Sora Rain

By andhyrama

126K 5.7K 3.2K

Setiap bintang di atas kubah Lattera mengendalikan satu bagian dari alam dan isinya. Orang yang diberikan kep... More

Hujan
Alkisah
Prolog
Glosarium
01|| Piramida Emas
02|| Permata Abadi (Bagian 1)
03|| Permata Abadi (Bagian 2)
04|| Gagak Hitam (Bagian 1)
05|| Gagak Hitam (Bagian 2)
06|| Naga Emas (Bagian 1)
07|| Naga Emas (Bagian 2)
08|| Sebuah Alasan (Bagian 1)
09|| Sebuah Alasan (Bagian 2)
10|| Bunga Kertas (Bagian 1)
11|| Bunga Kertas (Bagian 2)
12|| Monster Bekapak
13|| Pasukan Bintang (Bagian 1)
14|| Pasukan Bintang (Bagian 2)
15|| Menuju Sinjin (Bagian 1)
16|| Menuju Sinjin (Bagian 2)
17|| Festival Phajara (Bagian 1)
18|| Festival Phajara (Bagian 2)
19|| Mimpi Buruk (Bagian 1)
21|| Permintaan Maaf

20|| Mimpi Buruk (Bagian 2)

1.9K 225 209
By andhyrama

Ada peluang dari setiap kegagalan dan ada nilai juang dari setiap perjalanan.

☁☀☁

Pasukan Bintang membentuk lingkaran di altar depan menara utama. Zuli meminta mereka untuk berdoa. Walau mereka berlima menyembah sesuatu yang berbeda, tetapi tetap bersama saling meminta harapan. Hal ini membuat Razo menjadi ingat dengan gurunya. Sang guru cukup taat beribadah ke kuil, menyembah bintang sungai seperti kaum Miryan pada umumnya. Namun, sang guru tidak pernah memintanya untuk ikut berdoa karena dia yakin suatu saat Razo pasti akan bertemu keluarganya dan tahu apa yang mereka sembah.

Sigil sudah muncul di bawah kaki mereka kecuali Zuli. Saat Letta sudah menuju ke jalan yang berada di utara, Izor menuju ke tengah dan Ares sudah menuju ke hutan, Razo masih berada di altar. Ia mengkhawatirkan Zuli.

"Apa yang kau lakukan? Cepat pergi!" Zuli tampak kesal.

Wajah Razo tampak pucat, ia begitu khawatir. Zuli mencoba mengerti apa yang dirasakan Razo. Mungkin, Razo merasa bahwa dirinya sangat kuat, tetapi mendapatkan perlindungan, sedangkan Zuli yang dengan mudah bisa terluka tak memiliki perlindungan apa pun.

"Kau bisa melindungiku, kan?" Kini, Zuli tersenyum. "Aku tidak perlu sigil jika ada kau."

Razo tersenyum miris.

"Pergilah, habisi mereka!" seru Zuli. "Ingat, ini hanya permainan. Kau tidak benar-benar membunuh mereka."

"Ta-tapi."

"Lakukan apa yang biasa kau lakukan," kata Zuli.

Razo pun mengangguk dan berbalik. Ia berlari ke arah menara yang berada di selatan. Ia langsung kaget karena di sana sudah ada lawan yang sedang mencoba menghancurkan menara. Menara itu terbuat dari besi sehingga lawan yang memakai senjata berantai cukup kesulitan menghancurkannya sehingga dia memilih mencoba memecahkan bola api—bola api padam sudah dihitung menaranya hancur.

"Kau yang bernama Feng?" tanya Razo saat laki-laki bertudung bambu itu gagal menghancurkan bola api. "Mari bertarung!"

"Siapa takut."

Mereka berdua pun berhadapan, saling memandang.

Razo tersenyum meremehkan. "Kau iri dengan wajahku? Pasti, ini terpahat dengan sempurna. Sekarang, waktunya iri dengan kekuatanku!" Razo langsung menyerang.

Razo menggunakan pedang naga yang sangat berat untuk mencoba menebas laki-laki yang memiliki postur tinggi dan kurus itu. Namun, Feng mampu menghindar dengan sangat mudah. Ia menanamkan tekad dalam dirinya kalau itu hanya permainan. Ada sigil yang terus mengikuti ke mana para pemain melangkah.

Terdengar suara benturan yang cukup keras, itu membuat fokus Razo terbelah.

