Ziel Alexander Dominic [END]

By strawberriesundaee

3M 272K 41.6K

Ziel adalah candu. Tawanya Candanya Aroma tubuhnya Senyum manisnya Suara merajuknya dan Umpatannya. . . . ... More

Prolog
1 - Ziel Kanagara
2 - Discussion
3 - Meet & Reason
4 - Tristan
5 - Realize
6 - Shiro
7 - Complicated
8 - Lake
9 - Theine
10 - Zainka
11 - Talk
12 - Daddy
13 - Shopping
14 - Someone
15 - Anything
16 - Ask
17 - Mine
18 - Last Day
19 - Mansion
20 - Peter
21 - Sick
22 - Sick II
23 - Forgive
24 - Picnic
25 - Star
26 - Ziel Alexander Dominic
27 - Sweet
28 - Again
29 - Family
30 - Andreas
31 - Plan
32 - Loveable
33 - New Guard
34 - Avoid
35 - Sorry
36 - Pick Me
37 - Rage
38 - Peace
39 - Baby
πŸ“
40 - Fariz
41 - Obsession
42 - With You
43 - School
44 - Sulking
45 - Who?
46 - New Problems
47 - Kiss
48 - Krokha
49 - Hurt
50 - Vengeance 1
51 - Vengeance 2
52 - Memory Loss
πŸ“βœ¨οΈ
54 - Crybaby
55 - Vengeance 3
56 - Baby El
57 - Bakery & Cakery
58 - Intense
59 - Same
60 - Jealous
61 - Back
62 - Bad Mood
63 - Misunderstanding
64 - French Kiss
65 - Sad
66 - Naughty Baby
67 - Feeling Blue
68 - Unexpected
69 - Ghost
70 - Daddy's Company
71 - Feelings
72 - Permission
73 - Happy
74 - Deep
75 - Hickey
76 - Camping
πŸ“πŸ‡
77 - Day II
78 - Nightmare
79 - Ring
80 - Promise
81 - Punishment
82 - Villa
83 - Hug
84 - Deep Feelings
85 - Dangerously
86 - Thirsty
87 - Confess
88 - Dark Desires
89 - Maniac
90 - Back to Mansion
91 - Ice Cream
92 - Feel
93 - Love Talk
94 - Other Side
95 - Like That
96 - Sweet Lies
97 - Easy
98 - Run Away
99 - Drama
100 - Birthday I
101 - Birthday II
102 - If
103 - Esmeralda
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
Special Chapter
121
122
last.
Book
πŸ“πŸ’˜
123
124
125
126
EPILOG - END
ulasanπŸ“
New bookβ™‘β™‘

53 - Hair pin

22.2K 2.1K 200
By strawberriesundaee

Selamat sore╰( ͡° ͜ʖ ͡° )つ──☆*:・

enjoy~

***

Ceklek

"Dilarang berbuat mesum di rumah sakit." Ucap Damian yang masuk bersama dengan Andreas dan Peter.

"Wow lihatlah ada yang mengambil kesempatan dalam kesempitan." Ujar Peter.

Andreas diam saja dan berjalan mendekat ke arah Ziel.

cup

"Krokha." Andreas mencium surai Ziel membuat yang lebih kecil mendongak dengan raut bingung.

"Krokha?"

"Hm, bayi."

"Adek?" Tanya Ziel lagi.

"Tentu, kalau bukan bayi nakal ini lalu siapa lagi." Peter mendekat dan mendudukkan diri di pinggir bed, meraih tangan sang adik yang terlihat sedikit bengkak karena jarum infus.

"Apa yang kalian lakukan di sini?" Tanya Theine.

"Eksekusi." Balas Andreas.

Theine mengangguk paham dan menurunkan Ziel ke bed, lalu mengecupi seluruh bagian wajah sang adik bahkan tak lupa memberi kecupan singkat di bibir cherry yang selalu menjadi candunya.

cup

Theine memegang dagu Ziel, membuat si kecil mendongak dan melihat ke arahnya.

"Kakak pergi dulu, jangan nakal."

Belum sempat Ziel menjawab Theine dan Andreas sudah lebih dulu melangkah keluar, meninggalkan Ziel yang saat ini terdiam dan memikirkan sesuatu.

