SERENADE IN E MINOR [END]

By lnfn21

20.6K 3.5K 1.1K

memangnya, apa gunanya, sebagai manusia yang mengaku mencinta, ketika kekasihnya terluka, ia hanya sibuk meno... More

serenade in e minor
Em7b5 \\ she was the one who waited for his return
Em6 \\ she was the one who invited him to witness the explosion
Em6 \\ she was the one who asked him to look properly
Em7b5 \\ she was his lover who disappeared amidst the splendor
Em7b5 \\ she was the one who made him feel worried
Em6 \\ she was the one who made him accept romance
Em6 \\ she was the one who received his kiss
Em7 \\ she was the one who hug him before goodbye
Em7 \\ she was the one who saw him in her dream
Em7 \\ she was the one who gave all of her to him
Em7 \\ she was the one who told him to live a hundred years
Em7b5 \\ he was her lover who just watched and applauded
Em7b5 \\ he was the one who hugged her before goodbye
Em11 \\ he was the one who came to her in the worst place
Em9 \\ he was the one who returned to her house
Em9 \\ he was the one who made his lover drunk without drinking
Em11 \\ he was the one who made her smile
Em9 \\ he was the one who realized his lover was a mess
Em9 \\ he was the one who ran with her amidst the chaos
Em11 \\ he was the one who saw her so messed up
Em9 \\ he was the one who wanted to fall into the same hole as her
Em9 \\ they were the ones who have done many things in vain
Em 9 \\ they were the ones who love each other in sadness
Em11 \\ they were the ones who lose hope and languish
Em \\ he was the one who asked her to back to his side
outro of serenade in e minor

Em \\ he was the one who watched her shined after the clouds

540 113 45
By lnfn21

SEBAGAIMANA apa yang menjadi doa seseorang, sesal dan rasa berdosa itu menjelma serupa danau. Dan, Jaehyun telah tenggelam di dasarnya. Tiada uluran tangan yang bisa membawanya kembali naik ke permukaan.

Kecuali, satu. Uluran tangan perempuan itu.

Hanya Rose, satu-satunya yang bisa mengentaskan Jaehyun dari apa yang laki-laki itu sebut sebagai neraka dunia.

Namun, jangankan mengulurkan tangan, perempuan itu bahkan tidak sudi menjentikkan satu jemari. Agaknya, ia sungguh-sungguh dalam mengikhtiarkan seorang Jung Jaehyun agar merana selama-lamanya.

Tidak perlu ditanya mengapa. Jelas saja, sebab Jaehyun ialah penoreh garis kekecewaan terbesar di muka hatinya. Mustahil seribu kali, Jaehyun bisa mendapat ampunan.

Akan tetapi, semustahil apa pun itu, Jaehyun tetap enggan menyerah.

Setelah merelakan tawaran bekerja di rumah sakit ternama yang ada di Belanda dan memilih bekerja di sebuah lapas di kotanya ini hanya demi bisa bertemu perempuan tercinta;

setelah sekian lama berusaha menahan diri dengan hanya melihat sosok itu dari kejauhan ketika kakinya sangat ingin berlari mendekati dan hatinya mengemis sebuah pelukan, untuk suatu profesionalitas antara seorang dokter dengan pasiennya;

penolakan atas lamaran kala itu bukan apa-apa bagi Jaehyun.

Meski ia harus menerima surat peringatan dari ketua lapas atas ketidakprofesionalannya setelah diadakan pemeriksaan kamera pengawas serta berita acara yang menyebutkan bahwa pasien meninggalkan ruangan sebelum sesi rehabilitasi selesai.

Meski ia harus tutup telinga atas gosip yang menyebar ke seluruh pekerja lapas, bahwa ia menyukai, menyatakan perasaan, dan melamar salah satu pasiennya namun berakhir ditolak.

Meski ia harus menerima sanksi berupa menghapus nama Roseanne Park dari daftar pasiennya.

Tidak mengapa.

Selagi Rose masih bisa dijangkau sepasang matanya, Jaehyun baik-baik saja.

Meski tidak lagi bisa duduk saling berhadapan, setidaknya:

di beberapa pagi, dari koridor lapas, Jaehyun masih bisa melihat Rose di lapangan sana berolahraga bersama tahanan lain; di beberapa siang, Jaehyun masih bisa melihat Rose makan di dapur lapas;

di beberapa sore, Jaehyun bisa melihat Rose duduk di bangku taman lapas sembari menggambar; dan di beberapa malam, Jaehyun masih bisa melihat Rose terlelap di atas kasur lipat, di dalam ruang tahanannya.

