My True First Love

By orchideast

6.6K 1.9K 643

|| FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA^^ || Ini kisah seorang gadis SMA yang bertemu dengan laki-laki misterius di se... More

Prolog
BAB 1 || Awal Pertama
BAB 2 || Dia Siapa?
BAB 3 || Sun Go Kong
BAB 4 || Catur Halu
BAB 5 || Aneh
BAB 6 || Surat Kang Sayur
Bab 7 || Khawatir
Bab 8 || Kecebong vs Bekicot
Bab 9 || Feeling Good
Bab 10 || Rebutan
Bab 11 || Kotak Misterius
Bab 12 || Curiga
Bab 13 || Diculik
Bab 14 || Perhatian
Bab 15 || Calon
Bab 16 || Mengejutkan
Bab 17 || Masa Lalu
Bab 18 || Penolakan
Bab 19 || Menjauh
Bab 20 || Peka
Bab 21 || Merelakan
Bab 22 || Kencan
#Penulis#
Bab 23 || Something Sweet
Bab 25 || Terjebak
Bab 26 || Bimbang
Bab 27 || Perasaan
Bab 28 || Sakit
Bab 29 || Salah Paham

Bab 24 || Pengakuan

192 40 42
By orchideast

Sebelum membaca, jangan lupa follow, vote, dan komen yaa sebagai bentuk dukungan kalian^^

Selamat membaca✨

©©©

"Edwin, habis ini kita mau kemana?" tanyaku yang masih duduk di atas ayunan. Sedangkan ia berdiri di belakangku, sambil mendorong pelan ayunan.

"Pulang." singkatnya.

"Lah, lo gak ada rencana ngajak gue kemana gitu selain kesini?" heranku sambil mendongak menatapnya.

Ia pun menundukkan kepalanya menatapku.

"Nggak." jawabnya datar.

Aku pun merengut sebal. Masa sepagi itu dia menjemputku hanya untuk pergi ke rumah pohon. Padahal hari belum menunjukkan waktu siang, masa kami langsung pulang.

"Katanya kencan, tapi kok pulang cepet." celetukku pelan.

Tiba-tiba ayunan yang aku naiki terhenti. Sontak, aku pun menoleh ke arah Edwin.

"Kenapa berhenti?" tanyaku heran.

"Lo mau lebih lama bareng gue?" ucapnya dengan senyum tertahan.

Hah? Maksudnya?

Apa jangan-jangan dia mendengar perkataanku tadi?! Aku baru tersadar dengan apa yang aku ucapkan.

"A-apaan sih? Nggak ya!" elakku dengan tegas.

"Dih, gak mau ngaku lagi. Jelas-jelas gue denger lo ngomong apaan barusan."

"Salah denger kali lo, mungkin aja itu bisikan-bisikan setan disini." alibiku dengan kembali menatap ke depan.

"Haha.. Lo dong setannya." ucapnya sambil tertawa.

Aku sebenernya malu, sudah jelas-jelas dia mendengar ucapanku. Tetapi aku malah mengelak dengan mengatakan setanlah yang berbicara.

Secara tidak langsung aku mengatai diriku sendiri setan. Memang menyebalkan.

"Ketawain aja teros." kesalku yang masih terus ditertawai.

Tawa Edwin pun mulai mereda. Ia lalu kembali berkata, "Kalau emang mau bareng gue terus, bilang aja kali. Gak usah gengsi."

Aku berdiri dan berbalik menatapnya. "Nggak gitu ya maksud gue. Gue cuma heran aja. Sepagi itu lo jemput gue, tapi kita perginya kesini doang trus bentar banget."

"Gue emang ngajak lo ke sini doang. Tapi kita disini sampe sore." katanya dengan senyum yang menenangkan hati.

Dalam hati aku terus-terusan mengumpat dan mengagumi senyum Edwin yang benar-benar menawan itu.

"Sampe sore? Disini? Ngapain?" tanyaku bertubi-tubi.

