Behind Every Laugh

By plpurwatika

6.2K 457 111

#30DaysWritingChallenge More

#1 Love Yourself
#2 Say Your Love!
#3 See you soon!
#5 My Olive
#6 (Judulnya Nyusul)
#7 Sorry
#8 One Day to Remember
#9 Selfie
#10 Ojek tak Bermesin
#12 Bukan Benci Biasa
#13 Surat Cinta?
#14 Sate Cinta-eh, Sate Ayam
#15 Bukan Benci Biasa (2)
#16 Trust Me
#17 Damn you, Arka.
#18 I Miss You.
#19 Kotak Cokelat
#20 Ongkos
One Call Away
KISS
#21 Dia yang Tidak Pernah Menangis

#11 Cinta

161 22 0
By plpurwatika

#30DaysWritingChallenge Day 11: Something Unusual

"Ini apaan?!" Aku berkata pada cewek di depanku, Cinta, sambil mengacung-acungkan sebuah dompet kulit berwarna hitam yang keliatan mahal. Cinta terlihat kaget, lalu secepat mungkin buang muka. "Jawab gue!"

Cinta tetap diam.

"Ini dompet siapa?"

"..."

"Jawab gue, Cinta!"

"..."

"Lo nyopet lagi ya?!"

"Berisik!" Dia berteriak lebih kencang daripada sederertan kalimatku barusan. "Apa hak lo bentak-bentak gue kayak gitu? Ha?!"

Aku tersentak. Dalam hati menyesal telah membentaknya. Jadi, kuturunkan nada suaraku, kutatap Cinta dengan penuh cinta. "Lo nyopet lagi?"

"Bukan urusan lo!" Dia masih juga berkata dengan nada tingginya tanpa menghiraukan aku yang sudah menurunkan nada bicaraku. Yah, aku memakluminya. Salahku yang membentaknya lebih dahulu tadi.

"Jelas itu urusan gue." Sebelah tanganku memegang pundaknya. Dia segera menepisnya dengan kasar. "Lo yang udah janji sama gue buat nggak nyopet lagi. Inget, kan?"

Cinta menatapku sengit. "Nanti juga gue balikin! Tenang aja deh lo!"

Aku percaya padanya. Sungguh. Aku percaya dia pasti akan mengembalikan dompet beserta uangnya secara utuh. Karena dia juga melakukan itu padaku.

Dulu saat kami belum dekat seperti sekarang, aku pernah kehilangan dompetku dengan uang cash sebanyak satu juta rupiah di dalamnya. Kupikir aku tak sengaja menjatuhkannya. Dan, aku sangat menyesal sekali karenanya. Mungkin uangnya tidak terlalu penting. Tapi KTP, SIM, kartu credit, kartu ATM, dan yang lainnya, aku malas kalau harus mengurusnya lagi.

Sebulan kemudian, aku mendapati seorang cewek dengan rambut panjangnya yang diikat asal-asalan, dengan dress putih selutut dan jaket jeans yang membuat pemakainya terlihat cuek namun sangat cantik di mataku, sedang mengendap-endap menaruh sesuatu di depan pintu rumahku lalu pergi begitu saja. Aku yang penasaran langsung melihat benda apa yang diletakkan cewek itu, dan menemukan dompetku yang hilang satu bulan lalu di sana. Semuanya lengkap. Uangnya pun utuh. Di dalam dompet itu terselip sebuah surat yang berbunyi,

Sorry, uang lo gue pinjem dulu waktu itu. Thanks, Arya Satria.
Salam, ♥C.

Aku ingat sekali kalau aku langsung mengejarnya waktu itu. Mengikutinya dengan sembunyi-sembunyi meletakkan dompet milik sekitar lima orang di depan rumah mereka masing-masing.
Cewek itu ... apa maksudnya? Siapa dia sebenarnya?

Aku langsung menyapanya. Dia hanya menatapku bingung. Dan kebingungan itu berubah menjadi kakagetan luar biasa saat aku menyebutkan namaku. Yah, dia pasti mengenaliku.

