Miss Dandelion

By yusufalvaro00

110K 14.9K 1.1K

Setelah mengetahui bahwa dirinya mengandung, Larasati Kirana sangat kebingungan. Ia memang punya kekasih, nam... More

Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Dua Puluh Sembilan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh dua
Tiga Puluh Tiga
Tiga Puluh Empat
Tiga Puluh Lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Tiga Puluh Delapan
Tiga Puluh Sembilan
Empat Puluh
Epilog

Dua Puluh

2.4K 328 16
By yusufalvaro00


"Jadi lo kerja di Ranjana?" Meita bertanya. "Udah sejak kapan, Ras?"

"Belum lama sih, Mei. Gimana keadaan kantor sekarang? Denger- denger, Pak Reagan sama Sisil ya?" Laras balik bertanya.

Ia masih takjub dengan pertemuannya dengan Meita tempo hari Di warung  soto Betawi. Dari pertemuan itu, keduanya sepakat untuk menyisihkan waktu berdua saja dan bertemu secara pribadi Di tempat ini.

Di HSS Goldeneye, Laras memang paling akrab sama Sisil dan Meita. Mungkin, hal itu disebabkan karena keduanya punya sifat yang sama. Mereka  bertiga tak terlalu ceplas- ceplos seperti Nadya atau Yuna. Dan tentu saja solid dengan satu sama lain.

Laras, Sisil, dan Meita, masih menjunjung tinggi sikap tenggangrasa.

Dulu, setelah peristiwa di apartemen Gatra terjadi, Laras ingat langsung meluncur ke kosan Sisil. Cuma perempuan itu yang ia percayai untuk memegang rahasianya, bahwa ia telah tidur dengan bosnya.

"Iya." Suara Meita seperti menggaung dari tempat yang jauh. Siang itu, mereka janji bertemu di restoran Kembang Lawang, yang berada di cabang Meruya, Jakarta  Barat. Sengaja mereka mencari tempat yang jauh dari lokasi kantor masing- masing. "Lo tahu dari?"

"Kapan hari, ketemu Dito. Nggak sengaja waktu itu. Elo sendiri gimana? Tambah kurus aja."

"Sisil emang udah balik ke Semarang sih. Katanya, nggak bakalan balik ke kantor lagi. Karena bulan depan dia married sama Reagan. " Terang Meita. "Kalo gue, seperti yang lo lihat sendiri. Gue baik- baik aja. "

Seketika bola mata Laras membulat penuh. Matanya yang sudah belok, semakin lebar. Tentu saja ia pantas kaget. Dulu, Sisil tidak pernah berpikir sampai ke ranah itu. Ngurusin anak bos saja susahnya minta ampun. Apalagi ngurusin si Bapak yang kabarnya mirip singa itu.

Apalagi, dia selalu mengeluhkan sikap Bu Devia yang semacam memandang sebelah mata pada Sisil. Repot nggak sih punya mertua model begitu? Tak terbayang oleh Laras dia bisa menghadapi perempuan beracun macam Bu Deviana Senoadji itu.

"Aku nggak kebayang, Sisil bisa sampai sejauh itu." Laras tercenung. "Maksudku.... ya kamu tahulah, Mei, keluarga Senoadji itu kayak gimana? Aku aja suka agak gimana gitu kalo bertatap muka sama mereka."

"Termasuk sama Pak Gatranya?" alis Meita berjinjit. Bermaksud menggoda sahabatnya itu.

"Tapi untung saja Sisil udah pegang kartu AS. Keegan itu lengket banget sama dia. Bu Deviana nggak bisa berkutik. Karena dia sendiri juga udah kadung lengket sama Kee. Daripada dimusuhin sama cucu kesayangan ya, kan? Orang Kee yang mau punya Mama Sisil kok! " terang Meita, seolah tahu apa yang ada dalam pikiran Laras.

"Untung aja."

"Sekarang orang kantor pada ngeributin gosip kalo Pak Nares mau dijodohin sama Daya,"

"Daya?" ulang Laras tak percaya. "Dayana adik tirinya Pak Reagan?"

"Yep!"

"Kok bisa, sih?" Laras tak bisa mencegah pupilnya melebar menanggapi semua cerita yang dibawa Meita. Pintu ruangan VVIP yang mereka tempati saat itu terbuka. Dua orang pramusaji mengantarkan pesanan minuman dan makanan pembuka yang mereka pesan.

Laras hanya bisa menatap iri pada gelas jumbo berbentuk jar milik Meita yang berisi kunyit- asam yang berkondensasi. Sementara dirinya hanya bisa puas dengan jeruk murni tanpa es.