Setidaknya, Jaehyun bisa memastikan perempuan itu masih bernyawa.

Maka, ia akan sedikit lega.

Selebihnya, Jaehyun begitu ingin membawa perempuan itu keluar dari tahanan ini. Menyediakan tempat tinggal yang lebih nyaman, pakaian yang lebih cantik, makanan yang lebih lezat, dan tempat tidur yang lebih layak.

Sebagai seseorang yang masih mencinta, apabila kesempatan kedua datang padanya, Jaehyun bersumpah akan memberi cinta pada perempuan itu dengan sebenar-benarnya.

Dan, sebagai seseorang yang mengaku belum menyerah, untuk merealisasikan itu, Jaehyun gunakan jadwal ibadah minggu kali ini untuk mencuri kesempatan duduk di belakang perempuan tercinta.

Ketika sebatas memandangi punggung dan rambut, dirasa tak cukup, Jaehyun berpindah, mengisi tempat kosong tepat di sebelahnya, memandanginya yang tengah khusuk berdoa, lalu ikut menangkupkan kedua tangan.

Berdoa.

Jika, Rose barangkali mendoakan Jaehyun agar merana selamanya, sebaliknya, Jaehyun doakan perempuan itu agar senantiasa bahagia.

Lalu, ketika membuka mata, mereka menoleh dan memandang satu sama lain.

Jiwa seorang lakon agaknya masih melekat pada diri perempuan itu sehingga ia tak nampak terkejut ketika menemukan Jaehyun. Ia begitu santai dan tenang, tetapi juga dingin.

Gosip tentang mereka di kalangan warga lapas mungkin akan makin tumbuh subur setelah ini. Tapi, Jaehyun tidak peduli.

Memandang perempuan tercintanya dari dekat seperti ini adalah momen langka. Jaehyun tidak mau membuat itu menjadi sia-sia. Saku jas dirogoh, sebuah benda dikeluarkan.

"Menikahlah denganku, Rose."

Jaehyun sodorkan cincin di atas telapak tangan kanannya.

Nihil tanggapan. Perempuan itu nampak tenang dalam kebisuan ketika Jaehyun payah dalam keributan di dalam dada dan kepala.

Memalingkan wajah. Menatap lurus ke depan. Cincin, diabaikan.

Lirih, perempuan itu katakan, "Mengapa harus aku?"

Jaehyun yang mulai berpikir bahwa kali pun tidak akan bermuara ke arah yang berbeda dari sebelumnya, bahwa penolakan akan menjadi jawaban yang pasti ia kantongi pulang, dan bahwa ia cukup malu ketika di sini mereka mulai menjadi pelabuhan bagi setiap pasang mata memandang;

dengan raut putus asa, kembali menarik benda kecil berkilauan yang sempat ia sodorkan. Jemarinya menggenggam itu kuat-kuat, agar hatinya pun, di dalam menerima kecewa, turut serta kuat.

"Saat kita di Belanda, aku berjanji akan menikahimu. Kamu lupa?"

"Hm. Aku lupa. Aku cukup pelupa, kamu tahu itu betul. Yang aku ingat hanya, aku menyuruhmu menemukan perempuan yang lebih baik dariku."

"Kamu yang terbaik."

"Bagaimana dengan perempuan yang kamu tidur bersamamu saat tahun pertama kuliah? Apa dia tidak cukup baik?"

Hening berkepanjangan. Jaehyun bungkam, memandang nanar perempuan yang masih setia menatap lurus ke depan sekaligus memberi waktu pada akal untuk memanggil kota kata yang mendadak seolah pamit.

"Itu hanya 'kecelakaan' saat pesta dengan teman-teman. Aku mabuk dan ...."

"Di antara dua puluh enam siswa di kelas kita, pada saat pembagian kelompok tutor sebaya kala itu, mengapa kamu harus memanggil namaku?"

Jawaban yang susah payah dirajut akal belum juga selesai dilisankan, tetapi Jaehyun sudah saja disuguhi dengan lain pertanyaan.

