Simple Past

By AleynaAlera

259K 5.3K 386

Kalau ada yang dibenci oleh seorang Tara dari masa kecilnya, itu pasti Reza. Anak laki-laki yang sayangnya ta... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
chapter 8
Chapter 9
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15

Chapter 10

13.3K 325 24
By AleynaAlera

Tidur tepat pukul dua pagi dan harus kembali bangun pukul lima subuh. Tara sekarang melangkah gontai menuruni tangga dengan mata yang masih terasa berat ditambah kantung mata yang menghitam. Yah, salahkan Reza karena dia yang membuat Tara baru bisa memejamkan matanya tepat pukul dua pagi.

Mama sedang merapihkan meja makan, bersiap-siap untuk ritual sarapan pagi keluarga Arsjad yang tidak akan pernah terlewat sekalipun itu. Matanya melirik Tara yang untuk pertama kalinya menjadi anggota sarapan pagi keluarga Arsjad yang datang paling pertama ke meja makan. “Tumben kak udah bangun?”

Tara menguap. “Aku harus jemput Reza dulu Mam, balikin mobilnya.” Jelas Tara sambil meraih dua lapis roti dan mengunyahnya asal. “Dan kayaknya aku nggak bisa sarapan bareng pagi ini.” Lanjut Tara.

Mama tersenyum lebar. “Mama seneng dengernya,”

Tara langsung menyipitkan matanya dan menatap mama bingung. Konteks mama seneng dengernya itu masih membingungkan Tara. Bagian mana yang mamanya senang? Dia tidak ikut sarapan? Oh itu tidak mungkin! Jadi.... Ah! Sudah pasti karena nama keponakan sahabatnya itu di sebut-sebut pagi ini, runtuk Tara kesal.

“Yaudah deh mam, aku pergi dulu. Kalo kesiangan nanti jalanan keburu macet.”

*****

Reza melangkah keluar dari lift sambil menenteng jas berwarna hitam. Seperti biasa, beberapa mata menatap kagum. Dan tanpa menghiraukan atau bahkan menyadari tatapan itu, Reza berjalan tenang dan santai menuju sedan lexus hitam yang sudah terparkir di depan lobi.

Petugas keamanan lobi mengangguk sambil tersenyum hormat padanya dan membukakan pintu mobil itu untuknya. Reza balas mengangguk sambil masuk dan duduk didalam mobilnya.

Laki-laki dengan badan sedikit gemuk yang duduk di balik stur menoleh sambil tersenyum. “Pagi pak, kita langsung ke kantor?”

Reza menggeleng mantap. “Kita kesini,” sahut Reza sambil menyodorkan kertas berisi alamat.

Supir itu mengangkat sebelah alisnya, dan kemudian mengangguk mengerti. Dan mobil sedan lexushitam itu pun bersiap membelah jalanan pagi.

*****

Tara berjalan menuju mobil Reza yang terparkir di samping mobilnya di garasi sambil menenteng beberapa tabung gambar. Well, dia pasti sudah akan sangat terlambat dan musuhnya itu sudah pasti akan mengomel karena dia terlambat datang.

Ah! Kenapa juga gue harus ngejanjiin dia buat ngejemput?? Maki Tara dalam hati.

Tara menekan remote mobil Reza. Dan mulai kebingung dengan bagaimana-caranya-membuka-pintu-mobil-dengan-banyaknya-bawaannya.

Dan tiba-tiba pintu mobil itu terbuka, tanpa berpikir bagaimana bisa pintu itu terbuka, Tara langsung memasukan semua barangnya kesana. Kemudian terpekik kaget melihat sosok yang ada di balik semua tabung gambar yang ada di pelukannya.

“Lo bikin gue kaget!” Teriak Tara pada Reza yang sekarang sedang menyungingkan senyuman yang Tara sendiri tidak mengerti apa artinya.

Reza mengendikan bahunya. “Terimakasih kembali.” Sahut Reza.

Tara langsung memutar bola matanya kesal, dan berbalik masuk kedalam rumah. Dan tepat di ruang tamu, Tara berbalik dan melemparkan tatapan tajam pada Reza yang juga mengikuti langkahnya memasuki rumah. “Gimana caranya lo kesini?”

“Supir kantor jemput gue tadi pagi,”

Tara menatap konyol pada Reza. “Dan kenapa lo malah kesini bukannya langsung ke kantor?”

“Kalau-kalau lo lupa, mobil gue ada di elo dan lo udah janji buat nganter gue ke kantor.” Sahut Reza sambil menyeringai menang.

Tara kalah. Dia pun tidak menjawab dan berjalan menuju ruang makan. Dan diluar dugaan, Nyonya Arsjad yang masih sibuk dengan meja makannya itu langsung menatap Reza senang dan menyapanya seperti seorang ibu merindukan anaknya yang sudah tidak pulang bertahun-tahun karena merantau.

“Sini! Kita sarapan bareng aja dulu..” ujar Mama bersamaan dengan kedua adik Tara, nenek dan papa yang sudah mulai berkumpul di ruang makan.

