Miss Dandelion

By yusufalvaro00

111K 14.9K 1.1K

Setelah mengetahui bahwa dirinya mengandung, Larasati Kirana sangat kebingungan. Ia memang punya kekasih, nam... More

Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Dua Puluh Sembilan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh dua
Tiga Puluh Tiga
Tiga Puluh Lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Tiga Puluh Delapan
Tiga Puluh Sembilan
Empat Puluh
Epilog

Tiga Puluh Empat

2.5K 486 59
By yusufalvaro00


"Eneng? Ya Ampun, Neng, kok malam- malam begini kamu teh berkeliaran sendiri?" Bunda Intan yang membukakan pintu pagar dalam balutan mukena warna cokelat itu langsung menyongsong Laras dan mengajaknya masuk.

Laras  yang tadi hanya mematung di depan pintu pagar, mengekor seperti anak ayam.

Saat itu, jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Laras bisa sampai ke sini karena satpam kompleks rumah Suta membantunya untuk menelepon taksi yang beroperasi 24 jam.

Dua satpam yang mengenalinya terheran- heran melihat Laras berjalan sendirian saat hari mulai menjelang fajar. Mereka pun juga sempat bertanya- tanya alasan Laras pergi sendirian tanpa Danu atau Pak Gun.

"Nggak apa- apa, Pak. Tolong kalo Pak Fikri mau bantu, pesankan saya taksi saja. Saya mau ke rumah tante di Pejaten." Kata Laras.

Karena melihat wajah perempuan itu yang muram dan hampir menangis, satpam berusia pertengahan tiga puluh itu tak banyak bertanya. Ia segera menelepon perusahaan taksi 24 jam yang diminta Laras.

Taksi warna hijau jeruk nipis itu meluncur tiga puluh menit kemudian.  Sebelum naik, Laras berpesan supaya Pak Fikri jangan berkata apa - apa kalau ada yang menanyakan ke mana ia pergi.

Pak Topo, satpam yang lebih senior segera mengangguk, setelah Laras menyelipkan dua lembar seratus ribuan ke tangan Pak Fikri.

"Kira- kira Bu Laras itu kenapa ya, Pak Topo. Mukanya sedih begitu. Padahal, kan dia baru nikahnya sama Pak Suta."

"Huss!" Pak Topo menghardik. "Itu urusan orang gedean, Fikri. Lagi pula kalo Bu Laras maunya begitu ya sudah. Biar mereka selesaikan urusan mereka sendiri. Yang penting, kita udah kawal Bu Laras dengan selamat naik taksi Jeruk Nipis yang aman itu!"

Pak Fikri mengangguk- angguk.

"Lagian wajar, kalo rumah tangga itu ada ribut- ributnya dikit, Fik. Kalo udah berhenti ribut itu namanya udah nggak ada gairahnya. Tuh liat, anak- anak gue pada demen tuh nontonin Tom & Jerry, sebab mereka nggak berhenti ribut. Kalo berhenti tamat tuh kartunnya!"

***

"Maaf saya ngerepotin Bunda Intan,"

"Saya mah jam segini udah bangun, Neng. Salat malam. Soalnya meuni kangen pisan Bunda teh sama Rania. "  Bunda Intan membawa Laras ke kamar tamu.

Rumah bercat putih dua lantai yang lumayan besar itu punya delapan kamar. Tiga kamarnya dipakai oleh para kru katering Bunda Intan. Letaknya ada di belakang rumah. Sementara paviliun diubah menjadi dapur kotor raksasa.

Kamar tamu itu terletak di lantai satu,  berada di samping tangga menuju lantai dua. "Bunda bikin teh anget buat kamu. Sama masih ada bolu ketan hitam kalau Neng Laras mau."

"Nggak usah repot, Bunda. Saya kalo boleh cuma mau tinggal sampai pagi. Besok, saya mau ke Semarang, lalu mungkin pulang ke Wates."

"Enggak repot atuh geulis. Bunda mah itung- itung biar kalo Rania lagi kesusahan juga ada yang bantu di sana. Makanya Bunda juga harus nolong kamu, yah. Udah santai saja. Bunda bawain teh hangat sama bolu ketan hitam." Tanpa menunggu jawaban Laras lagi, Bunda ke luar dari kamar.

Laras mematung duduk di tepian tempat tidur berukuran tiga itu. Matanya nyalang berkeliling menyapu interior kamar yang didominasi warna- warna hangat. Krem, cokelat.