"Mengapa dulu kamu memberiku les privat? Mengapa kita harus menjadi dekat? Mengapa kamu menyusulku ke pusat kota? Mengapa kamu berdiri di sebelahku, menyaksikan karnaval dan pesta kembang api bersamaku? Mengapa mengajakku berkencan? Mengapa menciumku? Mengapa?"

Dan, atas serbuan bala tanya yang membombardir dirinya, Jaehyun singkat saja bicara, "Karena aku menyukaimu."

Diterimanya sebuah sorot dari mata yang tadi sempat berkelana bukan pada dirinya sebagai respon pada detik pertama.

Lekat, Jaehyun menatap, "Sejak awal, aku menyukaimu. Aku hanya tidak menyadarinya."

"Apa perasaan itu masih sama? Apa kamu masih menyukaiku selama berada ke Belanda?"

mendengar begitu jelas suara lirih itu melantunkan lagi tanya yang membisukan lisan Jaehyun dalam sepersekian menit ke depan,

"Itu ... pasang-surut."

melihat mata itu pelan-pelan kehilangan kejernihannya,

juga menemukan bibir manis itu kehilangan ketenangannya, gemetaran manakala berkata, "Itu sebabnya kamu tidur dengan perempuan lain?"

Ini musim semi. Semua makhluk hidup di negeri ini, tahu. Tapi, Jaehyun tiba-tiba merasa seperti dirinya berada di tengah badai salju dan membeku.

Mulutnya kelu. "S-sudah ku bilang, itu hanya kece—"

"Jadi, malam itu bersamaku, sebenarnya bukan yang pertama bagimu?"

Disela, Jaehyun mati kata.

"Mengapa berbohong? Aku terlihat menyedihkan di matamu?"

Ditatap sedemikian lekat oleh sepasang mata padam yang membendung cairan di dalam kelopaknya, Jaehyun mati langkah dalam menarik dan mengeluarkan udara dari rongga dadanya.

"Tidak. Bukan begitu."

"Kamu merasa kasihan padaku?"

"Aku mencintaimu."

Sedikit bernada merengek. Ucapan Jaehyun sukses membisukan Rose untuk sementara.

"Cinta?" Memalingkan muka, menatap ke depan. "Kamu bilang mencintaiku, tapi kamu tidur dengan perempuan lain?"

Tertawa sumbang. Apa itu masuk akal?"

"Rose, kumohon dengar ...."

"BERISIK!"

Mengejutkan. Rose baru saja berdiri dari kursi kemudian berseru lantang. Gereja, pada saat ini, hanya menyisakan mereka sebagai penghuni.

"KATAKAN SAJA KAMU BERSALAH! KAMU MENYESAL! KAMU BERDOSA!"

Cairan di dalam bola mata yang menghunus tajam Jaehyun itu, nampak penuh.

Dan kini, bendungannya pun runtuh.

Sebagai manusia tunggal yang menyaksikan sekaligus hulu dari jatuhnya sekian mili air mata perempuan itu, Jaehyun terburu-buru ikut beranjak dari kursi. Bukan untuk berdiri, melainkan untuk merelakan lututnya mencumbu lantai gereja,

membungkuk, menundukan kepala sedalam-dalamnya,

"Aku bersalah! Aku menyesal! Aku berdosa! Aku minta maaf. Aku minta maaf. Maafkan aku. Kumohon ...." menjeda, menarik napas dengan payah,

"... kumohon, beri aku maaf."

Dadanya kosong, tapi terasa sesak. Di bawah sana, ia meringis sakit.

Melihat sepasang kaki di depannya bergerak mundur, berputar, berayun, dan berlari menjauh, meninggalkan gereja.

Meninggalkannya, tanpa memberi apa yang ia minta.

Ampunan gagal didapatkan.

Kemudian, bahunya terguncang, tangisnya menggenang.

Tidak butuh satu kali dua puluh empat jam untuk gosip akurat menyebar, lalu Jaehyun harus menemui kepala lapas dan memilih di antara dua opsi: antara dia atau pasien yang dicintainya, siapa yang mesti dipindahkan.

Katanya, lapas bukan tempat menjalin cinta. Maka, salah satu dari mereka harus dipindahkan.

Maka, Jaehyun bereskan barang-barang di meja kerjanya yang esok akan menjadi meja kerja orang lain.