Feng memanfaatkan kesempatan. "Rasakan ini!" Feng melompat, dan di ketinggian ia melemparkan senjata seperti pedang kecil yang diikat rantai itu.

Razo menghindar, ujung senjata itu menancap kuat di tanah. Belum Razo mencoba memotong rantai milik Feng dengan pedangnya. Feng yang sudah mendarat di tanah dan mengambil kesempatan untuk melilit pedang naga dengan rantainya. Lalu, ujung senjatanya yang satunya ia lemparkan ke menara milik Pasukan Bintang. Razo membelalak saat mengetahui bahwa ia terjebak. Jika ia menarik pedang naganya, ia juga akan menghancurkan menaranya. Sementara itu, Feng menaiki rantai—ia juga memiliki ilmu meringankan diri—dan mencoba mengambil bola api yang kemudian akan ia hancurkan.

☁☀☁

Ares mendapatkan sebuah portal kecil di telinganya untuk berkomunikasi dengan Zuli yang berada di altar. Kini, ia sedang bersembunyi sembari memperhatikan Izor yang menjaga jalan tengah. Izor berhadapan dengan seorang laki-laki yang memiliki tinggi lebih dari dua meter, tubuh besar, dan membawa gada—seperti palu dengan pangkalnya yang berbentuk bulat besar.

"Sudah lama aku ingin melawan monster sepertimu," kata Moon yang diberi julukan si penghancur. "Monster bodoh sepertimu bisa apa?"

"Kau akan mati," kata Izor yang mulai terpancing amarah.

Izor mulai mengangkat kapaknya dan siap untuk menghajar Moon, membelahnya menjadi dua. Kapak itu bertumbukan dengan gada milik Moon dan langsung menghasilkan suara gelegar yang cukup keras sehingga semua peserta di arena mendengarnya. Pertarungan sengit antara Izor dan Moon tak bisa dihindarkan. Bahkan, mereka sampai menghancurkan tembok dan merusak pepohonan.

"Izor masih bertarung dengan Moon," kata Ares kepada Zuli.

"Kau melihat anggota yang lain?"

Ares memperhatikan wilayah lawan. Ya, di sana ada seorang pemuda yang berlari sangat cepat. Ares langsung tahu kalau pemuda itu sedang mengincar menara di saat Izor dan Moon sedang berkelahi. Sepertinya, inilah alasan Moon menantang Izor.

"Zuli aku butuh bantuanmu, buat portal di depan menara tengah. Dalam hitungan ketiga ya." Ares memperhatikan Hui yang bersembunyi di balik tembok, seperti siap untuk berlari lagi. "Satu ... tiga!" Saking cepatnya Hui berlari, Ares sampai tak mengucapkan kata dua.

Portal muncul di depan menara dan membuat Hui masuk ke dalamnya. Zuli menjatuhkan Hui kembali ke altar lawan.

"Jangan hilangkan portalnya dari sana, aku akan mengawasi yang lain dulu."

"Cepat dan hati-hati ya," balas Zuli.

Ares kemudian bergerak melewati pepohonan ke jalan yang ada di selatan. Dari balik lubang di tembok, Ares melihat Razo sedang kebingungan. Pedang naga yang dia pegang terlilit rantai dan ujung rantai melingkari menara dan senjatanya menancap di bagian dekat bola api. Ares melihat lawan yang bernama Feng menaiki rantai dan ingin mengambil bola api.

"Kau bisa memutuskan rantai dengan portalmu?" bisik Ares.

"Tentu bisa."

Ares pun mengarahkan Zuli untuk membuka portal di tempat yang tepat. Berhasil. Zuli menciptakan portal kecil yang kemudian hilang dan memotong rantai. Feng jatuh sebelum mengambil bola api.

"Bunuh dia!" seru Ares.

Razo menoleh ke arah tembok tempat Ares bersembunyi di baliknya. Feng sang lawan mengetahui itu dan segera melompati tembok. Razo yang khawatir dengan keadaan Ares pun ikut melompat.

Di area pepohonan itu Ares tertangkap oleh Feng. Razo mendapati Feng mencekik Ares dengan lengannya dari belakang. Lalu, Feng mengambil pedang yang berada di pinggang Ares. Menusukkan pedang itu ke punggung Ares hingga menembus dada.

