Missing You

By KurotsugiYuichi

5.6K 401 13

Fanfiction for Kagamine Rin and Len "Proof of Life" and "Soundless Voice" Sudah setahun lamanya ia pergi, nam... More

Your Voice breaks Me
I Can't Forget You, Even If I Want To
The Worst Mistake
The Memories
Goodbye and See You Again 1
Epilogue

Goodbye and See You Again 2

691 46 0
By KurotsugiYuichi

Hei Len-kun, apa kau tahu? Aku selalu merasa beruntung telah memilikimu, sebagai saudaraku..., sebagai temanku..., sahabat yang akan selalu ada dalam suka dan dukaku..., dan... sebagai... puzzle pelengkap hidupku!

Hei Len-kun, aku sangat bahagia. Jadi, jangan khawatir lagi, nee, Len-kun. Arigatou nee, otanjoubi omedetou, Len-kun!!!

Ini hadiah dariku, semoga bermanfaat bagimu! Sebuah binder dan diary!!! Aku tahu, kau tak suka mengatakan hal-hal yang mengganggumu, hal yang membuatmu khawatir, baik kepadaku ataupun orang lain. Maka dari itu, aku membelikan ini untukmu. Kata Kaito-niisan dan Miku-san, "Kertas adalah teman yang baik untuk curhat, karena ia tak punya mulut untuk memberitahukannya kepada siapapun. Kecuali, kau meletakkan benda tersebut sembarangan." Tapi... aku yakin Len-kun tak akan seperti itu. Kenapa aku bisa yakin? Hihihi, aku juga tak tahu!!

Nah, Len-kun!! Otanjoubi omedetou!!! Gomen kalau selama ini aku membuatmu susah, gomen kalau aku membuatmu kesal, gomen kalau aku mengecewakanmu. Arigatou naa, Len-kun!!! Sayounara!!!

RIN KAGAMINE

☆☆☆

(Len's POV)
"Teto-chan, Luka-neechan, Miku-san bahkan Kaito-nii baik-baik saja kok. Jangan khawatir, Rin-chan!", ujarku bahagia.

"Hmmm, bagaimana dengan Len-kun sendiri?", tanyanya yang membuatku terdiam. Ia pun menatapku penasaran. Pandangan matanya... rasanya dapat melubangi kepalaku dan melihat isi pikiranku.

"A-aku... tidak tahu Rin-chan", ujarku terbata. Sejujurnya, aku ingin mengatakan semuanya. Aku tak dapat menahannya lagi. Aku ingin mengatakan... bahwa aku... sangat merindukannya. Tiada hari kulewatkan tanpa memikirkannya. Memutar ulang kenangan manis saat masih bersamanya. Memperlihatkan kembali... berulang-ulang... senyumnya... yang amat manis itu!!!

Tapi... MULUTKU TERKUNCI!!!! Amat rapat, hingga rasanya kepalaku penuh, hatiku pun penuh... seperti balon... yang siap meledak kapan pun ia bisa.

"Hei, Len-kun! Aku... merindukanmu", ucapannya itu mengagetkanku. Seperti dapat membaca pikiranku, ia dapat mengeluarkan kalimat itu... rasa itu.... yang memenuhi dan membuat kepala seperti balon, membuat hatiku berdenyut... seperti jantung, amat menyakitkan.

"K-ka-kau... merindukanku?", sebuah pertanyaan meluncur mulus dari mulutku untuknya.

Ia menatapku. Lalu senyumnya melebar. Senyum yang amat kurindukan. Senyum yang amat kunantikan. Senyum yang menghiasi hidupku.

"Tentu saja aku merindukanmu, bodoh! Siapa yang tak merindukan saudaranya sendiri?", kalimat retoris itu menyadarkanku. Apabila... aku mau berkata jujur, menyampaikan semua rasa, pikiran yang menggangguku akannya, inilah saatnya!!! Tak akan ada lagi kesempatan selain saat ini, karena... Rin-chan.... mungkin akan menghilang lagi.

"Aku... juga merindukanmu. Aku merindukanmu setiap waktu. Detik-detik, menit-menit, jam, hari-hari, bahkan berminggu-minggu hingga berbulan-bulan... kuhabiskan dengan menyendiri di kamar kita. Memikirkanmu, mengingatmu. Nee, Rin-chan... apakah ini suatu kesalahan???", tanyaku padanya lalu aku menundukkan kepalaku. Makin dalam hingga menyentuh kedua lututku.

