𝐃𝐑𝐎𝐖𝐍𝐄𝐃 𝐈𝐍 𝐓𝐇𝐎𝐒�...

By honeymenu

5.8K 792 573

⭐ Follow sebelum membaca ⭐ Setelah terlibat kasus besar yang menghancurkan kariernya sebagai aktor dan penyan... More

note
Perkenalan Cast
Prolog: Titik Balik
1. Toko Pinggir Pantai
2. Pengunjung Tidak Terduga
3. Cacat yang Disembunyikan
4. Kebebasan yang Dipaksakan
5. Enam Penari Festival
6. Putri Duyung dan Pemburu
7. Janji yang Dibatalkan
8. Di Tepi Sungai yang Deras
9. Luput Dari Pandangan
10. Anjing yang Terluka
11. Pembunuh yang Bersembunyi
12. Mimpi Buruk Pertama
13. Tsabita, Shaka, dan Jayden
14. Teman Lama yang Mengusik
15. Gadis Idola Semua Orang
16. Hanya Ingin Bahagia
17. Makan Malam Bersama
18. Lukisan yang Disembunyikan
19. Skandal yang Terbuka
20. Situasi yang Tidak Berpihak
21. Jalan Satu-Satunya
22. Buaian Seorang Kekasih
23. Melukis Kenangan
24. Kencan Makan Malam
25. Tawaran Anggota Klub
26. Persaingan Dua Alfa
27. Kesinisan Para Pesaing
28. Tidak Bersahabat dengan Kegelapan
29. Festival Panahan
30. Dua Anak Panah
31. Dua Nomor Kembar
32. Lukisan Tsabita
34. Mengobati Luka
35. Titik Didih
36. Aman Bersamaku
37. Cerita Dini Hari
38. Malam Terakhir Jayden
39. Menutup Luka dengan Rapat

33. Tuduhan Tidak Terbukti

35 9 18
By honeymenu

Mayeeemm. Chapter ini rada lebay awkwkw. AKU MALU BIKINNYA SUMPAH 😭😭😭 Semoga kalian memaklumi aku yang masih belajar nulis romance 🤧🙏🙏🙏

BEGITU melihat sosok Egar yang memasuki ruang tamu, bulu kuduk Ihatra merinding, entah untuk alasan apa. Barangkali dia terintimidasi dengan ekspresi Egar yang langsung memekikkan kebencian saat menatapnya, atau barangkali dia lebih cemas bila lukisan pemberiannya ketahuan.

"Loh, kok ada dia?" Pertanyaan Egar terpetik laksana api yang menyulut kayu.

"Hai, Mas." Ihatra berusaha menormalkan suasana. "Saya cuma mampir sebentar. Habis ini pulang, kok."

Tsabita, yang berdiri di samping Egar, mulanya tidak merasakan kecanggungan apa pun atas kedatangan kekasihnya. Namun, kenangan di klub tinju tentang Egar yang sempat cemburu mendadak terputar. Apakah kedatangan Ihatra membuat kekasihnya murka lagi? Tatapan Tsabita merayap naik, memeriksa ekspresi Egar. Pria itu merapatkan rahang dan memasang sorot berapi-api, seolah siap melahap apa pun yang ada di hadapannya. Waduh, celaka.

"Egar udah sarapan? Tadi aku bikin pisang goreng sama lumpia." Tsabita mencoba mencairkan suasana tegang di ruang tamu. Tak lupa menggandeng Egar agar kekasihnya bisa sedikit tenang. Egar rupanya tergerak dengan suara Tsabita. Dia menunduk menatap wanita itu.

"Pagi-pagi kok nawarin gorengan?" Tatapan Egar mendarat pada sepiring kudapan di atas meja. "Enggak baik buat perut, Sayang. Nanti jadi cepet kembung dan mulas."

Tsabita kelihatan terkejut karena dibalas serius seperti itu. Dia melirik Ihatra sekilas dan mencoba mencari topik lain. "Kalau gitu aku bikinin yang lain."

