TaeKwonDo Love Story

By afifah_dm

26.4K 1.4K 145

Abel. Taekwondo. Cinta. Dipertemukan oleh taekwondo? Mungkin. More

Prolog
1. Abel di Sekolah Barunya
2. Him. Again.
3 Pernyataan Ambigu
4 Masa Lalu
5 Radiv + Tugas Pertama
6 Kak Adit's Unagreement
7 Nerves
8 War Invitation
9 Backstep -Dolyo
10 Being a Mascot
11 Clear
12 Berhenti Mengungkit Masa Lalu!
13 XOXO
14 Gibon Il-Jang
15 Rakana's
Mascot [1]
Mascot [2]
16 dan Kau Hadir, Merubah Segalanya...
18 Hei, why?
19 Dimulainya Kasus Kembar
20 Kasus Kembar I
21 Terlambatkah?
22 Bahu untuk Kupinjam
23 Ajakan Lainnya
24 Surprised
25. Fakta yang Ganjil
26. Twins' Disaster
Part 27. Konfrontasi Langsung
28. Gadisku

17 dan Kau Hadir, Merubah Segalanya... [2]

597 38 0
By afifah_dm


Part ini memang potongan-potongan :o sebab kesadaran Abelnya juga kan naik turun.

Tetep dukung TLS ya : ): ) Terimakasih

Aku akhirnya diantar pulang oleh Daniel yang datang tak lama setelah Alikha datang. Kulihat Kak Rakana memandangku dengan tatapan tajam. Aku tak peduli, aku terlalu takut untuk memikirkan tentangnya.

Sepanjang perjalanan pulang, Daniel tidak bertanya apa-apa lagi padaku. Sesekali menghubungi anak kelas kami. Memberikan jawaban seadanya tentang apa yang terjadi. Ia juga sibuk meminta maaf karena harus meninggalkan festival.

"Daniel, makasih," kataku pelan, suaraku terdengar lirih, saat mobil Daniel telah sampai di depan rumahku.

"It's okay, Bel. Are you okay?" tanyanya padaku. Aku sudah terlalu lelah untuk menjawabnya. Aku juga tidak mungkin menceritakannya. Karena itu akan menyakiti hatiku dan hati Malikha.

"I..." tersendat aku hendak berkata-kata.

"Gak usah dipaksain. Gue ngerti kalo memang itu bukan sesuatu yang bisa lo bagi ke gue," ucapnya bijaksana. Aku jadi merasa tak enak.

"Sorry," aku memilih untuk meminta maaf. Daniel tersenyum dan keluar dari mobil untuk membukakan pintu untukku. Dia mengantarkanku sampai depan pintu lalu pamit untuk kembali ke sekolah. Aku mengucapkan maaf dan terima kasih sekali lagi, baru aku masuk ke dalam rumah.

**

Aku berharap Kak Adit belum pulang. Aku tidak mau dia melihatku dalam keadaan seperti ini.

Harapanku tidak terkabul. Kak Adit baru saja keluar dari kamarnya—yang letakknya di sebelah kamarku dan Malikha—saat aku hendak masuk ke kamar.

"Abel? Kamu... Ada apa?" dia menghampiriku, ikut masuk ke dalam kamarku dan mengangkat mukaku. Menangkupkan tangannya yang kokoh dan besar. Aku menggeleng, menahan tangisku agar tidak keluar lagi. Tapi aku tak sanggup menahannya.

Aku menangis lagi. Kini dipelukan Kak Adit. Dia tak memintaku untuk bercerita, tapi badannya menegang tanda dia marah.

Aku masih menangis sampai hampir setengah jam selanjutnya. Setelah puas menangis, aku meminta Kak Adit meninggalkanku.

"Abel mau tidur, Kak," ucapku parau karena terlalu banyak menangis.

"Kamu—"

"Please," pintaku lagi. Aku sedang tidak ingin membicarakan pria menjijikkan itu. Mungkin nanti atau aku tidak akan membicarakannya. Entah.

"Oke," Kak Adit pergi setelah mengatakannya.

Di kamar aku melepaskan kimono yang bentuknya sudah tidak karuan. Aku memilih mandi dan memakai baby doll yang menurutku nyaman lalu tertidur di ranjangku. Menghadap ranjang Malikha yang terasa jauh di sudut lain kamarku.

Di mimpiku, aku melihatnya, maniak bernama Miki.

**

"AAKKH!" aku berteriak, bangun dari tidurku. Sekujur tubuhku basah oleh keringat tapi aku menggigil kedinginan. Kepalaku berat dan terasa sakit setiap aku menggerakkannya walaupun hanya berupa gerakan kecil.

