Guardian of Light [REMAKE]

By RedCherry98

342K 8.2K 1.3K

Apakah kau percaya pada sihir? Dunia yang mungkin tak pernah tergambar dalam anganmu? Ramalan yang menggambar... More

Prolog
Chapter 2 : Mysterious Girl
Chapter 3 : Out of Control
Chapter 4 : First Impression
Chapter 5 : Curiosity
Chapter 6 : Promise
Chapter 7 : Blood Rain

Chapter 1 : Prince of Light?

28.8K 1.3K 267
By RedCherry98

Pemuda itu membuka matanya perlahan. Mengerjap beberapa kali demi menyesuaikan cahaya yang terpantulkan oleh retina matanya. Pandangannya sedikit demi sedikit menjadi jelas, sampai kemudian ia menyadari bahwa ruangan tempatnya terbangun kini adalah tempat yang asing.

Ingatan terakhir tentang suara-suara aneh dan batu biru yang bercahaya kembali melintas dalam benak, membuat ia yang tadinya masih mengumpulkan nyawanya yang tercecer ke mana-mana segera tersadar penuh.

Tersentak, dengan cepat ia mengubah posisinya menjadi duduk. Seketika itu pula ia meringis karena nyeri yang menyerang kepala akibat pergerakannya yang tiba-tiba.

Suara derit pintu yang terbuka tanpa diketuk membuatnya menoleh cepat. Sosok seorang pemuda tinggi beriris ruby tertangkap oleh tatapannya.

“Ahh, kau sudah bangun, Ciel? Bagaimana perasaanmu?” tegur pemuda berobsidian merah itu, mendekati Luciel yang kini menatapnya waspada.

Luciel mengenali suara itu meski samar. Salah satu dari suara aneh yang terakhir kali ia dengar sebelum dirinya hilang kesadaran dan terbangun di tempat aneh ini.

“Siapa kau?” tanya Luciel ketus.

“Ehh?” Pemuda itu tertegun mendengar pertanyaan yang dilontarkan si pemilik iris biru.

“Aku tanya siapa kau? Di mana aku? Apa-apaan ini? Apa ini semacam penculikan? Aku akan melapor polisi!” semprotnya lagi dengan nada tak sabar.

Luciel bukanlah orang yang banyak bicara, apalagi banyak tanya. Namun melihat keadaan yang baginya tak wajar ini, ia merasa bahwa ia sedang tak bisa bersikap apatis sekarang. Ini menyangkut hidupnya.

Berlebihan kah?

Katakanlah begitu. Bukankah Luciel masih belum mengetahui apa pun?
Alisnya bertaut ketika pemuda di hadapannya bukan menjawab, justru tertawa kecil mendengar celotehannya yang beruntun seperti kereta api. Lantas ia sedikit menarik diri dan menjauh ketika pemuda berambut hitam itu melangkah mendekat dan duduk di sisi kasur yang ia tempati.

“Kau tidak berubah. Masih saja tidak sabaran,” celetuknya santai.

“Berhentilah berbicara seolah kau mengenalku. Jawab saja apa yang kutanyakan!”

“Bagaimana jika kukatakan bahwa aku memang mengenalmu?”

“Jangan bercanda!”

“Tapi kenyataannya memang begitu. Aku mengenalmu Ciel, sangat mengenalmu. Dan begitupun pula dirimu seharusnya.”

“Terserah. Jawab saja pertanyaanku.” Luciel mulai bingung sekarang.

“Baiklah, baiklah. Namaku Azrael—setidaknya kau bisa memanggilku begitu. Panggil Azra saja juga tak masalah. Kau sekarang sedang berada di Istana Cahaya. Ini bukan penculikan, dan kau tidak bisa melapor pada polisi di sini.” Pemuda bernama Azrael itu dengan tenang menjawab pertanyaan Luciel satu per satu.

Luciel terperangah.

Perasaannya saja, atau memang ada sesuatu yang janggal di sini?

“Lantas mau apa kau kemari?”

“Kepalamu masih sakit bukan? Aku kemari untuk memberikan ini.”

