The Prince's Escape [Season#2...

By RirisRF

50.2K 1.4K 2.6K

Karena konflik keluarga, Arfin Ishida Dirgantara yang baru tujuh belas tahun itu, rela keluar dari rumahnya y... More

WELCOME
SEASON 2
Prolog
Marsha's Bodyguard
Ketua OSIS
Double Date
Kabur
Bidadari dan Kurcaci
Keputusan
Arfin, I Love You
ARES
Karyawan Magang
Permohonan
Kakak Tiri
Kesempatan untuk Rian?
Di Jalan Masing-Masing
Kunang-Kunang
Apa Kamu Bahagia?
Kamu cantik....
Happy Birthday, Mona!
Simpul Tali Ruwet
Rahasia Mona
Abang...
Kamu kenapa, A?
Skorsing
Jangan Minta Lebih
Arfin
SEASON 3
Open PO

Puisi Rahasia untuk Arfin

1.3K 54 53
By RirisRF

Kram perut Marsha sedikit mereda setelah setelah seharian dia cuma rebahan dan sudah berkali-kali ganti pembalut. Dia baru saja membuat jahe hangat lalu bergabung bersama ayahnya di meja makan, melihat Beliau dengan lahap makan nasi pecel lele yang dibeli di kaki lima.

Entah kenapa detik itu juga Marsha merindukan sosok mendiang bundanya. Kalau bundanya masih hidup, hidupnya dan ayah mungkin akan jadi lebih mudah. Saat sedang haid begini, pasti bundanya akan selalu mengingatkan bagaimana menghadapi saat sedang deras-derasnya, atau dia bisa bermanja-manja minta bundanya mengelus-elus perutnya yang kram, atau hal-hal indah yang lainnya. Mana mungkin dia bertanya soal haid ke ayahnya. Selain malu, mana mungkin sih ayahnya tahu soal beginian? Selama ini Marsha hanya mencari tahu lewat internet.

"Yah," panggil Marsha.

"Mmm?"

"Ayah pernah mikir mau nikah lagi nggak sih?" Marsha tiba-tiba iseng bertanya. Tapi dia tidak pernah menyangka, bahwa reaksi ayah akan seheboh itu. Ayah sampai tersedak nasinya dan terbatuk-batuk. Ayah segera minum banyak-banyak sampai batuknya reda.

"Pelan-pelan, Yah, makannya..." ucap Marsha, khawatir.

"Kamu tuh, pertanyaannya aneh."

"Kenapa? Ayah sama sekali nggak pengen gitu?" Marsha melanjutkan. "Kalau ayah nikah lagi kan jadi ada yang ngurusin?"

Mata Ayah menerawang, melihat bingkai foto mendiang istrinya di dinding tepat matanya terarah ke depan. "Mana ada yang bisa gantiin bunda di hati Ayah? Kan ada kamu juga yang bisa ngurusin Ayah."

Marsha berdecak. "Kan beda, Yah...."

"Udah, Ayah nggak mau bahas itu. Ayah mau habisin makan dulu."

Mendengar Ayah tak mau menggubrisnya, bibir Marsha manyun seketika. Tapi itu hanya sebentar. Bibirnya langsung merekah ketika smartphonenya di meja berbunyi, dan matanya menangkap nama Arfin yang mengiriminya chat. Namun begitu membukanya, dahinya berkerut saat berusaha memahami isinya. Pesan yang diforward dari suatu tempat itu menyampaikan bahwa Arfin diterima sebagai karyawan magang di perusahaan milik Om Ares.

Akhirnya paham, Marsha memekik kegirangan seolah-olah dialah yang diterima kerja sampai Ayah dibuat keheranan dengan tingkahnya. Dan beberapa detik kemudian, smartphonenya berdering lagi, Arfin memintanya mengangkat sambungan video callnya. Marsha Buru-buru menuju kamar untuk mendapatkan privasi saat berbincang dengan Arfin. Dia duduk di meja belajar lalu mengangkatnya. Langsung nampaklah wajah Arfin yang memukaunya meski hanya bisa dia lihat di layar smartphone yang begitu adanya.

Marsha tersenyum lalu melambaikan tangan. "Hai A', lagi apa?"

"Ini lagi di kantornya Pak Ares," jawab Arfin. Marsha memang baru ngeh kalau Arfin sedang memakai kemeja putih sekarang.

"Langsung mulai kerja?" tanya Marsha.

"Iya. Gimana perutnya udah enakan?"