"Kau tidak salah, Len-kun!!!", perkataannya membuatku memalingkan kepalaku dan menatapnya. Rin-chan menatap padang didepan. Padang gandum yang amat luas berwarna kuning keemasan. Dia pun memalingkan wajahnya ke arahku dan menatapku. Matanya... dipenuhi dengan... rasa BERSALAH.

"Apa... maksudmu?", tanyaku lirih. Telah cukup lama kami duduk di tanah berumput yang landai ini, namun tak ada angin yang menhampiri.

"Kau tak bersalah Len-kun!!!", ucapnya lebih jelas. Aku pun menunggu kelanjutan kata-katanya.

"Kau... tak bersalah. Karena... kenyataannya... aku terlalu egois... untuk melepasmu", ucapnya. Saat itu... aku baru merasakannya. Angin sejuk datang... melewati kami... membawa semua beban... yang berada dipundakku selama ini. Entah mengapa, aku merasa... aku telah bebas!!!

☆☆☆

(Flashback ON)
Pagi itu, aku terbangun karena merasakan guncangan kecil di tanganku. Aku pun melihat Rin-chan yang telah terbangun dari tidurnya yang cukup lama.

"O..oh-oha...you... L-Len...-kun", sapa Rin-chan lirih dan terbata-bata.

Aku pun menatapnya sejenak. Semenit kemudian, aku merasakan... suatu dorongan... untuk... meneteskan air di mata ini.

"R-Rin-chan... ohayou! Dai...jou...bu?", tanyaku padanya. Aku pun melihatnya menganggukan kepalanya lemah.

Sebenarnya aku sadar. Saat itu, seharusnya... aku memanggil sensei (dokter) untuk memeriksa keadaan Rin-chan. Tapi, aku ingin... berdua dengan Rin-chan... sebentar saja. Hanya berdua... saja.

"Ne... Rin...-chan", aku memanggilnya dan ia pun melihatku dalam diam. Aku menatap wajahnya agak lama, "A-aku... aku... aku mi-minta ma-", tepat sebelum aku menyampaikan apa yang ingin kusampaikan, pintu kamar ini terbuka, dan masuklah seorang sensei beserta dengan beberapa perawat.

"Ahh, untunglah sang pasien sudah sadar", ujar salah seorang perawat.

"Hei, kau yang disana!!! Kau pasti saudara kembar dari Kagamine-san ini kan???", tanya sang sensei yang akhirnya kuketahui bernama Yuzuki-sensei.

Aku pun mengangguk. Kulihat Rin-chan menatap Yuzuki-sensei penuh minat. "Aku ingin menyampaikan sesuatu padamu, ikutlah denganku, Kagamine-san!", ujar Yuzuki-sensei (Yuzuki Yukari).

Aku pun menatap Rin-chan sejenak. Melihat Rin-chan mengangguk (mengizinkan ku pergi), aku pun segera beranjak dari situ, mengikuti Yuzuki-sensei ke ruangannya.

*Ruangan Yuzuki Yukari-sensei*

"Ada apa sensei memanggilku??? Ada apa dengan kondisi Rin-chan, sensei??", tanyaku, segera sesampainya kami di ruangannya.

"Silahkan duduk terlebih dahulu, Kagamine-san", ujarnya.

Aku pun mendudukan diriku dan menunggu Yuzuki-sensei mengatakan apa yang akan dikatakannya. "Kagamine-san, gomen. Bukannya saya tak ingin lebih berusaha dalam menyelamatkan Kagamine Rin-san tapi... ini sudah sampai pada batas kemampuan saya", ucapnya pelan. Rasanya... sesuatu yang amat besar menghalangi usahaku untuk menelan.

"Sebelumnya saya akan mengatakan diagnosa penyakit Rin-san dengan jujur", perkataannya membuatku menahan nafasku tanpa sadar.

"Kagamine-san, sebenarnya.... beberapa bulan ini, Rin-san telah... terdiagnosa.... mengidap penyakit kanker otak stadium 4",ucapnya pelan mengagetkanku. Aku merasa... aku mulai sesak nafas.

