Behind Every Laugh

By plpurwatika

6.2K 457 111

#30DaysWritingChallenge More

#1 Love Yourself
#2 Say Your Love!
#3 See you soon!
#5 My Olive
#6 (Judulnya Nyusul)
#7 Sorry
#8 One Day to Remember
#9 Selfie
#10 Ojek tak Bermesin
#11 Cinta
#12 Bukan Benci Biasa
#13 Surat Cinta?
#14 Sate Cinta-eh, Sate Ayam
#15 Bukan Benci Biasa (2)
#16 Trust Me
#17 Damn you, Arka.
#18 I Miss You.
#20 Ongkos
One Call Away
KISS
#21 Dia yang Tidak Pernah Menangis

#19 Kotak Cokelat

167 18 0
By plpurwatika

#30DaysWritingChallenge Day 19: what's in your bag?

"Sakit?" Aku menggeleng. Menggigit bibir bawahku kuat-kuat. Rio lalu melanjutkan mengoleskan betadine pada lututku yang lecet.

"Aww!" Aku langsung menepis tangan Rio dari sana. "Pelan-pelan."

Rio tertawa. Manis sekali. Lalu mengacak-acak rambutku. Wajahku langsung bersemu merah. Ah, apakah ini benar? Rio si cowok popular dekat denganku dan memperlakukan aku, si cewek cupu yang sering dibully, dengan begitu baik. Rasanya begitu... aneh.

"Lagian ini kenapa bisa begini sih?" Dia berkata sambil mengobati lukaku. Ah, aku tidak bisa lebih bahagia lagi. "Lain kali, lo harus ngelawan kalo dibully. Jangan takut sama mereka. Atau,"

"Atau?" Aduh kenapa aku jadi deg-degan.

"Atau lo bisa panggil gue."

Deg.

"Kenapa?" Dia menaikkan sebelah alisnya. Bingung. "Kenapa kamu baik banget?"

"Ng, kenapa ya?" Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kelihatan salah tingkah. "Gue cuman pengen jadi ketua OSIS yang baik aja."

Entah apa yang membuatku kecewa. Bodoh. Jangan berharap sesuatu yang lebih. Rio mau berteman denganmu saja sudah cukup! Bodoh!

Aku mengangguk. Rio lalu menarik tanganku, membantuku berdiri. Lalu bersama-sama denganku berjalan ke arah parkiran sepeda yang sudah sepi. Dia menuntunku naik ke boncengan di sepedanya dan mulai menggoes sepeda tadi menuju rumahku.

Bolehkan aku berharap banyak?

→→→←←←

Pagi-pagi sekali aku sudah bangun dan menyiapkan cokelat spesial buatanku untuk Rio, sebagai rasa terimakasih dan sebagai... pernyataan cinta untuknya dalam bentuk surat. Aku harus berani. Rio sudah begitu baik padaku.

Aku lalu memasukkan kotak bekalku yang berisi cokelat tadi ke dalam tas setelah menuliskan surat dan menempelnya di atas tutup kotak bekal tersebut. Sekarang waktunya bergegas ke sekolah.

Sesampainya di sekolah, aku langsung memarkirkan sepedaku di parkiran khusus sepeda dan berjalan dengan langkah berat menyusuri koridor sekolah. Aku takut bertemu mereka. Aku takut mereka mengerjaiku. Aku takut mereka mengetahui isi tasku dan mengambil cokelat untuk Rio. Walaupun Rio mengatakan kalau aku harus melawannya, kenyataannya tidak akan semudah itu.

Tiba-tiba aku merasakan kakiku seperti tersandung sesuatu dan aku langsung jatuh bersujud di depan sebuah kaki milik... Miranda. Aku gematar. Kenapa dia harus di sini?

