TAKEN YOUR DADDY [SEGERA TERB...

By ZahraAra041

608K 26.3K 2K

Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly A... More

01. Broken Heart!
02. YOUR DADDY!
CAST
03. Siapa yang Salah?
04. Ide Gila
05. Gue Nggak Sudi!
06. Tinggal Bareng?!
07. Patah Hati Satu Kantor
08. Saingan Sama Tante!
09. Ada Rasa Lama?
10. Tidur Berdua?!
11. Mata-Mata Dena
12. I Want to be Your Wife
13. Simulasi Jadi Mommy
14. Serigala yang Bangun
15. Giliran Dibalas Takut!
16. Cemburu nih, ceritanya?
17. Nyaman (?)
18. Mempertanyakan Status
19. Jadian, nih?
20. Pesta Pernikahan Theo (FIRST KISS)
21. Insiden Pesta Malam
22. Penghangatan
23. Kompor
24. Terhalang Restu
25. Nge-date
26. Senjata Makan Dena
27. Alergi
28. Ngurus Bayi
30. Bongkar Identitas
31. Ellen Kepanasan
32. Para Pengganggu
33. Pearly vs Dena
34. Sentuhan
PENGUMUMAN
35. Sakit Hati Berjamaah
36. Kejutan Besar
37. Gerald
38. Mengulik Kasus
39. Pearly vs Nalika

29. Dilamar?!

13K 511 47
By ZahraAra041

HALO BEB! AKU BALIK NICH!

SYAPA YANG UDAH KANGEN SAMA PIEE??

ABSEN DULU YUK!

Jumlah kata di part ini sekitar 2k lebih, semoga kalian suka yaaa

Yu baca yu!





_-00-_

Peristiwa Gara mengamati foto almarhumah Noa di dalam kamar yang berakhir ngambeknya Pearly sekarang membuat Gara kelabakan sendiri mengejar langkah anak itu. Nampan yang berisi sarapan tadi Pearly letakkan begitu saja di lantai. Kini, Gara masih mengejar langkah Pearly yang sudah mulai masuk ke dalam kamar.

Brakk

Gadis itu menutup pintu kamar dengan keras, hampir menubruk dahi Gara jika pria itu tidak segera menghindar. Pearly duduk di pinggir ranjang sembari mengamati pintu dengan mata basahnya.

"Om Gara masih belum bisa move on, dan dia lampiasin itu ke gue ...."

"Pie! Pie, buka pintunya!"

Sementara, di luar Gara masih berusaha untuk membuka pintu kamar yang dikunci Pearly dari dalam. Gara makin panik saat indera pendengarannya hanya menangkap suara isak tangis.

"Pie, saya minta maaf. Saya tidak bermaksud menjadikanmu sebagai pelampiasan rindu. Saya---"

"Buktinya Om bicaranya kayak gitu tadi!" Pearly menyahuti dari dalam, masih diselingi isak tangis lumayan keras.

Pria itu mendesah frustasi sembari mengacak rambut, lalu menyandarkan tangannya pada pintu kamar Pearly. "Pie, saya akui saya memang merindukan istri saya, tetapi saya tidak ada niatan menjadikanmu sebagai pelampiasan."

"Situasinya seperti ini, Pie. Saya hanya merindukan Noa yang sama persis dengan kamu. Kalian berdua mirip, apakah saya salah merindukannya?"

"Tuh kan! Berarti Om masih melihat tante Noa di diri Pie!" dengkus Pie kesal. Ia berderap turun dari ranjang dan berdiri menghadap pintu yang terkunci. Kini posisi mereka saling berhadapan dengan pintu sebagai penghalang.

"Kalian memiliki tempat tersendiri di hati saya. Noa adalah ratu di hati saya, tetapi itu dulu. Sekarang, kamulah yang menempati tempat tersebut."

"Bohong! Coba buktiin!" sambar Pie dari dalam. Gadis itu bahkan sempat meninju pintu karena saking emosionalnya.

"Sekarang berganti ke kamu. Saya bertanya, apakah saya menempati tempat terluas di hati kamu?"

Pearly geming akan pertanyaan yang baru saja Gara lontarkan. Apa maksudnya? Jelas saja sedari dulu pria itu sudah menempati hatinya. Namun, bukan itu masalahnya. Yang Pearly takutkan saat ini adalah jika Gara mencintainya hanya karena dirinya mirip dengan mendiang sang istri.