Memori-memoriku mulai bermunculan. Aku pun teringat akan kata-kata Rin-chan yang sering meminta izin padaku untuk pergi jalan-jalan dengan teman-temannya atau kenalan-kenalan kami.

"Len-kun... nee, nanti aku akan pergi ke aquarium bersama Gumi-chan dan Neru-chan. Aku akan pulang jam 2 kok, jadi jangan khawatir yaa!!"

"Len-kun, besok.... aku akan pergi ke Mall 'A', mall yang baru itu!!! Sama siapa??? Hmm... sama See U-chan. Tenang saja Len-kun!!! Aku akan pulang jam 5 sore, pasti!!!"

"Len-kun... nanti aku akan pergi ke taman buah di Nagoya. Tenang Len-kun!!! Aku pasti pulang kok!!! Sama Luka-neechan dan Miku-san. Ckk... Len-kun, khawatirnya berlebihan deh!!!"

Aku tak dapat membayangkan, kenapa Rin-chan... merasa perlu membohongiku. Aku... saudara kembarnya kan??? Aku juga yakin... kami selalu melalui waktu kami bersama selama ini. Jadi kenapa??? Apakah... aku tak memiliki... arti bagimu..., Rin-chan??? Sampai... kau... harus membohongiku.

Sakit!!! Sakit sekali hatiku ini. Rin-chan... apa sebenarnya... ini semua salahku??? Apa aku yang tak peka???

Aku tak mengerti lagi. "KAGAMINE-SAN!!!", aku segera menengadahkan kepalaku dan memerhatikan Yuzuki-sensei. Aku tahu... aku... terlalu tenggelam dalam lamunanku.

"A-ah... yaa, gomen Yuzuki-sensei. Jadi.... apakah masih ada hal penting lainnya???", tanyaku sesegera mungkin.

"Ada!!! Sumimasen Kagamine-san, tapi... saya memprediksi Rin-san... hanya memiliki... waktu... 5 hari atau... kurang dari itu", ucapan Yuzuki-sensei menyentakan diriku. Membuatku berhenti bernafas untuk sejenak. Membuatku merasa waktu pun berhenti dan segalanya berhenti bergerak.

Aku merasa.... sangat... kacau. Kenapa??? Kenapa selalu... Kenapa kami... selalu... mendapat derita ini??? Kenapa aku... selalu berakhir... sendiri???

♡♡♡

Aku pun berjalan dengan perlahan menuju kamar Rin-chan. Betapa aku merasa tak memiliki tenaga lagi. Betapa aku merasa tak punya semangat lagi. Betapa aku merasa... kosong..., hampa..., tak berdaya.... Aku... membenci saat-saat seperti ini. Aku membenci rasa ini!! Rasa seperti tak mampu melakukan apa-apa!!!

Aku pun berdiri di depan kamar Rin-chan. Kuletakan kepalan tanganku di depan pintu kamar Rin-chan. Aku merasa... tak sanggup. Aku tak mampu untuk bertemu dengannya saat ini. Tapi... apabila aku tak bertemu dengannya.... aku....

Aku pun memberanikan diriku untuk memasuki ruang rawat Rin-chan kembali. Ruang rawat yang terasa menghantui pikiran dan hatiku. Ruang rawat.... tempat Rin-chan... akan... menghabiskan sisa hidupnya.

Betapa mengerikan semua yang kupikirkan ini. Aku pun melirik Rin-chan yang ternyata sedang melamun. Sambil menatap salju yang turun di luar jendela dengan perlahan, Rin-chn terlihat... bagaikan lukisan yang... tak akan pernah dapat kugapai. Nafasku tercekat. Rin-chan yang mendengarnya pun segera menoleh. Senyum manisnya hadir menghiasi wajahnya yang pucat.

"Len-kun, kau sudah kembali!!! Apa kata Yuzuki-sensei???", tanya Rin-chan sambil memperhatikanku, suaranya sudah tak terlalu serak lagi. Ia pun sudah tak terbata-bata lagi.

Aku pun terdiam tak mampu menjawab. 'Rin-san.... hanya memiliki waktu hidup 5 hari lagi." Mengingat kalimat menyakitkan itu, membuat mataku memanas. Hatiku mendidih, dan tanpa sadar aku bertanya padanya, "Hei... Rin-chan... sebenarnya... aku ini... apa??? Bagimu aku ini apa???"