"Enggak usah. Aku biasa makan di atas jam sepuluh." Kalimat Egar terjeda sebentar, seperti sedang berpikir, lalu, "Oh ya, Sayang. Aku mau ambil jaket yang waktu itu kamu pinjam."

"Jaket?" Tsabita mengerutkan kening. "Aku enggak pernah minjam jaket darimu."

"Kamu lupa kali, soalnya udah lama minjemnya. Coba cari jaket kulit hitam di lemarimu. Pasti ada."

Tsabita terdiam, seolah tahu ada yang tidak beres dari suruhan mendadak itu. Namun karena tidak ingin memicu kecurigaan, akhirnya wanita itu mengiyakan permintaan dan tanpa babibu menggeluyur pergi ke kamarnya. Sementara itu, Ihatra hendak pamit pulang, namun Egar buru-buru menghalangi jalannya dan memberi tatapan tajam, seolah-olah dia ingin menahan Ihatra demi menuntut jawaban.

"Gimana latihan tinju waktu itu?" adalah pertanyaan pertama Egar untuknya.

Tumben nih orang basa-basi. "Lumayan. Pulang dari latihan badan saya agak linu."

"Baru gitu aja udah linu."

"Wajar kok menurut saya. Yang enggak wajar itu membanding-bandingkan kondisi kesehatan pemula sama yang senior. Saya kan bukan Mas yang udah jago."

Egar melipat lengannya yang kekar di dada, membuat otot-ototnya terlihat semakin menggembung mengerikan. Ada kerutan di tengah keningnya, dan bila dalamnya kerutan itu bisa dianggap indikator suasana hati, maka jawaban Ihatra barusan sudah membuat emosi Egar semakin tersulut. "Terus ada urusan apa ke sini?"

"Saya cuma mampir bentar."

"Mampir dan berduaan di rumah cewek saya."

"Enggak ada maksud apa-apa."

"Kamu tahu kan dia udah punya pacar?"

"Saya tahu, terus kenapa?" Tidak bisa dibiarkan lagi. Melihat dirinya disudutkan terus-menerus begini malah membuat Ihatra jengkel. Akhirnya pria itu tengadah untuk memberi kesan tidak terima. "Saya enggak ada niat licik buat mengganggu kalian berdua, kenapa Mas harus repot menaruh rasa cemburu di hal-hal yang enggak seharusnya? Setelah pacaran sama Tsabita, Mas memang seterobsesi ini ya buat melarang Tsabita berteman dengan siapa aja, begitu?"

Tatapan mata Egar menjadi sangat sengit. "Kamu bilang enggak mengganggu? Kamu sadar enggak kalau apa yang selama ini kamu lakukan itu bikin fokus pacar saya jadi terbagi?"

Untuk sejenak, Ihatra bergeming tidak habis pikir. "Fokus terbagi? Jadi Mas ngira Tsabita naksir saya?"

Egar terdiam, dan ini memberi waktu Ihatra untuk menyelami maksud perkataannya. Bila yang diduganya benar, Egar mungkin merasa was-was kehilangan Tsabita karena dia sendiri tidak bisa menjamin apakah hubungannya berlandaskan pada komitmen kuat atau tidak. Namun, soal itu bukan urusan Ihatra. Dia tidak pernah sekali pun membayangkan Tsabita akan menaruh hati padanya atau mendekatinya karena suka, semata-mata karena sejak awal Ihatra tahu bahwa Tsabita sudah memiliki kekasih. Lalu, mengapa Egar justru mencurigainya macam-macam? Apakah pria ini hanya terpicu emosi ketika melihatnya, ataukah dia memang sebegitu tidak percayanya pada Tsabita?

Egar, sementara itu, mengusap dagunya dengan perasaan bimbang dan ragu. Dia sendiri tidak yakin apakah ini jalan yang tepat untuk menyinggung Ihatra secara terang-terangan, tetapi hati dan pikirannya kacau ketika datang ke rumah Tsabita dan melihat ada pria asing yang duduk di sofa kekasihnya. Diliputi dengan perasaan gelisah, Egar mendadak menangkap sesuatu di sofa yang sedang ditempatinya. Tangannya secara otomatis menyambar bingkisan itu.