Azra menyodorkan sebuah mangkuk kecil yang berisi cairan kental berwarna hijau gelap ke hadapan Luciel, membuat sepasang cerulean miliknya kini menatap horror cairan menyeramkan itu.

“A-apa itu? Racun?” Ia semakin menarik diri. “Apa kau coba menculikku tapi gagal meminta tebusan dan sekarang berniat membunuhku?” lanjutya cepat, membuat Azra lagi-lagi terperangah.

“Pffftt … tidak, tidak.” Si iris ruby tak lagi dapat menahan kekehannya. “Ya ampun Ciel, ternyata tinggal di dunia manusia membuat pikiran-pikiran kriminal bersarang di otakmu ya?”

“Hah?”

Luciel, yang mulai di sini sebut saja sebagai Ciel hanya bisa kembali memasang wajah bodohnya.

“Maaf, maaf. Ini obat kok, bukan racun,” ujar Azra kembali menyodorkan ramuan itu lebih dekat.

Penjelasan itu tampaknya tak memberi pengaruh banyak bagi Ciel.

“Cih. Terlihat seperti aku mau meminumnya saja,” cibirnya.

“Tentu saja kau harus minum.”

“Aku menolak.”

“Bagaimana jika kuberi penawaran?” tawar Azra, membuat Ciel menatapnya serius kini. “Kau minum obat ini, setelah itu aku akan menjawab semua yang kautanyakan.”

“Hah?”

“Masih banyak hal yang membuatmu bingung, ‘kan? Aku akan menjelaskan semuanya jika kau mau minum ini.”

Ciel menatap enggan cairan hijau itu. Ini pilihan yang sulit. Mengapa orang ini menjual informasi dengan harga yang mahal sekali? Ciel tidak tahu benda apa yang warnanya hijau jelek itu. Ini menyangkut nyawa, kalau ia mati setelah meminumnya bagaimana?

Baiklah, lagi-lagi ia berlebihan.

Namun Ciel juga penasaran akan banyak hal … sepertinya ia tak punya pilihan.

“Berikan itu padaku!”

Azra tersenyum simpul, ia menyerahkan mangkuk itu ke tangan Ciel yang disambut dengan enggan oleh pemuda bersurai kelabu itu.

Ciel mendekatkan benda aneh itu ke hidungnya, sedikit membaui cairan kental itu untuk memastikan bahwa itu bukanlah racun. Aroma mint yang manis tercium oleh indera pembaunya, membuat pemuda itu kembali mengerutkan dahi.

“Kusarankah untuk meminumnya dengan cepat. Jangan dimuntahkan, oke?”

Dan saran yang baru saja terlontar dari Azra membuat Ciel kembali menatap curiga. Namun, ia takkan mengetahui apa pun jika ia tak mencoba. Jadi dengan cepat ia menyorongkan mangkuk itu ke mulutnya dan menghabiskan isinya dengan sekali telan.

“Hoekk … apa ini?!” Dan Ciel nyaris memuntahkan benda itu. Sayang ia tak dapat melakukannya karena benda itu telah dengan mudah mengaliri tenggorokannya.

Detik itu juga, Ciel mencatat benda hijau jelek itu sebagai rasa paling mengerikan yang pernah melewati kerongkongannya.

Dan yang lebih menyebalkan lagi, baunya menipu.

“Sudah kubilang itu obat. Cukup berguna ‘kan? Seharusnya sakit kepalamu sudah berkurang sekarang.”

Ciel tertegun.

Benar juga. Ia tak sadar sebelumnya, tetapi sepertinya sakit kepala dan tubuhnya yang tadi terasa lemas sekarang benar-benar pulih setelah ia meminum benda itu. Yahh, meski begitu, bukan berarti ia akan sudi meminum benda itu untuk yang kedua kalinya.

Percayalah, rasanya lebih dari sekadar mengerikan.

“Baiklah, Ciel. Karena kau sudah meminumnya, aku pun juga akan menepati kata-kataku.”

“….”

“Tempatmu berada sekarang ini adalah Istana Cahaya, dan di sini adalah kamarmu. Raja dan Ratu meminta kami untuk menjemputmu dari dunia manusia, karena kami membutuhkanmu saat ini. Dan lagi, kau dirasa sudah cukup dewasa untuk meneruskan takhta Raja.”