Kudengar Rin-chan tertawa geli lalu ia pun menjawab perkataanku, " Tentu saja kau ini adalah saudara kembarku, Len-kun no ba...ka!!"

Aku pun menengadah. Menatap wajahnya cukup lama. Lalu... kalimat yang sebenarnya.... sangat tak ingin kulontarkan itu... keluar begitu saja. Terdengar amat lirih dan tak berdaya.

"Kalau begitu... kenapa kau membohongiku??? Kenapa kau menyembunyikan hal sepenting ini sendirian??? Kenapa.... kau.... tak memberitahuku.... bahwa kau.... selama ini menderita kanker,..... Rin-chan????"
(Flashback OFF)

☆☆☆

"Apa... maksud perkataanmu Rin-chan???", tanyaku terbata. Aku memperhatikan Rin-chan menundukan kepalanya, memperhatikan kakinya yang bebas bergerak tanpa terkekang oleh sepatu atau sandal itu.

"Kau tahu maksudku Len-kun. Kau... pasti tahu. Kau harus tahu!!! Kau... harus tahu... bahwa... aku adalah orang egois yang tidak ingin dilupakan. Terutama.... oleh saudara kembarku sendiri", mataku melebar mendengar perkataannya.

Aku tak mempercayainya. Lalu Rin-chan melanjutkan perkataannya, "Selama ini, aku selalu berada di sisimu Len-kun. Aku berharap, dengan berada di sisimu setiap saat, kau tak akan pernah melupakanku, dan... ternyata benar, kau tak pernah melupakanku. Tapi, sekarang aku tahu, dengan selalu mengingatku, kau menjadi seorang penyendiri Len-kun. Semua orang tak menyukai perubahanmu itu, Len-kun. Termasuk... aku", jantungku berdetak cepat, kuperhatikan dirinya yang mengangkat wajahnya dan... aku segera terkejut.... begitu melihat matanya berkaca-kaca.

"Len-kun, inti dari semua percakapan ini.... aku ingin.... Len-kun kembali seperti yang dulu. Aku ingin.... Len-kun mulai menerima kenyataan... bahwa aku telah pergi meninggalkan sisimu. Aku juga... akan berusaha... untuk melupakanmu, agar aku... bisa segera bereinkarnasi, dan mungkin... dengan bereinkarnasi, suatu saat.... aku akan bertemu kembali denganmu", tanpa sadar air mataku turun perlahan. Aku juga tak menyadari sejak kapan mataku mulai berkaca-kaca. Yang kuketahui, kali ini... Rin-chan.... akan benar-benar pergi... meninggalkanku, meninggalkan dunia ini. Melupakanku dan... membuat memori baru, kenangan... baru.

Tanganku menggapai dan segera kupeluk tubuhnya yang rapuh itu. Air mataku jatuh dan membasahi gaun putihnya.

"Jangan.... jangan pergi... jangan biarkan aku.... melupakanmu. Jangan.... JANGAN BUANG AKU!!!", tangisku tak dapat ditahan, kupererat pelukanku pada tubuhnya. Tak kulihat ekspresinya saat ini, yang kutahu, ia menolak pelukanku. Ia mendorongku... menjauh.

"Kau... tak bisa begini terus, Len-kun!!! Kau....HARUS melupakanku!!!", ucapnya tegas sambil menatap wajahku serius.

Wajahku tertunduk. Aku hanya dapat menatap rumput hijau yang bergoyang itu. Salahkah aku bila aku ingin terus mengingatmu, Rin-chan???

"Hei, Len-kun", Rin-chan memanggilku, dan aku mendongakan sedikit kepalaku untuk melihatnya. "Sebentar lagi, kau akan bangun. Nee, bukan mauku seperti ini, tapi.... LUPAKAN AKU,nee", ucapannya mengiringiku tidur, kembali ke dalam dunia gelap yang sebelumnya menghisapku, tak membiarkanku keluar. Namun kali ini, setelah semua bebanku terangkat, ada cahaya kecil yang membuatkan jalan terang bagiku untuk melangkah.

Cahaya kecil ini.... membawaku menuju....