Sejak saat itu, setiap hari aku selalu datang menemuinya. Ada sesuatu dalam diri cewek itu yang membuatku penasaran. Awalnya, tentu saja dia merasa risih dengan kehadiranku. Tapi lama kelamaan aku bisa meyakinnya kalau aku ada di pihaknya. Aku mulai melarangnya mencopet. Dan dia menyetujuinya. Dia memang mencopet karena butuh uang untuk ketiga adiknya yang masih kecil. Ketika sudah mempunyai uang yang cukup, dia akan mengembalikan uang yang dia copet. Dia adalah tulang punggung bagi adik-adiknya setalah ibunya meninggal dan ayahnya menelantarkan mereka setelah menikah lagi dengan wanita lain. Diam-diam aku mengaguminya. Dia bercerita tentang hidupnya tanpa getir sama sekali. Tanpa ekspresi sedih. Katanya, nasip hidupnya memang begini, jadi mau diapakan lagi?

Waktu terus berlalu, intinya hubungan kami jadi semakin dekat karena sedikit demi sedikit dia mau berbagi cerita denganku.

"Berapa?" Dia menatapku bingung. "Berapa yang lo dapet dari dompet ini?"

"Lima ratus ribu," jawabnya jutek.

Aku mengambil uang sejumlah lima ratus ribu dari dompetku dan memberinya pada Cinta. "Balikin duit yang lo copet sekarang."

Cinta hanya mengamati uang itu tanpa ada sedikit pun minat untuk mengambilnya.

"Lo nggak perlu nyopet lagi." Aku berkata serius. "Udah gue bilang kan, kalo lo perlu duit, lo bisa bilang ke gue. Anggep aja itu utang. Lo boleh bayar kapan pun kalo lo udah punya duit."

Cinta tersenyum sinis. Lalu menolak uang yang sudah aku sodorkan padanya. "Gue nggak butuh duit lo. Gue bisa cari sendiri."

"Tapi nggak dengan cara nyopet!" Sial. Aku kelepasan lagi membentaknya.

"Terus dengan cara apa? Minta ke ortu kayak lo lakuin setiap hari? Gitu? Ha?"

Aku tersikap mendengarnya. Baru kali ini aku merasa sangat dipermalukan.

"Cowok manja kayak lo itu nggak pantes ngomongin hal-hal kayak gitu ke gue!" Cinta mendengus jijik, lalu berkata tajam, "Karena lo nggak tau, gimana kerasnya hidup kayak gue!"

"Terus hal yang bener menurut lo itu kayak gimana? Jadi pencopet yang sok baik dengan mulangin lagi duit yang udah dicopet? Gitu?" Aku tahu, Cinta sedang menahan amarahnya dalam-dalam. Tapi, semuanya sudah kepalang tanggung, cewek keras kepala itu tidak akan mengerti. "Sekali pencopet, mau lo balikin tuh duit kek, tetep aja judulnya pen-co-pet!"

PLAKK!

Bisa kurasakan pipi kananku yang panas akibat tamparan Cinta. Tapi aku membiarkannya.

"Bacot doang kerjaan lo dari awal kenal gue! Gue udah sering denger hal-hal kayak gitu. Jadi nggak perlu lo omongin lagi, gue udah paham!" Mata Cinta berkilat marah. "Lo itu baru kenal gue kurang dari sebulan! Jadi jangan sok tau apa pun tentang hidup gue!"

Dia lalu berlari ke luar. Entah aku harus mengerjarnya atau tidak. Awalnya aku tidak ingin mengerjarnya, memangnya apa yang aku harapkan dari cewek itu? Tapi setelah menyadarinya ... Cinta menangis. Hal yang tidak pernah dia lakukan sejak aku mengenalnya. Jadi dengan perasaan bersalah, aku langsung mengejarnya.

"Cinta!" Dia tetap berlari di depanku. Rambutnya yang dikuncir asal-asalan semakin terlihat berantakan. "Cinta, denger dulu!"

Dia berbalik setelah aku berhasil menggapai tangannya. Dia berkata sambil mengelap sisa-sisa air matanya. "Apa? Belom cukup ngehina guenya?"