"Quality time. Gue pengen bareng lo lebih lama dan mengenal lo lebih jauh lagi." ucapnya to the point.

Mendengar ucapannya, seketika rasanya dadaku berdesir.

Entah kenapa, saat dia mengatakan ingin mengenalku lebih jauh. Rasanya ia bersungguh-sungguh ingin mendekatiku.

"Nga-ngapain lo pengen kenal gue lebih jauh?"

"Pake nanya lagi, ya mau jadi pasangan lo lah." jawabnya sambil mencubit gemas pipiku.

"Hah?" aku terdiam sejenak mencerna kata yang ia ucapkan.

Aku pun tertawa setelahnya, "Hahaha, ngaco banget lo. Emangnya gue mau jadi pasangan lo?" aku bertanya dengan meremehkan.

"Liat aja nanti, gue yakin lo akan gak bisa jauh-jauh dari gue." balasnya dengan tersenyum menantang.

"Oke! Kita liat aja nanti." kataku tak mau kalah.

Mana mungkin aku jadi pasangannya, aku saja telah dijodohkan.

Setelahnya ia berjalan mendekat ke arahku. Lalu menggenggam tanganku, menuntunku pergi ke dekat pohon dimana rumah pohon tersebut dibangun.

"Lo tunggu disini." katanya lalu berlalu menaiki tangga memasuki rumah pohon tersebut.

Beberapa menit kemudian, ia kembali dengan membawa dua buah botol kaca berukuran sedang, dua lembar kertas, dan 2 buah pena.

"Nih, ambil!" perintahnya dengan mengulurkan masing-masing satu dari ketiga jenis benda tersebut.

Aku pun kebingungan, apa yang akan kami lakukan dengan benda-benda ini?

"Tulis permohonan lo di kertas itu. Kalo udah, gulung trus masukin ke dalam botol." pintanya padaku.

"Buat apaan sih?"

"Gak usah banyak tanya, udah buruan tulis."

"Ck, iyadeh." pasrahku.

Kami pun berjongkok, dan menulis masing-masing surat permohonan kami. Aku sebenernya bingung ingin menulis permohonan apa.

Apa aku tulis permohonan undur diri dari perjodohan saja ya? Siapa tau terkabul kan? Eh, tapi ada harapan yang lebih penting buatku dari dulu hingga saat ini. Dalam hati aku pun mengucapkan kalimat permohonan, dan tak lupa menulisnya dalam selembar kertas tersebut.

"Selesai!" seruku sambil menggulung kertas tersebut ke dalam botol kaca.

Aku pun melihat Edwin melakukan hal yang sama.

"Lo buat permohonan apa?" tanyaku dengan penasaran.

"Rahasia, lo gak boleh tau."

"Dih, pelit amat lo." gerutuku kesal.

"Emang permohonan lo apa?" tanyanya balik kepadaku.

"Rahasia, lo gak boleh tau." kataku meniru ucapannya.

Ia pun terkekeh, dan mulai mendekat pada akar pohon besar di hadapan kami.

Kemudian ia mulai menggali lubang dekat dengan akar tersebut menggunakan sekop kecil.

Setelah dirasa kedalaman lubangnya cukup, ia pun memasukkan botol kaca miliknya ke dalam lubang tersebut. Aku pun melakukan hal yang sama.

Sebelum mengubur botol tersebut, ia berkata "Kita akan gali lubang ini 10 tahun dari sekarang. Disaat itu, kita akan tau apakah masing-masing dari permohonan kita bisa terwujud atau malah sebaliknya." terangnya dengan menatapku.

Aku pun mengangguk-angguk dengan wajah serius. Setelah itu, kami pun bersama-sama mengubur kedua botol permohonan kami.

Jujur aku sangat menantikan 10 tahun ke depan. Apakah permohonanku bisa terwujud? Hanya Tuhan yang tau.

Sesudahnya, Edwin menulis tanggal hari ini pada tubuh pohon menggunakan ranting kering.

Kami berdua pun tersenyum puas menatap ke arah pohon tersebut.