Mata Razo terbelalak, tangannya gemetaran saat melihat tubuh Ares dijatuhkan penuh darah. Di balik tudung bambunya, Feng terlihat tersenyum. Secara ajaib, pedang yang berada di tangan Feng menghilang bersama mayat Ares yang berada di atas sigilnya, tetapi kemarahan Razo tidak hilang. Kini, ia mulai mengangkat pedangnya dan ingin membalas dendam.

Razo kesal karena Feng seperti tak ingin bertarung, dia menghindari setiap serangan Razo, melompat kembali ke arah jalan di selatan. Razo yang sudah penuh kemarahan melompati tembok dan mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, tepat saat Feng ada di bawahnya, ia menggoyangkan pedang untuk menebas tubuh Feng.

Cipratan darah mengarah ke arah Razo yang sudah mendarat. Tubuh lawan terbelah menjadi dua. Namun, bukan hanya tubuh lawan, tetapi menara milik Pasukan Bintang pun hancur. Bola apinya pecah dan mati.

Melihat tubuh lawan menghilang berserta darah-darah yang bercipratan dan senjata rantai yang ada di tanah, Razo melepas napas lesu. "Aku sangat bodoh, itu jebakan." Ia pun kembali menatap ke arah menara milik Pasukan Mimpi Buruk. Ia tersenyum getir saat di depan menara itu sudah ada Feng yang hidup kembali.

☁☀☁

Letta bertarung dengan Jaka, seorang laki-laki berumur empat puluhan yang membawa bambu runcing. Bukan bambu runcing biasa, tetapi bambu itu bisa mengeluarkan senjata berupa jarum-jarum tajam ketika ujungnya ditiup. Letta menggunakan tamengnya untuk menghindari serangan-serangan itu.

"Kau ingin terus menghindar?" tanya Jaka yang seperti bersiap ingin menyerang lagi.

"Kenapa jarum itu seakan tak ada habisnya?" gumam Letta yang kemudian menyadari sesuatu. Ada yang bergerak di area pepohonan milik lawan.

Letta memperhatikan sosok yang bersembunyi itu. Sosok itu bergerak dengan sangat cepat. Karena kehadiran sosok itu, Letta menjadi tidak fokus. Ia menerka-nerka siapa yang sedang bersembunyi. Saat Letta lengah, Jaka mengeluarkan jarumnya lagi dan mengenai kaki Letta.

Letta berteriak kesakitan. Ia jatuh dan Jaka melemparkan bambu runcingnya yang langsung mengenai bola api di menara milik Pasukan Bintang, bola api itu pecah dan menaranya pun hancur. Letta tersunggur, menahan sakit. Sepertinya, jarum-jarum itu beracun, kakinya tak bisa digerakkan dan kulitnya tampak membiru.

"Aku tidak mau membunuhmu, lebih baik kau tidak bergerak sama sekali," kata Jaka yang kemudian berjalan melalui Letta.

Gadis itu memandang lawannya yang berjalan menuju ke altar—tempat Zuli berada. Ia tak bisa bergerak. Satu hal yang ia harapkan saat itu adalah kematian. "Bunuh aku!"

☁☀☁

"Zuli, lawan yang membawa bambu runcing mendekatimu. Dia baru saja melumpuhkan kaki Letta dan menghancurkan menara di utara. Kau barus melumpuhkannya dan datanglah untuk menyelamatkan Letta," suara Ares terdengar dari portal kecil di telinga Zuli.

Saat ini, Izor masih berkelahi di tengah arena, Razo tengah mencoba menghancurkan menara di selatan, dan Ares yang sudah mati satu kali tengah bersembunyi. Dua menara timnya sudah hancur. Hanya menara utama dan menara tengah yang masih berdiri. Ia memperbesar portal untuk melindungi menara tengah.

"Kau penyihirnya?" tanya Jaka yang muncul di depan altar. "Kau tidak memakai sigil, aku tidak akan menbunuhmu," lanjutnya yang kemudian meniup ujung bambunya untuk memunculkan jarum-jarum beracun.

Dengan cepat, Zuli mengeluarkan portalnya di depan Jaka dan jarum-jarum itu masuk ke portal. Lalu, portal lain muncul di belakang Jaka dan jarum keluar dari sana. Mengenai punggung Jaka. Pria itu pun terjatuh.

"Ares, kembali ke altar, aku ingin menolong Letta," ujar Zuli yang kemudian memunculkan portal untuk Ares yang langsung kembali ke altar.