"Bayi." Panggil Peter membuat Ziel kembali sadar.

"Adek bukan bayi."

"Kata siapa, hm?" Peter menoel hidung Ziel.

"Bayi kan kecil segini, adek udah besar jadi bukan bayi." Jelas Ziel dengan kedua tangan yang menjelaskan seberapa kecil seorang bayi jika dibandingkan dengan dirinya.

"Bayi tetaplah bayi."

"Kakak siapa?"

"Abang Peter dan itu abang Damian."

"Abang?"

"Iya, kami berdua juga adalah saudaramu bayi."

Ziel mengangguk namun lagi-lagi bertanya, "Jadi saudara adek ada berapa, kok banyak banget ya."

"Ada delapan." Jawab Damian, lelaki itu menarik kursi dan membawanya tepat di sebelah bed lalu duduk di sana.

"Banyak banget..."

Damian mengeluarkan ponsel miliknya, menunjukkan foto dan menjelaskan satu per satu anggota keluarga kepada sang adik, Ziel menyimak dengan seksama sambil mencoba mengingat dan merekamnya dalam otak.

"Mengerti?" Tanya Damian.

Ziel mengangguk paham dengan mulutnya membentuk seperti huruf O.

"Abang Damian dan abang Peter?" Ulangnya sambil menunjuk Damian dan Peter bergantian, memastikan jika apa yang ia katakan adalah benar.

"Benar, pintar." Balas Damian sambil memberikan puk-puk pada surai sang adik membuat Ziel tersenyum senang.

"Apa aku salah jika berharap bayi akan seperti ini saja? Abang dengarkan, bayi memanggilku dengan normal! Bayi memanggilku abang!" Peter terlihat sangat antusias dan bangga akhirnya keinginannya terwujud.

"Pertama, jujur saja daripada abang panggilan om lebih cocok untukmu. Kedua, jika dua orang tadi mendengar apa yang baru saja dirimu katakan, abang pastikan sekarang kau pasti hanya tinggal nama." Ujar Damian sambil mengedikkan bahu jika kedua kakaknya, Andreas dan Theine benar-benar mendengar mungkin saat ini Peter sudah menjadi samsak tinju dadakan.

"Hey apa wajahku setua itu?" Lihatlah remaja tanggung itu langsung membuka ponsel miliknya, membuka fitur kamera untuk melihat detail wajahnya yang menurutnya selalu tampan dan gagah.

"Perfect." Ujarnya memuji diri sendiri.

"Konyol." Ucap Damian.

"Iri bilang bos."

"Menjauh dariku, bodoh."

"Abang sudah tidak sayang Peter ya?" Ucap Peter dengan raut sedih yang dibuat-buat membuat Damian mengernyitkan dahi dengan sudut bibir berkedut.

"Instalasi farmasi ada di lantai bawah, kau bisa pergi ke sana dan ambil obatmu."

"Siapa yang sakit?"

"Kau, sakit jiwa."

"Baiklah, aku akan mengambil dan meminum obat itu hingga overdosis."

"Sinting."

"Aw apa abang tidak rela kehilangan anak tampan ini?"

"Percaya diri sekali, abang hanya tak ingin air mata mama terbuang sia-sia karena menangisi anak tak berguna seperti dirimu."

"Sejujurnya itu terlalu menyakitkan untuk di dengar." Nelangsa Peter, Damian dengan mulut licinnya memang tidak pernah gagal.

Suara tawa yang menggema seketika menghentikan perdebatan keduanya, Ziel yang sedari tadi memperhatikan, merasa geli dengan adu bacot antara kedua abangnya itu membuat si kecil tak kuat menahan tawa.

"Wow lihat bayi nakal itu terlihat menikmati keributan ini, bukankah ini menarik? Ayo lanjutkan!

"Hentikan, bodoh." Ujar Damian, lelaki itu mulai merasa jengah dengan sepupunya yang satu ini, benar-benar tidak ingat usia.

"Ayolah abang, tugas kita di sini adalah menjaga dan menghibur bayi jadi mari lanjutkan!" Ucap Peter sambil memonyongkan bibirnya ke arah Damian.

Plak!