Benar bahwa ia merelakan posisinya, tapi tidak akan pindah ke mana.

Ia memilih berhenti.

Dokter maupun Roseanne Park, ia putuskan untuk menyerah atas keduanya.

Sore itu, lorong senyap lapas dibelah langkah lelah. Sebuah kotak berukuran sedang, Jaehyun bawa berjalan pelan.

Dari ujung sana, berjalan pula seorang perempuan dengan peralatan gambar berada di pelukan tangan.

Lantas, setiap pasang kaki berhenti melangkah. Satu dengan yang lain berdiri berhadapan, dengan jarak yang berjauhan, tetapi cukup untuk Jaehyun memperdengarkan beberapa patah kalimat perpisahan.

"Aku dipecat. Setelah aku tidak lagi ada di sini, kuharap kamu akan selalu menemukan hal-hal baik."

Nihil tanggapan. Perempuan itu hanya bergerak mengeratkan genggaman pada benda-benda di tangan.

Bertatapan dalam diam.

Tiap-tiap kaki kembali diayunkan. Satu bahu dengan bahu yang lain, berpapasan. Punggung satu dengan punggung yang lain, pelan-pelan berjauhan.

Mereka saling meninggalkan.

Kemudian, ketika langkah telah cukup jauh membawa mereka, keduanya kembali saling menoleh.

Keheningan yang meradang dipecah oleh suara pantopel beradu dengan lantai lorong lapas. Jaehyun berlarian menuju perempuan yang berdiri diam di ujung sana.

Mereka kembali saling berhadapan.

Mengorek isi kotak yang ia bawa, mengulurkan sebuah benda. "Buku sketsamu. Aku menerimanya dari Junhoe. Itu tertinggal di barnya."

Tak lantas diterima. Rose hanya memandangi itu.

Juga memandangi laki-laki yang napas dengan detak jantungnya ini tengah berlomba.

Cukup lama sampai akhirnya, ia melangkah.

Maju.

Mengabaikan benda yang Jaehyun ulurkan. Melongok ke dalam kotak, mengulurkan tangan dan mengambil benda yang lain.

"Terima kasih," ucapnya, lalu melenggang pergi setelah menerbitkan seulas senyuman untuk Jaehyun.

Mendung menyingkir untuk membiarkan matahari sore melepas sinarnya dengan lebih lega. Lorong lapas yang semula gelap kini menjadi cukup terang;

cukup untuk Jaehyun menyaksikan kilau yang jatuh di atas surai panjang dan juga jari manis perempuan itu.

[]


Em
\\  he was the one who watched her shined after the clouds  \\



THE END



listen by:
#1 the rock diamond (my queen, remember, queen waltz, goodbye, orange blossom, la lune, dahlia, pandora, the first day, i meet you in my dream, the star, i saw you in my dream again, lovers, you look so sad, abraxas)
#2 ruelle (find you)
#3 miia (dynasty)
#4 james arthur (train wreck)
#5 oscar and the wolf (back to black)

pict by:
pinterest



***

notes:
halo, semuanya.
akhirnya work angst ini beres juga
hiuh, elap ingus dulu. 

pertama, mau bilang, makasih banyak buat yang udah baca
kedua, makasih banyak buat yang udah support dan ngasih apresiasi
ketiga, makasih karena udah bertahan sejauh ini :v

terakhir,
gimana bund pendapatnya?
capek nggak?
puas nggak sama endingnya?
hahaha

selamat tinggal
sampai jumpa di work aku yang lain
lope you sekebon^^


-lina

Continue Reading

You'll Also Like

207K 4.8K 19
Warn: boypussy frontal words 18+ "Mau kuajari caranya masturbasi?"
90.1K 10K 30
"Tunggu perang selesai, maka semuanya akan kembali ketempat semula". . "Tak akan kubiarkan kalian terluka sekalipun aku harus bermandikan darah, kali...
1M 76.1K 57
[Brothership] [Not bl] Tentang Rafa, hidup bersama kedua orang tuanya yang memiliki hidup pas-pasan. Rafa tidak mengeluh akan hidupnya. Bahkan ia de...
78.2K 8.4K 86
Sang rival yang selama ini ia kejar, untuk ia bawa pulang ke desa, kini benar-benar kembali.. Tapi dengan keadaan yang menyedihkan. Terkena kegagalan...