"Abel. Kamu gak papa?" suara yang menenangkanku datang. Membuatku merasa tidak sendirian, menghilangkan sedikit ketakutanku. Ketakutan akan mimpiku sendiri.

Aku terisak. Kak Adit merengkuhku ke dalam pelukannya. Dia menyenderkan kepalaku di dada bidangnya. Beberapa saat seperti ini, aku menangis dan air mataku membasahi kaus yang dipakai Kak Adit.

"Dia dateng, Kak. Aku takut," suara serakku muncul di antara isak tangisku.

"Ssstt... gapapa ada Kakak di sini," Kak Adit berbisik pelan. Dia tidak memaksaku untuk berkata-kata. Dia hanya sibuk menenangkanku.

"Pembunuh... Malikha," aku berkata seakan jiwaku ikut berontak. Aku marah dan ketakutan. Perasaanku tak terkendali. Kurasakan Kak Adit mendekapku dengan lebih erat. Dia seakan ikut marah. Dia memang marah. Dia pernah berjanji akan menemukan pria laknat itu.

"Dimana... Siapa dia, Abel? Siapa?" ucapnya menahan amarah. Aku menggeleng keras. Aku tak tahu karena aku tak mau tahu. Cukup dia membunuh Malikha. Tak usah menggangguku atau Kak Adit.

"Kamu—"

"Aku gak tau, Kak. Aku gak mau tau," aku mengucapkannya dengan keras, nyaris berteriak.

"Kakak harus tau siapa dan dimana dia, Bel..." suara Kak Adit melemah.

Aku hanya terisak, hanya mampu terisak.

"Abel..." Kak Adit tidak memaksaku lagi. Dia hanya mengelus kepalaku sampai aku tertidur lagi.

**

"Sayang, bangun... Ayo sarapan, kamu harus minum obat. Kamu demam," Kak Adit mengguncang badanku pelan. Saat membuka mata, rasa pusing menjalar di kepalaku.

"Non, ini dimakan dulu buburnya," Bi Sum membawa semangkuk bubur putih dengan taburan ayam di atasnya. Aku berusaha duduk, Kak Adit membantuku bersandar di tumpukan bantal.

"Non, mau Bibi suapin?" Bi Sum menawarkan untuk menyuapiku. Aku selalu suka disuapi oleh Bi Sum. Jadi aku mengangguk. Aku makan beberapa suapan tapi perutku bergejolak. Perutku menolak masuknya makanan. Aku memuntahkannya. Bi Sum dengan sigap membersihkan muntahanku.

Aku menangis. Kak Adit memelukku erat. Dia menepuk-nepuk punggungku dan membisikkan kata-kata semangat.

"Non, ke rumah sakit aja atuh," Bi Sum ikut khawatir dengan keadaanku.

Sayangnya, aku benci rumah sakit setelah kejadian Malikha memutuskan meninggalkanku tepat di depan mataku. Jadi, aku menggeleng.

"Bi, telfon dokter Pras aja. Tolong ke sini," Kak Adit meminta Bi Sum menelefon dokter Pras, dokter keluargaku.

Saat dokter Pras datang, aku sedang meringkuk dalam selimut tebal. Beliau memeriksaku, aku tidak begitu sadar apa saja yang ia lakukan. Kudengar samar-samar obrolannya dengan Kak Adit. Tak ada satupun yang mampu kutangkap maksudnya.

Lengan kiriku menjadi tempat jarum infus ditusukkan. Aku tak merasakannya. Beberapa ampul suntikkan masuk melalui selang infus.

Kak Adit duduk di sampingku setelah mengantar dokter Pras keluar. Tak lama, aku tertidur.

**

Aku terbangun dan jendela kamarku telah ditutup gorden merah marun. Artinya malam sudah tiba. Kepalaku sudah tak sesakit tadi, tapi badanku masih terasa remuk. Kurasakan Kak Adit tertidur di sampingku. Dia pasti tak beranjak dari sisiku seharian ini. Aku menepuk bahunya.

"Kak..." suaraku kecil sekali.

"Kak Adit..." aku mengulang panggilanku untuk membangunkannya.

"Abel?" dia terduduk seketika setelah sadar.

"Kenapa? Ada yang sakit?" Kak Adit bertanya dengan panik. Aku menggeleng.

"Kakak pindah aja ke kamar Kak Adit. Aku sendirian juga gak papa," ucapku padanya. Dia tersenyum dan menggeleng. Sebenarnya aku senang dia berada di sisiku, tidur di kasur yang sama denganku. Wangi khasnya menenangkanku. Tapi bagaimana pun juga, kasur sendiri pasti lebih nyaman.