"Jujur Pie cemburu ...." Bersamaan dengan itu Pearly membuka pintu, tubuh mungilnya langsung disambar oleh pelukan secara tiba-tiba dari Gara.

"Om masih belum bisa move on sama tante Noa, 'kan? Kenyataannya hati dan pikiran Om masih buat tante Noa ...." imbuh Pearly.

"Kamu tidak perlu cemburu. Untuk urusan move on, saya sudah mengikhlaskan dia sejak lama." Gara merenggangkan pelukan mereka, kemudian menunduk untuk menatap Pearly yang masih enggan mempertemukan maniknya.

"Meski kalian memiliki banyak kesamaan, kalian tetaplah dua jiwa yang berbeda. Lagipun kamu salah, hati dan pikiran saya hanya untuk kamu. Saya kepada Noa hanya rindu. Saya mencintaimu bukan semata karena kamu mirip dengan Noa, tetapi ...."

Gara menggantungkan kalimatnya. Menimang-nimang kalimat yang sudah ada di pangkal tenggorokan. Ingin dikeluarkan, tetapi takut membuat anak itu semakin sedih.

"Tapi apa? Jujur aja, Om!" desak Pearly.

"Saya juga tidak tahu mengapa saya bisa mencintaimu. Saya merasa hangat begitu kamu mulai mendekati saya, lalu kenyamanan itu datang sendiri," jawab Gara.

Pria itu sedang berterus terang. Jujur saja ia juga tidak mengetahui mengapa dirinya bisa jatuh cinta pada anak remaja tersebut. Namun, tak dipungkiri jika keberadaan Pearly di sisinya membuat jiwa kaku nan hampa dalam raga itu kembali hangat. Bawelan gadis itu menghiasi hari, menyinari bak mentari yang menyelundup masuk melalui celah tirai.

"Saya sudah berusaha untuk memulai hidup baru dengan membuka hati untukmu, tapi bukan berarti saya melupakan Noa. Kamu paham, 'kan?"

Pearly mengangguk. Gejolak ombak rasa di hatinya perlahan tenang kembali. Ia menjadi lebih yakin jika Gara tidak melihat Noa pada dirinya, pria itu hanya rindu karena kebetulan ia dan Noa memiliki kepribadian yang hampir sama.

"Kalau kamu masih ragu dengan perasaan saya, mari kita temui kedua orang tuam."

Pearly terkesiap, lantas menepuk singkat dada Gara yang berada tepat di hadapannya. "Heh, mau ngapain?"

"Meminta restu."

Gara melepaskan pelukan mereka, kemudian berjalan mundur beberapa langkah menjauhi Pearly. "Bersiap-siaplah, saya tunggu kamu di mobil."

"Mau ke mana---"

Belum usai Pearly bertanya, Gara sudah lebih dulu menutup pintu kamarnya. Tak bohong kini pikirannya melanglang buana. Melayang dan mendarat ke sebuah fakta bahwa Gara akan melamarnya. Tidak mungkin, 'kan jika Gara akan membawanya ke Rusia sekarang hanya untuk meminta restu Rei dan Carline?

_-00-_

Alunan musik dalam radio memenuhi ruang sempit dengan seluruh asa di dalamnya. Deru mesin mobil sangat halus, hampir tidak terdengar. Kecepatan yang Gara kerahkan stabil, melewati jalan raya perkotaan yang semi padat sampai ke daerah pedesaan. Sinar mentari masuk memantulkan cahayanya pada kaca spion dan kaca depan. Setir mobil digerakkan pelan, kakinya memainkan gas di bawah.

Pepohonan yang berjejer di sisi sepanjang perjalanan menjadi objek mata. Rumah-rumah penduduk di daerah ini tidak sepadat di perkotaan. Hanya terdapat tiga sampai lima rumah yang berjejer di sepanjang jalan dengan jarak cukup jauh antar satu rumah dengan rumah lainnya. Udaranya masih asri, Pearly membuka jendela mobil guna membaurkan antara udara dingin dari pendingin mobil dan udara segar dari luar.

