Behind Every Laugh

By plpurwatika

6.2K 457 111

#30DaysWritingChallenge More

#1 Love Yourself
#2 Say Your Love!
#3 See you soon!
#5 My Olive
#6 (Judulnya Nyusul)
#8 One Day to Remember
#9 Selfie
#10 Ojek tak Bermesin
#11 Cinta
#12 Bukan Benci Biasa
#13 Surat Cinta?
#14 Sate Cinta-eh, Sate Ayam
#15 Bukan Benci Biasa (2)
#16 Trust Me
#17 Damn you, Arka.
#18 I Miss You.
#19 Kotak Cokelat
#20 Ongkos
One Call Away
KISS
#21 Dia yang Tidak Pernah Menangis

#7 Sorry

228 21 6
By plpurwatika

#30DaysWritingChallenge Day 7: Siblings

Oh, i'm sorry for blaming you,
For everything i just couldn't do.
And i've hurt my self, by hurting you ....

Aku sampai di rumah ketika Papa, Mama, dan Tiara sedang makan malam. Tawa mereka langsung berhenti ketika melihatku datang. Menyebalkan. Aku harus segera naik ke atas.

"Kak Cindy nggak makan dulu?" Panggilan itu berasal dari Tiara. Adik kandungku yang menyebalkan.

Aku mentaap Tiara datar lalu berbalik dan duduk di kursi meja makan. Tiara tersenyum saat melihatku. Sementara Papa dan Mama tetap melanjutkan makannya tanpa mempedulikanku. Oh, jadi mereka masih marah gara-gara aku pulang telat kemarin malam? Ya ampun. Giliran Tiara, dia boleh pulang sampai larut malam. Sementara aku langsung dimarahi habis-habisan. Memang sih, Tiara pulang larut karena mengerjakan tugas sekolah dan aku pulang malam karena jalan dengan pacarku. Tapi kan tetap saja, siapa tau Tiara berbohong dan malah keluyuran tidak jelas?

Kalian harus tau, kalau aku sangat sangat sangat sangat sangat membenci Tiara. Selisih umur kami hanya terpaut tiga tahun. Tapi tetap saja dia lebih kecil daripada aku. Lagipula dia masih SMA dan aku sudah kuliah. Itu membuat hubungan kami semakin menjauh. Walaupun dia kelas 3 SMA, tapi tetap sama judulnya SMA. Yah, alasan utama aku membencinya adalah karena dia pernah merebut pacarku. Tampangnya yang polos itu sangat menipu sekali. Di saat aku masih berpacaran dengan cowokku waktu itu, ternyata mereka malah diam-diam menjalin hubungan di belakangku. Tega-teganya. Aku semakin membencinya saat dia seringkali mencampuri urusankku. Sok tahu sekali, kan?

Dia juga selalu mendapat pembelaan dari Mama dan Papa. Padahalkan harusnya mereka membelaku! Memang, derita anak pertama. Ya, ya. Aku tahu Tiara diperlakukan istimewa karena dia sakit. Asma katanya sih. Tapi, aku tidak pernah percaya. Mungkin itu hanya salah satu strateginya?

Dengan hati-hati aku mengeluarkan sebuah amplop dari dalam tasku lalu melemparnya ke atas meja makan. Perhatian Papa, Mama, dan Tiara langsung teralih pada amplop yang kulempar. Aku tau sebenarnya Mama dan Papa penasaran amplop apa itu, tapi gengsi mengalahkan segelanya. Jadi dengan senang hati aku langsung menjelaskannya tanpa diminta. "Itu surat pernyataan kalo Cindy menang kontes modeling dan Cindy diundang buat fashion show di acara Sunday Fashion satu minggu lagi."

Hening sejenak. Sialan. Masasih mereka masih marah denganku? Masa mereka tidak senang mendengar akhirnya aku bisa mencapai cita-citaku?

"Wow." Tiara akhirnya buka suara. "Keren banget. Gue bangga banget punya kakak kayak lo!" Ah, dasar berlebihan. "Keren banget kan Ma? Pa?" Caper.

Papa mengambil amplop tersebut dan membacanya, lalu berkata singkat. "Percuma kamu ikut gitu-gituan kalo nilai kamu nggak pernah bagus. Liat tuh adek kamu. Nilainya selalu bagus. Nggak kayak kamu."