"Kau berhasil melumpuhkannya?" tanya Ares saat melihat tubuh Jaka yang seperti tak bisa berkutik, tetapi tidak mati. "Aku sadar jika permainan ini bukan permaian membunuh, lebih baik melumpuhkan lawan agar mereka tidak bergerak."

"Kau baru sadar anak kecil?" ujar Jaka yang tubuhnya tak bisa digerakkan itu.

"Aku bukan anak kecil, Paman! Aku punya nama. Panggil aku Ares!"

"Kau tunggu di sini, aku tidak akan lama," kata Zuli yang menepuk pundak Ares.

"Hati-hati, ada lawan yang terus bersembunyi. Dia sangat cepat."

Zuli mengangguk dan segera memakai portalnya untuk menuju ke tempat Letta berada.

☁☀☁

Di tengah arena, Izor masih beradu senjata dengan Moon. Ia sudah sangat marah karena laki-laki besar itu terus menahan setiap serangannya. Sepertinya dia sengaja mengulur waktu. Ludov mencoba memahami maksud Moon yang terus menahan serangan Izor.

"Aku akan membunuhmu!" seru Izor yang kemudian menggoyangkan kapaknya.

Gada milik Moon kembali menahan serangan Izor. "Kau hanya akan membuang waktumu jika terus menyerangku."

Tangan kosong! Izor, berhenti memakai kapak. Berikan dia pukulan tangan kosong. Ide Lodov langsung diterima oleh Izor. Makhluk besar itu menjatuhkan kapaknya. Moon tampak bingung saat melihat Izor seperti ingin meninjunya. Dia menaruh gadanya di depan tubuh seperti tameng.

"Kau takut?" Izor mengangkat sebelah bibirnya. Lalu, ia bersiap untuk melakukan pukulan. Menarik tangannya yang tergenggam ke belakang dan segera meluncurkannya ke wajah Moon.

Moon terkena pukulan dan langsung terpental. Namun, Moon melihat peluang. Ia berada tepat di dekat menara tengah milik Pasukan Bintang. Izor melompat menuju tubuh Moon untuk melalukan pukulan keras. Saat menukik ke tanah, pukulan Izor membuat tubuh Moon menekan tanah dengan saat keras dan membentuk lubang. Moon sekarat. Namun, sesuatu yang tak diharapkan terjadi.

Izor menoleh ke arah menara yang harusnya ia lindungi. Gada milik Moon menghancurkan bola api di atas sana. Tepat sebelum Izor membuat Moon tak berdaya, laki-laki besar itu melempar gadanya tepat ke menara.

☁☀☁

"Aku tidak akan membunuhmu lagi!" seru Razo yang mengangkat pedangnya dan mengibaskan senjata yang terbuat dari baja naga itu untuk memotong tangan Feng. Tidak berhenti di situ, Razo juga memotong kaki Feng. Tubuh lawannya itu pun tergeletak menuju ajal. "Jika aku membelah tubuhmu, kau akan langsung mati dan hidup kembali. Memotong tangan dan kakimu akan membuatmu mati perlahan. Aku memang bukan hanya tampan, tetapi sangat pintar."

Razo berjalan ke arah menara milik lawan dan menghancurkannya dengan mudah. Kini, ia berjalan menuju altar dengan mantap. Ia rasa, permainan itu harus segera diselesaikan. Razo tidak ingin lagi membuat pedangnya berdarah.

Ia tidak tahu kenapa perasaannya sangat aneh saat melihat sosok berjubah hitam yang berada di altar musuh. Penyihir itu membuka penutup kepalanya dan tersenyum ke arah Razo. Detak jantung Razo serasa terpacu melihat wajah manis gadis yang umurnya masih belasan tahun itu.

"Aku menunggumu," kata Mare si penyihir dari Pasukan Mimpi Buruk.

"Menyingkirlah, aku tidak mau melukai perempuan," ujar Razo yang menahan perasaan aneh di dadanya.

"Kau tahu kenapa pasukan kami bernama Mimpi Buruk?" tanya gadis itu seraya tersenyum penuh maksud. "Dari ekspresi wajahmu, sepertinya kau tidak tahu. Kalau begitu, dengan senang hati, aku beri tahu."

Seketika, Razo seperti tak bisa bergerak. Sebuah cahaya-cahaya kecil yang seperti benang muncul jari jemari gadis itu, merambat di udara menuju ke kepala si Iblis Besi. Semuanya menjadi terang, Razo merasa sangat silau. Lalu kemudian, ia seperti telah berpindah tempat.