"Sekarang mau ngapain lagi?!" aku sangat exited menunggu kegiatan kami selanjutnya setelah membuat permohonan dalam botol.

"Tidur."

Hah? Apa katanya? Tidur?! Yang benar saja!

"Tidur?!" ulangku dengan sedikit berteriak.

"Iya, gue ngantuk habis jemput lo pagi-pagi buta." ucapnya santai.

"Siapa suruh jemput gue pagi-pagi buta?" gerutuku kesal, namun tak urung aku merasa bersalah.

"Ini kita beneran mau tidur?" tanyaku memastikan

"Lo mau ikut tidur bareng gue?" tanyanya dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Lah, lo sendiri kan yang bilang mau tidur?"

"Emang gue ngajak lo?" ia pun mengangkat sebelah alisnya dengan senyum tertahan.

"Y-ya enggak sih. Terus gue ngapain dong kalo lo tidur?" kataku sambil menahan malu.

"Ikut gue!" katanya kembali menggandeng tanganku. Setelah mencuci kedua tangan kami, Edwin mengajakku kembali memasuki rumah pohon.

"Duduk!" perintahnya. Aku pun menurut dan duduk bersila di atas kasur lipat.

"Geser dikit, lurusin kaki lo." perintahnya. Dengan rasa terpaksa aku pun mengikuti arahannya. Aku duduk di ujung kasur lipat, bersandar pada dinding kayu, dengan kedua kaki yang aku luruskan.

"Kita sebenernya mau ngapain sih?" akhirnya aku angkat bicara, setelah sedari tadi diam menurutinya.

Tanpa menjawab pertanyaanku dan tanpa permisi, tiba-tiba ia meletakkan bantal di atas pahaku. Ia lalu merebahkan kepalanya tepat di atas bantal tersebut.

"Anjir, Udin l-lo nga-ngapain?!" protesku sambil menunduk menatapnya.

"Sssttt... diem gue udah ngantuk." ucapnya pelan sambil bergerak-gerak mencari posisi nyaman.

Ia pun berbaring dengan menghadap ke arahku. Sungguh aku benar-benar diam tak berkutik.

"Elus rambut gue." pintanya sambil meletakkan salah satu tanganku ke atas kepalanya, dan menggerakkan tanganku perlahan untuk mengelusnya.

"Banyak maunya lo!" kesalku, namun aku tetap melakukan apa yang ia pinta.

Dengan gerakan kaku, aku pun mengelus rambutnya dengan perlahan. Tangannya pun terlepas dari tanganku, membiarkanku terus mengelusnya.

Beberapa detik kemudian matanya terpejam. Aku merasakan hembusan nafasnya yang perlahan teratur. Aku rasa ia sudah tidur dengan lelap. Dia terlihat seperti anak kecil yang kelelahan sehabis bermain.

"Edwin, lo kalo lagi tidur gini makin cakep tau. Adem banget gue liatnya." bisikku dengan amat pelan, sambil terus mengelus kepalanya.

Kalau boleh jujur, rambut lurusnya yang tak terlalu panjang itu sangat halus dan lembut. Apa mungkin dia perawatan rambut ke salon ya?

Tanganku yang semula bergerak di atas kepalanya, tanpa sadar bergerak turun mengelus dahi dan alis pria itu.

Kulitnya mulus dan alisnya tebal. Tampan.

Mungkin hampir satu jam aku menunggu Edwin tertidur. Hingga tak ku sadari, aku pun ikut memejamkan mataku. Tidur dalam posisi duduk bersandar.

©©©

"Wah, gilak! Untuk kali ini gue akui lo keren kayak ayah lo!" seruku dengan mengacungi kedua jempol untuknya.

Jika kalian bertanya aku sedang apa dan dengan siapa? Jawabannya aku sedang makan dan masih bersama dengan Edwin.

Setelah tertidur selama 1 setengah jam, aku tiba-tiba terbangun dengan posisi yang berbeda. Aku terbangun dengan posisi terlentang pada kasur lipat, lengkap dengan selimut rajut yang menyelimuti setengah tubuhku.