Apa-apaan sih? Tiara lagi, Tiara lagi. Harusnya kan mereka memujiku. Bukannya malah memuji Tiara di atas kelebihanku. Dunia memang tidak adil.

Dengan kesal aku langsung bangkit dan berjalan menuju kamarku di lantai dua. Kapan sih Mama dan Papa berhenti membandingkanku dengan Tiara?

☺☺☺

"Udah gue bilang, pacar lo itu brengsek." Aku menghiraukan kata-kata Tiara dan berjalan menuju tangga untuk turun ke lantai satu. Ketika aku sudah hampir sampai di ujung tangga, Tiara mendahuluiku sehingga menghalangi jalanku untuk turun ke bawah. Dia menatapku kurang ajar. "Gue serius."

Mau tak mau aku jadi harus meladeninya. Sebenarnya, saat ini aku sedang tidak mood marah-marah. Tapi kenapa sih cewek itu selalu saja bisa memancing kemarahanku? "Anak kecil kayak lo tau apa sih?"

"Gue bukan anak kecil." Dia mendengus bete. Masa bodo. "Pacar lo itu brengsek. Gue serius. Gue pernah liat sendiri dia ja-"

"Halah ,tau apasih lo tentang dia?"

"Gue rasa justru lo yang sama sekali nggak tau tentang dia, Kak."

Deg. Ucapannya tepat mengenai sasaran. Sebenarnya, aku tidak begitu tahu tentang Bayu-pacarku-aku tidak tahu tentang masa lalunya, keluarganya, teman-temannya pun aku hanya tahu sebagian saja. Aku mengenalnya karena dia adalah salah satu photographer di majalah kampus. Wajar kan kalau seorang model dekat dengan photographer? Tambahan lagi, Bayu akhir-akhir ini jadi lebih cuek daripada biasanya. Aku tidak tahu apa sebabnya, karena yang aku tahu adalah aku sangat mencintai Bayu. Itu saja.

Tapi karena tidak ingin membuat anak kecil itu langsung besar kepala dan bahagia karena tebakannya yang ngasal tadi ternyata benar, aku mengalihkan topik pembicaraan. "Lo mau ngapain lagi sih sebenernya sekarang?" Dia menatapku tidak mengerti. "Dulu lo rebut pacar gue. Terus sekarang lo mau bikin nama pacar gue jelek di depan gue, terus lo rebut lagi? Iya? Haha. Kotor banget otak lo!"

Dia tersikap saat aku menyinggung-nyinggung topik rebut pacar tadi. Wajahnya langsung tertunduk menyesal. Tapi aku sudah kebal dengan tampangnya yang sok tersiksa itu. "Gue minta maaf soal waktu itu. Gue sama sekali nggak bermaksud kayak gitu. Gue-"

"Basi!" Dengan kasar aku menabrakkan tubuhku pada bahunya dan segera berjalan menuruni tangga dengan melewati dua anak tangga sekaligus. Dan entah apa yang terjadi saat itu, tiba-tiba saja aku seperti tersandung sesuatu dan tanpa sadar sudah berguling-guling ke bawah. Aku sempat mendengar Tiara meneriakkan namaku dan memanggil Mama dan Papa. Lalu setelah itu, semuanya menjadi gelap.

☺☺☺

Gelap. Semuanya gelap. Aku berusaha membuka mataku tapi semuanya tetap sama. Gelap. Ke mana hilangnya semua orang? Di mana aku sekarang? "Ma? Pa?" Apakah suara yang bergetar itu suaraku? "Mati lampu ya?"

Sayup-sayup kudengar suara orang sedang berbincang-bincang di depan. Tapi tidak kelihatan. Gelap.

"Buta?" Aku mengenalinya sabagai suara Mama. "Bagaimana bisa, Dok?"

Jantungku berdetak kencang. Apa yang sedang mereka bicarakan?

"Saraf mata yang ada di kepala Putri Ibu terbentur cukup keras. Dan hal itulah yang membuatnya mengalami kebutaan."