"Kemarin waktu saya kemari, enggak ada ini," kata Egar, lalu membolak-balik bingkisan persegi panjang itu. Alisnya bertaut menerka-nerka isinya. "Ini enggak mungkin hadiah dari balai desa, kan?"

Ada perasaan gamang yang menyerang hati Ihatra saat ini. Apabila sejak awal Egar tidak mencurigainya, maka Ihatra akan dengan mudah mengatakan bahwa bingkisan itu adalah hadiah darinya untuk Tsabita. Namun, sekarang situasinya lain. Egar tampaknya dikuasai kecemburuan yang salah tempat.

Setelah beberapa saat, sorot Egar merayap naik memperhatikan Ihatra. Dingin dan penuh api cemburu.

"Ini dari kamu?"

Oh, tepat sasaran.

Ihatra melipat bibirnya ke dalam. Dia sebenarnya tidak mau memanjangkan urusan ini, apalagi meladeni Egar yang bersikap cemburu hanya karena gadisnya punya teman laki-laki lain. Namun, karena malas berbohong, Ihatra akhirnya mengaku saja.

"Iya itu dari saya."

Bibir Egar yang terkatup rapat tampak menegang hingga Ihatra bisa melihat kerutan tipis di sekitar mulutnya. Dia mencondongkan tubuhnya dari sofa, menekankan kedua sikunya pada lutut yang terbuka. Suara berikutnya terdengar tajam; "Ngapain ngasih pacar saya hadiah?"

"Buat tanda terima kasih," kata Ihatra enteng. "Tsabita pernah selamatin saya yang waktu itu tenggelam."

Egar menaikkan alisnya penasaran. "Saya boleh buka, kan?"

"Itu punya Tsabita, Mas. Dia yang berhak buka hadiahnya."

"Saya pacarnya."

"Emangnya itu jadi alasan? Tsabita kan punya privasi."

"Kenapa kamu kelihatan panik gitu, hah?" Egar mengulum lidah di pipi sambil menatap Ihatra dengan sorot meremehkan. "Kamu nyembunyiin sesuatu ya di hadiah ini?"

Rasa penasaran yang membengkak dalam dirinya sudah tidak bisa dibendung lagi. Egar sadar selama ini kisah cintanya agak renggang, terutama setelah sesi makan malamnya di kedai Bu Ningsih beberapa waktu lalu. Kekasihnya sering mencuri pandang pada Ihatra, lalu senyum-senyum malu ketika berbicara dengan pria metropolitan ini. Dan, kecurigaannya yang paling besar terkuak ketika dia tahu Ihatra rupanya singgah ke rumah Tsabita demi memberinya sebuah bingkisan. Mana dari peristiwa ini yang membuat hatinya tidak dijilat api kecemburuan?

"Saya buka hadiah ini," kata Egar, mutlak.

Dan, sebelum Ihatra bisa mencegahnya, Egar sudah merobek kertas kadonya di bagian ujung. Tidak membutuhkan waktu lama baginya untuk membuka bingkisan itu.

Ketika gambar sudah mengintip dari celah yang terbuka, mata Egar melotot. Pria itu dengan beringas merobek kertas lebih lebar, akhirnya mengungkap sebuah lukisan seorang penari dari baliknya.

"Sial," tahu-tahu Egar bernapas menggebu seperti kerbau, dan ekspresinya terselimuti rona keunguan karena murka. "Ngapain kamu ngelukis cewek saya? Enggak ada objek lain, emang?"

Tanpa sadar Ihatra mundur selangkah. Tercium aroma kekerasan yang hendak terjadi.

"Mas," kata Ihatra, berusaha tenang. "Itu cuma lukisan."

"Pasti ada alasan kenapa kamu pilih dia sebagai objek," kata Egar. "Kamu suka sama Tsabita, kan? Ngaku aja. Saya bisa lihat dari matamu kalau kamu peduli dengan cewek saya."

Dan, entah apa yang ada di pikiran Ihatra saat itu. Sepertinya karena terlalu muak dengan desakan Egar, dia malah membalas dengan jawaban di luar dugaan;

"Iya, saya suka dia."