"Denger gue." Cinta langsung menatapku tajam. "Kalo lo perlu duit, lo tinggal bilang ke gue. Ya?"

"Mulai sekarang mending lo berhenti deh bilang hal-hal sok baik kayak gitu." Dia berkata dengan suara parau. "Gue nggak butuh omong kosong!"

"Omong kosong apanya?"

"Adek gue kecelakaan tadi pagi," katanya getir. "Tapi lo di mana? Gue udah coba nelponin lo terus-terusan kayak orang kesurupan. Tapi lo dimana?! Ha?!"

Rasanya seperti ada sesuatu yang langsung meremas-remas hatiku. Membuatnya langsung diterpa rasa bersalah yang tak mau hilang. Aku menyesal telah memarahinya. Aku menyesal telah membentaknya. Aku menyesal tidak mendengarkan penjelasannya. Aku ... menyesal tidak bisa ada untuknya.

"Gue ... sorry."

"Nggak apa-apa." Aku benci mendengarnya berkata seperti itu. "Gue udah sering dikecewain."

Aku menelan ludah dengan susah payah "Terus adek lo gimana?"

"Udah di rumah." Aku menghembuskan napas lega. Dia lalu berkata setengah menyindir, "Udah ditanganin Dokter pake duit hasil nyopet."

"Balikin duit nyopet yang tadi pake duit gue aja, ya?"

"Nggak perlu."

"Ya?"

"Nggak usah."

"Please?"

Cinta lalu berjalan pergi tanpa menjawab kata-kataku. Aku mengikutinya saja tanpa banyak bicara. Dia berjalan, menaiki tangga ke atas gedung yang tampaknya sedang dibangun, namun tidak diteruskan lagi. Entah. Mungkin kurang biaya.

Cinta lalu duduk sembarangan di pinggiran atap gedung setengah jadi tersebut. Aku mengikutinya dan duduk di sampingnya. Dia melirikku heran. "Ngapain ngikutin gue?"

"Gue belom minta maaf."

Dia mendecak sebal. "Udah gue bilang, gue nggak apa-apa."

"Tapi lo nggak keliatan kayak lagi baik-baik aja."

"Terserah lo deh!"

"..."

"Cinta?"

Dia melirik kesal. "Apa lagi?"

"Kenapa lo nangis tadi?"

Cinta memutar duduknya sehingga menghadapku. "Kenapa sih, lo selalu mau tau tentang urusan orang?"

Aku tertawa. "Karena kalo nggak gitu, kita nggak bakalan deket kayak sekarang."

"Menurut lo kita deket?" Dia bertanya mengejek.

"Iya," kataku yakin. Cinta hanya memutar bola matanya. Aku lalu merangkul bahu cewek itu yang membuatku langsung dihujam tatapan membunuh darinya. "Nih kita deket. Kita kan duduk samping-sampingan."

Aku tertawa. Dia hanya menatapku aneh. "Kenapa lo peduli sama gue?"

Langit sore yang mulai berwarna oranye di atas kami berdua, mungkin akan menjadi saksi saat aku mengunggkapkan perasaanku padanya. Inilah saatnya.

"Soalnya gu—"

"Asal lo tau," katanya serius. "Cuma lo yang bisa bikin gue buat berhenti nyopet."

Senyumku langsung mengembang. "Emang udah waktunya lo buat berhenti nyopet."

"Sebenernya gue juga males kerja kayak gitu, kalo nggak terpaksa." Dia berkata sungguh-sungguh. "Sumpah. Rasanya nggak enak banget ngeliat orang yang gue ambil dompetnya panik. Ngeliat orang yang gue copet dompetnya bingung. Gue ... nggak tega.

"Terutama waktu nyopet lo." Aku mendengarkannya baik-baik. "Lo nggak sadar sama sekali waktu dompet lo gue ambil. Dengan niat tulus lo, lo mau kasih sedekah ke pengemis. Dan waktu itu deh, lo baru sadar kalo dompet lo udah nggak ada dikantong lo. Sumpah. Gue nyesel banget kalo inget hari itu."