Marsha mengangguk. Pipinya kembali memerah saat teringat kejadian memalukan siang tadi di sekolah. "Maaf ya, gara-gara itu jadi nggak bisa ketemu mama kamu."

"Nggak papa," jawab Arfin. "Kamu lagi apa?"

"Lagi mau ngerjain PR sih." Marsha mengeluarkan buku PR Matematikanya dari dalam laci yang ternyata buku kumpulan puisinya yang bertumpuk di atas buku itu ikut keluar juga. Marsha menyingkirkan buku kecil itu lalu membuka buku PR-nya. "Kamu sendiri ada PR nggak? Pulang jam berapa nanti?"

"Jam sembilan."

Marsha mengecek jam weker di sebelah lampu mejanya dan melihat jarum jam menunjukkan pukul 7 malam. Masih ada waktu 2 jam sebelum Arfin pulang.

"Pengen deh nyusulin kamu kesitu." Sebenarnya Marsha hanya basa-basi, tapi ternyata reaksi Arfin di luar dugaan. Cowok itu langsung bersemangat.

"Mau kesini?" tanyanya.

"Tapi kan belum ngerjain PR? Kamu tahu sendiri aku susah berhadapan sama rumus. Kamu nggak bisa ngajarin aku lagi, sih." Marsha bergumam nelangsa.

"Fotoin coba, kirimin sini."

"Buat apa?"

"Kirim aja."

Meskipun dahinya berkerut, Marsha tetap mengangguk. "Ya udah aku matiin dulu, ya."

Setelah mematikan video call-nya, Marsha memotret ke sepuluh soal di bukunya itu lalu dikirimkannya ke nomor Arfin. Tidak cukup lama Marsha dibuat bertanya-tanya alasan Arfin meminta dikirim PR matematikanya, sampai akhirnya ada chat masuk dari Arfin, sebuah foto dan sebuah pesan teks.

Selesai, kamu harus langsung kesini 😘

Hanya menerima emoji kecup aja jantung Marsha berdegup kencang, ditambah karena foto yang dikirim Arfin ternyata adalah jawaban dari soal PR matematikanya, Marsha tidak bisa tidak melompat-lompat kegirangan. Cepat-cepat ditulisnya jawaban yang dikirim Arfin ke buku PRnya agar dia bisa segera menemui Arfin di kantor Om Ares.

***

Angin berhembus dingin menusuk kulit punggung tangan Marsha yang terbuka. Untung sekarang dia sedang memakai sweater yang cukup tebal, jadi tubuhnya bisa sedikit terlindung dari hawa dingin ini. Dia yang masih di atas motor, memandang langit yang gelap gulita karena awan tebal yang menutupi cahaya bulan maupun bintang. Semoga tidak hujan.

Setelah menempuh perjalanan selama 20 menit, akhirnya Marsha sampai di kantor BrainMe. Kantor itu masih terang dan masih ada beberapa motor yang masih terparkir. Setelah memarkirkan motor, Marsha segera masuk melalui pintu depan dan berniat bertanya kepada petugas front office dimana keberadaan Arfin sekarang. Tapi belum sempat bertanya, Marsha tak sengaja menoleh dan menemukan Arfin sedang duduk di lobby. Cowok itu tidak sendiri. Ada Ares juga yang duduk di sofa seberang Arfin, mereka dipisahkan oleh meja. Raut wajah mereka serius memperhatikan bidak catur masing-masing.

"Kayaknya lagi asik banget. Ganggu nggak nih?"

Arfin maupun Ares menoleh bersamaan ke arah suara dan masing-masing tersenyum lebar begitu tahu Marsha yang menghampiri mereka.

"Ganggu banget sih," gurau Arfin. Namun tangannya terulur meminta tangan Marsha lalu membawa Marsha untuk duduk di sebelahnya.

Ares berdecak. "Saya yang ganggu kayaknya. Udah sana pulang aja kalian. Percuma, saya juga udah kalah terus ini."

Arfin nyengir.

"Ayah juga kalah terus kalau main sama Arfin, Om," komentar Marsha.

"Oh ya? Siapa dong yang bisa kalahin kamu?" tanya Pak Ares pada Arfin, becanda, namun dahinya berkerut.

"Marsha-lah, Pak." Arfin yang tak tahu malu langsung mendapatkan jiwitan kecil Marsha di lengannya.

Ares pura-pura batuk lalu menggeleng-gelengkan kepala, "Saya jadi kayak obat nyamuk ini. Ayo lah, pulang."

"Bukannya Arfin pulang nanti jam 9, Om?" tanya Marsha, ingat yang Arfin bilang di video call tadi.