"Guru, kau tidak apa-apa? Guru! Aku akan antar Guru ke tabib."

"Tidak perlu."

"Guru tunggu di sini, aku akan memanggilnya. Berbaringlah. Aku tidak akan lama."

Penyihir itu memberikan kenangan paling buruk yang Razo ingat. Kenangan tentang gurunya, hari kematian orang yang paling ia sayangi. Razo sebatang kara, tidak tahu keluarganya ada di mana, tidak ingat masa kecilnya. Kenangan masa lalunya hanya bersama sang guru.

"Dia sudah pergi."

"Tidak mungkin."

"Tolong, lakukan sesuatu. Tabib! Lakukan sesuatu! Hidupkan guruku kembali!"

"Tidak mungkin! Guru! Guru!"

Melihat kenangan itu kembali, Razo tak bisa menahan emosinya. Matanya benar-benar perih, ia merasa sangat sedih. Kehampaan muncul di dadanya. Sakit dan perih. Ia melihat dirinya di masa lalu berteriak di samping jasad gurunya. Lalu, kenangan itu pudar dan semuanya menjadi gelap.

Razo berada di ruangan tanpa cahaya, dadanya semakin sesak. Kebingungan yang bercampur dalam kesedihan membuatnya kesulitan bernapas. Namun, sebuah pintu terbuka. Ada cahaya dari sana. Sosok laki-laki muncul dan berjalan ke arahnya.

"Gu-Guru?"

Laki-laki dengan rambut panjang berwarna putih, jenggot dan kumis yang juga putih itu berdiri di depan Razo. Ia tersenyum kepada sang murid.

"Apa ini bukan mimpi?"

Sang guru menggeleng.

Mata Razo sudah tak mampu menahan air matanya. Melihat sang guru di depannya, memandangnya, dan tersenyum ke arahnya membuatnya tak bisa mengontrol emosi. Namun, tiba-tiba senyuman itu luntur, sang guru mengangkat tangannya dan mencekik Razo.

"Kenapa kau meninggalkanku saat itu?"

Razo tak mampu menjawab, tubuhnya terangkat oleh sang guru. Ia tak mampu melepaskan tangan yang mencekiknya.

"Kenapa kau berada di sini? Kenapa kau tidak mencari permata abadi untuk menghidupkanku? Kau tahu kenapa aku mati?"

Razo sudah menangis melihat sang guru menatapnya dengan penuh amarah.

"Kau yang membunuhku!"

Razo ingin mengatakan tidak, tetapi ia hanya bisa menangis karena dalam lubuk hatinya ia mengiyakan kata-kata sang guru.

☁☀☁

"Bunuh aku!" seru Letta saat Zuli ada di depannya.

Zuli menggeleng. Ia merasa takut saat melihat Letta dengan kaki yang sudah lumpuh karena racun dari jarum-jarum milik Jaka. Kaki itu sudah pucat membiru, darahnya tak mampu keluar dari luka-lukanya. Sebelum racun merambat ke seluruh tubuh, gadis itu hanya bisa menunggu kematian.

"Bagaimana dengan Ludov? Dia pasti bisa menyembuhkanmu, kan?" tanya Zuli yang sebenarnya tahu bahwa jawabannya tidak, kalaupun Ludov bisa, pasti membutuhkan waktu berhari-hari untuk sembuh.

"Kau takut membunuh?" tanya Letta. "Aku akan hidup lagi, kau lihat sigil di ini? Aku akan langsung pulih jika kau membunuhku. Jangan membuang waktu."

Dengan ragu, Zuli mengambil busur yang ada di punggungnya. Ia memasang anak panah dan mengarahkannya ke Letta. Ia mengatur napas, menahan matanya yang terasa perih dan panas. Lalu, menarik anak panah dan siap melepaskannya. Letta mengangguk seakan meminta Zuli untuk segera membunuhnya.

"Maaf," ucap Zuli dengan suara yang parau saat meluncurkan anak panahnya.

Letta menutup matanya. Namun, anak panah itu tak menancap di dadanya. Ia membuka mata dan menyadari bahwa anak panah itu terpotong oleh senjata seperti lempengan besi yang berbentuk seperti bintang empat sudut.

Zuli menoleh ke arah orang yang melempar benda itu. Ternyata, ada lawan di dekat mereka. Seorang pemuda dengan rambut berwarna kebiruan. Baru saja melihatnya, tiba-tiba pemuda itu menghilang. "Ke mana dia?"