“Hah?” Ciel tertegun.

Apa tadi katanya?

“Kau di sini untuk melindungi negeri ini. Karena kau adalah Prince of Light, dan kau adalah salah satu dari lima Guardian yang mempunyai tugas untuk menjaga Holystone. Tanpamu, kami tak akan bisa melindungi negeri dari Eternal Darkness yang semakin mengancam akhir-akhir  ini.

“Sebagai satu-satunya keturunan Raja, hanya kau, Pangeran Cahaya, yang bisa mengembalikan cahaya Holystone. Sementara kami berempat hanyalah para Guardian yang tugasnya menjaga batu-batu suci itu sekaligus sebagai pelindungmu. Karena itulah kami membawamu kemari sebelum waktu yang direncanakan untuk persiapan penyegelan baru Eternal Darkness.”

Tik. Tok. Tik. Tok.

Ciel melongo seperti orang bodoh sekarang. Otaknya yang biasa di atas rata-rata entah mengapa kini seakan berhenti bekerja.

“Kau bilang apa tadi?” tanyanya polos, membuat Azra facepalm karena penjelasan panjang lebarnya tak sedikit pun tertangkap oleh bocah kelabu itu. Ini lebih sulit dari yang ia kira.

“Begini, kami para Guardian sudah mulai merencanakan strategi dan taktik untuk menyegel Eternal Darkness. Tapi kami sadar bahwa kami membutuhkanmu juga untuk mengumpulkan kembali Holystone yang saat ini terpisah-pisah dan mengembalikan cahayanya untuk mengaktifkan segel, jadi—”

“Apa kau sedang berdongeng? Hal konyol apa yang kaubicarakan sejak tadi?”

Ciel memotong penjelasan Azra, ia sudah tak tahan dengan ucapan konyol dan aneh yang sejak tadi diceritakan orang itu. Pemuda bersurai kelabu itu tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya dengan ling-lung. Ia nyaris gila sekarang.

Azra hanya bisa mendengus kecil dan tersenyum maklum melihat reaksi yang diberikan bocah kelabu itu. Ada sedikit rasa kecewa, namun ia sudah dapat menduga hal itu.

“Aku tidak bercanda, ini serius Ciel,” kata Azra masih dengan nada tenangnya.

“Aku masih tidak mengerti. Dark? Light? Apa itu?” Ciel mengacak rambutnya bingung, “Sekarang aku tanya, bagaimana caraku pulang?” lanjutnya sembari menatap Azra tajam.

“Tidak ada. Toh ini adalah rumahmu. Aku tak akan melarangmu jika kau ingin kembali ke dunia manusia, tapi kau baru boleh melakukannya jika penyegelan berhasil dilakukan.”

“A-apa? Apa maksudmu? Ini bukan rumahku! Aku mau pulang.” Nada bicara Ciel meninggi sejenak, kemudian menjadi lirih nyaris tak terdengar.

Lagi, Azra hanya bisa mendengus kecil dan tersenyum maklum. Ini memang tak akan berjalan mudah.
Ia meraih telapak tangan Ciel dan sedikit menarik pemuda itu, Ciel yang masih tak mengerti hanya mengikutinya dalam diam.

“Kau mau membawaku ke mana?”
Pemuda itu tak menjawab, membuat Ciel hanya bisa berdecih kecil.

Mereka berjalan menyusuri lorong. Sepasang iris milik Ciel menatap takjub bangunan besar itu. Sampai akhirnya mereka mencapai bagian belakang istana. Azra membuka pintu kayu besar yang menjadi satu-satunya penghalang mereka untuk mencapai bagian luar istana.

“Ayo.” Lagi, pemuda itu menarik lengan Ciel yang kembali hanya dituruti oleh pemuda bertubuh mungil itu.

Sepasang cerulean milik Ciel kini berbinar takjub menatap sekelilingnya. Pemandangan yang ia tangkap begitu menjejakkan kakinya di luar istana benar-benar membuatnya terpaku. Sangat cantik.