Hanya ada meja rias yang sepertinya berasal dari zaman kompeni. Tapi permukaannya terawat dan mengilap. Lalu ada rak buku dari rotan, jendela kecil, lemari pakaian tiga pintu yang terbuat dari kayu yang berpelitur juga.

Aroma citrus yang berasal dari pengharum ruangan yang menggantung pada AC, membuat ruangan itu beraroma segar.

Bunda Intan masuk lagi dengan senampan bawaan. Seteko teh dan dua gelas kosong, serta sepiring kue bolu ketan hitam buatan sendiri. "Di makan atuh Neng. Kalo jam segini mah seadanya ya. Nggak perlu sungkan. Jam empat pasukan Bunda teh baru bangun. Palingan jam enam sarapan udah tersedia." Bunda Intan berkata.

Beliau duduk di kursi rias.

"Sekarang kalo Neng Laras berkehendak, Bunda boleh nggak dengar ceritanya?"

Awalnya Laras ragu untuk bercerita. Tapi karena Bunda Intan mau berbalik hati untuk menolongnya,  perempuan itu akhirnya mau membuka mulut juga. "Saya .... saya ...." Laras memejamkan matanya. Hatinya terasa masih sakit merasakan apa yang baru dialaminya.

Dia diusir dan diceraikan oleh suaminya.

"Saya diusir sama suami, Tante ...."

"Astagfirullah, Neng...."

"Bunda kalo mau ...."

"Ck, ck, ck!" Bunda menyergah. "Yang salah mau kamu atau suami, tapi yang namanya ngusir istri teh nggak bener atuh Neng!" Bunda langsung pindah duduk ke ranjang di samping Laras.

Perempuan itu kemudian merangkul pundak Laras dengan penuh perasaan. Sehingga Laras tidak tahan untuk tidak mengucurkan air matanya yang sudah sejak tadi dia tahan.

"Yang namanya rumah tangga ya, Neng Laras, pasti ada ribut- ributnya. Tapi mah kalau ngusir istri di tengah malam buta begini ya itu nggak baik. Untungnya teh Neng Laras ingat alamat ke sini. Kalau enggak teh Neng Laras mau ke mana? Bunda teh juga bukannya nggak pernah berantem dulu sama bapaknya Rania. Tapi kalau bapaknya Rania mah lebih pilih pergi mancing lah ketimbang ngusir istri yang lagi hamil begini. "

Laras tersedu- sedu dalam pelukan Bunda Intan. Jujur saja ia merasa sangat ketakutan.

Tadinya ia berencana pergi ke rumah Meita di jalan Bangka. Tapi ia takut mengganggu ketenangan Oma Marga. Dia tidak tahu Sisil berada di mana. Juga dia tidak mungkin mendatangi Nadya yang tinggal bareng sepupunya.

Rasanya Laras sudah cukup banyak merepotkan orang . Selama di dalam taksi yang mengantarkannya ke rumah Bunda Intan, perempuan itu sudah memutuskan untuk menjalani ini semua sendirian.

Tanpa melibatkan semua orang yang ia kenal. Termasuk teman- teman kantornya juga jangan sampai tahu.

Laras trauma dengan ini semua. Dia ingin pergi ke tempat Putri di Semarang. Ia punya uang yang cukup untuk menyewa sebuah rumah kontrakan.

Biaya hidup di Semarang kemungkinan lebih murah ketimbang di Jakarta. Sementara pulang ke rumah tanpa suami dalam keadaan hamil besar tentu akan membebani keluarganya.

Ini adalah dosanya. Biar ia yang akan menanggungnya sendiri. Walau perih, tertatih- tatih, Laras harus tetap tegar. Demi bayi yang ada dalam kandungannya ini.

****

Keesokan harinya, Suta terbangun ketika matahari telah tinggi. Ia menoleh ke arah nakas.

Jam sebelas. Shit! Rasa pusing menghantamnya bukan main. Ia bangkit dan terhuyung.

Selama memimpin Ranjana, belum pernah Suta datang ke kantor seterlambat ini. Kecuali kalau ada meeting pagi- pagi.

Elida pasti bersorak girang melihatnya seperti ini. Suta seperti seorang bos yang payah dan tidak berdedikasi.

Ia melempar pandangan ke arah ranjang yang biasa ditempati Laras. Kosong. Rapi. Dingin. Suta tertegun.

Ia kemudian masuk ke kamar mandi. Lima belas menit kemudian, ia ke luar. Rumah hening. Tapi ia mendengar suara- suara yang tidak asing dari arah dapur.