Seketika aku terduduk dan mencari keberadaan Edwin. Aku melihat ke sekeliling ia tidak ada dimanapun. Aku pun beranjak menuju balkon, untuk melihat Edwin apakah ia berada di bawah rumah pohon. Dan ternyata tidak ada!

Aku pun panik, takut jika ia meninggalkanku sendirian di tengah hutan begini. Meskipun saat ini masih siang, tapi tetap saja aku takut. Dengan cepat aku mengambil tas selempang milikku, dan bergegas keluar dari rumah pohon.

Saat aku menuruni anak tangga, aku melihat Edwin berjalan dari arah luar hutan dengan membawa dua paper bag. Seketika itu juga aku merasa lega.

Edwin yang melihatku terdiam di tangga langsung menghampiriku.

"Lo kenapa diem disini?" ia bertanya keheranan.

Di detik itu juga aku langsung memukul lengannya untuk meluapkan kekesalanku padanya yang tiba-tiba menghilang.

"Lo kemana aja sih?! Kenapa ninggalin gue sendirian disini?! Gue takut, waktu gue bangun lo gak ada dimana-mana." dengan mata berkaca-kaca aku pun memarahinya.

"Oh, ternyata Cu Pat Kai takut ditinggal sama gue." godanya sambil terkekeh. Aku pun semakin memberengut sebal mendengarnya.

"Haha, maaf ya. Tadi gue pergi sebentar ambil ini di mobil." katanya sambil menunjukkan dua paper bag yang ia bawa dengan tangan kirinya.

"Udah jangan ngambek gitu dong, cantiknya jadi nambah kan. Ntar gue ajak ketemu ayah sama ibu beneran loh." godanya lagi.

"Ih apaan sih lo ah! Masa ngebujuknya kayak gitu."

"Haha, abis lo ngambek gini malah tambah gemes. Udah jangan marah-marah lagi, gue gak bakal ninggalin lo kok." tuturnya sambil mengelus kepalaku dengan tangan kanannya.

"Ayo kita makan siang bareng. Lo pasti udah laper kan?" ajaknya padaku, kemudian merangkulku.

Aku pun baru menyadari bahwa saat ini waktu telah memasuki jam makan siang. Sebenarnya aku juga memang sudah lapar sejak bangun dari tidur. Aku pun mengiyakan ajakan Edwin untuk makan bersama. 

Kami duduk di dekat pohon yang teduh dengan beralaskan tikar, yang entah darimana ia dapatkan. Ia pun mengeluarkan isi dari kedua paper bag tersebut. Salah satunya terdapat dua kotak makan yang berisi nasi goreng omelette dan buah-buahan potong seperti semangka dan apel, serta jeruk yang sudah dikupas. Sedangkan paper bag lainnya berisi dua botol minuman.

Melihat semua itu, mataku seketika berbinar. Rasa laparku semakin terasa setelah mencium aroma nasi goreng yang menggugah selera.

Dan kalian tau? Nasi goreng omelette ini, Edwin sendiri yang membuatnya. Awalnya aku tak mau percaya, tapi melihat keseriusannya dalam menghias bekal makanan ini, aku jadi percaya bahwa dia sendiri yang membuatnya.

Kami pun makan bersama, terlihat romantis bukan satu bekal berdua haha. Aku sebenernya tak paham kenapa dia hanya membawa satu kotak makan nasi goreng, apa dia sengaja? Ah, sudahlah lupakan saja. Toh, kita makan dengan sendok yang berbeda.

Saat sesuap nasi berhasil masuk ke mulutku, aku terkejut. Rasanya sangat enak! Kali ini aku mengakui kalau Edwin keren seperti ayahnya.

"Gue kan udah pernah bilang, kalo gue emang keren dari lahir." ucapnya menyombongkan diri.

Aku yang masih asik mengunyah hanya mengiyakan perkataannya, biarlah dia senang.