"Menjijikkan." Damian tanpa rasa bersalah menabok kuat wajah Peter membuat empunya memprotes sakit.

"Sakit bang! Brengsek!" Maki Peter, hidungnya terasa sedikit nyut-nyutan.

"Sialan Peter, katakan lagi!" Damian langsung menarik telinga Peter membuat remaja tanggung itu memohon ampun.

Perdebatan itu terus berlanjut dengan Ziel yang semakin tertawa terbahak-bahak, Damian dan Peter sepertinya lupa jika kata-kata mutiara dan nama-nama hewan yang mereka ucapkan pastinya terekam jelas dalam ingatan si kecil. Keduanya bahkan tak menyadari kehadiran William yang sedang berdiri di samping pintu sambil bersedekap dada dan melihat datar ke arah mereka.

tap

tap

Suara langkah kaki William yang mendekat pun tak dihiraukan oleh keduanya.

PLAK! PLAK!

"ADUH!"

"AW!"

"Berapa usia kalian?!" Tanya William setelah memberikan geplakan penuh kasih sayang pada Damian dan Peter.

"Sialan kau Liam!"

PLAK!

"Baiklah hentikan! Hentikan! Aku akan diam!" Ujar Damian sambil mengambil langkah menjauh dari saudara kembarnya itu, kepalanya terasa sakit dan pusing.

Sementara Peter meringis dan mengelus kepala bagian belakang yang menjadi korban kdrt dari William, kekuatan tangan kakak sepupunya itu tak bisa diragukan, geplakannya sungguh maha dahsyat.

William mendekat ke arah Ziel, tangannya terangkat mengelus lembut surai sang adik membuat Ziel mendongak dan menatap William.

"Lupakan apa yang tadi bayi dengar dan lihat, mengerti?" Ujar William, lelaki itu tak ingin kepolosan sang adik tercemar oleh kalimat kasar dan adegan kekerasan.

"Heum abang William tapi yang tadi itu seru! Adek suka!" Balas Ziel sambil bertepuk tangan, apa yang ia lihat tadi benar-benar menghibur.

Perkataan si kecil sukses membuat William melebarkan mata sekaligus menghela napas kasar, sedikit terkejut dengan sang adik yang memanggilnya abang dan apa itu? Seru katanya?

"Ulangi." Titah William.

"Apa?"

"Tadi bayi memanggil abang apa?"

"Abang William?"

"Benar, abang William." William mengulas senyum, proses penyembuhan sang adik mengalami kemajuan, ini tentunya merupakan kabar yang baik.

"Anak pintar, usahakan untuk mengingatnya terus, ok?"

"Heum ok!"

.

.

.

Waktu menunjukkan pukul 19.00 seperti biasa keluarga Dominic sedang berkumpul untuk menyantap makan malam namun bedanya saat ini mereka melakukannya di rumah sakit. Makanan yang disajikan di dapat dari rumah sakit namun ada juga yang dibawa dari Mansion.

"Makan sendiri atau mama suapi sayang?"

"Adek mau sendiri aja."

"Baiklah ini sendoknya, pelan-pelan, ok?"

"Heum ok mama!"

Ziel meraih sendok itu dan mulai makan dengan tenang, suasana makan malam ini berbeda dari biasanya karena tidak diiringi dengan celotehan dari si bungsu. Namun ada satu hal yang mereka syukuri adalah walaupun sakit nafsu makan si kecil sama sekali tidak menurun bahkan bungsu kesayangan mereka itu sudah meminta untuk dibuatkan puding dan cookies namun karena tekstur cookies yang sedikit kasar membuat Stevanya menolaknya, takut si kecil kesulitan menelan.

Mendengar penolakan itu membuat Ziel diam dan memalingkan wajah, pada dasarnya Ziel tetaplah Ziel apa pun kondisinya jika kehendaknya tidak dituruti pasti akan merajuk, setelah drama kecil itu Stevanya akhirnya luluh namun memberikan arahan jika si kecil boleh memakan cookies asalkan bersamaan dengan susu supaya teksturnya menjadi lebih lembut. Ziel menurut saja toh ujung-ujungnya cookies itu tetap ia dapatkan.