Ia mengintip dari partisi yang memisahkan area makan dan dapur kotor. Rupanya ibunya sedang duduk di bangku panjang sambil menyiangi daun bayam. Di sampingnya, Mbak Ermin sedang menyisir jagung.

Suta tahu apa yang akan dia hadapi setelah ini.

Tiba- tiba ibunya menoleh ke arahnya. Perempuan dalam balutan tunik selutut yang dipadukan dengan celana kapri warna putih itu bangkit dan menghampiri Suta.

"Untung kamu sudah bangun. Ibu siapin nasi uduknya buat kamu. "

"Aku nggak usah makan, Bu. Ini udah siang banget." Kilah Suta gelisah.

"Ibu mau ngomong sama kamu, Suta."

"Jangan sekarang, Bu. "

"Yang ada di kantor, bisa menunggu. Masalah yang lain, yang sedang kamu hadapi ini jauh lebih besar. "

"Ngobrol di lantai dua aja, Bu." Suta akhirnya menyanggupi dengan ratu wajah tak bersemangat.

***

"Apa yang terjadi?"

"Apa yang ibu dengar dari Mbak Ermin?"

"Suta ...."

"Bu, anak yang dikandung Laras itu punya Gatra Senoadji!"

"Lalu, di mana masalahnya, Suta? Kamu sudah menikahi Laras. Dan dia juga pada akhirnya balik ke rumah ini."

"Tapi dia udah empat hari menghilang, Bu. Dan selama itu, dia sama Gatra. Ibu nggak ngebayangin apa yang udah mereka lakuin? Itu empat hari. Mereka pernah punya hubungan sampe menghasilkan janin yang tumbuh dalam perut perempuan itu! Sekarang kenapa mereka enggak melanjutkan apa yang dulu pernah tertunda?"

"Atas dasar apa kamu ngomong begitu, Endrasuta Prabu Wiratsana?" tantang Rosmala. "Kamu tahu, dulu yang kamu nikahin adalah seorang perempuan yang telah mengandung. Kamu tahu kondisinya sejak awal. Kamu tahu keadaan dia yang sebenarnya. Kenapa mendadak perkara Bapak dari bayi itu bikin kamu jadi berubah pikiran?"

Suta menunduk. Lalu menggeleng. Tangannya berpegangan pada tepian pagar balkon. Memandang ke bawah, yang ia lihat hanya jalanan kompleks yang panas.

"Suta, "

"Suta nggak tahu, Bu." Ujarnya putus asa. "Suta nggak tahu." Lelaki itu merasa perutnya seperti ditinju keras- keras. Ia mual.

Ia tahu, ia telah kehilangan Laras. Dia tidak perlu diingatkan akan hal itu. Dia pun tak ingin mengingatnya lagi.

"Suta, dulu Ibu menyetujui kamu mengambil Laras karena ibu tahu dan yakin, bahwa dia adalah perempuan yang baik. Buktinya, dia langsung mengaku pada ibu bahwa dia tengah hamil waktu kamu menikahinya." Rosmala memegangi pundak anaknya yang kemudian melemas.

"Dia bilang bahwa orang yang bertanggungjawab atas kehamilannya  sudah berkeluarga. Itu sebabnya dia lari dari lelaki itu. Memilih untuk pergi. Asal kamu tahu, jadi perempuan hamil itu nggak gampang. Selain harus menanggung fisik yang melemah, juga mental yang butuh dukungan. Laras itu nggak rewel ibu lihat. Pernah kamu dengar dia menuntut sesuatu dari kamu? Suta, meski nggak ada cinta dalam pernikahan kalian, Ibu selalu berharap bahwa kalian akan saling menghormati satu sama lain."

****

Nih bonus. Karena votenya udah tembus 200 makasih epribadeh...










Continue Reading

You'll Also Like

13.5K 102 31
Hindi inaasahan ni Gaia na magbubunga ang nangyari sa kanila ni Kane matapos ang hapon na iyon. Yes, she's dating the famous celebrity, D'Arcy Kane...
196K 6.3K 26
aspen d'angelo is set to appear as a special guest on billie eilish's upcoming 'happier than ever' world tour. what will happen when their management...
1.1M 93.9K 43
• INDIAN ARRANGE MARRIAGE • ˜"*°•.˜"*° •°*"˜.•°*"˜ "You're my peace within all the Chaos of my life" ...
6.7M 143K 45
Falling in love never scared Maddie Davis until she fell for the one boy she swore to stay away from forever. Season 1 of My Brother's Best Friend ...