Simple Past

By AleynaAlera

259K 5.3K 386

Kalau ada yang dibenci oleh seorang Tara dari masa kecilnya, itu pasti Reza. Anak laki-laki yang sayangnya ta... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15

chapter 8

13K 278 6
By AleynaAlera

Tara memijat dahinya sambil menatap jalanan dari balik jendela mobil Reza. It’s getting worseee!!

Dia menoleh dan melemparkan tatapan penuh tanya ketika Reza menghentikan mobilnya tidak jauh dari rumah Tara. “Kenapa berhenti disini?” tanya Tara bingung.

Reza menoleh dan menatap Tara. Dengan tatapan yang tidak bisa Tara tebak. “Jadi gimana?” sahut Reza kemudian menelungkupkan kepalanya ke stir di hadapannya.

Tara pun ikut meringis. “Kenapa juga lo harus minta tolong sama gue? Dan kenapa gue bisa setuju??” gerutu Tara. “Lo harus jelasin semuanya. Tanggung jawab.”

Reza menoleh cepat dan menatap Tara. “Dengan kata lain gue bilang sama tante gue kalau gue udah ngebohongin dia? Big No!

“Ya ampun! Terus apa? Kita harus nurut gitu sama mereka buat tunangan terus nikah???”

Reza pun berdecak kesal lalu meringis. Nikah? Dia? Gila!

Tara pun menarik nafas panjang dan menghembuskannya cepat. “Gue nggak mau tau. Pokoknya ini tanggung jawab elo.” Sahut Tara sambil turun dari mobil Reza dan berjalan cepat menuju rumahnya.

*****

Seperti biasa, selama dua puluh tujuh tahun dia hidup, sarapan pagi yang merupakan ritual wajib keluarga Arsjad pun dimulai. Tara berjalan lunglai menuruni tangga dengan kaos super dekilnya dengan gambar band guns and roses berwarna abu, celana jeans biru dongker, sepatu converse dan tabung gambarnya. Dia benar-benar tidak memiliki semangat untuk menjalani hari rabu di bulan mei yang cerah ini.

Seolah-olah belum cukup dengan tamparan mengejutkan semalam, pagi ini dia pun dikejutkan dengan satu buah kursi makan tambahan yang letaknya ada di samping kursinya. Well, bukan karena kursinya tapi lebih pada siapa yang menduduki kursi itu. Salah satu kursi di ritual wajib keluarga Arsjad. Well, keluarga.Yang berarti penghuni kursi itu tidak berhak ada di kursi itu.

“Lo ngapain disini?” bisik Tara sambil menatap Reza galak.

“Tadinya gue mau ketemu sama elo. Tapi sayangnya nyokap lo liat gue dan..” bisi Reza.

Tara menghembuskan nafasnya putus asa. Bagus sekali! Kenapa si Reza ini nggak nelepon dulu sih??? Batin Tara kesal.

“Tambah lagi lauknya, Reza.” Sahut neneknya sambil menyendok ayam daun tangkil kesukaan Tara ke piring Reza. Tara melongok. Neneknya itu menyendok ayam itu ke piring Reza yang sudah penuh. Bahkan piring milik cucunya sendiri saja masih kosong??!

Tara melirik piring Reza kesal lalu menyendok makanannya cepat sambil bergumam kecil kesal.

*****

“Jadi? Udah punya ide? Yang sedikit cemerlang??” sahut Tara dengan penuh penekanan pada kata cemerlang, memecah keheningan di mobil Reza.

“Entah lo setuju apa nggak, kayaknya kita emang harus kayak gini dulu untuk sementara dan  saat waktunya tepart, putus.”

Tara melongok mendengar ide ‘cemerlang’ itu. “Apa?? Kita?? Pacaran??” sahut Tara tidak percaya. “Are you crazy or what?”

“Sementara Tar. Sementara..,” potong Reza cepat.

Tara meraih rambut panjangnya dan dalam sekali gerakan menggulungnya tinggi. “Nah, itu kan ide tante lo. Kenapa kita nggak minta tolong nyokap lo aja? Nyokap lo lebih berhak dong nentuin siapa yang seharusnya jadi isteri atau tunangan atau bahkan pacar lo kan??”