"Dia berlari ke altar kita!" teriak Letta.

Zuli berlari ke arah altar dan melihat sosok pemuda tengah bergerak dengan sangat cepat. Ares ada di sana. Sebelum Ares terluka jika diserang lawan, Zuli pun langsung menciptakan portal di area altar, pemuda itu terperangkap, dan kemudian jatuh dari ketinggian. Zuli menoleh ke belakang. Si pelari cepat itu jatuh tidak jauh dari tempat Letta terduduk dengan kaki yang lumpuh.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Zuli.

Pemuda bernama Hui itu mengambil senjata di sakunya dan melemparkannya ke Zuli. Dengan refleks, Zuli menciptakan portal untuk menghalau senjata itu. Senjata itu muncul di depan Letta dan mengenai jantungnya. Letta mati.

"Akhirnya, kau berani membunuhnya?" tanya Hui yang heran.

"Aku juga akan membunuhmu," gumam Zuli yang mengambil anak panah dan segera melesatkannya ke pemuda itu. Zuli tahu kalau pemuda itu akan menghindar sehingga ia menciptakan portal yang berada di belakang tubuh pemuda itu. Anak panah menancap di punggung Hui yang segera terjatuh. Zuli tak berhenti, ia kembali memanah dan menancapkan anak panahnya ke titik terkuat lawan, kaki si pelari cepat Hui. "Maaf, aku tidak jadi membunuhmu. Sudah cukup dengan membuatmu tak bisa berlari."

Dengan kesusahan, Hui menoleh ke Zuli. "Apa karena kau pernah membunuh dengan panahmu?"

Tangan Zuli gemeteran saat mendengar kata-kata pemuda itu, ia langsung teringat akan masa lalu. Sebuah mimpi buruk.

"Zuli, cepat panah dia! Dia pencuri. Kau akan dipuja banyak orang jika bisa memanahnya."

"Aku tidak mau. Aku takut, Zela."

"Jika aku menjadi kau, aku akan segera melakukannya. Tapi, aku bukan pemanah hebat sepertimu. Kau bisa, kau mampu, lakukanlah!"

Zuli ingat, tangan kecilnya dulu. Tangan yang mengarahkan anak panah ke seorang laki-laki yang mencuri ramuan sihir. Ia membunuhnya dengan panahnya. Pertama kali Zuli membunuh di usia sembilan tahun. Walau ia mendapatkan apresiasi besar karena keberaniannya, tetapi hatinya tidak. Ia sangat ketakutan dan merasa berdosa telah menghilangkan sebuah nyawa. Dari keadian itu, butuh waktu lebih dari lima tahun untuknya berani memanah lagi.

☁☀☁

Izor, Letta, dan Ares berada di tengah arena, seakan siap maju menghancurkan menara. Sedangkan Zuli berjaga di altar. Empat lawan sudah dilumpuhkan. Moon terbaring di tengah arena dengan kondisi hampir mati, Jaka tergeletak di tanah dengan jarum-jarum beracun di punggungnya, Feng kehilangan kaki dan tangannya dan hanya bisa terbaring sampai kehabisan darah dan mati, serta Hui yang punggung dan kakinya tertusuk panah dan tak bisa berlari, hanya bisa terduduk lesu menantikan pertandingan usai—semua peserta yang dilindungi sigil akan pulih kembali saat pertandingan selesai.

"Ayo kita menangkan segera!" seru Letta.

Izor melangkah di depan, memimpin.

"Razo kenapa sangat lama di sana?" tanya Ares yang bingung.

"Makanya kita susul," sahut Izor.

Mereka berhenti melangkah saat melihat dari arah altar musuh, terlihat sosok Razo yang berjalan dengan tegap, si Iblis Besi tidak sendiri, tetapi bersama si gadis penyihir.

"Teman-temanku sudah kalian lumpuhkan. Sebagai gantinya, teman kalian adalah milikku," kata Mere yang kemudian menoleh ke arah Razo.

Izor, Letta, dan Ares terdiam tak percaya saat melihat Razo tak seperti biasanya. Seluruh matanya berwarna putih. Mereka bertiga langsung sadar jika Razo sedang ada di dalam pengaruh sihir karena sigil di bawah kakinya menghilang—seseorang hanya bisa dipengaruhi oleh satu sihir, salah satu sihir akan kalah dengan sihir yang lebih kuat.