"Kakak di sini aja, nemenin kamu. Kamu mau minum?" Kak Adit mengalihkan topik. Aku mengangguk, berpindah topik juga. Kak Adit bangkit dari tempat tidurku. Dia berdiri di depan buffet yang berdiri di samping tempat tidurku, lalu menuangkan air putih ke dalam gelas.

"Dia dateng ke sekolah aku, kayaknya dia kira aku Malikha," ucapku sambil memperhatikan punggung Kak Adit. Gerakan tangannya terhenti. Perlahan ia menaruh wadah air putih dan membawa gelas berisi air putih kepadaku. Dibantunya aku minum dari gelas itu. Setelah selesai, ia menaruh gelas itu ke tempatnya semula dan duduk di sampingku. Sekarang ia memelukku.

"Maaf. Maaf, Kakak gak ada di situ buat ngelindungin kamu. Maaf," ucapnya pelan. Suaranya seperti kain yang terkoyak. Terdengar pilu. Aku hanya bisa mengangguk. Aku tak ingin menangis lagi.

"Kamu... gak kenapa-kenapa kan? Dia gak ngapa-ngapain kamu kan?" Kak Adit melepaskan pelukannya dan menatap kedua manik mataku.

"Aku gak papa," aku menenangkan ke khawatirannya. Dia menyuruhku tidur. Aku kembali berbaring di sebelah Kak Adit dan menjadikan lengannya sebagai bantalku. Tapi aku sudah tidur seharian. Aku terjaga, tidak bisa memejamkan mataku.

"Kak... Kakak gak akan ngapa-ngapain cowok itu, kan?" tanyaku. Aku khawatir Kak Adit akan melakukan sesuatu yang berbahaya.

"Hmm? Kakak gak tau, Bel. Dia yang menyebabkan Malikha dan kita jadi seperti ini," Kak Adit tidak bisa berjanji.

"Kamu... tau dia dari mana?" tanya Kak Adit sambil mengelus kepalaku.

"Aku..." tenggorokanku tercekat.

"Hmm?" Kak Adit masih menunggu jawabanku.

"Aku udah tau siapa orangnya dari sebelum kita tau Malikha hamil..." aku merasa berdosa pada Malikha karena telah menceritakannya pada Kak Adit. Aku merasa lebih berdosa lagi pada Kak Adit karena baru menceritakannya sekarang.

Usapan di kepalaku terhenti sejenak. Namun, kembali berjalan tak lama kemudian.

"Jadi, namanya... siapa?" pertanyaan Kak Adit terlalu to the point membuatku terdiam.

"Kalau kamu—"

"Miki, yang aku tau namanya Miki. Cuma itu," ucapku cepat memotong perkataan Kak Adit.

Kak Adit diam, tidak melanjutkan kata-katanya. Sbenarnya aku bisa saja menyebutkan Kolvac's atau memberitahunya bahwa di dalam ponsel Malikha ada foto cowok brengsek itu. Tapi lidahku kelu. Takut Kak Adit berbuat yang macam-macam, yang membahayakannya.

"Yup, sekarang kita lagi PDKT. Gue banyak ngabisin waktu sama dia. Jadi, gue keluar OSIS."

"Iya, gue bohong. Awas aja lo ngadu-ngadu ke Kak Adit. Gue cuma pergi jalan-jalan ke Kolvac's kok."

Aku memejamkan mata, galau. Harus kukatakan atau tidak. Ingatan-ingatan itu terus datang silih berganti. Fakta bahwa Miki telah mengubah Malikha menjadi pembohong menohokku. Keras dan berkali-kali.

Pada akhirnya, aku kalah oleh ketakutanku untuk mengatakannya.


Continue Reading

You'll Also Like

958K 61.2K 37
οΌ³οΌ¬οΌ―οΌ· οΌ΅οΌ°οΌ€οΌ‘οΌ΄οΌ₯ Kisah tentang seorang bocah 4 tahun yang nampak seperti seorang bocah berumur 2 tahun dengan tubuh kecil, pipi chubby, bulu mata lentik...
125K 419 8
ini cerita lanjutan dari oneshoot pertama yang di hapus, yg gasuka jangan report dong :( Karina X All Mature konten, Dewasa only πŸ”žπŸ”ž
503K 5.5K 26
Hanya cerita hayalanπŸ™
346K 18.7K 20
[VOTE AND COMMENT] [Jangan salah lapak‼️] "Novel sampah,gua gak respect bakal sesampah itu ni novel." "Kalau gua jadi si antagonis udah gua tinggalin...