Wajah musuhnya itu berubah kaku. Tara langsung mengatupkan mulutnya. Dan menatap Reza ragu. Apa gue salah ngomong? Nggak kan?

“Nyokap gue udah lama meninggal Tar.” Jawab Reza dingin.

Tara menutup mulutnya. “Jadi…,”

“Ya, jadi tante gue itu satu-satunya keluarga gue buat gue.”

Tara menatap Reza sambil meringis. “Well, sorry. Gue nggak tau kalau…”

Reza menoleh dan memaksakan senyumannya. “Nggak apa-apa kok. Santai aja.” Sahut Reza sambil kembali fokus ke jalanan.

Tara diam-diam melirik Reza. Seingatnya musuhnya ini dulu memiliki keluarga yang harmonis? Well, dia tidak mengenal keluarganya, tapi seingatnya Reza bukan anak broken home. Jadi… Kenapa sekarang dia bermasalah dengan ayahnya dan… ibunya udah nggak ada??

Tara pun akhirnya memutuskan untuk diam selama perjalanan menuju design shopnya.

*****

Penting! Gue harus ke kantor lo sekarang!

Reza melirik ponselnya. Penting?

Pintu ruangannya terbuka, dan dalam sekejap si pengirim pesan itu pun berada di hadapannya. Wajahnya merah, nafasnya tidak teratur. Reza mengerutkan keningnya. Ada hal penting apa sampai seorang Tara langsung mendatanginya?

“Gawat!” sahut Tara begitu pintu ruangannya tertutup.

Reza menatap Tara bingung. “Apanya yang gawat?”

“Tante lo nelepon gue tadi dan nyuruh gue fitting! Demi tuhan! Fitting!!” Tara menatap Reza histeris. “Lo harus lakuin sesuatu sebelum semuanya terlambat. Sebelum mereka nyeret kita paksa ke penghulu dan bikin gue harus mengakhiri kehidupan single gue yang sangat indah ini!”

Reza masih menatap Tara. Sama kagetnya dengan Tara. Dia menatap Tara tanpa berkedip mencerna semua yang di katakan teman masa kecilnya itu.

“Hei? Lo denger gue kan??”

Reza menelungkupkan kepalanya di meja kerjanya. Lalu mengeluarkan ponselnya dan menekan nomer yang sudah sangat di hafalnya.

“Tan? Tara nggak bisa fitting hari ini. Aku sama dia udah punya janji mau dateng ke rumah atasan aku. Sorry banget ya tan…”

Tara menguping semua pembicaraan Reza. Dan begitu musuhnya itu menutup teleponnya Tara melemparkan tatapan murka.

“Demi Tuhan! Kenapa lo malah bilang gue udah ada janji sama elo sih??? Kenapa nggak to the point aja dan bilang kalau kita itu bukan apa-apa.”

“Dan bikin tante gue kecewa? Bikin satu-satunya orang yang gue punya kecewa sama gue??” sahut Reza dingin. Tara meringis bersalah. Well, dia lupa kalau bagi Reza, tante marinka itu segala-galanya.

Tara diam. Kemudian menatap Reza. “Well, gue balik. Setidaknya tante lo nggak akan nyeret gue buat fitting hari ini.” Sahur Tara sambil berbalik dan meninggalkan ruangan Reza.

*****

Dan disudut lain perusahaan…

“Lihat nggak??” sahut perempuan berambut sebahu.

“Lihat. Kira-kira siapanya pak Reza ya? Kayaknya dia satu-satunya perempuan yang pernah langsung masuk ke ruangan pak Reza selain ibu Marinka?”

Perempuan dengan rambut panjang berwarna cokelat langsung ambil alih bagian. “Tapi orangnya cuek banget. Liat nggak kaosnya? Ya Ampuun. Roker kali ya? Gue sih yakin dia bukan siapa-siapanya pak Reza.”

“Kok lo yakin banget sih?”