"Bangun lo, cupu!" Saat aku tak kunjung bangun, Miranda langsung berjongkok, dan mengangkat daguku supaya aku melihatnya. Di belakang Miranda, tentu selalu ada teman-temannya, Sharin dan Kania yang sama-sama jahat. "Enak ya lo nempel-nempel terus sama Rio. Ngaca!"

Miranda bangkit lalu memberi kode pada Sharin dan Kania untuk menarikku berdiri secara paksa. Bisa kurasakan sakit di tangan kanan dan kiriku akibat paksaan tadi. Tapi, mereka tidak peduli. Miranda hanya melipat tangannya ke depan. Siswa-siswi yang lewatpun hanya melihat adegan Miranda yang menyiksaku sebagai hiburan. Sungguh. Hatiku sakit sekali.

Ingin rasanya aku menangis, tapi aku tahu, mereka malah akan semakin menertawakanku.

"Kita apain nih guys?" Miranda bertanya pada Sharin dan Kania. Aku hanya menunduk takut. Apa yang harus aku lakukan? "Najis gue liat mukanya. Bukannya ngaca. Malah makin deketin Rio. Dasar cupu!"

Tiba-tiba aku bisa merasakan tasku yang diambil paksa oleh Sharin. Aku berontak. Jangan! Jangan tas! Tapi Miranda langsung bereaksi dengan mendorongku sampai jatuh membentur lantai. Dan secepat itu, tasku sudah berpindah ke tangan Sharin. Para penonton yang ada sekarang sibuk menertawakanku.

Aku bangkit dan berlari ke arah Sharin. Dengan mudah Sharin mengoper tasku pada Kania. Aku berlari ke arah Kania. Dan dengan mudah juga, Kania mengoper tasku pada Miranda.

Miranda bersiap akan membuka tasku. Jangan! Jangan dibuka! Apa yang harus aku lakukan?

"Lain kalo lo harus ngelawan kalo dibully. Jangan takut sama mereka."

Kata-kata Rio yang tiba-tiba datang ke kepalaku langsung memberiku semangat. Sesaat sebelum Miranda membuka tasku, aku mendorong cewek itu hingga jatuh ke belakang

"Sialan lo cupu!" Dengan satu teriakkan tadi, tangan kanan dan kiriku langsung dipegang oleh Sharin dan Kania. Miranda langsung membuka tasku, dan saat menemukan kotak bekal berisi cokelat untuk Rio, ia membaca sekilas surat yang ada di sana, dan langsung tersenyum penuh kemenangan ke arahku. Oh tidak! Tidak!

Miranda menghela nafas sebelum mulai membaca surat di kotak bekalku. Tapi, tepat sebelum Miranda benar-benar membacanya, suara Rio memanggil namaku dari jauh dan makin lama makin mendekat "Indri!"

Aku menengok ke arahnya yang baru keluar menembus kerumunan yang ada. Begitu juga Miranda. Ia langsung menengok ke arah Rio.

"Pagi, Rio." Miranda berkata ramah.

"Apa-apaan lo!" Rio mendesis penuh amarah pada Miranda. "Kalian semua juga apa-apaan?" Sekarang dia berkata pada kerumunan yang ada. "Temen kalian dibully, terus kalian malah nonton gitu aja? Otak kalian dimana? Ha?!"

Aku tersentuh. Ah, tiba-tiba saja aku jadi ingin menangis.

"Ng, Rio denger dulu. Jadi, ng, ini semua nggak kayak yang lo bayangin." Miranda berkata gelagapan. Sharin dan Kania langsung mengangguk menyetujui. "Gini Rio, jadi kayaknya, fans lo nambah satu lagi deh."

"Maksud lo?" Kata Rio heran.

"Nih." Miranda mengacungkan kotak bekalku kepada Rio. "Cewek cupu itu, bikin ini buat lo. Sweet banget. Ada suratnya lho."

Kerumunan yang ada langsung cekikikan. Aku malu sekali.

"Gue bacain ya."