☆☆☆

(Flashback ON)
Kulihat dirinya terdiam. Tubuhnya terlihat kaku. "A-apa maksudmu??? Si-siapa.... yang memberitahumu???", tanyanya. Aku pun tak menjawab. Mulutku terkunci. Lalu.... seolah telah terbebas, mulutku mulai berkata-kata kembali, "Tentu saja, Yuzuki Yukari-sensei."

Ia pun terdiam lalu menghela nafasnya. Ia pun menatapku. Sulit untuk mengartikan tatapannya saat ini dan ia pun bersuara, "Aku... tak ingin kau khawatir, Len-kun."

Dahiku berkerut samar, alisku bertautan. "Aku akan lebih khawatir bila kau tak menyampaikan kondisimu secara jujur, Rin-chan. Lagipula... kita adalah saudara. Sudah sewajarnya kau memberitahu kondisimu padaku", ujarku kesal.

Kepalanya menunduk, ia tak mau melihatku. "Gomen, Len-kun."

Aku pun menghembuskan nafasku. Aku tak tahu, apa yang mau kulakukan lagi. "Setidaknya, sekarang.... kita menghabiskan waktu bersama, iya kan, Len-kun?", tanya Rin-chan sambil menatapku ragu-ragu.

Aku pun memejamkan mataku lalu kuelus kepalanya. "Kalau... itu maumu", ujarku.

♡♡♡

Hari-hari selanjutnya, kulewati dengan bercanda gurau bersama Rin-chan. Terkadang, apabila Rin-chan sedang tertidur, aku pun memainkan piano tua yang berada di ruang musik.

Tak sengaja, aku menemukan nada-nada yang cocok lalu terangkailah sebuah lagu.

♡♡♡

Semakin lama, keadaan Rin-chan semakin mengkhawatirkan. Aku pun meminta pada pengurus rumah sakit untuk memindahkan piano tua itu ke kamar Rin-chan, agar ketika aku ingin memainkannya, aku masih tetap berada di kamar Rin-chan.

Hari ini, ketika aku sedang memikirkan kata-kata yang akan kutuliskan untuk laguku, Rin-chan terbangun dari tidur siangnya.

"Lagunya bagus,.... Len-kun",ucapnya perlahan mengagetkanku. Aku pun segera menoleh.

Kulihat Rin-chan berusaha membenarkan posisinya agar terduduk. Aku pun menghampirinya.

"Kenapa kau terbangun, Rin-chan?", tanyaku padanya.

Dia hanya tersenyum lalu kembali melihat piano tua tersebut. "Mainkan lagi.... Len-kun. Lagu tersebut bagus....", aku pun segera mendudukan diri di kursi piano kembali.

Kumainkan lagu tersebut. Setelah selesai, ku tatap dirinya. Rin-chan hanya tersenyum lalu ia berkata, "Lagunya cukup sedih, Len-kun. Seperti... salju putih itu", lalu ia pun menatap salju di luar jendela.

"Jadi, judulnya... apa???", tanyanya. Aku pun tersenyum. "Aku belum tahu sih."

"Hei, apa menurutmu.... aku harus menambahkan-", aku pun terdiam ketika kulihat dirinya telah kembali masuk ke alam mimpi.

Tanpa kusadari senyum terukir dibibir ku. Lalu aku pun mulai memainkan piano itu kembali.

Dalam kepalaku, telah terbayang, kalimat.... yang akan ku lantunkan dalam laguku.

"Everything.... is engulfed by snow."

"As everything melts..... into silence and grief."

♡♡♡

Hari itu datang. Saat itu..., kondisi Rin-chan sedikit membaik.

"Hei, Len-kun... aku... ingin.... bermain salju. Boleh kan... aku keluar rumah??? Hanya sebentar.... saja", ucapnya.

Dahiku mengkerut. Tentu saja aku tidak setuju. Bagaimana... jika saat kami sedang bermain, penyakitnya kambuh???? Bagaimana jika...-

"Len-kun... tak usah terlalu khawatir!!! Aku pasti.... baik-baik saja", katanya yakin.

Aku pun menghela nafas.

"Baiklah. Namun, kita hanya pergi ke taman rumah sakit. Tidak lebih!", ucapku.

Ia pun tersenyum. "Arigatou nee, Len-kun!!"

♡♡♡

Aku pun menyiapkan baju hangat untuknya. Lalu kubantu ia berjalan.

