Ghrunklesombe Phantasia--Augu...

By archanielelsker

81 8 0

Cerita yang dibuat untuk memenuhi tantangan bulan Agustus. Genre: Thriller-Fantasy Sub Genre: Suspense-Action... More

Happy Ending but You

81 8 0
By archanielelsker


Seharusnya perhitunganku tepat. Seharusnya, aku tak pernah salah.


***

Ruangan itu teramat gelap untuk seseorang dapat berjalan di dalamnya. Satu pelita menyala redup, terangi segelintir bagian ruangan, tak berguna terlalu banyak. Siluet seseorang sedang membungkuk tertangkap cahaya, meringkuk di sudut ruangan. Tubuhnya tak berhenti bergetar sembari bergumam layaknya orang tak waras. Bayangannya sendiri bergoyang di dinding,sebab semilir angin menggerakkan sumbu pelita. Suara deras hujan mengisi keheningan, menjadi satu-satunya suara selain nafas berat milik pria itu.

Tapi, dia telah memasang pendengarannya baik-baik, mencari satu saja suara aneh. Ratusan sekat pelindung berlapis dipasang di sekeliling gunung tempat ia berdiam, dan Leen Rasdzar tak mampu berhenti untuk lega sejenak. Pikirannya berkabut, tak dapat berpikir jernih seperti ketika ia sedang meneliti sihir. Lawan yang ia hadapi kali ini adalah kaum Ignis, terkenal dengan ketiadaampunan mereka dalam mengeksekusi musuh. Dan ia menjadi musuh mereka tanpa sengaja.

Tak dirasanya aman walau ribuan perangkap telah ia pasang. Berkali-kali ia mengusap keningdan memainkan ujung telinga runcingnya, tanpa sadar bahwa itu adalah kebiasaannya ketika gugup. Sedikitpun kelengahan tidak ditunjukkan dalam pengawasannya. Ketakutan terlalu menelannya hidup-hidup,kaum Ignis memberi mimpi buruk,bahkan saat ia terjaga. Perasaan terancamitu juga terasa di kulit hitam keabuannya, lengket karena keringat mengering dan dingin diterpa belaian angin. Pakaiannya berbau apak, berlaku sama untuk jubahnya, basah karena keringat yang keluar dengan konstan.

Jantungnya kembali berdegup saat mendengar suara jendela kayu di estat tua tempatnya bersembunyi. Derakan dari palang kayu yang ia pasang secara tak beraturan karena terburu-buru mengejutkannya.

Mereka akan membunuhku.

Tapi mereka tak bisa menemukanku.

Tapi jika mereka bisa, mereka akan membunuhku.

Dua kalimat itu saling menyambung di kepalanya selama seminggu terakhir, membuatnya hampir mati kelaparan. Leen berjalan ke arah jendela, kakinya melangkah hati-hati, takut menimbulkan sedikit saja suara. Nafasnya berubah cepat, kala kedua mata kuning itu menangkap serangkaian titik cahaya di kaki gunung.

Mereka berhasil menembus perisaiku!

Dimana letak kesalahanku?

Bagimana perhitunganku bisa meleset?

Ia berusaha berdiri tegak, kakinya tiba-tiba saja terasa lemas akibat keterkejutan yang baru saja ia lihat. Dan Leen, tak mengerti sama sekali bagaimana hasil kalkulasinya bisa dipatahkan secepat itu. Kedua matanya membelalak kaget pada pemandangan itu. Tak ada suara mahluk lain di sekitarnya, tapi api-api itu nyata dan bukanlah imajinasinya belaka.

Leen mematikan pelita, menghambur keluar dari ruangan setelah membuka semua pelindung pintu; separuh membantingnya ke dinding, meninggalkan pintu terbuka lebar. Ia berlari menyusuri koridor gelap, beberapa kali hampir tersandung karena menginjak ujung jubah panjangnya. Tempat yang ia tuju adalah pintu depan estat. Belasan palang pintu serta barang-barang yang ia perkirakan bisa menahan para pemburunya selama mungkin, kini terlihat seperti ulah anak kecil. Semua itu hanya tindakan tak logis berdasarkan insting.

Ini bukan dirinya. Seharusnya tidak semudah itu ia berpikir akan lolos dengan ini. Kenapatak ia pikirkan cara lain untuk membentengi dirinya,menggunakan hasil penelitiannya dari para Ignis? Mereka hanya anak kecil! Dia bukanlah orang yang sama dengan rekan kerjanya di pusat penelitian lamanya.

Dia lebih cerdas dan mampu dari mengamankan dirinya dari sekelompok Ignis konyol!

Kedua mata birunya secara mendadak terbuka lebar, menampakkan urat mata dari mata yang kelelahan setelah berhari-hari tak dapat tidur.

Tentu saja mereka bisa menembusnya Tentu saja mereka dapat dengan mudah membakar estat tua tempat ia berdiam itu.

"Ya!"bentaknya keras pada diri sendiri,berjalan hilir mudik dengan kecepatan tinggi.Leen berhenti sebentar untuk menjambak rambutnya dengan frustasi, setelah itumulai memelankan langkah dengan pikiran gamang. Keputusasaan karena kesalahan yang ia lakukan tanpa sengaja,menenggelamkannya lebih dalam daripada ketakutan.

Pintunya bergetar, seperti dibuka paksa dari luar.

Lalu kembali digedor.

Dan suaranya semakin kencang.

Apa yang harus kulakukan? Aku sudah lari dan bersembunyi, jauh dari jangkauan mereka. Tapi mereka tetap menemukanku.

"Tapi mereka tak bisa menemukanku. Tapi jika mereka bisa, mereka akan membunuhku."

Aku harus pergi.