Kini keduanya sedang berada di dalam mobil setelah Gara menyuruhnya untuk bersiap beberapa jam lalu. Perjalanan yang mereka ditempuh sudah memakan waktu dua jam, dari perkotaan hingga tiba ke daerah pedesaan seperti sekarang. Namun, hingga kini Pearly belum tahu ke mana Gara akan membawanya. Ia hanya bisa menebak dari pakaian yang dikenakan Gara. Pria itu memakai celana pendek se-lutut, dengan kaus pendek se-bahu berbahan katun. Pakaiannya santai, tidak formal seperti hari biasanya.

"Om mau ajak Pie ke pantai?"

Pria itu menggeleng, lalu memakai kacamata hitam yang sedari tadi bersemayam di dashboard mobil. "Kita sudah hampir sampai."

Tak lama setelahnya mobil yang mereka tumpangi memasuki parkiran sederhana. Pearly sempat membaca palang nama di depan pintu tadi bertuliskan 'Berry Orchard'. Kurang dari dua detik setelah Gara menghentikan mobil barulah Pearly sadar jika Gara mengajaknya ke wisata kebun beri. Pandangannya merambat ke bawah, mengamati pakaian yang kini ia kenakan. Untuk pakaian mungkin aman, karena ia hanya memakai baju crop top yang dilapisi kemeja putih dan celana jeans pendek se-paha. Namun, yang menjadi masalah di sini adalah ia mengenakan sepatu putih.

"Om!" Pearly mencekal tangan Gara yang hendak membuka pintu mobil.

"Hm?"

"Kita mau main ke wisata kebun beri, ya?"

"Kamu tidak suka? Nanti kita bisa petik buah beri di dalam sana."

"Pie suka, tapi masalahnya Pie pakai sepatu ...." lirih gadis itu sembari memamerkan sepasang kakinya yang mengenakan sepatu putih.

Gara tampak santai, berbanding terbalik dengan Pearly yang panik. Pria itu keluar dari mobil, lalu membuka bagasi mobil untuk mengambil sesuatu. Setelahnya ia membukakan pintu mobil untuk Pearly sembari membawa sepasang sandal Crocs.

Gara berjongkok, lalu meraih kaki Pearly satu per satu secara bergantian. Dengan telaten Gara melepas sepatu yang dikenakan Pearly, lalu menggantinya dengan sandal yang memang sengaja ia bawa sebelumnya. Sandal tersebut tampak baru. Entah mungkin Gara memang sudah menyiapkan sandal untuk Pearly jika dalam situasi seperti ini.

"Pie bisa pakai sendiri, Om ...."

Pearly geming selama Gara memasangi sandal di kakinya. Ia tidak pernah diperlakukan seperti ini, meski dirinya anan tunggal, Rei dan Carline selalu mengajarkannya menjadi anak mandiri.

"Makasih big boy-nya Piee!"

Gara melepas kaki kiri Pearly, kemudian berdiri dan meraih tangan Pearly untuk diajaknya keluar dari mobil. "Nikmati semua buah di kebun ini sebagai permintaan maaf saya."

Pria dengan setelan santai itu tampak menggandeng tangan seorang gadis mungil yang tingginya hanya se-bahunya saja---tampak seperti anak kecil dengan raksasa. Mereka berjalan membelah kerumunan udara segar yang langsung menyambut begitu menapaki area kebun.

Aroma beri berbaur dengan aroma khas tanah basah sehabis hujan menyeruak masuk ke indera penciuman. Embun pagi masih tampak tebal berkalut menyelimuti area kebun. Kebun beri ini memiliki wilayah yang cukup luas dengan dilatari perbukitan. Di sebelah barat terdapat kebun teh yang pengunjungnya lebih ramai ketimbang kebun beri.

Berbagai tanaman beri berjejer rapi sesuai jenisnya. Warna-warna cerah yang dihasilkan dari buah berukuran mungil tersebut mampu memanjakan mata dengan keelokannya. Pearly melompat kegirangan begitu matanya menubruk sekumpulan tanaman strawberry. Seolah melupakan dengan siapa ia datang ke sini, Pearly berlari menghampiri tanaman berbuah merah merona tersebut tanpa mempedulikan Gara.

"Gede banget buahnya!!" Pearly memekik sembari memetik satu buah strawberry yang berukuran paling besar. Begitu disantap, mood-nya langsung naik secara drastis.

Pearly melompat kegirangan, sampai tak sadar bahwa Gara sudah ada di belakangnya sambil membawa sebuah keranjang kayu.