Untuk makanan pembuka mereka memesan tahu walik. Lalu untuk makanan berat, mereka sepakat untuk memesan ayam goreng kremes komplit dengan sambal terasi dan urap sayur matang, lalu ada tahu tempe dan sayur asem. Mereka juga memesan bugis mandi sebagai makanan penutup.

Saat melihat minuman milik Meita yang benar- benar menggoda, Laras menelan ludah. Tanpa sadar, ia keceplosan, "Huh, nggak enak ya jadi orang hamil. Mesti nahan nggak minum es!"

Yang disambuti dengan belalakan mata Meita. "Hamil?" ulang Meita dengan syok. "Lo.... lo.... hamil? Beneran lo hamil, Ras?" cara Meita menanyakan hal itu, seolah- olah Laras baru saja mengumumkan bahwa Coldplay batal konser di Jakarta. Sementara perempuan yang kini duduk di samping Laras adalah penggemar beratnya. "Itu.... anaknya...?"

Laras serta merta mengangguk. "Tapi kamu jangan bilang sama siapa pun, Mei." Laras menundukkan kepalanya. Minatnya pada es kunyit-asam milik Meita lenyap sudah. Berganti dengan rasa sesak yang bergulung- gulung dalam dadanya.

"Aku ngerti, Ras. Tapi..."

"Bos di tempat kerjaku ini namanya Suta. Dia nikahin aku."

"Terus?"

"Terus aku nggak punya pilihan lain." Sambar Laras jengah. "Tapi waktu itu aku kena musibah. Aku hampir aja dilecehkan sama tetangga kos. Anak dalam kandunganku ini hampir aja nggak Selamat . Dan aku nggak mau ambil risiko lagi. Akhirnya aku nerima tawaran yang diajukan sama dia. Pernikahan ini murni simbiosis mutualisme, Mei. Aku butuh pelindung. Dia sepertinya butuh tameng dari mantan pacarnya atau semacam itu."

Meita yang biasanya kalem, kali ini benar- benar terpana. "Nggak sangka sih, Ras. Hidup lo sinetron banget."

"Gue juga nggak tahu. Ternyata, ada hukuman dari Tuhan yang seinstan ini. Kami waktu itu cuma ngelakuinnya sekali aja. Tapi kenapa harus berbuntut panjang begini ya?

Giliran Meita yang diam dan tercenung. Nasibnya sendiri juga tidak lebih bagus dari yang dialami Laras.

"Sebenarnya, sejak elo menghilang, kabar- kabarnya, Pak Gatra ngerahin orang buat nyariin lo, Ras." Fakta yang barusan dimuntahkan sahabatnya, sekonyong-konyong membuat Laras menghentikan menyerok kremesan dari piring saji tempat satu ekor ayam goreng berbumbu kuning bertahta.

"Nyariin aku, Mei? Buat apa?"

"Barangkali, sebenarnya, doi nggak bisa move on dari performa elo yang dahsyat itu!"

"Ih, Meita!"

"Gue serius, Ras. Mungkin nggak sih, kalo seandainya Pak Gatra sebenarnya itu udah lama tertarik sama elo? I mean in person gitu. Ya meski kita- kita ini cuma cungpret. "

"Tapi gue nggak pernah mengharapkan yang seperti itu, Mei. Dulu, gue selalu ngikutin dia main golf, atau nongkrong sehabis jam kerja karena gue nggak enak aja lihat dia kayak sedih terus. "

"Bininya lo tahu kan, yang mana?"

"Vega Zilgwina itu kan? Kurang apa sih dia ya, Mei?"

"Kalo gue bilang sih klise, Ras. Mereka udah nikah lima tahun kalo nggak salah. Tapi Pak Gatra ini pengin banget punya anak. Kontrak Vega dengan produk- produk yang pakai dia buat model iklan sekaligus brand ambassador itu nggak mengizinkan Vega buat mengandung dulu."

Laras tercenung dengan penjelasan yang dikemukakan sahabatnya itu. "Asal lo tahu, Ras. Orang kayak Pak Gatra itu nggak mungkin juga sembarangan untuk cari teman affair. Hari gini, nggak ada atasan yang mau terlibat sama staffnya. Itu berisiko banget. Apalagi orang kayak Pak Gatra itu kan wajahnya aja di atas rata- rata. Dia bisa dapetin yang lebih dari kalangan kita kalo mau sih Ras. Gue juga pernah denger kabar kalo banyak janda kaya, istri konglomerat, atau perempuan dewasa berkarir cemerlang yang deketin dia. Mereka itu penasaran sama Pak Gatra. Kalo cuma dijadiin teman mencari kehangatan di ranjang sih, mereka lebih nggak ribet. Karena orang- orang dari kalangan itu, pasti ogah kalo sampai ketahuan ada affair gitu. "

***

Semua langsung heboh dengan mata melotot ketika perempuan itu muncul dengan dress tanpa lengan keluaran Valentino berwarna hitam. Rambutnya yang bergelombang indah tergerai ke punggung, dan sebagiannya jatuh menjuntai menutupi dada yang nyaris rata.