“Lo nggak inget perempuan-perempuan yang sering dateng, bikin janji ketemu sama pak Reza? Semuanya model loh! Cantik-cantik.”

“Yang tadi juga cantik loh! Malah bisa langsung masuk tanpa bikin janji dulu.”

“Ia sih cantik, tapi paling nggak fashionable!” sahut si rambut cokelat.

“Jangan-jangan dia pacarnya pak Reza lagi?”

*****

“Marriage stuff, huh?” sahut Biya sambil menarik kursi di hadapan Tara. Tara sendiri yang sedang sibuk dengan berbagai macam design di mejanya hanya memberingut mendengar komentar sahabatnya itu.

“Jangan sampe deh!”

“Hmm… senjata makan tuan ya?” lanjut Biya tidak mempedulikan ekspresi wajah Tara yang sudah sangat kesal.

“Aduh Bi, lo tuh sahabat gue apa bukan sih? Belain gue kek, ini malah ngomporin!”

Biya terkekeh sambil melirik jam tangan. “Udah malem, lo nggak balik apa?”

Tara ikut melirik jam tangannya, lalu mendesah panjang. “Males nih. Kalau gue balik pasti pembicaraannya seputar kapan mau tunangan? Kapan mau nikah? Lo tau nggak kemaren siang tantenya si Reza nyuruh gue fitting buat kebaya tunangan sama kebaya nikahan!”

Biya yang awalnya hanya menganggap masalah Tara sbagai bahan candaan langsung menatap Tara cepat dan tidak percaya. “Jadi, kalian bener-bener di jodohin??”

“Lebih tepatnya, bagi mereka ini tuh bukan perjodohan! Ah! Semuanya gara-gara si Reza nih!” gerutu Tara frustasi.

Biya langsung menatap sahabatnya ini khawatir. “Ehm, dan untuk nambah keterkejutan elo, Reza nunggu lo di bawah.” Sahut Biya yang di susul dengan tatapan kaget luar biasa Tara.

*****

“Tar, kita ke rumah tante gue ya.” Sahut Reza sambil berjalan mengikuti Tara menuju mobilnya.

Tara menoleh dan melemparkan tatapan ‘ngapain?’

“Kita jelasin semuanya sekarang, dan… we’re back to the normal us.

“Habis itu, ke rumah gue dan jelasin juga ke nyokap gue. Okey?” sahut Tara setuju.

Reza pun mengangguk setuju.

Dan sepanjang perjalanan dari design shop Tara menuju dago pakar, Tara sibuk dengan tabletnya dan desain-desain yang mau tidak mau menjadi pekerjaan rumahnya. Reza sendiri, sibuk dengan jalanan macet kota Bandung.

 Setelah satu jam berada di jalan, mobil Reza pun berbelok masuk ke halaman rumah tante Marinka. Tara mengerutkan keningnya ketika beberapa orang hilir mudik di halaman rumah. Tampak sibuk dan panik.

Reza pun mengerutkan keningnya. Dia turun dari mobil dan menghampiri seorang pria tua dengan topi berkebunnya. Tara yang berjalan cukup jauh dari Reza tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Hanya raut wajah Reza yang panik, dan dia langsung berlari masuk.

Tara mengerutkan keningnya. Apa apa ini?

*****

“Jangan panik…,” sahut Tante Marinka yang sedang diangkat masuk kedalam ambulan. “Tante bersyukur akhirnya kamu nemuin perempuan baik-baik kayak Tara.”

“Tante jangan banyak ngomong dulu Tan,” sahut Reza panik.

“Tara baik… dia beda sama ma­-” dan tante Marinka terdiam sambil meringis menahan sakit.

“Kenapa tante nggak bilang sama aku kalau tante sakit?”

Tantenya hanya tersenyum lalu pintu ambulan pun tertutup.

Tara yang masih kaget dan tidak percaya dengan apa yang dia lihat hanya bisa menepuk pundak Reza. Mencoba menenangkan musuhnya itu. Reza langsung berlari menuju mobilnya diikuti oleh Tara. Dan langsung meluncur ke rumah sakit.

*****

Continue Reading