"Lo kok gak makan sih? Keburu habis nih gue yang makan." kataku setelah sadar bahwa Edwin sama sekali belum menyentuh nasi goreng yang ada di hadapan kami.

"Makan, tapi suapin." pintanya dengan sumringah.

"Dih, kan lo punya tangan. Makan sendiri gak usah manja!" tolakku.

"Tangan gue udah capek buat masak. Masa lo tega biarin gue kelaperan." dengan memasang wajah memelas, ia terus membujukku.

Dengan berat hati aku pun menyuapinya. Melihat wajah melasnya yang menggemaskan aku tak sanggup. Mengetahui aku menuruti permintaannya, ia langsung tersenyum lebar.

"Aaaa..." ia membuka mulut saat sendok mengarah ke mulutnya.

"Emm.." Satu suapan berhasil masuk ke mulutnya. Entah kenapa dia terlihat seperti anak kecil yang sangat menggemaskan.

Diam-diam aku menggenggam kuat-kuat sendok yang ku pegang untuk menyalurkan kegemasanku melihatnya.

"Lagi!" pintanya lagi. Padahal mulutnya masih mengunyah.

"Telen dulu itu, baru gue suapin lagi."

"Udah. Aaaa..." ia membuka mulutnya lagi dengan semangat.

Aku pun kembali menyuapinya dengan suapan yang lebih besar. Seketika pipinya menggembung.

Melihatnya seperti itu, aku pun tak tahan dan tertawa gemas. "Haha.. Lucu banget sih lo! Anak ciapa sih ini? Kok gemes bangett..." gemasku sambil mengusap kepalanya.

Seketika itu juga ia tersedak, aku pun panik dan segera memberikannya minum.

"Lo gak apa-apa?" tanyaku sambil menepuk-nepuk punggungnya.

Ia pun mengangguk sebagai balasan. Setelah merasa lebih baik, ia menatapku dengan intens.

"Lo kenapa ngeliatin gue kayak gitu?" aku yang ditatap seperti itu, merasa tak nyaman.

Mendengar pertanyaanku, ia langsung memalingkan wajahnya dariku. Kemudian ia mengambil sendok milikku.

"Sekarang lo yang makan." ucapnya sambil menyodorkan sesuap nasi goreng beserta omelette ke hadapanku.

Aku tertegun sejenak. Namun, pada akhirnya tak urung juga aku membuka mulut karena Edwin terus mendesakku untuk makan dari suapannya.

Ia terus menatapku yang sedang mengunyah, lalu berkata "Kalo lo suka, nanti gue masakin lo lagi yang lebih enak."

Aku tersenyum dan mengangguk mengiyakan. Setelahnya, kami terus menikmati waktu makan bersama sambil berbincang-bincang.

Tak terasa waktu menunjukkan pukul 14.30. Kami pun memutuskan untuk pulang. Sebelumnya, Edwin mengajakku untuk mampir ke minimarket dekat dengan komplek perumahanku.

Dia mengajakku untuk membeli ice cream dan jajanan untuk aku bawa pulang.

"Lo pilih-pilih aja apa yang lo mau. Gue ke mobil dulu, dompet gue ketinggalan." katanya lalu berlalu menuju mobil.

Tanpa menunggunya, aku pun berjalan mengambil keranjang dan membeli snack-snack kesukaanku. Saat aku tengah melihat-lihat snack pada rak makanan ringan, tiba-tiba saja ada yang menepuk pundakku.

"Kina?"

"Eh?!" kagetku langsung menoleh ke samping.

Betapa terkejutnya aku melihat orang yang sedang berdiri di sebelahku. Dia adalah Reyhan!

"Rey?!"

Ia tertawa kecil melihatku terkejut. "Lo kenapa kaget gitu deh liat gue?"

"Lo ngapain disini?" tanpa memperdulikan ucapannya barusan, aku justru kembali bertanya.

"Ya belanja lah, ngapain lagi." katanya sambil terkekeh heran dengan pertanyaanku.

"Lo kenapa celingak-celinguk? Nyariin siapa?" tanyanya kembali yang melihatku sedikit khawatir.