Kedua kaki jenjangnya terbungkus ankle strap berhak  15 sentimeter berwarna silver. Di tangannya Birkin bag Diamond  Himalayan Blanc Matte Niloticus Crocodile ditenteng dengan anggun. Make up di wajahnya yang cantik tampak sempurna. Dengan lipstik merah mencorong yang seolah menantang setiap orang untuk tampil lebih memikat dari dirinya.

"Suta ada?" aroma parfum mahal yang menyeruak dari tubuh itu jelas tak bisa diabaikan begitu  saja oleh siapa pun. Termasuk Laras yang saat itu sedang membahas sesuatu dengan Fitri di mejanya yang terletak pas di depan ruangan Suta.

Keduanya terpana. Melongo. Menyangka ada bidadari berwajah ala aktris Thailand yang tiba- tiba turun ke kantor mereka. "Ada." Laras lah yang pertamakali sadar dari keterpanaan itu. "Saya telep...."

"Nggak perlu." Dia melambaikan tangannya dan dengan kepercayaan setinggi matahari, dia melenggang masuk ke ruangan Suta. Bahkan aroma mahal itu masih tertinggal di belakang.

***

Suta tak sempat menyembunyikan kekagetannya, melihat mantan kekasihnya tegak di hadapannya.

Felisha Brigitta Pasambuna masih tetap secantik dulu. Masih tetap semenarik dulu. Dan dada Suta tetap berdegup sama kencangnya seperti dahulu. Darahnya tetap berdesir, ketika menatap wajah cantik itu.

Mata perempuan itu menyapu ruangan dengan gaya santai. "Kamu memang nggak menyukai perubahan," ujarnya santai. Kemudian, tanpa diundang, ia mendekat ke meja Suta, yang masih terpaku di atas kursinya.

Mulutnya kelu. Felisha ada di dalam kantornya. "Ruangan ini nggak banyak berubah..." Perempuan itu kemudian duduk di kursi depan meja Suta. Ia menyilangkan kakinya dengan luwes. Gayanya memang selalu enak dilihat. Suta mengamati gerak- geriknya. "Kamu pun nggak banyak berubah." Ia tersenyum menatap sang mantan kekasih.

Mata Suta mengamatinya tanpa berkedip. Hatinya masih pedih, enam tahun kebersamaan itu telah dibuang ke tong sampah. Akan tetapi, di hatinya masih tertinggal rasa cinta untuk perempuan yang kini menatapnya seolah Suta adalah lelucon paling menggelikan dalam hidupnya.

"Hidup kadang memang salah alamat ya, Suta. " Perempuan itu memulai. "Dulunya, kupikir kamulah tujuan terakhirku. Kupikir memang hanya kamu yang kucintai. Sampai aku bertemu dengan Garda di Tokyo waktu itu...." Kata- katanya terjeda. Sementara Suta berjuang mati- matian untuk tidak membalikkan meja dihadapannya saat itu juga.

"Kamu jangan salahin dia, Suta. Yang terjadi diantara kami ini murni cinta. Aku yakin, dia adalah pria yang kucari selama ini. Pria yang seharusnya bersamaku."

Suta menggeram murka. "Tapi ini semuanya berkat kamu, Suta." Ujar perempuan itu dengan suara lembut dan senyuman manis. Semanis sakarin yang bila kebanyakan dikonsumsi akan menyebabkan radang tenggorokan.

"Jadi, tolong maafkan kami. " Ia berkata sembari merogoh ke dalam tasnya. Sebuah kartu undangan berwarna gold dan marun berbahan beludru kini teracung di hadapannya. Felisha menyodorkan kartu undangan itu ke arah Suta.

Namun karena Suta tak kunjung menyambutnya, Felisha mendorong benda itu mendekat ke arah Suta. "Datang ya, Suta. Kami ingin berbagi kebahagiaan ini sama kamu."

****








Continue Reading

You'll Also Like

196K 6.3K 26
aspen d'angelo is set to appear as a special guest on billie eilish's upcoming 'happier than ever' world tour. what will happen when their management...
314K 4.2K 21
Harry Hook x reader imagines. They get better as the book goes on because I had more practice with writing. Some of them I haven't read over because...
13.5K 102 31
Hindi inaasahan ni Gaia na magbubunga ang nangyari sa kanila ni Kane matapos ang hapon na iyon. Yes, she's dating the famous celebrity, D'Arcy Kane...
89.7K 1.7K 67
"You are going to prove them all wrong, and I cannot wait to see it." "You and I both know how wrong this is." "I know, but I'd rather die than have...