Ciel tak mengenakan alas kaki saat ini, dan ia dapat merasakan bahwa rumput berwarna kebiruan yang dipijaknya tak terasa seperti rumput. Tumbuhan yang terhampar di luasnya halaman istana itu terasa lembut di kulit, mengingatkannya pada pada bulu milik kucing tetangganya yang selalu membuatnya bersin.

Rumput berwarna kebiruan itu sehalus bulu kucing.

Dan lagi, yang membuat Ciel lebih takjub adalah langitnya. Langit yang ia lihat sedikit berbeda dengan azure yang biasa tertangkap oleh matanya. Langit berwarna keunguan itu entah mengapa membuatnya merasa tenang hanya dengan menatapnya.

Ia merasa seolah tempat ini memanglah tempatnya. Segalanya terasa … familier.

Azra menarik Ciel yang masih menatap takjub sekeliling sedikit lebih menjauhi istana, membawanya ke sebuah danau kecil yang berada di halaman belakang. Ia kemudian menuntun Ciel ke sebuah pohon besar yang berdiri angkuh di tepi danau, lantas menarik pemuda itu untuk duduk di sebelahnya.

“Kau lebih tenang sekarang?”
Pemuda kembali tersenyum ketika Ciel mengangguk kecil.

“Aku akan menjelaskan semuanya dari awal.”

Dan Ciel kembali mengangguk, ia kini sepenuhnya menyimak setiap kata yang diucapkan pemuda bersurai gelap itu. Memang ia tak punya pilihan selain mendengarkan. Terus membantah hanya akan membuatnya semakin pusing sendiri.

“Seperti yang kaulihat, ini adalah tempat kau tinggal seharusnya, Negeri Cahaya. Dan kau adalah penerus takhta Raja untuk memimpin negeri ini kelak. Dunia tempatmu tinggal sekarang bukanlah dunia manusia.”

“Jadi ini semacam dunia sihir?”

“Tepat.” Azra kembali tersenyum, “Dan yang menjadi pemicu adanya kehidupan di dunia ini adalah Holystone.”

“Holystone?”

“Holystone adalah batu suci yang menjadi sumber kehidupan dunia ini. Jumlahnya ada lima, masing-masing memiliki warna dan elemennya tersendiri. Dan para Guardian, yang tadi sempat aku sebutkan, adalah lima orang ksatria yang memiliki tugas untuk menjaga batu suci itu.

“Aku adalah guardian dari Holystone merah, elemenku adalah api.”

Azra mengulurkan tangannya ke hadapan Ciel, dan saat itu juga kobaran api yang tak begitu besar keluar bersamaan dengan cahaya kemerahan yang muncul dari telapak tangannya. Lagi-lagi Ciel menatap takjub.

“Hebat! Apa kau bisa sulap? Itu hebat sekali.”

Azra kembali terkekeh mendapati reaksi polos itu. “Bukan, bukan. Ini bukan sulap. Tetapi kekuatanku. Kau pun memiliki kekuatanmu sendiri.”

“Aku juga? Maksudmu aku juga bisa mengeluarkan api?” Ciel menatap tangannya sendiri.

“Tentu tidak. Setiap Guardian memiliki elemennya masing-masing, tergantung dari batu yang dijaganya. Aku memiliki kekuatan ini karena yang kujaga adalah Holystone merah,” jelas Azra lagi.

“Holystone merah berasal dari batu ruby. Elemennya adalah api, dan warnanya mewakili keberanian. Kautahu? Kekuatanmu dapat terlihat dari warna matamu. Penyihir biasa memiliki warna iris hitam atau cokelat, sementara penyihir yang menguasai elemen memiliki warna sesuai kekuatannya.”

“Mata?”

“Benar. Contohnya warna matamu, menunjukkan bahwa kau adalah Guardian dari Holystone biru. Batu itu sendiri berasal dari batu safir, mewakili elemen air dan melambangkan ketenangan.”

“Hebat….”

“Boleh kulanjutkan?” tanya Azra, dan senyumnya melebar melihat Ciel yang mengangguk antusias. “Ketiga yang lainnya adalah Holystone hijau, kuning, dan putih.

“Holystone hijau adalah emerald, mewakili elemen alam dan melambangkan harmoni. Holystone kuning adalah citrine, elemen tanah dan melambangkan kekuatan. Lalu yang terakhir Holystone putih, berasal dari aquamarine, mewakili elemen angin dan melambangkan hati yang bersih.”