Sungguh aku ingin sekali Rio langsung membantah Miranda. Tapi kenyataannya, dia tetap diam di tempatnya. Tampak berfikir.

"Dear Rio." Miranda mulai membaca. "Kamu itu penyelamatku. Satu-satunya alasanku kenapa aku masih terus semangat pergi ke sekolah." Miranda memberi jeda. Sorak-sorai langsung terdengar. Rio masih tetap diam. "Kamu itu pelangiku. Satu-satunya alasan kenapa aku bisa tersenyum di antara badai dalam hidupku."

Aku ingin menangis.

"Wuuu dalem."

"Badai pasti berlalu."

"Copas dari mana?"

"Hahahahaha. Dasar cupu!"

Hinaan-hinaan terus berdatangan. Membuat air mataku akhirnya tumpah. Rio tetap diam.

"Dan seperti cokelat yang kubuat khusus untukmu." Miranda melanjutkan membaca. "Maukah kamu membuat akhir cerita kita berujung manis?"

Dengan sengaja, Miranda membuka tutup kotak bekal makananku lalu membuang cokelat buatanku ke lantai begitu saja. Air mataku semakin deras. Hatiku sakit. Apalagi ditambah para kerumunan yang memertawakanku. Sakit sekali.

"Apanya yang lucu?" Tiba-tiba saja suara Rio menyela dingin, namun jelas. Membuat kerumunan yang sibuk tertawa langsung bungkam. "Hati lo dimana, Miranda?"

Miranda tampak kaget. Tapi dia lebih kaget lagi saat Rio merebut dengan kasar kotak bekalku yang masih berada di tangannya, lalu berjongkok dan memunguti cokelat buatanku yang sudah jatuh ke lantai. Sungguh. Aku tidak bisa lebih terharu lagi.

Setelah selesai memunguti cokelat yang jatuh, Rio menutup bekal makanku, lalu berjalan ke arahku. Ia menepis dengan kasar tangan Sharin dan Kania yang memegangi tanganku sampai merah. Ia memperhatikan tanganku yang merah tadi, lalu beralih pada pipiku yang sudah basah karena air mata, dan tiba-tiba saja, ekspresinya langsung berubah sedih.

"Ayok gue anterin ke kelas," bisiknya pelan kepadaku, lalu tersenyum. Dia menggandeng tanganku dengan hati-hati melewati kerumunan yang saat ini sibuk menatap kami tak percaya.

Saat hampir selesai melewati kerumunan yang ada, Rio menyempatkan diri berbalik sebentar dan berkata penuh kebencian. "Lo Miranda. Gue pastiin lo bakal dikeluarin dari sekolah secepetnya." Miranda langsung shock setengah mati. "Dan kalian semua yang masih sering ngebully siapapun di sekolah ini, selama gue masih jadi ketua OSIS, gue pastiin kalian juga bakalan senasib sama Miranda."

Lalu Rio langsung menggandengku lagi tanpa peduli dengan reaksi takut orang-orang di belakang kami. Dengan satu tangan yang menggandeng tanganku, dan satu tangan lagi membawa kotak bekalku, Rio menyempatkan diri berbelok ke UKS.

"Mau ngapain?"

Rio tidak menjawabnya. Ia sibuk menyuruhku duduk di atas kasur UKS lalu mencari kotak P3K dan tidak lama kemudian kembali sambil membawa kotak P3K.

"Mana yang sakit?" Tanyanya. Aku menggeleng. Dengan hati-hati ia menarik tanganku ke depan dan membaliknya. Terlihatlah pergelangan tangan kanan dan kiriku yang memar.

Dia langsung mengoleskan betadine di sana. Aku hanya menggigit bibir menahan sakit, tapi aku tidak melawannya.

"Udah." Dia tersenyum. "Kenapa bisa begini?" Pertanyaannya yang barusan terkesan lebih diajukan kepada dirinya sendiri. "Sakit?"