Egar mendengkus berang, sekonyong-konyong membuang lukisan itu ke karpet.

Ihatra terkejut setengah mati. Bukan karena lukisannya dibuang, tetapi karena betapa cepat Egar berubah hanya karena mendengar jawabannya. Dia menegakkan tubuh, berusaha bersikap kalem dan tidak menujukkan gelagat defensif. "Saya―"

Kata-kata Ihatra terpotong karena Egar langsung menyergapnya dengan menyambar kerahnya, lalu menariknya dengan kasar hingga wajah Ihatra berhadapan dengannya.

Ihatra dalam kungkungannya merasa tercekik. Dari jarak hanya beberapa sentimeter, Ihatra menatap ke dalam mata Egar yang berkilat-kilat penuh kebencian. Dia tidak bisa melawan pria ini seorang diri. Dia betul-betul akan babak belur....

"Mas―lepas...."

"Berengsek kamu ya," desis Egar di wajanya, "Saya udah berusaha menahan diri buat enggak menghajarmu. Tapi ternyata kamu sama sialannya seperti yang saya pikirkan."

Saat Ihatra hendak bicara lagi, Egar sudah mengangkat kepalan tinju di udara, siap menghantam wajah Ihatra yang menegang kaku di hadapannya.

Namun, pukulan itu belum sempat berayun turun lantaran teriakan lain menginterupsinya;

"EGAR!"

Dengan tergopoh-gopoh, Tsabita masuk dari arah lorong dan langsung menghentikan usaha perkelahian Egar dengan Ihatra. Tsabita tanpa disangka punya cukup tenaga untuk melepas cengkeraman Egar. Wanita itu menarik lengan kekasihnya dengan kasar, tidak sengaja malah mendorong Ihatra ke lantai dan membuat siku pria itu terbentur sudut meja. Kemudian, ketegangan pecah, semua orang ribut; Tsabita meneriakkan kata untuk menghentikan tindakan konyol ini, tetapi Egar masih mengoceh dan mendengung sembari melemparkan makian kurang ajar pada Ihatra.

"Kamu ngapain, sih?" tanya Tsabita dengan suara bergetar. Setelah mendapat tuduhan dari Egar di klub tinju beberapa hari lalu, sepertinya Tsabita bisa menebak kekacauan macam apa yang terjadi dengan hanya melihat situasi ini, tetapi kali ini dia ingin meminta penjelasan lebih lengkap.

Egar, terengah-engah karena menahan gejolak marah di dadanya, berkata panas, "Dugaanku selama ini benar. Orang ini sejak dulu emang ngincar kamu, Tsabita."

Ihatra terkejut karena Egar begitu berani menyuarakan kebenciannya di hadapan Tsabita.

"Mas," kata Ihatra, pelan-pelan bangkit dari lantai sambil memegangi sikunya yang lecet dan ngilu. "Saya enggak pernah bilang gitu."

"Kamu bilang kamu suka sama cewek saya. Pasti kamu juga menyimpan niat licik waktu ngasih lukisan itu ke Tsabita. Kamu kasih apa lukisan itu, hah? Kamera tersembunyi, supaya kamu bisa ngintip pacar saya sesuka hati?"

Mendengar tuduhan tidak sopan Egar, tali kesabaran Tsabita putus. Wanita itu berhadapan dengan kekasihnya yang masih memasang tampang kecut.

Tanpa berkata-kata, dia menampar pipi Egar dengan keras.[] 

-oOo-

.

.

.

.

.

Hehe, maaf yaa kalau romance-nya agak lebay.... 

Btw ngerasa kurang nggak? Sabar. Besok upload lagi kok ngehehehe

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 113K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
53.5K 8.2K 20
Once upon a time, I love Kadewa. Hanya berani memendamnya tanpa sedikit pun mengungkapkannya. Tersenyum saat melihatnya tertawa. Khawatir saat meliha...
2.8K 737 38
Nilam tidak menyukai laki-laki jamet alias 'jajal metal' yang suka berpakaian dan punya gaya berbicara aneh serta menongkrong dan mengobrol berkepanj...
1.5M 75K 53
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...