Aku seketika teringat Edwin yang pergi mengambil dompet. Jika dia melihatku bersama Rey bagaimana?

Eh, salah-salah! Maksudku bagaimana jika Rey tau kalau aku pergi bersama dengan laki-laki lain yaitu Edwin?! Aku benar-benar ketakutan seperti orang yang telah terciduk berselingkuh. Padahal kami juga belum resmi bertunangan.

"Em, itu anu. Gu-gue nyari–"

"Kina, lo udah milih yang lo mau?" tiba-tiba Edwin datang dari arah belakangku.

"Mampus!" ucapku pelan.

Aku pun merasa aneh dengan situasi saat ini. Edwin yang baru saja datang langsung menatap tajam Rey, begitupun Rey yang terkejut dengan kehadiran Edwin. Namun, beberapa saat kemudian ia bersikap seolah-olah biasa saja, tapi auranya sedikit berbeda sesaat sebelum Edwin datang.

Saat ini aku benar-benar terlihat seperti orang yang ketahuan selingkuh. Calon tunanganku memergokiku pergi bersama dengan laki-laki lain.

"Ed-edwin, i-ini Rey dia temen. Em, mak-maksud gue dia ca–" belum sempat aku meralat perkataanku, Rey langsung menyela.

"Kina, gue pergi dulu. Gue lagi ada urusan. Lo lanjut aja." pamitnya dengan nada datar. Sebelum pergi ia bahkan melihat Edwin sekilas lalu berlalu meninggalkan kami berdua.

"Rey, tunggu! Gue mau jelasin sesuatu!" kataku setengah berteriak. Namun, Rey tetap tidak mendengarku.

Saat aku akan menyusul Rey, aku langsung dicegat oleh Edwin. Ia memegangi tanganku. Ia menggeleng pelan sebagai isyarat.

Dengan berat hati, aku pun menatap kepergian Rey dengan perasaan gusar. Aku merasa sangat bersalah, rasanya aku ingin menjelaskan semuanya. Padahal sebelumnya aku tak peduli, dan sering mengatakan kalau aku menolak perjodohan itu.

Tapi setelah aku berbicara dengan papa dan menerima perjodohan itu, aku merasa memiliki tanggung jawab untuk tidak menyakiti perasaan Rey dan kedua orang tuaku.

Dengan sendu, aku kembali menatap Edwin yang masih diam memandangku.

"Dia Reyhan, calon tunangan gue." di detik itu juga Edwin melepaskan genggaman tangannya padaku.

Sangat terlihat jelas dari raut wajahnya, kalau ia begitu terkejut mendengar pengakuanku.

"Gue udah dijodohin." jelasku.

***



Haloo semua, gimana nih bab ini? Semoga kalian suka ya, kalau ada typo bisa langsung koreksi.
Btw aku mau ngucapin makasi buat yang udh vote dan komen:) Have a nice day, and see you^^

Continue Reading

You'll Also Like

615 300 5
[ Jangan lupa follow dulu, biar gak ketinggalan notif!! ] "Bun, liat dasi Aa gak?" "Aa, liat sepatu nike Kakak gak?" "Kak, kaos kaki Abang dimana?!" ...
ZERLIANO By Cosmos

Teen Fiction

523 364 10
Typo bertebaran, harap ditandai ‼️ . . . Benci menjadi cinta memang sudah biasa. Tapi, bagaimana jika cinta menjadi benci? "Dunia ini udah banyak men...
2.1K 237 11
Terlahir dari keluarga kaya dan harmonis, tidak menjamin hidup Maddalen berjalan sempurna sesuai yang diinginkan. Mungkin perihal keuangan tidak ada...
1.8K 342 16
⚠️ WARNING !!! 🚫 NO PLAGIAT !!! 🥇Rank: #1 - laksanabagaskara [2/3/2024] #1 - asyeladinatra [2/3/2024] #1 - screetadmirer [4/5/2024] #1 - cyber [10...