"Iya." Aku menjawab jujur.

Rio tampak sedih, lalu berfikir. Dia mengembuskan nafas berat dan mencium kedua telapak tanganku. Rasanya seperti tersengat listrik. "Dah sembuh." Dia lalu mengacak-acak rambutku.

Tanpa bisa kucegah, air mataku langsung turun. Rio langsung panik seketika. Ah, kenapa dia bisa begini baik padaku?

"Kenapa nangis? Masih sakit ya? Sakit banget? Ayok gue anter ke rumah sakit."

Aku tersenyum lalu menghapus air mataku dengan punggung tangan. Tiba-tiba saja, Rio menggenggam tanganku dan menaruhnya di atas pahaku. Kemudian tangannya beralih untuk menghapus air mataku.

"Lo tau?" Lirihnya. "Ngeliat lo dibully kayak tadi, nggak tau kenapa, hati gue sakit banget. Gue ngerasa nggak berguna. Bahkan buat ngelindungin orang yang gue sayang aja gue nggak bisa."

Ap... apa?

Rio lalu mengambil kotak bekal makanku yang berisi cokelat yang tadi dipungutnya. Lalu mengeluarkannya satu dan bersiap memakannya. Eh?

"Jangan dimakan!" Sergahku panik.

"Kenapa?"

"Itukan udah kotor."

"Tapi lo udah bikin susah-susah, masa dibuang gitu aja? Lagian, inikan punya gue. Terserah gue dong mau diapain." Rio menjawab panjang lebar dengan nada yang tidak bisa dibantah.

"Jangan dimakan." Aku berkata sekali lagi. "Nanti kamu sakit."

"Kenapa sakit?"

"Ya karena itu udah kotor!" Aku berkata frustasi. Dia menatapku lekat-lekat. "Kalo kamu mau... besok... besok aku buatin lagi."

"Gue mau. Tapi kalo itu ngerepotin lo, nggak usah juga nggak papa. Gue udah seneng dibikin kayak gini, walaupun nggak boleh dimakan. Hahahaha."

...

"Ndri?" Aku meliriknya. "Soal surat dari lo..."

Aku menundukkan kepalaku. Malu. Tidak siap dengan reaksi apapun yang akan diberikan Rio.

"Oke." Hah? "Ayok kita bikin akhir yang manis."

Aku menggeleng. Rio tampak bingung. "Nggak Rio. Kamu itu nggak suka sama aku. Kamu itu cuman kasihan sama aku."

Rio menatapku tanpa berkedip. "Kalo cuman kasihan, kenapa..." katanya lalu menggenggam tanganku dan menariknya ke dadanya. "Kenapa gue deg-degan mulu kalo di deket lo?"

Sungguh. Aku tidak pernah sebahagia ini. Wajahku langsung merah padam dan semakin merah padam saja saat Rio mencium keningku. "I love you. Dan gue janji, siapapun yang berani gangguin lo, mereka akan langsung berurusan sama gue. Karena sedih lo, sedih gue juga."

Dan aku tidak bisa membayangkan akhir lain yang lebih manis daripada ini.

♡♡♡♡ THE END ♡♡♡♡

Fyi : iya. Ini Indri yang di day 6. Cian dia dibully mulu:(

Btw, mohon maaf lahir dan batin guys!!!

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...
801K 23.1K 62
WARNING⚠⚠ AREA FUTA DAN SHANI DOM YANG NGGAK SUKA SKIP 21+ HANYA FIKSI JANGAN DI BAWA KE REAL LIFE MOHON KERJASAMANYA. INI ONESHOOT ATAU TWOSHOOT YA...
13.2M 1M 74
Dijodohkan dengan Most Wanted yang notabenenya ketua geng motor disekolah? - Jadilah pembaca yang bijak. Hargai karya penulis dengan Follow semua sos...
30.3M 1.6M 58
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 2 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...