

Sementara Azra hanya menatapnya heran, diam dalam kebingungannya.

"Apa maksud kalian?" tanya Ciel sedikit heran.

Louie bergerak mengambil sebuah cermin yang tersimpan di dalam nakas tak jauh dari tempatnya berdiri, lantas menyodorkannya ke hadapan Ciel. Membuat pemuda beriris biru itu sedikit mengerutkan dahi mendapati lambang aneh yang tiba-tiba muncul di mata kanannya.

"Ahh, bentuk ini ... sihir pelindung bukan?" gumamnya pelan.

Ciel ingat bentuk simbol itu. Ia melihatnya dari buku yang pernah diberikan Azra padanya, dan ia tahu bahwa yang berada di matanya itu adalah lambang dari segel sihir pelindung.

Namun, siapa yang melakukannya?

"Apa waktu itu mereka melakukan sesuatu padamu, Ciel?" tanya Azra, membuat Ciel beralih menatapnya.

Pemuda itu menggeleng ragu. "Aku tidak yakin, tapi kurasa mereka belum melakukan apa pun padaku saat itu," ucapnya kemudian, "karena ada sesuatu yang melindungiku ...."

"Ahh! Lingkaran cahaya itu!" pekik Elena tiba-tiba, ia teringat pada sesuatu yang menyelimuti tubuh pemuda kelabu itu ketika mereka menemukannya pertama kali. Sesuatu seperti tembok aura yang melindungi Ciel dari segalanya, bahkan dari mereka.

"Benar, pemuda bermata emas itu mengatakan bahwa mereka tidak bisa membunuhku karena cahaya itu. Mungkinkah itu yang memicu segel ini muncul?"

"Tapi yang kutahu, sihir semacam itu tak akan muncul dengan sendirinya jika tak Ada yang menanamkannya padamu," balas Azra lagi, "dan aku tidak ingat bahwa ada yang menanamkan sihir pelindung padamu?"

"Jadi bagaimana lambang itu muncul?" sela Louie yang sejak tadi hanya diam. Ia benar-benar penasaran hingga tak lagi dapat menahan diri untuk bertanya.

"Kau yakin tak ada hal aneh yang terjadi saat itu, Ciel?" pemuda beriris aquamarine itu kembali menatap Ciel.

Ciel diam, berusaha mengingat apa pun yang ia rasa bisa diingatnya. Coba mengumpulkan klu yang menyusun potongan ingatannya, dan iris birunya sedikit melebar ketika mendadak teringat sesuatu.

"Ada ...," gumamnya lirih, membuat ketiga pasang mata berbeda warna itu kembali menatapnya.

"Ketika aku nyaris dikuasai kekuatanku, tepat sebelum ingatanku benar-benar menghilang ... ada seseorang yang memelukku, memohon padaku untuk berhenti," lanjut Ciel.

"Apa?!" pekik tiga orang itu nyaris bersamaan.

"Aku tidak ingat apa yang dia katakan, tapi entah kenapa aku merasa yakin ... aku mengenali suara itu."

"Suara siapa?" desak Louie. "Aku tidak melihat ada siapa pun di sana saat itu."

"Benar. Saat itu, kau tiba-tiba tenang dengan sendirinya sebelum benar-benar hilang kesadaran," Elena menambahkan.

Ini menjadi semakin membingungkan.

Menghela napas, Ciel kemudian mengangkat bahunya tak acuh. "Sudahlah, tak ada gunanya kita terus mempermasalahkan ini. Toh segel ini bukan sihir berbahaya yang akan membunuhku. Tak ada yang perlu dicemaskan.

"Jika kalian benar-benar ingin tahu, mengapa tidak bertanya pada Ratu saja? Dia tahu segalanya bukan?" lanjut Ciel pasrah ketika tatapan tak mengenakkan itu masih saja tertuju padanya.

"Kau benar!"

"Ehh?"

Dan Ciel berakhir dengan diseret oleh Louie dan Elena ke hadapan Ratu, diikuti Azra yang hanya melangkah dalam diam. Menatap Ciel dengan beribu pertanyaan.

#

"Aku ... tidak bisa melihatnya ...."

"Hah?"

Para Guardian tampak memasang raut heran yang sama ketika mendengar jawaban bernada pasrah dari sang Ratu. Oh, pengecualian untuk Ciel yang justru menghela napas lega. Ayolah, Ciel tak suka dibaca. Itu menyebalkan.