"Mama udah habis!" Ujar Ziel sambil menyodorkan mangkuk bubur yang isinya sudah habis tak bersisa, membuat Zelda sedikit terkejut dan meraih mangkuk itu lalu menoel gemas hidung si kecil.

"Tadi mama bilang apa sayang?"

"Makannya pelan-pelan aja hehe.." Jawab Ziel sambil cengengesan membuat mereka yang mendengar hanya bisa menggelengkan kepala.

"Pintar tapi kenapa tidak dilakukan, hm? Jangan diulangi nanti bayinya mama ini bisa tersedak, mengerti sayang?"

"iya mama." Walau sedang berinteraksi dengan sang mama, mata Ziel tak lepas dari meja yang di atasnya ada puding dan cookies yang ia idam-idamkan sedari sore.

Melihat itu membuat ide jahil lagi-lagi muncul di kepala Peter, remaja itu langsung mengambil satu cookies dan memakannya.

"Wah enaknya! Mami memang hebat, semua ini untuk Peter saja ya!" Ucapnya sambil melirik jahil ke arah Ziel.

"Apakah yang tadi sore belum cukup Peter?" Sinis William, jika ada kesempatan sepupunya ini pasti akan langsung menjahili sang adik.

"O-oh cukup cukup, bercanda bos!" Balas Peter dengan sedikit bergidik, bagaimana jika nanti ia jadi bodoh mendadak? Tidak lucu, bisa-bisanya seseorang yang bodoh menjadi anggota keluarga ini, hal konyol seperti itu hanya akan mencoreng nama baik Dominic.

"Wow apa yang abang lakukan sehingga kera lepas ini sedikit takut?" Tanya Harvey dengan wajah tidak berdosa.

BUG!

"Hey apa yang baru saja kau katakan?!" Balas Peter sambil melempar bantal sofa tepat ke wajah Harvey. Kera? Yang benar saja.

"Sakit bodoh!"

"Kau yang bodoh!"

"Kemari kau sial-"

Andreas langsung menutup mulut Harvey dan memberi peringatan yang tak hanya untuk adiknya itu namun juga untuk semua sepupunya.

"Jangan mengucapkan kata kasar di hadapan krokha." Titah Andreas.

"Ehem permintaan yang bagus namun sepertinya akan sulit dilakukan." Ujar Peter sambil mengedikkan bahu.

"Sel ruang bawah tanah masih banyak yang kosong, apa kau ingin menjadi salah satu penghuninya Peter?" Ujar William lagi, membuat Peter langsung duduk diam dengan punggung tegak. Ancaman kali ini benar-benar tidak bisa diabaikan.

"Tentunya tidak, baiklah-baiklah Peter yang tampan ini meminta maaf." Peter mengangkat kedua tangannya tanda menyerah, akan sangat mengerikan jika ia benar-benar diminta untuk mendekam di sana.

"Adek." Panggil Zergan pada Ziel.

"Iya kakak?"

"Cookies?"

Ziel mengangguk dengan malu-malu,"Heum adek mau, boleh?"

"Tentu."

Zergan mendekat sambil membawa 3 buah cookies dan 1 gelas susu, lalu meletakkannya tepat di depan Ziel, di atas overbed table. Senyum cerah seketika terbit pada wajah manis si kecil, mata belo itu berbinar-binar dan menatap tak sabar pada cookies di hadapannya.

"Terima kasih kakak!"

"Hm, semuanya untuk adek dan tidak akan ada yang mengambilnya jadi makan dengan perlahan, mengerti?"

"Heum! Adek makan ya kak!"

Zergan mengangguk dan menyelipkan rambut Ziel ke belakang telinga, rambutnya yang panjang terkadang menyulitkan si kecil sepertinya Zergan harus segera membelikan benda itu untuk sang adik.

Setelah makan malam mereka kembali menyibukkan diri namun akan kembali lagi untuk menemani si bungsu dan tentunya menginap. Graham, Grace dan Mattheo pulang sebentar ke Mansion untuk memantau keadaan dan tak lupa bermain dengan para tahanan.