Putri Ibu? Siapa yang dimaksud? Aku berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi. Tadi aku sedang ingin keluar rumah lalu Tiara yang sok tahu itu menghalangi jalanku. Aku memarahinya lalu melewatinya bagitu saja. Aku setengah berlari menuruni tangga dan ... oh, tidak! Tidak mungkin! Tidak mungkin aku yang sedang dibicarakan Mama! Tidak mungkin aku yang buta!

Tapi kegelapan yang menyelimutiku ini ....

"Lalu apa yang harus kami lakukan, Dok?" Suara Papa. "Soal biayanya jangan khawatir."

"Satu-satunya cara adalah dengan donor mata." Suara Dokter. "Tapi sayangnya stoknya sedang kosong saat ini."

Rasanya aku ingin menangis meraung-meraung sekarang juga.

"Sampai berapa lama, Dokter?" Kali ini suara Tiara. Dia berkata sambil terisak. "Kakak saya akan ada fashion show satu minggu lagi. Dia harus ikut. Itu cita-cita dia dari dulu. Saya mohon."

Dia ... dia peduli?

"Nanti kalau donornya sudah ada akan segera saya kabari, Bu, Pak, Dik. Sekarang saya permisi dulu."

☺☺☺

Entah sudah berapa lama kegelapan ini menyelimutiku. Aku tidak bisa mengingat hari. Entah fashion show itu sudah lewat atau belum. Aku tidak bisa menghitung hari.

Hari itu, di saat aku tahu kalau aku buta, aku ingat dengan jelas semua orang memperhatikanku. Semuanya sayang padaku. Kecuali Bayu. Benar kata Tiara, cowok itu memang brengsek. Ketika aku ingin menghubunginya, yang kudapati adalah seorang cewek dengan nada sok imut yang mengangkat teleponku. Saat itu juga, tanpa memberitahu keadaanku, aku langsung memutuskan hubunganku dengannya. Mama, Papa, dan Tiara silih berganti menyuapiku. Mengajakku bercanda dan melakukan hal yang bisa dilakukan oleh orang buta.

Tapi itukan sudah berlalu. Hari ini adalah hari di mana perbanku dibuka setelah melakukan operasi donor mata waktu itu-entah kapan. Aku masih belum bisa mengitung hari dengan benar. Yeay! Aku sembuh!

Aku tidak menyangka donor mata itu datang begitu cepat.

"Nanti buka matanya pelan-pelan ya." Sang Dokter berkata lalu bisa kurasakan tangan sang dokter membuka perban di mataku. "Coba buka."

Aku mengerjap-mengerjapkan mataku perlahan. Rasanya sedikit pusing. Tapi lama kelamaan pusingnya hilang. Dan sekarang semuanya sudah tidak gelap lagi. Semuanya terang. Hari-hariku kembali berwarna.

Aku menatap sekelilingku dan menemukan Papa berdiri di sampingku

"Yang lain mana Pa?"

Papa hanya membuang muka lalu berkata dengan suara dipaksakan. "Hari ini seharusnya kamu fashion show. Kalau kamu mau membatalkannya, biar Papa yang bicara pada penyelenggara acara."

Aku menggeleng kuat-kuat. Enak saja. Acara itu tidak boleh dibatalkan! Itukan impianku dari dulu! "Cindy mau ikut fashion show." Papa mengangguk. "Nanti Mama, Papa, sama Tiara dateng kan?"

Papa tidak menjawabnya. Dia hanya sibuk mengemasi barang-barangku. Aneh.

☺☺☺

Setelah fashion show, aku langsung menghampiri Papa dan Mama dengan wajah bahagia. "Gimana tadi? Cindy cantik, kan?"

Mereka berdua tidak menjawab. Menyebalkan. Kenapa sih? Biasanya saat Mama dan Papa tidak menanggali ucapanku, Tiara akan menanggapinya. Oh ya, dia ke mana ya? "Tiara mana?"

Mama langsung membawaku ke cermin terdekat. Aku menatapnya tidak mengerti.

"Apaan sih? Aku tau aku cantik banget malem ini."

"Tiara di sana." Mama menunjuk cermin. Hah? Di dalam cermin? Dengan isakan, Mama melanjutkan kalimatnya, "Di mata kamu."

Aku bisa merasakan darahku berdesir hebat. Tubuhku gemetaran. Otakku kosong dan aku mati rasa. Tidak mungkin. Ini semua tidak mungkin.