"Aku tidak bisa menembus segel itu dan melihat bagaimana ia ditanamkan," ucap Ratu memperjelas kalimatnya meskipun sebenarnya itu tak perlu.

"Perlu kalian tahu, sejak awal aku telah merasakan adanya sihir yang ditanamkan pada Ciel, tetapi aku tak bisa menembusnya. Tapi jangan khawatir, sihir itu tak berbahaya. Dan tentang ingatannya, juga akan kembali perlahan-lahan.

"Yang perlu kalian lakukan sekarang hanyalah mulai berlatih," tutup Ratu, masih dengan wajah tenangnya.

"Kami mengerti," sahut patuh para Guardian, termasuk Ciel. Mereka kemudian undur diri dari ruangan sang penguasa negeri. Menyisakan sang Raja dan Ratu-nya yang kembali termenung dalam diam.

"Jujur saja aku penasaran." Suara Ratu membuat sang Raja menoleh menatapnya.

"Tentang sihir itu?"

Ratu mengangguk. "Terakhir kali, aku merasakan kekuatannya amat lemah. Namun entah bagaimana, sekarang sihir pelindung itu benar-benar kuat. Seolah siapa pun yang menanamkan sihir itu, berusaha melidunginya dari apa pun ... bahkan dari kita."

"Apa maksudmu, Ratu?" tanya Raja, mendapati kalimat sang Ratu sedikit ambigu.

"Dia yang menanamkan sihir itu pada Ciel, seakan tak mengizinkan siapa pun menyentuh anak itu. Sihir atas sifat yang posesif ...," Ratu menjeda kalimatnya sesaat, "dia bahkan menolakku. Seolah-olah, ia membenci semua orang, kecuali Ciel ...."

"Jadi maksudmu ... yang menanamkan sihir itu adalah--" Raja tercekat, tak dapat melanjutkan kalimatnya.

Sementara itu, sang Ratu hanya kembali menggeleng samar.

"Aku tidak yakin soal itu. Untuk anak seusianya, rasanya itu mustahil ...."

"Tidak, jika Dia yang melakukannya ... itu bukanlah sesuatu yang mustahil," sela Raja sebelum sang Ratu menyelesaikan ucapannya. "Sebelumnya kita tidak dapat merasakannya karena kekuatan Ciel belum pulih. Tapi kemudian sihir itu aktif ketika Ciel telah mendapatkan sihirnya kembali."

"Dan lagi, ada satu hal yang dapat kutangkap ...."

"Apa itu?"

"Sihir itu, bukan pelindung biasa. Tetapi sihir pelindung tingkat tinggi. Aku mengenal lambang itu ...," sang Ratu menghela napas sejenak, "Dia bukan hanya menanamkan sihir, tetapi ...."

Ratu berucap lirih, nyaris tak terdengar, tetapi sang Raja terbelalak kaget ketika menangkap apa yang diucapkan sang Ratu.

"Apa?!"

#

"Hei, Luciel," Louie merilik Ciel yang melangkah santai di sampingnya.

"Hm?" gumam Ciel tak acuh.

"Aku masih penasaran, kautahu? Bahkan Ratu tidak bisa menembus segel itu? Seberapa kuat orang itu memasangnya?"

"Mana aku tahu? Jika kau sebegitu geregetan-nya dengan mataku, cungkil saja lalu buang. Dengan begitu kau tak akan melihat simbol ini lagi," balas Ciel masih dengan nada tak acuhnya.

Membuatb... bukan hanya Louie, tetapi ketiga Guardian lain yang ikut menyimak obrolan mereka kini membeku di tempat.

"Tu-tuan Muda ... kau menakutkan ...." Lynn menatap ngeri pada Ciel yang masih melangkah santai di depan sana tanpa menanggapi keempat temannya yang terkejut sebab ucapannya barusan.

Namun mendengar kata 'Tuan Muda' membuat Ciel menoleh dengan tatapan tajam.

"Namaku Luciel, bukan Tuan Muda." Ciel menatap tajam.

Bugh.

Dan langkah pemuda mungil itu terpaksa berhenti ketika ia tiba-tiba menabrak seseorang. Ciel kembali menatap ke depan dengan sedikit kesal. Cerulean-nya bertemu tatap dengan sepasang iris berwarna hijau yang seketika berbinar ketika mereka bertemu tatap.

"Tuan Muda?!"