Awalnya, aku ingin menggendongnya, namun ia menolak bantuanku itu.

Sampai di taman, ia segera berusaha berjalan sendiri. Ia pun berjalan tertatih-tatih.... lalu..... ia pun memutuskan untuk berlari.

"Len-kun, mitte!! Mitte!!!", ujarnya dan ia berputar. Di bawah hujan salju, ia seperti menari. Ia... terlihat cantik dan.... baik-baik saja.

"Nee, Len-kun! Ayo kita buat boneka salju, malaikat salju dan.... ayo kita berperang", ujarnya bahagia.

Aku pun tersenyum lalu mengangguk.

♡♡♡

Setelah kami membuat bayangan malaikat di permadani salju yang ada di taman rumah sakit, kami pun berperang.

"Hei, kau sudah terlalu tua, Len-kun!!! Kau tak akan pernah secepat diriku!!!", merasa tertantang drngasn kata-kata Rin-chan, aku pun segera mengambil segumpal salju dan melemparkannya.

Rin-chan tertawa ketika salju yang dingin itu mengenai bajunya. "Ahahaha, geli!!!"

"Seharusnya... kau membalasku, Rin-chan", ucapku agak kesal. Dia hanya tersenyum lalu aku pun tertawa.

Tanpa membalas diriku, Rin-chan mulai mengumpulkan salju... dan menggulungnya untuk menjadi bola salju.

Kami pun membuat boneka salju yang putih, tanpa dandanan apa-apa. "Hei, akan kucari ranting-ranting untuk tangan dan hidungnya, kau cari saja buah-buah pohon oak", ujarku.

Ia pun mengangguk.

♡♡♡

Setelah kurasa, ranting-ranting yang kucari pas untuk boneka salju itu, aku pun segera kembali untuk menemui Rin-chan.

Kurasa.... akulah yang kembali pertama kali, mungkin... mencari biji pohon oak agak sedikit susah. Sebaiknya.... aku membantunya.

Aku pun berlari untuk mencarinya. Namun, kemana pun aku mencari, sejauh apapun aku berlari, aku tak kunjung menemukannya.

Kekhawatiranku mulai muncul. Bagaimana..... jika..... sesuatu terjadi padanya????

Lariku bertambah cepat. Aku pun sampai di padang salju yang amat luas. Disanalah..... aku melihatnya.....!!

"R-rin-... chan!", aku pun berlari mendekatinya. Segera kuangkat tubuhnya dan mendudukkannya di pangkuanku.

"Rin-chan..... bangun, Rin-chan!!!! Jangan pergi!!!! Jangan tinggalkan aku seorang diri!!!!", pekikku sambil menggoyangkan tubuhnya.

Mata Rin-chan mengerjap. Lalu matanya yang berwarna cerulean itu menatapku. Ia mengangkat tangannya lalu mengelus pipiku.

"Le-len... -kun..... ja.... ngan.... me.... nangis....", bisiknya lemah. Aku oun menyentuh tangannya yang memegangi pipiku.

"Jangan.... pergi....", bisikku pelan.

Rin-chan hanya tersenyum lalu ia membuka mulutnya untuk berbicara namun aku tak mendengar apa-apa. Segera kudekatkan telingaku ke mulutnya.

"Nee......, Len..... -kun...... ra.... sanya.... pen.... denga...... ran... ku.... mu... lai..... meng..... hilang.....", bisiknya. Isak tangisku makin keras.

"Hei.... bagai.... mana.... suara.... ku... ter.... dengar.....?", pertanyaannya membuat mataku tertutup. Aku segera memeluknya erat.

"Nya.... nyi... kan.... aku..... lagumu...., Len.... -kun.... kumohon.....", ujarnya.

Awalnya... aku tak ingin menyanyi untuknya. Aku.... hanya ingin..... membawanya.... masuk kembali ke dalam rumah sakit saat ini, tapi.....

"Everything is engulfed by snow....."

"As everything melts into silence and grief....."

"When I hold up my hand...."

"The fragile snow melts...."

"Upon my palm and dissolves to nothing....."

"Snow piles up like sand....."

"Once you gather, it all in one single piece..."

"("Is my voice clear to you now?")"

"If I were to speak....."

"You would no longer be able to hear me....."

"You can tell me your lonely....."

"You can tell me your aching...."

"I'll try to find a way...."