Seems like it was yesterday when i saw your face.
You told me how proud you were, but i walked away.
If only i knew, what i know
today ....

Papa menepuk bahuku. "Adikmu itu sayang sekali sama kamu. Walaupun kamu membencinya, dia tetap menyangimu."

Aku ingin menangis. Aku ingin menangis sekarang juga. "Maksudnya apa?" Lirihku.

"Tiara kepingin banget jagain kamu." Mana terisak. "Tapi kenyataannya dia nggak bisa. Satu hari setelah kamu kecelakaan, asmanya kambuh karena mikirin kamu."

Air mataku sudah menggenang. Oh andai saja aku tidak ceroboh malam itu.

"Dia mikirin gimana kamu fashion show hari ini. Karena dia tahu, itu cita-cita kamu dari kecil. Dia nyesel dengan pertengkaran kalian malam itu. Dia nyesel udah sok tahu nasehatin kamu. Dia terus-terusan nyalahin dirinya sendiri. Dia ... dia ...."

Air mataku mengalir deras membayangkan Tiara melakukan itu. Papa sudah memeluk Mama yang terisak hebat.

"Sekarang adikmu udah tenang di sana. Dia pasti seneng kakaknya bisa sukses fashion show malem ini. Karena kesenangan kamu adalah kesenangan dia juga."

Dadaku terasa sesak karena tak henti-hentinya menangis.

"Dia sayang kamu, katanya." Mama berkata masih dengan isakannya. "Dia sayang kamu walaupun kamu benci dia."

Sungguh, betapa jahatnya aku. Sungguh, betapa aku membenci diriku sendiri.

"Aku sayang Tiara," kataku tanpa sadar.

Papa menyerahkan selembar kertas kepadaku. Aku menerimanya ragu-ragu lalu membaca isinya. Tulisannya, seperti tulisan Tiara. Tapi, kali ini berantakan sekali.

Dear, Kak Cindy.

Gue tau lo benci banget sama gue. Gue pernah ngerebut pacar lo. Demi Tuhan gue nggak bermaksud begitu. Hari itu, gue cuman nemenin pacar lo jalan-jalan ke mal. Beli kado buat ulang tahun lo. Tapi lo keburu salah sangka. Gue tau susah banget bagi lo buat percaya sama gue. Nggak papa. Asal lo bahagia.

Gue harap gue bisa nonton kakak fashion show. Gue harap gue bisa ke sana. Liat kakak ngedapetin cita-cita Kakak. Kakak pasti cantik banget malem ini.

Kak. Gue minta maaf kalo gue sering sok tau. Kalo gue sering ikut campur urusan lo. Gue cuman pengen lo bahagia. Gue cuman pengen lo baik-baik aja.
Gue minta maaf kalo gue belom cukup jadi adek yang baik buat lo. Gara-gara gue lo jadi sering dimarahin Papa sama Mama. Gara-gara gue lo jadi sering dibanding-bandingin.

Gue nggak tau gimana caranya biar lo bisa maafin kesalahan gue yang banyak banget itu. Yang lo harus tau, gue nggak pernah ambil hati semua yang udah lewat. Gue bangga. Gue bangga punya kakak kayak lo. Lo yang terbaik.

Gue sayang lo. Semoga suatu saat lo juga bisa sayang sama gue.

Salam manis,
Tiara♥

P.s. jangan lupa jaga kesehatan ya, Kak! Titip Mama Papa, oke? Bilang ke mereka gue sayang mereka.

If i had just one more day, i would tell you how much that i've missed you sinced you've been away.
Oh, it's dangerous.
It's so out of line.
To try and turn back time.

I'm sorry for blaming you,
For everything i just couldn't do.
And i've hurt myself, by hurting
you ....

ヽ( `0')ノ THE END('Д`。)
Song: Hurt by Christina Aguilera



Nb: maaf kalo gadans. Ini cerita kagak gue edit lagi langsung publish. Btw skrng jam 01:10. Besok sahur woiii(ㄒoㄒ)







Bojonegoro, √9+1 Juli 2k15.

Continue Reading

You'll Also Like

30.3M 1.6M 58
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 2 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...
6.2M 482K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
527K 5.7K 26
Hanya cerita hayalan🙏
15.5M 875K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...