"Kan ini hari pertama, cuma perkenalan. Besok baru mulai," jawab Ares. "Saya tinggal ke ruangan dulu, ya? Mau siap-siap pulang. Kalian mau ikut mobil saya aja?"

"Oh. Nggak Om, kan aku bawa motor kesini," tolak Marsha.

"Ya udah kalian hati-hati pulangnya."

"Iya, Om juga hati-hati, ya?"

Setelah kepergian Ares, Arfin pun mengajak Marsha untuk ikut beranjak, "Ayo, mumpung belum hujan juga."

"Emang mau hujan?" tanya Marsha.

"Iya."

Marsha mengernyit. "Kok kamu bisa tahu?"

Arfin yang sok misterius itu tidak menjawab.

***

Benar kata Arfin. Padahal lima menit lagi mereka sudah akan tiba di rumah Marsha, tapi hujan sudah keburu turun. Hujan yang langsung lebat tanpa ampun. Beruntung, ada jas hujan di dalam bagasi motor, jadi hanya beberapa bagian baju mereka yang basah ketika sampai rumah. Marsha yang kepo karena Arfin bisa meramal cuaca dengan jitu, bertanya habis-habisan sampai akhirnya Arfin menjawab kalau dia melihat prakiraan cuaca di smartphonenya. Marsha tidak begitu percaya sih, karena prakiraan cuaca di smartphone miliknya sering meleset.

"Ayaaaah.... " panggil Marsha begitu membuka pintu rumah. Ayah yang sedang santai menonton televisi berdecak khawatir melihat mereka kehujanan.

"Ke belakang sana kalian, gantian. Guyur kepalanya biar gak pusing," saran Ayah.

"Siap!" Marsha meletakkan tangannya di dahi memberi hormat. "Tapi Arfin butuh baju ganti, Yah."

"Iya, Ayah ambilin."

"Makasih, Yah," ucap Arfin. Setelah Ayah beranjak masuk kamar untuk mengambil baju, Arfin menyuruh Marsha ke kamar mandi duluan. Cewek itu buru-buru masuk ke kamar mandi dan Arfin menunggunya di depan pintu.

"Ya ampun, Aaaaa'..." Arfin terkejut saat Marsha tiba tiba berseru dari dalam kamar mandi. "Aku lupa bawa handuk. Bisa ambilin di kamar, nggak? Di lemari paling atas."

Arfin langsung mendesah lega begitu tahu tidak ada hal serius yang terjadi pada Marsha. Kirain apa teriak-teriak? Tapi Arfin tidak langsung menuruti permintaan cewek itu, dia berpikir ragu-ragu.

"Nggak papa?" tanyanya kemudian.

"Iya... Emang kenapa? Kan ambil handuk doang...."

Meski masih ragu, akhirnya Arfin bersedia untuk masuk ke kamar Marsha. Begitu masuk, Arfin langsung mengambil handuk di lemari yang dimaksud Marsha. Dia tidak mau berlama-lama, karena merasa aneh. Seumur-umur ini pertama kalinya dia masuk ke kamar cewek. Serba pink kamarnya.

Ketika sudah mencapai pintu untuk keluar, tiba-tiba mata Arfin menangkap sebuah buku yang tergeletak begitu saja di atas meja belajar Marsha. Tertarik dengan judul covernya, Arfin menghampiri meja, dengan lancangnya meraih buku itu, lalu mulai membukanya. Dan senyum kecil pun menghiasi wajah Arfin begitu dia membaca halaman demi halamannya.

Puisi Rahasia untuk Arfin.

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 38K 70
HIGHEST RANKINGS: #1 in teenagegirl #1 in overprotective #3 in anxiety Maddie Rossi is only 13, and has known nothing but pain and heartbreak her ent...
1.7K 185 17
"Kan kita awalnya juga nggak saling kenal." -Farris. "Iya. Pas kenal ternyata di luar galaksi bimasakti alias konyol banget kelakuan lo padaaa!" -Nau...
202K 9.9K 56
ငယ်ငယ်ကတည်းက ရင့်ကျက်ပြီး အတန်းခေါင်းဆောင်အမြဲလုပ်ရတဲ့ ကောင်လေး ကျော်နေမင်း ခြူခြာလွန်းလို့ ကျော်နေမင်းက ပိုးဟပ်ဖြူလို့ နာမည်ပေးခံရတဲ့ ကောင်မလေး နေခြ...
7.4M 207K 22
It's not everyday that you get asked by a multi-billionaire man to marry his son. One day when Abrielle Caldwell was having the worst day of her life...