"Bunuh mereka bertiga," pinta Mere.

Dengan langkah tegapnya, Razo berjalan ke arah tiga temannya itu.

"Jangan menyerangnya, dia bisa terluka. Dia tidak bisa hidup lagi jika kita bunuh," bisik Letta.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Ares.

"Biarkan dia membunuh kita," jawab Letta.

Razo mulai menggunakan pedangnya dan menyerang Izor. Dengan cepat, Izor menggunakan kapaknya sebagai tameng.

"Kalian segera lawan penyihir itu, aku akan menahannya," kata Izor di sela-sela bertahan melawan Razo yang tampaknya jauh lebih kuat sekarang.

Razo mengangkat pedangnya lagi dan menebasnya ke Izor. Betapa terkejutnya Letta dan Ares saat melihat kapak milik Izor tebelah menjadi dua, lalu pedang itu mengenai tubuh Izor dan darah langsung memuncrat deras dari tubuh besar monster itu. Izor mati.

Ares gemetaran. Iblis Besi yang ia jadikan panutan itu tampak sangat mengerikan dengan tubuh berlumuran darah dan mata yang memutih seutuhnya. Ares menggeleng pelan. Razo menoleh ke arah Letta dan Ares.

"Awas!" Letta mengangkat tamengnya saat Razo kembali mengangkat pedang.

Pedang itu menghantam tameng Letta. Ares menjadi saksi saat tameng itu retak, patah, dan pedang itu mengenai tubuh Letta yang langsung terbelah menjadi dua. Ares tak mampu berdiri lagi, kakinya melemas, jatuh.

"Zuli, Razo dalam pengaruh sihir," kata-kata terakhir Ares kepada Zuli lewat portal kecil di telinganya sebelum Razo membunuhnya dengan memenggal kepala anak itu.

Di tengah arena, kaki Razo terangkat ke udara. Melayang. Mere tersenyum melihat itu. Di ketinggian, sang Iblis Besi mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, lalu ia menurunkannya dengan cepat. Seketika, tercipta gelombang yang dashyat, mengobrak-abrik apa yang ada di bawahnya. Pepohonan tumbang, tembok-tembok hancur, tanah pun retak. Gelombang itu menuju ke arah Zuli yang berdiri di altar depan menara utamanya.

Zuli melihat gelombang itu. Dengan mata yang memerah dan basah, ia menciptakan sebuah portal raksasa. Portal itu memakan gelombang yang diciptakan Razo. Namun, karena begitu kuat. Terjadi ledakan energi yang membuat Zuli terlempar dan terjatuh tak berdaya. Bersamaan dengan itu, Razo ikut terjatuh ke tanah.

Ledakan itu juga menghancurkan menara milik Pasukan Bintang. Sepertinya, itu menjadi kemenangan untuk Pasukan Mimpi Buruk. Namun, tidak. Ternyata, menara milih Pasukan Mimpi Buruk sudah hancur lebih dulu. Zuli sudah mengirim gelombang yang diciptakan Razo ke altar lawan—menghancurkan menara utamanya.

Walau Zuli dan Razo sama-sama tak sadarkan diri, Pasukan Bintang maju ke babak final.

☁☀☁

☁Questions☁

Apa pendapat kalian dengan bab ini?

Bagian mana yang paling kalian sukai?

Bagaimana pertandingan Pasukan Bintang lawan Pasukan Mimpi Buruk?

Kalian penasaran nggak sih sama masa lalu Razo dan Zuli?

Menurut kalian, fantasi harus ada adegan aksinya nggak sih?

Continue Reading

You'll Also Like

673K 57.1K 27
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ _______ (𝘔𝘦𝘯𝘨𝘢𝘶𝘮 𝘥𝘪𝘥𝘦𝘱𝘢𝘯 𝘭𝘢...
334K 38K 52
Rafka, seorang mahasiswa berumur dua puluh tujuh tahun yang lagi lagi gagal dengan nilai terendah di kampus nya, saat pulang dengan keadaan murung me...
3.3M 269K 63
Lunaria dalam bahasa bunga memiliki arti kejujuran, ketulusan, dan juga kemakmuran. Seperti arti namanya, ia menjalani hidupnya penuh ketulusan hingg...
671K 41.8K 50
Setelah menerima banyak luka dikehidupan sebelum nya, Fairy yang meninggal karena kecelakaan, kembali mengulang waktu menjadi Fairy gadis kecil berus...