Hendrick keluar bersama Andreas, Theine, dan Damian untuk merokok, Henry dan William pergi ke ruang pasien untuk melakukan pemeriksaan lalu Stevanya dan Zelda saat ini sedang duduk di kursi, terlihat merundingkan sesuatu. Sementara yang muda seperti Peter, Harvey, Jargas, Zergan duduk berderet di kursi dan memainkan ponsel masing-masing. Ziel sendiri sedang fokus menonton tayangan kartun di tv yang sengaja di hidupkan oleh Zelda agar si kecil tak merasa bosan.

Tak lama setelah mencatat sesuatu di kertas, Stevanya dan Zelda berdiri dan mendekat ke arah Ziel lalu mencium surai sang bungsu meminta izin karena akan pergi sebentar, tak lupa meminta Peter, Harvey, Jargas dan Zergan untuk menjaga si kecil, setelahnya kedua nyonya Dominic itu melangkah keluar.

"Bayi tadi mami dan mama mengatakan apa?" Tanya Peter, remaja tanggung itu mendekat dan memutuskan untuk duduk di kursi sebelah bed.

"Mami mau ke Mansion dan mama mau pergi ke Mall."

"Pergi ke Mall?"

"Heum tadi mama bilang gitu."

Zergan dengan cepat berdiri dan berlari keluar membuat Peter, Harvey, Jargas dan Ziel menatap bingung.

"Ada apa dengannya?"

"Tidak tau."

Di luar Zergan berjalan cepat, turun ke bawah untuk mencari Zelda dan benar saja sesuai tebakannya sang mama sedang duduk di lobby sepertinya menunggu supir mengambil mobil.

"Mama." Panggil Zergan sambil berjalan mendekat.

"Oh Zergan, ada apa nak?"

"Mama mau ke Mall?"

"Iya, mama mau membeli keperluan adikmu, kenapa nak?"

Remaja itu menggeleng, "Zergan ikut."

"Ingin membeli sesuatu?"

"Hm, untuk adek."

"Apa itu?"

"Nanti mama akan tau, Zergan butuh bantuan mama untuk memilihnya."

"Baiklah, saatnya untuk pergi."

.

.

.

Hari sudah berganti pagi, terlihat Zergan yang saat ini membawa sebuah paperbag berisi barang yang kemarin ia beli, benda kecil yang akan sangat cocok dikenakan oleh sang adik. Awalnya ia hanya akan membeli dua, namun setelah berunding dengan sang mama, keduanya malah sama-sama bingung dan berakhir membeli semua yang terpajang di sana.

Ceklek

Zergan memasuki ruang rawat inap sang adik, terlihat Peter yang sedang selonjoran di sofa menjaga si kecil karena yang lain sedang ada urusan.

"Tidak sekolah? Waw apa kau membolos lagi Zergan?" Ujar Peter saat melihat Zergan masuk dan meletakkan paperbag ke atas meja.

"Kau sendiri, apa yang kau lakukan di sini? Pergi ke kampus sana."

Peter mendengus jika berhadapan dengan Zergan, ia selalu dibuat kehabisan kata alias mati kutu. Zergan yang terlalu serius selalu berbicara to the point, sementara Peter lebih suka bermain-main dan berdebat untuk memperpanjang pembicaraan. Mereka memang tidak cocok untuk di satukan dalam satu ruangan seperti ini.

"Terserah kau saja lah."

"Hm."

"Hey kanebo kering, apa yang kau bawa?" Ujar Peter sambil menunjuk paperbag. Lihatlah baru diam sejenak ia kembali membuka perbincangan.

Zergan hanya diam dan tidak menghiraukan pertanyaan Peter membuat empunya berdecak kesal.

"Hey Zergan aku berbicara padamu."

"Tidak ada yang bernama kanebo kering di sini."

Perkataan Zergan sukses membuat Peter melongo, sulit sekali menghadapi orang yang tidak memiliki emosi dan terlalu serius seperti ini.

"Baiklah, Zergan adikku yang tampan apa yang dirimu bawa?"

"Kau punya tangan jadi buka dan lihat sendiri."

"Ck, kau ini! Baiklah!"

Peter langsung saja membuka paperbag dan melihat isinya, remaja tanggung itu seketika melongo, paperbag sebesar ini ternyata berisi banyak sekali hair pin dan mini scrunchie dengan berbagai macam warna dan bentuk namun ada empat warna yang mendominasi yaitu pink, kuning, putih dan biru, empat warna yang sangat cocok dengan sang adik. Tak hanya itu bentuk dan motifnya pun beragam seperti strawberry, gingham, peach, bintang, kelinci, pearl dan masih banyak lagi.