Pergi jauh.

Lebih jauh dari ini.

"Tapi mereka tak bisa menemukanku. Tapi jika mereka bisa, mereka akan membunuhku."

Mereka akan menemukanku jika aku terus berada di sini.

Dan mereka akan membunuhku.

Lalu aku akan mati.

Mati.

Mati.

Mati.

Mati.

Mati.

Mati.

Mati.

"Tidak ... TIDAK!"

Leen berlari menuju ke ruangan tempat ia berada sebelumnya. Berlari di tengah liukan cahaya para obor, lalu berhenti di depan pintu yang menutup rapat.

Pintunya tertutup.

Dibukanya pintu lalu menutupdengan cepat. Matanya menangkap cahaya dari pelita di tengah ruangan, dan ia seolah melihat sebuah api unggun; dibuat untuk membakar dirinya. Dengan seluruh pengendalian diri, ia menahan dirinya untuk tidak berteriak. Leen berjalan mundur hingga tubuhnya menabrak pintu. Tubuhnya kaku karena suara kenop pintu yang diputar. Dibalikkannya tubuh hanya untuk melihat sebuah kepala menyembul dari celah pintu.

"Halo, Leen."

Api pelita seketika membesar, menyambar ke arahnya dengan cepat. Leen nyaris tak berkutik, hanya karena rapalan mata yang ia hapal tanpa sadarlah ia dapat selamat. Keringat membanjiri dahi, punggungnya terasa dingin oleh kemungkinan terbesar yang menunggunya. Api menabrak dinding pelindung sihirnya,dan ia lupa pada seorang Kekan di belakangnya, siap menghunuskan pedang.

Tubuh tertembus pedang, di perutnya,tak sempat menangkis, karena sibuk menghalau api. Kekan, dengan kemampuan hebatnya menyerang lawan dari belakang, telah membuktikan hasil penelitiannya. Tapi apakah itu adalah fokus utama yang harus ia pikirkan, sementara nyawanya kurang dari sepersekian menit, akan direnggut darinya?

Leen mengeluarkan teriakan kesakitan disertai batuk karena pedang itu kini dicabut dengan cepat, menimbulkan darah keluar deras dari lukanya. Seluruh tekanan dari ketegangan--diawali karena tersesat di padang gurun Authere; tanpa sengaja menemukan tempat persembunyian Igna--menjadikannya hampir gila.

Tubuhnya didorong perlahan menggunakan ujung pedang, tertatih menuju tengah ruangan. Penusuknya seorang manusia, salah satu dari para Kekan, berambut hitam dan bermata hitam. Dan Leen tidak sadar, bahwa ketika ia masuk ke ruangan itu, sekelompok Ignis telah menunggunya. Tiga Ignis bermata kuning keemasan, berjubah merah dengan tepi keemasan, menyebarkan terror dari kehadiran mereka.

"Bagaimana kalian bisa menemukanku?"

Pertanyaan itu disambut tawa para Kekan yang kemudian ikut masuk ke dalam ruangan. Geram kasar seekor Graum turut terdengar di antara bahak mereka.

Graum!

"Tak ada semak Eros di dekat sini. Tolol,"kata salah satu Kekan dengan sinis saat melihat ketidakpercayaan melintas di wajah pucat Leen. Amberstar tua itu tak sadar akan satu kesalahannya yang lain.

"Aku tidak tolol!"bantah Leen di antara ringisannya.

"Jexe benar, kau sangat tolol. Begitu banyak celah bagi kami, semua perangkap yang kau pasang hanya berada di darat dan mereka justru membimbing kami ke arahmu. Kau tak mengira kami akan menggunakan naga-naga Alche-Creator konyol itu untuk menjemputmu?" kata Kekan yang lain.

"Kekan-kekan bawahan teman Amberstar-mu ini jauh lebih pintar dari Amberstar dungu sepertimu, Leen."

Gadis Ignis yang berlaku sebagai pemimpin, berjalan mendekat. Api menyelubungi tangannya. "Seorang Fishman, teman satu sukunya kau jadikan bahan penelitian, memberikan Graum-nya gratis hanya untuk menangkapmu. Kau benar-benar suka mengendus bau di tempat yang salah, Leen Rasdzar."

"Cepat selesaikan ini, Mashfa, sebentar lagi malam dan aku sudah mengantuk." Mashfa melemparkan tatapan sinis pada Jexe dan membuka suara.

"Kami mendambakan pengetahuan dan mengutuk ketidakdilan; kebodohan. Keadilan hanya bisa ditegakkan melalui pengetahuan-dan kau adalah kebodohan. Kami, anak-anak Igna-Sang sumber pengetahuan, Pengadil Perkara, Mata yang Mengawasi Dunia, mengutuk kebodohanmu dan melenyapkanmu."

Api dari tangan sang Gadis Ignis bernama Mashfa itu menjilat tepi jubah Leen, merambat perlahan lalu dalam sekejap, membakar habis onggokan tubuh yang meneriakkan suara paling nyaring, menyeramkan dan menyakitkan yang dapat terdengar dari seorang mahluk hidup.


Suara dewa kematian memanggil, menyambutnya ke dalam rengkuhan maut.


"Igna mengawasimu."



~END~

Continue Reading

You'll Also Like

562K 85.4K 74
Cocok untuk kamu peminat cerita dengan genre #misteri dan penuh #tekateki, juga berbalut #action serta #scifi yang dilatarbelakangi #balasdendam. Kas...
5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
30.4M 1.7M 65
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 3 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...
13.5M 1.1M 81
♠ 𝘼 𝙈𝘼𝙁𝙄𝘼 𝙍𝙊𝙈𝘼𝙉𝘾𝙀 ♠ "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...