Reza mengambil bangku –yang entah sejak kapan memang sudah seperti menjadi tempat duduk milik Reza itu- di samping Tara.

Yah, dan sampai semua ini selesai di luruskan, gue harus terima kalau musuh gue ini menjadi ‘bagian’ keluarga Arsjad.

*****

Tara melirik musuhnya yang sekarang sedang duduk disampingnya dengan ekspresi datar yang sangat menyebalkan semenjak menerima telepon dua menit yang lalu di rumah Tara. Well, dengan jadi pendiam, musuhnya ini tetap ganteng sih, hanya saja, karena menjadi pendiam itu yang membuat Tara kesal dan akhirnya menyisikan mobilnya.

“Okey, setelah bikin nyokap gue terus-terusan ngomongin nikah sepanjang sarapan yang bener-bener bikin gue bete, sekarang sikap diem lo itu tambah bikin gue bete.” Sahut Tara sambil melipat tangannya di dada dan menoleh menatap Reza.

Rahangnya mengeras. Tangannya merogoh saku celananya dan memasukan ponselnya kedalam saku celananya. Tara melirik gerakan tangan Reza, dan kembali menatap Reza bingung. Oh well, ini memang bukan urusannya, hanya saja entah kenapa sikap diam makhluk disampingnya ini benar-benar membuat udara di dalam mobil ini sesak.

“So?” lanjut Tara menunggu respon Reza.

Musuhnya itu menoleh dan tersenyum kaku. “Gantian. Gue yang nyetir dan sekarang gue nganter lo duluan.” Perintah Reza sambil melangkah turun dari mobil.

Mau tidak mau Tara melangkah turun. Masih dengan tatapan bingung.

*****

Kenapa?

Satu-satunya kata yang sedari tadi memenuhi pikiran Reza. Gila memang, sudah hampir sore dan satu kata itu masih belum hilang.

Seorang perempuan dengan rambut disanggul rapih, masuk kedalam ruangan Reza dengan setumpuk majalah. Matanya menatap Reza bingung. Dan seperti biasa, tanpa menghiraukan tatapan orang-orang, Reza langsung membaca tumpukan majalah yang dimintanya sejak beberapa jam yang lalu.

Langit sudah sangat gelap saat Reza selesai dan puas membaca semua berita yang dia cari. Tidak ada yang lebih buruk di bandingkan apa yang dia dengar pagi tadi. Kesal, dia pun mengacak rambutnya dan melepas jasnya lalu berjalan keluar ruangannya sambil meraih kunci mobilnya.

*****

“CUKUP!” teriak Tara sambil menatap Andre dengan tatapan tajamnya. Laki-laki di hadapannya itu membuka matanya lebar tidak percaya dengan reaksi Tara.

Kesal dengan reaksi Tara, Andre semakin mencengkram tangan Tara erat. “Jadi, karena orangtua gue bangkrut jadi lo nggak mau balikan sama gue??”

Wajah Tara memerah menahan marah. Yah, dia sudah terlalu lama mengenal Andre. Dan itu membuat dia tahu seperti apa sifat laki-laki ini kalau sedang marah. Tara menarik nafas, dan menghembuskannya pelan.

“Andre, kita putus udah lama. Dan kalau lo lupa, bukan gue yang bikin semuanya berakhir. Jadi, bangkrutnya orangtua lo itu nggak ada hubungannya sama sekali.”

“Kalau gitu, lo harus nerima gue lagi! Lo tahu kalau gue masih sayang sama lo! Lo juga tahu kalau semua itu salah paham Tar! Salah paham!” bau alkohol tercium menyengat. Tara mengernyitkan dahinya.

“Cukup. Jangan ungkit lagi masalah itu.” Sahut Tara kaku. “Lepasin tangan gue sekarang!” teriak Tara tidak bisa menahan emosinya lagi.”

“Lo harusnya dulu bisa nahan gue! Lo yang salah tar! Lo yang salah sampai akhirnya kita putus!”

Tara yang sudah berhasil melepas tangan Andre, langsung meninggalkan laki-laki itu di depan design shopnya dan masuk kedalam taksi pertama yang dia lihat.

*****

Reza memasukan kedua tangannya kedalam saku celana hitamnya. Lengan kemejanya sudah digulung hingga siku, dan dua kancing teratasnya terbuka. Matanya menatap ragu design shop dihadapannya. Closed. Yah, dia tahu kalau design shop ini memang sudah tutup dari satu jam yang lalu, tapi karena lampu lantai dua masih menyala, dia menyimpulkan kalau Tara belum pulang.

Reza pun akhirnya memutuskan kembali masuk kedalam mobilnya. Sambil menunggu sosok yang ditunggunya itu turun. Matanya kembali melirik beberapa koran di sampingnya. Sial! Kenapa bahkan sampai koran itu juga harus membahas hal itu??

Ponselnya bergetar. Reza melirik ponselnya, menatap nama di layar ponselnya.

“Itu bener??” suara panik Rey terdengar.

Reza menghembuskan nafasnya berat. “Sayangnya ia.”