"To cure your pain....."

"Nee.... Rin..-chan..., bisakah.... kau tersenyum lagi untukku???" Walau.... untuk.... yang terakhir kalinya, kata-kata yang tak terucap itu, hanya dapat kutelan kembali. Tak dapat kuungkapkan..... tak dapat kusampaikan.

Rin-chan tak menjawab. Ku tengok wajahnya yang pucat. Kusadari.... kulitnya mendingin. Akhirnya... kuketahui..... ia..... telah meninggalkanku.

"AAAAAAHHHHHHHHHHH!!!!!!"

"I beg you to not leave me...."

"Please..... don't ever betray me......"

"I don't want to be alone...."

"Like..... once before......"

"Even if we're apart right now...."

"Can..... our souls become one?"

Memori-memori pun mulai muncul dalam kepalaku. Kenapa???? Kenapa???? Kenapa????? Saat aku meminta..... saat aku mengharap.... tak ada..... seorang pun...... yang mendengarnya.

"As snow falls down....."

"You slowly wither away....."

"In this..... small world....."

Rin-chan.... pun dimakamkan keesokan harinya. Namun, aku.... tak mendatanginya. Karena..... sebagai seorang saudara.... aku merasa.... tak pantas. Karena.... aku.... telah.... gagal.... dalam menjaganya.

"If it's even possible....."

"Can I hear.... your voice one more time?"

"One more time, One more time~"

"Please..... hear me out...."

☆☆☆

Kegelapan yang awalnya melingkupiku mulai memudar. Aku pun melihat warna.... putih.

Awalnya aku mendengar suara tetes air yang jatuh, lalu kudengar suara desing mesin pendetak jantung.

Kuperhatikan sekelilingku. Sembul merah muda yang ternyata merupakan rambut nan lembut berada di sebelahku.

Aku pun memperhatikannya. Lalu kuelus rambut itu.

"Nee...-san.... Luka...-nee....san", bisikku.

Luka-neesan mulai bergerak. Ia terbangun. Kutatap wajahnya yang terlihat berantakan. Lingkaran hitam tanda kurangnya istirahat yang ia dapat menghiasi bagian bawah matanya.

"Le-len.... apa...aku bermimpi lagi??? Apa.... aku bermimpi.... bahwa kau sudah bangun???", tanyanya lalu mulai mengusap kedua matanya.

Kusentuh lengannya lalu ia menatapku. Mencubit kecil pipinya sendiri telah membuatnya meringis. Matanya mulai tergenang air. Ia terisak. Lalu dipeluknya lah aku dengan erat.

"L-len.... kukira.... hiks.... kau.... tak.... akan bangun..... hiks..... lagi", ucapnya aku pun membalas pelukannya dengan pelukan ringan.

"A..... aku.... pulang..... neesan."

"S-selamat... datang...."

Nee..... Rin-chan..... arigatou.... goodbye!!!

"Your eyes are resting now...."

"What I see..... is a single tear coming from me...."

"Our world is stained in gray....."

"Blinded in fog...."

"We can no longer ever reach each other...."

"Your body's freezing up....."

"Your voice is no longer here...."

"We can't even mourn you...."

"Please..... can you hear me out???"

"Laugh...... and smile again...."

"Because..... I no longer have......"

"The strength..... to keep on living this way...."

☆☆☆

"("I love you")"

"The word.... which so hard...."

"To even say....."

"For there's no love......"

"In this world....."

"Without you....."

"It's like nothing is ever warm....."

"No matter...."

"How much or how many times I scream....."

"You won't ever come to me......."

Continue Reading

You'll Also Like

902K 90.2K 48
Ketika menjalankan misi dari sang Ayah. Kedua putra dari pimpinan mafia malah menemukan bayi polos yang baru belajar merangkak! Sepertinya sang bayi...
637 134 44
Saya punya pedagang pesawat Penulis: Yayoi Jenis: Fiksi ilmiah online Status: Selesai Pembaruan terakhir: 30-09-2023 Bab terbaru: Teks 044 Pengantar...
377K 504 4
21+
1.2M 98K 104
"You do not speak English?" (Kamu tidak bisa bahasa Inggris?) Tanya pria bule itu. "Ini dia bilang apa lagi??" Batin Ruby. "I...i...i...love you" uca...