Ciel masih tak bisa menyinkronkan informasi yang didapatnya itu dengan logika dan ilmu pengetahuan yang ada dalam otaknya, namun ia mulai berpikir bahwa ini menarik. Tak ada salahnya mendengarkan bukan? Toh ia juga tak tahu harus berbuat apa sekarang. Tak ada yang bisa dia lakukan.

“Selama bertahun-tahun, kami hidup dan bertugas dengan baik tanpa ada masalah yang berarti. Namun beberapa tahun lalu, terjadi sesuatu … seseorang mencoba melepaskan segel Eternal Darkness dan melepaskannya. Darkness sendiri adalah kegelapan yang membawa kesedihan, bencana, kemarahan dan penderitaan. Dan tugas para Guardian adalah menjaga batu yang menjadi inti dari segel itu.

“Karena keadaan dirasa semakin berbahaya, untuk memperkecil risiko hancurnya segel, para Guardian pendahulu kita memisahkan lima Holystone ke lima tempat yang berbeda dan memadamkan cahayanya.”

“Kenapa mereka lakukan itu?”

“Karena jika salah satu saja dari batu itu hancur, keseimbangan dunia sihir akan buyar. Begitupun segel Eternal Darkness akan hancur saat itu juga. Mereka menyembunyikan batu itu dan memadamkan cahayanya agar tak dapat ditemukan.

“Menurut perhitungan, segel terakhir yang dibuat seharusnya masih mampu menahan Darkness selama dua atau tiga abad lagi. Namun entah mengapa, belakangan ini segel itu mulai rusak dan keadaannya semakin lama semakin parah. Darkness perlahan-lahan keluar dari segelnya dan membuat kegelapan di berbagai wilayah.”

“Ehh.” Ciel yang masih serius menyimak sedikit tertegun ketika sesuatu yang dingin menyentuh hidungnya. Ia menatap heran ke arah langit yang entah sejak kapan menjadi gelap.

“Salju?” gumamnya mendapati ribuan butir kristal es putih itu melayang jatuh dari langit, “bukankah sekarang sedang musim panas?”

“Ahh, itu adalah salah satu efek lepasnya Darkness.” Suara Azra membuat Ciel menatapnya kembali, “Jika telah lepas sepenuhnya, bukan hanya salju itu, tapi seluruh dunia sihir akan diselimuti kegelapan. Kau tahu apa artinya itu bukan? Tak ada cahaya, tak ada kehidupan.”

“Maksudmu … mati?” Ciel terpaku.

“Bahkan menurut perhitungan, segel itu mungkin tak akan mampu bertahan hingga akhir musim panas ini. Karena itulah rencana penyegelan baru harus sesegera mungkin dilaksanakan, jika bisa sebelum segel itu benar-benar terlepas.”

“Kalau begitu kenapa kalian tak melakukan apa pun dan hanya santai-santai saja? Cepat segel benda aneh itu!”

“Hei, hei, itu tak semudah yang kaukira, lho. Karena para Guardian yang sekarang adalah generasi baru. Masih banyak yang belum kita kuasai, terutama kau! Bahkan ingatanmu tentang dunia ini saja belum kembali.” Azra terkekeh kecil.

“Aku masih tak habis pikir, apa hubungannya semua ini denganku. Hidupku sebelum ini biasa-biasa saja, tak ada yang istimewa.”

“Oh, benar juga. Aku lupa soal itu!”

“Soal apa?”

“Saat terjadi kekacauan beberapa tahun yang lalu, kau nyaris terbunuh. Dan untuk melindungimu, Raja bersama empat Guardian lain memutuskan untuk menyembunyikanmu di dunia manusia. Saat itu usiamu masih tujuh tahun.

“Demi melindungi rahasia tentang dunia sihir dan negeri ini, ingatanmu akan semua hal itu disegel. Tapi seharusnya ingatanmu kembali begitu kau pulang kemari, namun entah mengapa … ya, kau tahu sendiri.”

“Tunggu, tunggu! Kenapa mereka ingin membunuhku?”