“Gue baru banget balik ke Indonesia, dan lo tahu kan kalau hampir rata-rata majalah sama koran bahas ‘itu’ ?”

“Rey, sorry. Tapi ada hal yang lebih penting yang harus gue kerjain sekarang. Gue telepon lo nanti ya.” Sahut Reza sambil memutus teleponnya dan kembali menatap design shop di hadapannya. Lampu lantai dua sudah mati.

Jangan bilang kalau gue nggak liat dia keluar?? Gerutu Reza kesal. Lalu, seorang laki-laki bertubuh besar berjalan keluar design shop. Garry. Dan tepat saat Garry melangkah menjauhi design shop, ponselnya kembali bergetar.

“Aduh Rey, sabar. Nanti gue pasti-” Mata Reza membelalak sekektika. “APA?? DIMANA??”

*****

Reza melirik jam tangannya ketika melihat lautan manusia di hadapannya. Berdecak kesal melihat keramaian itu lalu berjalan menuju meja yang ditunjukan oleh si penelepon. Reza memicingkan matanya, menyisir seluruh sudut club yang sudah penuh riuh.

Seorang perempuan berambut cokelat yang menelungkup di atas meja membuat Reza langsung berjalan cepat.

“Lo mabok,” ujar Reza. Lebih ke pernyataan bukan pertanyaan. Tara Arsjad yang dia kenal bahkan tidak akan bisa meminum lebih dari empat gelas tanpa tumbang. Dan sekarang? Satu botol kosong sudah berhasil membuat Reza tercengang.

Tara mendongak. Menatap Reza dan menyungingkan senyuman konyol. “Ini gila.” Ujarnya sambil meraih gelasnya.

Reza menahan tangan Tara, yang di balas dengan tatapan kesal Tara.

“Gue nggak ngelarang lo minum,” sahut Reza sambil tersenyum miris. Well, dia juga butuh itu sekarang. “gue cuma nyuruh lo nunggu sampe gelas gue dateng.” Lanjut Reza.

Tara menatap Reza sambil tersenyum lebar dan menepuk kepala Reza. “Anak pinter. Itu baru namanya musuh terbaik gue! Musuh-gue-tersayaaaang.” Ujar Tara sambil mencium pipi Reza sekilas.

Gelasnya datang, dan Reza pun mulai menemani Tara. Melepas semua masalah. Melupakan semua masalah. Dan menghindar dari semua masalah.

Tapi, masalah selalu ada kan?

*****

“Sial!” umpat Tara begitu suara teriakan Katy Perry memenuhi kamarnya. Kesal, dia pun mencari sumber suara yang merusak kedamaian minggu paginya.

Yak! minggu pagi. Satu-satunya hari dimana dia nggak harus sarapan pagi –yang artinya bangun pagi- karena mama dan papa pasti pergi buat olahraga, dan adik-adiknya yang usil itu pasti masih belum pulang setelah nginep di entah dimana –pasti di salah satu rumah temannya. Dan dia yakin sekali, sekarang ini masih sangat pagi. Yah, bukan karena dia melihat jam dan jam bilang ini masih pagi. Tapi dia masih benar-benar pusing. Ngantuk.

Setelah berhasil berakrobatik mengambil poselnya di lantai dengan kakinya dan mematikannya, Tara pun kembali menarik selimutnya. Melanjutkan mimpi indahnya. Indah, sebelum kemudian suara berat membuatnya membuka matanya sempurna dan menghilangkan rasa kantuknya. Suara itu.....

Tara membalikan posisi tubuhnya, mendapati musuh terbesarnya berada disana. Tidur dengan nikmatnya, dan... tunggu! Tara terduduk dan melihat pemandangan seluruh kamarnya sebelum kemudian berteriak dan diikuti dengan penyesalannya karena berteriak begitu kencang pada pukul satu siang di rumahnya. Yang artinya: memanggil semua orang ke kamarnya.

Belum sempat Tara menormalkan kondisi kamarnya, pintu kamarnya terbuka cepat dengan mama yang berdiri disana dan menatap horor pemandangan di hadapannya.

Satu-satunya anak perempuannya berada di satu tempat tidur dengan keponakan sahabtnya. Seakan itu belum cukup, baju-baju yang berserakan di lantai kamar Tara semakin membuatnya terkaget-kaget.

“Ya ampun, ada apa sih? Pagi-pagi udah-” Reza terbangun, terduduk langsung yang membuat dada bidangnya terekspos dengan sangat jelas di hadapan mama dan –sayangnya- papa yang juga sudah tiba disana.

Seakan baru menyadari ada apa, Reza langsung menoleh kebelakangnya, menatap Tara kaget dan kembali menatap dirinya sendiri. “Oh...” rutuk Reza pelan.

*****

Sorry banget baru upload simple past :( bener-bener bingung dan nggak pede sama chapter ini niih. Jadi sempet di diemin dulu.. dan akhirnya memutuskan buat di upload.. hehe sorry yaa kalau aneh. Buat semua reader, thanks udah baca dan komen... gue selalu baca kok komennya walaupun bingung mau bales apa jadi akhirnya nggak bales :D thaanks guuys

Continue Reading