"Saya bantu petik, ya."

Kedua sejoli itu bekerja sama mengumpulkan buah strawberry ke dalam keranjang kayu. Namun, tampaknya di sini yang mengutip buah hanya Gara, sementara Pearly masih asyik memakani buah merah tersebut. Bahkan gadis itu dengan sengaja memoleskan warna merah pada strawberry ke bibirnya sendiri.

"Om metik sebanyak itu nggak dimarahin sama yang punya kebun wisata ini?" tanya Pearly dengan mulut penuh buah.

"Tidak. Kebun ini punya keluarga saya."

Kedua mata Pearly membelalak kaget, nyaris copot jika ia tak segera berkedip. Lantas ia pandangi sekali lagi seluruh objek di kebun luas ini dengan rasa kagum. " Om serius?!"

"Iya. Dahulu yang mengelola ini adalah almarhum kakek saya. Tapi, setelah beliau meninggal kini yang mengurus anak buahnya."

Pearly mengangguk. Ia menimang-nimang keuntungan yang akan ia dapat jika berhasil menikahi Gara. Gadis itu cekikikan sendiri ketika membayangkan betapa bahagianya jika ia memiliki kebun buah beri sendiri. Jika seperti ini maka ia tidak perlu repot-repot lagi membeli buah di supermarket. Kalau mau tinggal ambil saja sesuka hati.

"Ke sana, yuk! Pie mau lihat anggur. Om alergi anggur nggak?"

"Saya hanya alergi strawberry."

"Sip! Let's go!" Pearly menarik tangan Gara dan berlari bak anak kecil, nyaris membuat strawberry di keranjang kayu tersebut tumpah ruah.

Tiba di area taman anggur merah, Pearly langsung melepas genggaman tangan Gara. Gadis itu berlari masuk ke dalam lorong tanaman anggur. Tanaman rambat tersebut dililitkan pada besi melengkung, membuatnya tampak seperti lorong tanaman anggur dengan buah anggur menggantung pada atap lorong.

Pearly mengambil sebiji anggur merah, kemudian memakannya. Dia mukbang beri di sini, tanpa sadar bahwa sedari tadi Gara memotretnya dengan berbagai pose.

Hari ini, di sini keduanya menikmati waktu bersama. Melepas penat menabur asa di tiap benih, mengasuhnya lalu tumbuh menjadi pohon dengan asmaraloka di tiap ranting. Tawa dan canda menguasai jiwa, menyehatkan raga beserta belenggu-belenggu nestapa. Rasa cemburu di hati Pearly hilang entah ke mana, ia yakin jika Gara sudah benar-benar mencintainya tanpa bayang-bayang Noa.

Matahari sudah bergerak ke barat. Entah sudah berapa jam mereka habiskan di sana dengan mencoba seluruh buah beri di kebun ini. Tak hanya di kebun, Gara pun mengajak sang kekasih pergi bermain ke sebuah jembatan tak jauh dari sana. Aliran sungai tak deras melandai tenang di bawah jembatan, dijadikan sebagai tempat berenang oleh para hewan termasuk angsa putih. Tak terhitung sudah berapa kali kamera memotret keindahan alam hari ini.

Pearly menghirup udara segar begitu sampai di atas jembatan. Matanya memandangi angsa-angsa putih yang sedang berenang di bawah sana. Baru beberapa detik jiwanya menyatu dengan alam, ia merasakan seseorang mengambil tangannya.

Pearly terkesiap ketika Gara memasangi cincin putih di jari manisnya. Pandangannya merambat ke atas, menemukan tatapan hangat nan teduh milik Gara yang menyiratkan sesuatu.

"Om?"

"Dengan cincin ini saya mengikatmu agar kamu tidak bisa lepas dari saya."

Gara mengulurkan sebelah tangannya, persis seperti pangeran yang hendak meminta sang putri untuk berdansa bersama. "Genggam tangan saya jika kamu menerima saya, dan buang cincin itu jika kamu menolak saya."

"Take my hand, take my whole life too. For I can't help falling in love with you, my princess."

Gadis itu beku bak es dalam kulkas. Jantungnya berdegup tiga kali lebih kencang dari biasanya. Matanya mulai berair, ia menangis haru. Lambat laun tangannya tergerak untuk menerima uluran tangan Gara.