“Karena kau satu-satunya keturunan King of Light. Jika kau mati, maka Raja tak akan memiliki penerus. Sudah kukatakan bukan? Yang dapat mengembalikan cahaya Holystone hanyalah Pangeran Cahaya. Sementara tugasku dan tiga Guardian lainnya adalah melindungimu.”

“Pa-pangeran? Aku?”

Ciel tak habis pikir. Ia tahu, dia memang tampan seperti seorang pangeran, tapi dia hanya manusia biasa. Jika ia harus menjadi Guardian yang menyegel dark-apalah-itu lalu mati … tidak, tidak. Ini tidak lucu.

“Ya, kau.”

“Mana mungkin … lagipula waktunya tak akan cukup. Akhir musim panas, itu kurang dari dua bulan lagi! Aku tidak mungkin melakukannya!” Ciel frustrasi sekarang.

“Karena itulah, kita akan melakukannya bersama-sama.”

Sebuah suara lain membuat keduanya menoleh, dan mereka mendapati seorang pemuda bersurai pirang berdiri di balik pohon yang mereka sandari.

“Louie?”

“Bisa tidak sih, cepat sadari keberadaanku?” tegur pemuda pirang itu sembari sedikit terkekeh melihat dua orang itu tampaknya cukup terkejut.

“Cieeeell!!”

“Ehh?!” Ciel tersentak ketika mendengar suara lain tanpa wujud yang memanggil namanya, namun itu tak berlangsung lama.

Bruukk.

Pemuda beriris safir itu melesak kaget ketika tiba-tiba saja seorang anak perempuan bermata hijau emerald melompat dari atas pohon kemudian memeluknya.

“Kau sudah sadar? Aku merindukanmuuuu!!” pekik gadis pirang itu, membuat Ciel nyaris mati sesak dan tuli di waktu yang sama.

“Si-siapa kau?! Lepaskan aku!”

“Ehh?” Kini ganti gadis pirang itu yang tertegun. Azra menghela napas untuk yang ke sekian kalinya melihat keributan di sekitarnya.

“Kalian membuatnya takut,” tegur Azra, ia menepuk pelan pucuk kepala Ciel, “ingatan anak ini belum kembali.”

“Apa?!” Pekikan yang sama terdengar dari sepasang pemilik surai pirang.

“Bagaimana bisa? Seharusnya dia sudah mendapatkan ingatannya sekarang?” tanya Louie dengan raut bingung. Lagi, Azra hanya mengangkat bahu.

“Ciel, kau mengingatku kan? Aku Elena! Dan ini Louie. Kau mengingat kami ‘kan?” Gadis bernama Elena itu mendesak Ciel dengan nada tak sabar dan mata berkaca-kaca.

“Len, jangan mendesaknya begitu. Ingatannya pasti akan kembali perlahan-lahan.” Azra mengusap pelan surai ikal Elena. “Lebih baik kalian mengenalkan diri padanya, dia pasti kebingungan sekarang.”

Keduanya menatap Ciel intens, sampai Louie membuka suara lebih dulu. Ia berjongkok menyamakan posisinya dengan Ciel.

“Namaku Louie. Kau mungkin tidak mengenalku, tapi aku sahabatmu,” ucapnya dengan senyuman. “Oh, iya, aku adalah Guardian dari Holystone putih. Aku akan membantu latihanmu nanti.”

“Namaku Elena. Aku Guardian Holystone hijau. Tunanganmu,” susul Elena.

“Tunangan?” Ciel kembali tertegun.

Oke, ini konyol dan semakin konyol. Ciel berurusan dengan anak perempuan saja tidak pernah, dan sekarang tiba-tiba memiliki tunangan?

“Kau tak perlu memikirkan itu sekarang,” lanjut Elena lagi sembari sedikit tersenyum getir.

“Ahh. Di sini rupanya kalian semua.” Satu lagi suara lain yang membuat semuanya menoleh.

Ciel mendapati seorang gadis lain dengan rambut kemerahan dan berpakaian seperti maid menghampiri mereka.

“Ada apa, Lynn?” tanya Louie ketika gadis itu berdiri di antara mereka.