Aku mengangguk-angguk mengingat kejadian itu. "Mungkin emang takdir maunya kita ketemu dengan cara kayak gitu. Takdir, maunya gue ngerubah lo ke jalan yang bener. Takdir, mau kita jalan sama-sama. Takdir ... mau nyatuin kita."

"Denger ya, Arya," katanya lalu menatap mataku dalam-dalam setelah sebelumnya menghembuskan napas berat. "Gue itu udah sering banget, dikasih harapan, terus dikecewain. Dikasih janji-janji manis, tapi nggak pernah ditepatin. Itu udah jadi makanan sehari-hari gue. Jadi, lo jangan ikut-ikutan kayak gitu deh!" Dia memberi jeda sebentar, lalu berkata pahit, "karena nama gue Cinta, tapi gue nggak pernah dicintai."

Hatiku langsung terasa nyeri mendengar kata-katanya. Melihat tatapan matanya yang penuh luka. Melihat tatapan matanya yang kecewa pada dunia. "Gue cinta lo. Dan gue serius."

Cinta tersenyum. "Lo harus tau kalo kita nggak akan pernah bisa bareng, sekalipun gue juga cinta sama lo."

Ada sesuatu yang hancur di hatiku sore ini. Dan sesuatu itu bernama harapan.

"Mending kita sampe sini aja. Lo lupain soal teori lo tentang takdir. Gue janji nggak bakal nyopet lagi."

Tapi aku belum mau menyerah sekarang. kalau harapan itu hancur, demi Cinta, aku rela membangunnya lagi. "Lo bilang, lo selalu balikin barang apa pun yang lo copet, kan?" Cinta mengangguk sambil menatapku aneh. "Gue rasa ada satu hal yang belom lo balikin."

"Maksud lo?"

"Lo udah nyopet hati gue dan sampe sekarang belom lo balikin."

Cinta melongo lalu berusaha mencerna kata-kataku. Setelah dia mengerti, dia lalu tertawa kencang dan tidak mau berhenti sampai menitikan air mata. Memangnya lucu?

"Emang lucu?"

"Kata-kata lo kayak judul di FTV. Bhahahahahaha."

Aku langsung menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Ah iya, dia benar. Dasar memalukan. Bukannya berusaha meyakinkannya aku malah mengeluarkan gombalan murahan.

"Arya?" Dia berkata setelah berhasil menghentikan  tawanya. Aku menatapnya penasaran. "Hati lo nggak bakal gue balikin, soalnya gue mau hati lo cuman buat gue aja."

"Maksudnya?"

"Dasar nggak peka!" Dia langsung cemberut. "Padahal gue udah pake kata-kata ala-ala FTV kayak lo."

"Gue nggak ngerti."

"Au ah!" Cinta lalu berdiri. Menepuk-nepuk bagian belakang celananya lalu berjalan ke arah tangga.

Aku berusaha keras mencerna kalimat Cinta. Setelah mengerti, aku langsung tersenyum bahagia. Jadi maksudnya ....

Aku langsung ikut bangkit dan menyusul Cinta yang baru akan menuruni tangga gedung setengah jadi ini, sambil berteriak, "Cinta! Gue cinta sama lo!"

Dia berbalik dan melirikku tajam. Aku bisa melihat wajahnya memerah. "Bacot! Bikin malu aja lo."

Tanpa menungguku Cinta langsung menuruni tangga. Aku mengekor di belakangnya.

Aku yakin, hanya cewek bernama Cinta inilah yang dapat membuatku merasakan cinta yang sebenarnya.

('∀'●)♡THE END♥(ノ'∀')







Bojonegoro, 2^3 Juli 2k15.

Continue Reading

You'll Also Like

368K 19.6K 20
[VOTE AND COMMENT] [Jangan salah lapak‼️] "Novel sampah,gua gak respect bakal sesampah itu ni novel." "Kalau gua jadi si antagonis udah gua tinggalin...
5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
160K 313 9
Gadis polos yang terjerumus suasana malam club, menceritakan cerita seorang influencer yang terkenal dikalangan remaja berusia 16 tahun. cerita lengk...