Begitu Pearly menyentuh tangannya, Gara pun bangkit hingga tingginya balapan dengan Pearly. Gara menunduk, pandangannya tajam namun hangat. Lantas ia dekati gadis itu untuk melakukan hal lebih.

Bersamaan dengan itu suara dering notifikasi ponsel merusak suasana romantis yang tercipta. Gara mendengkus, lalu mengangkat telepon yang ternyata dari Nalika.

Lantas segera ia angkat panggilan telepon itu, sementara Pearly hanya melihatnya dengan raut cemas karena ia sempat menangkap nama dari nomor yang memanggil Gara.

"Gara akan datang malam nanti. Mama tidak usah khawatir." Gara mengutuk panggilan singkat itu dengan menegaskan kalimat terakhirnya. Lantas Gara bangkit, lalu menggandeng lengan Pearly.

"Nanti malam saya akan mengenalkan kamu kepada keluarga saya."

Ucapan Gara tersebut sukses membuat jantung Pearly yang tadinya bersemayam dengan nyaman pun jatuh ke bawah. Napasnya tercekat, ia tidak bisa membayangkan apakah keluarga Gara akan menerimanya. Namun, meski begitu Pearly akan tetap mencoba percaya diri agar ia mendapatkan posisi sebagai istri dari pria itu.

Semua hujatan akan ditelannya mentah-mentah, biar saja jika mereka tak terima. Toh, yang menjalani hubungan dirinya dengan Gara, bukan mereka. Pearly cekikikan sendiri membayangkan ketika nanti malam ada Dena atau para wanita pemuja hati Gara. Dirinya bisa pamer kemesraan di depan mereka.

"Secepat ini Om?"

"Kenapa? Kamu ragu?"

Alih-alih mengangguk, gadis itu justru menyelipkan rambutnya ke belakang telinga sembari bersikap centil. "Mana ada Pie ragu! Pie malah nggak sabar nunggu semua keluarga Om tahu siapa Pie!"

Di samping itu Nalika tersenyum senang karena ternyata Gara menuruti perintahnya untuk makan malam bersama keluarga besar mereka. Niatnya untuk menjodohkan Gara dengan Ellen semakin gencar. Kini dirinya tengah berada di kediaman keluarga Ellen untuk membicarakan tentang perjodohan mereka yang diadakan malam nanti.

"Gimana Oma? Pak Gara mau nggak makan malam nanti?"

Nalika mengangguk, lantas membelai bahu Ellen. "Tentu saja dia mau. Oma harap dia bisa lepas dari anak SMA itu."

Ellen mengangguk kegirangan. Dirinya tak sabar menjumpai Gara dan seluruh keluarganya. Ah, mudah sekali hidupnya. Modal kenal dengan Nalika saja sudah bisa menggebet boss-nya itu. Ellen akan berdandan secantik mungkin agar Gara terpesona nanti malam. Bahkan tersirat di benak Ellen jika ia akan memakan pakaian yang cukup seksi untuk menarik mata Gara.

Kali ini lo kalah sama gue anak ingusan!

Sebegitu percaya dirinya sosok Ellen Luziana itu tanpa ia ketahui bahwa malam nanti justru Gara akan menjadikannya sebagai ajang memperkenalkan Pearly kepada seluruh anggota keluarganya.

_-00-_









Jembatan yang menjadi saksi Gara mengikat Pearly


Hai haiii! Gimana sama part ini? Yang pastinya seru dong, ya kaann??

Siapa yang nggak sabar nunggu eps makan malam besok?!

Kira kira gimana ya reaksi Nalika dan Ellen kalau lihat Gara bawa pasangan?

SHOCK DEH KAYAKNYA

AH IYA, JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN BANYAK BANYAK YAA UNTUK SEMANGAT AKU!

PAPAII!

LOVE YOU GUYS!!💋💋💋

Continue Reading

You'll Also Like

ELZIO By faqyura

General Fiction

88.3K 5.2K 29
Elzio Diratama, seorang anak laki-laki yang manis berusia 10 tahun. Berbeda dengan anak-anak lain seumurannya, yang harusnya masih bermanja ria denga...
772K 74.8K 51
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
174K 12.1K 47
Berlian terpaksa menjadi pengantin pengganti atas kaburnya adik kandungnya tepat di malam sebelum pernikahan itu terjadi. Tak ingin membuat dua kelua...
1.9M 90.5K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...