“Raja dan Ratu memanggil. Mereka ingin bertemu dengan Tuan Muda,” jawab gadis bernama Lynn itu. “Kalian sedang membicarakan apa?”

“Tidak ada, hanya sedikit perkenalan singkat.”

“Perkenalan?”

“Ingatannya belum kembali.”

Dan gadis bernama Lynn itu mengangguk samar, lantas tersenyum kecil.

“Baiklah, aku akan memperkenalkan diriku juga. Namaku Evelyn, tapi untuk lebih mudahnya kau boleh memanggilku Lynn. Aku adalah Guardian Holystone kuning, sekaligus pelayan pribadimu, Tuan Muda Ciel.”

“Jangan memanggilku Tuan Muda.”

“Ehh?” Mendadak, semua tertegun mendengar celetukan yang diucapkan Ciel, membuat pemuda berobsidian biru itu menatap bingung sekitarnya.

“Apa? Aku tidak suka panggilan itu. Terdengar aneh,” lanjut Ciel, membuat semua menghela napas.

Itu kalimat yang mereka tahu selalu diucapkan Ciel dulu. Sebab dia telah menganggap Lynn seperti kakaknya sendiri, ia tak pernah suka jika gadis itu memanggilnya dengan sebutan tuan. Sekilas mereka pikir, ingatan Ciel mungkin kembali. Ternyata tidak.

“Sudahlah, lebih baik kita temui Yang Mulia dulu.” Azra mengulurkan tangannya, cahaya kemerahan muncul di sana dan tiba-tiba saja ia menggenggam sebuah buku bercover cokelat yang cukup tebal, lalu menyerahkannya pada Ciel.

“Itu adalah catatan sejarah dunia sihir dan negeri ini. Mungkin tak akan banyak membantu, tapi kurasa kau tak akan keberatan untuk membacanya bukan?” lanjut Azra lagi sembari berdiri. Ia mengulurkan tangannya pada Ciel dan menariknya berdiri kemudian, diikuti oleh tiga orang yang lain.

“Kita mau ke mana lagi?”

“Kau harus mengganti pakaianmu, kemudian menghadap Raja dan Ratu karena mereka memanggil,” jelas Azra singkat.

Ciel memang masih mengenakan seragam sekolahnya saat ini, dan ia sendiri baru menyadarinya. Sementara semua orang di sekitar Ciel tampak seperti mengenakan pakaian-pakaian yang digunakan oleh para bangsawan Eropa. Lucu juga, terlihat seperti Ciel berjalan di antara sekumpulan cosplayer.

“Tenang saja. Kau akan segera terbiasa. Toh ini memang rumahmu.”

Ciel kembali menghela napas. “Kuharap begitu.”

Ia tahu yang selanjutnya tak akan berjalan mudah.

To be continued.

Catatan penulis.

Chapter pertama update.^^
Masih agak membingungkan ya? Yahh, ini genre fantasi sih, aku sendiri juga perlu memeras otak untuk menulisnya. Jujur saja, genre fantasi itu sulit. Kkk...
Jalan ceritanya akan semakin mudah dimengerti perlahan-lahan.^^ (*semoga.)
Yosh, terima kasih sudah membaca. Sampai jumpa di chapter selanjutnya. #bow.

Best regards, Cherry.

Continue Reading

You'll Also Like

1.7K 528 5
[FANTASY X ACTION] Serafim terjerembab ke dalam dunia buku! Serafim Cinzelee tidak menyangka bahwa dunia buku milik Penulis Siré itu berbahaya! Tidak...
308K 12.8K 11
Di masa depan, jika seorang anak sudah berumur 13 tahun mereka harus dipindahkan ke distrik yang sesuai dengan tahun, bulan, dan tanggal kelahiran me...
1K 168 8
Ayolah, Vader menargetkan misi baru? Lebih konyolnya monster tua itu memerintahkan Lima Leanders Bersaudara yang beringas dan berotak encer untuk men...
26.6K 2.4K 143
[Novel Terjemahan] Buku 1 Dalam hidupnya, Putra Mahkota Han Ye dari Da Jing pernah mengajukan dua pertanyaan- "Ren An Le, apakah kamu ingin bergabun...