Heh, baru saja Ciel berkata jika namanya bukan 'Tuan Muda', sekarang pemuda asing di hadapannya itu ikut memanggilnya seperti itu. Dengan mata berbinar pula.

Tepat ketika Ciel hendak melayangkan protes--

Bugh!

--pemuda itu lebih dulu membuatnya tercekik dengan sebuah pelukan yang mengerikan.

"Huwaaaa!! Tuan Muda Luciel, kau sudah kembali! Kau sudah besar yaaa! Tapi masih saja imut! Aku merindukanmu, Tuan Mudaaaaa!"

"Le-lepaskan aku!"

"Finn, kau bisa membunuhnya," tegur Louie sembari menyeret sadis pemuda aneh yang ia panggil 'Finn'.

Sementara itu, Elena terkekeh menepuk-nepuk pelan punggung Ciel yang kini menarik napas satu-dua. Nyaris mati.

Untuk sekali ini, Ciel kembali mempertanyakan sungguhkah ia berposisi sebagai Pangeran kerajaan? Di mana sikap santun semua orang?

"Ciel, dia Finnian. Dia adalah jendral yang memimpin pasukan di perbatasan sekaligus penjagaan di area segel," jelas Elena, memperkenalkan pemuda bernama Finnian itu kepada Ciel tanpa diminta.

Finn sedikit mengerutkan dahinya karena bingung. "Untuk apa kau mengenalkanku padanya?"

"Ingatannya masih belum kembali." Louie kembali bersuara.

"Apa? Bagaimana bisa?"

Dan pertanyaan itu hanya ditanggapi oleh gelengan tak mengerti dari yang lain. Membuat Finn ikut menatap heran.

"Apa yang kaulakukan di sini?" Azra menatap penasaran, tak biasanya Finnian terlihat di sekitar istana karena dia bertugas menjaga daerah di sekitar segel.

"Memberi laporan, seperti biasa," jawab Finnian singkat.

"Bagaimana keadaan di sana?" Lynn ikut menanyakan sesuatu yang mengganjal pikirannya.

Finnian menghela napas berat sesaat. "Semakin berbahaya. Kurasa kerusakan segel telah mencapai 40 persen," ucapnya kemudian.

"Yahh, kurasa itu jelas sekali terlihat," gumam Azra lagi, menoleh menatap salju yang lagi-lagi turun di luar sana.

"Hei, mana Ciel?" Suara Louie membuat yang lain tersadar bahwa pemuda beriris safir itu sudah tak lagi berada di sekitar mereka.

Elena bahkan menoleh bingung ke sana kemari. "Tadi dia masih di sebelahku, kok? Cepat sekali hilangnya?"

"Aku masih di sini." Suara Ciel terdengar dari sisi yang agak jauh dari yang lain, membuat semua orang menatapnya bingung.

Sejak kapan anak itu berpindah tempat? Suara langkahnya saja tak terdengar.

"Ohh, ya. Ciel."

Suara Azra membuat Ciel berbalik menatapnya. "Apa?"

"Apa kau sudah merasa benar-benar pulih?"

"Kurasa? Kenapa?"

"Jika begitu, maka sore ini datanglah ke ruang latihan. Kau akan mulai ikut latihan hari ini. Kita tak bisa membuang-buang waktu lagi," papar Azrael serius.

"Aku mengerti." Ciel mengangguk kecil sebelum kembali melanjutkan langkahnya dalam diam.

#

Pemuda itu menyandarkan tubuhnya pada pohon Oak di tepi danau, menatap butir-butir salju yang melayang perlahan dari langit. Sekali lagi ia mencoba menyamankan dirinya di atas hamparan rumput halus yang sedikit demi sedikit mulai terselimuti salju.

"Kau harus bisa mengendalikan kekuatanmu, atau itu akan membunuhmu."

Ciel menghela napas ketika lagi-lagi kalimat Azrael itu terlintas di kepalanya. Mengendalikan apanya? Cara menggunakannya saja ia tak tahu?

Ia beranjak dari tempatnya bersandar, mendekati tepi danau yang beriak tenang. Menatap permukaan air yang memantulkan wajahnya bagai sebuah cermin. Seseorang di sana balik menatap dengan tatapan sesayu miliknya. Ia menatap bayangannya sendiri.

Seolah sosok itu bertanya sinis padanya, Apa yang bisa kaulakukan?