Peter mengambil satu dan melihatnya, "Menarik, kau membeli sebanyak ini untuk siapa?"

"Adek, rambutnya semakin panjang dan poninya sangat mengganggu daripada dipotong lebih baik diberi penahan saja." Jelas Zergan.

Peter melirik ke arah Ziel yang masih tertidur pulas tadi selesai sarapan dan minum obat, bungsu Dominic itu langsung tertidur, hingga sekarang pukul 09.00 si kecil belum juga bangun sepertinya masih betah menyelami alam mimpi.

"Benar, ide yang menarik, sekarang biarkan aku memilih satu yang paling bagus untuk dikenakan oleh bayi." Ujar Peter dengan semangat.

"Terserah."

Peter langsung saja membawa paperbag itu ke arah karpet dan menumpahkan isinya di sana, membuat Zergan mendelik tajam.

"Bodoh, apa yang kau lakukan?"

"Gunakan matamu dengan baik."

Zergan masih menatap Peter dengan alis yang menukik membuat Peter menghela napas.

"Hey bodoh memilih di dalam paperbag itu sedikit menyulitkan, cara seperti ini lebih memudahkan untuk mencari yang paling bagus, tenang saja nanti akan abang masukkan lagi."

"Awas kau." Balas Zergan, Peter hanya mengedikkan bahu dan kembali fokus mencari mana hair pin yang menurutnya paling lucu.

"Nah yang satu ini pasti sangat cocok dengan bayi!" Peter berdiri dan berjalan mendekat ke arah Ziel, remaja tanggung itu langsung membuka plastik dan memasangkan sepasang hair pin berwarna putih dengan hiasan berbentuk kelinci pada kedua sisi poni sang adik yang sama sekali tak terganggu dalam tidurnya.

"Perfect!" Komentar Peter.

Zergan yang mendengar itu juga ikut mendekat, lihatlah padahal hanya ditambah sepasang hair pin tapi mampu membuat adiknya semakin terlihat manis dan cantik ditambah dengan wajah manis yang terpejam tenang membuat bungsu Dominic itu terlihat seperti sebuah boneka. Tak peduli dengan bekas luka, si kecil tetap terlihat menawan.

Peter langsung membuka ponsel miliknya dan mengambil gambar Ziel lalu mengirimnya ke grup chat keluarga. Apa yang dilakukan Peter sukses membuat kehebohan, mereka yang masih di luar bergegas pulang menuju rumah sakit, untuk melihat si bungsu yang semakin menggemaskan.

Kerja bagus Peter!



***

૮₍ ˶ᵔ ᵕ ᵔ˶ ₎ა૮₍ ˶ᵔ ᵕ ᵔ˶ ₎ა

<( ̄︶ ̄)> akhirnya niat Zergan buat beliin adek jepit rambut udah terealisasi, ku bayangin adek rambutnya dikuncir apple hair terus ditambahin jepit kecil gitu aaaaa gemeshnyaaa!

mau bilang semisal kalian ketemu book yang ceritanya sama persis kaya book ini tolong berbagi info yaaa bisa DM atau ketik aja di kolom komentar, ogheyy maniezzz๑¯◡¯๑

Seperti biasa janlup follow, vote & komen

(づ ̄ ³ ̄)づ

Mari berteman♡

See u~

Continue Reading

You'll Also Like

955K 22.9K 24
Ella Lynn is a new student at Green Evercrest High she's short and shy. And awaits the day she can leave her uncle behind. Levi William has waited fo...
1.1M 39.5K 50
In his first class at a new school, Vinny Donovan is partnered with Callum Janoff; a quiet, withdrawn boy who has little to say and even fewer friend...
445K 8.4K 48
This is a story about a 7 year old girl who gets taken in by a family. She has met her adoptive parents from all their fostering visits and outings b...
25.2M 729K 52
"Curiosity killed the kitty Miss Adams." My body stiffened. Slowly I turned around just to see Mr. Parker standing in front of me with hands in his...