Tatapan Ciel menjadi sedikit lebih garang, dengan kesal ia menyibak bayangan yang ia lihat di permukaan air. Membuatnya sedikit basah akibat terciprat. Mengapa tiba-tiba ia merasa begitu tak berguna?

"Sedang apa kau?"

Sebuah suara membuat Ciel tecekat. Bukan karena kaget, tetapi lebih karena ia mengenali suara itu. Dengan cepat ia berbalik, dan ia mendapati sosok seorang gadis bernetra serupa miliknya, balas menatapnya dengan tatapan dingin.

"Kau ...." Ciel menatap lekat sosok itu.

"Sampai kapan kau mau merenung tanpa melakukan apa pun? Aku tidak tahu bahwa kau secengeng ini ... Ciel," ucap gadis itu dingin.

"Siapa kau? Kau mengenaliku?" tanya Ciel tanpa menanggapi pertanyaan bernada sinis yang baru saja dilontarkan gadis itu.

Ekspresi sang gadis berubah untuk sesaat, sebelum kembali ke raut wajahnya yang tanpa ekspresinya seperti semula.

"Kau ... tidak mengenaliku?" tanyanya lirih, nyaris seperti menggumam.

"Ehh?"

Dan Ciel merasakan sesuatu yang janggal. Entah hanya perasaannya atau bagaimana, tetapi sekilas ia merasakan sesuatu yang sarat akan rasa sakit dan kecewa dari suara itu. Membuatnya semakin menatap tak mengerti.

"Maka kau tak perlu mencari tahu apa pun," sambung gadis itu lagi.

Tatapannya menjadi dingin dan semakin dingin.

Ciel berdiri dari posisinya dan sedikit menarik langkah mundur ketika gadis itu tiba-tiba melangkah mendekat, lantas berdiri tepat di hadapannya. Masih dengan tatapan dingin di wajahnya yang tanpa ekspresi.

"Apa kau masih tak tahu, bagaimana caranya menggunakan kekuatanmu?"

Terdiam sesaat, kemudian Ciel mengangguk ragu.

"Ohh ...."

"Ehh?!"

BYURR!!

Tanpa peringatan, gadis itu tiba-tiba mendorong Ciel ke arah danau. Membuat Ciel yang memang tak siap, jatuh begitu saja ke dalam air.

#

"Hei, di mana Luciel?" tanya Azra pada Lynn dan Elena yang lebih dulu berada di ruang latihan.

Keduanya hanya menjawab dengan gelengan kecil, tanda mereka pun juga tak tahu.

"Louie sedang mencarinya, mungkin dia di pinggir danau? Karena dia tak ada di kamarnya sejak tadi siang," jelas Elena.

"Dia tak ada di sana," suara Louie yang tiba-tiba datang membuat yang lain menatapnya.

"Lho? Jadi di mana dia?" tanya Elena heran.

"Haruskah kita mencarinya?" Lynn ikut bersuara, menatap yang lain dan meminta pendapat.

"Kita cari saja, dia hanya berada di sekitar istana. Auranya terasa kuat di sini," ucap Azra kemudian.

"Anak itu ... ada-ada saja. Suka sekali menghilang tiba-tiba," gumam Louie. "Yahh, kuharap dia tak berada di tempat yang aneh."

To be continued.

Catatan penulis.

Chapter 4 update.^^
Maaf yaa, update-nya agak lambat. Aku agak sedikit sangat sibuk belakangan ini. //ini mah telat banget, Cher!

Oke, terima kasih sudah membaca dan sampai jumpa di chapter selanjutnya.^^ //bow.

Best regards, Cherry.

Continue Reading

You'll Also Like

13.9K 1K 16
Sebuah pengamatan dan ungkapan. Sebuah teriakan melalui tulisan. Sebuah tangisan melalui diksi. Sebuah tawa melalui kata. Sebuah cinta melalui rasa. ...
12.2K 1K 23
" Dimana ini? " Seorang gadis berjalan di dalam kegelapan itu. Ketika dia membuka pintu itu. Langit biru di atas menunjukkan sebuah bulan dengan lu...
1.4K 302 22
Jupe juga bingung, ada seorang anak seumuran dengannya yang begitu mirip dan persis seperti dia. Bahkan para penculik kesulitan membedakan mereka. Si...
1.7K 528 5
[FANTASY X ACTION] Serafim terjerembab ke dalam dunia buku! Serafim Cinzelee tidak menyangka bahwa dunia buku milik Penulis Siré itu berbahaya! Tidak...