Underneath the Sunrise

By shineamanda9

400K 3K 1.2K

21+ | Agegap Matteo dos santos adalah kesempurnaan, tampan, uang, dan kecerdasan. Kaki tangan sekaligus peng... More

★ Underneath the Sunrise | Introduction
★ 01 | Can't stop thinking about you
★ 02 | Walk me out
★ 03 | Troubled princess
★ 04 | I want to kiss you
★ 05 | Against contract marriage
★ 06 | Selfless kindness
★ 07 | I didn't touch mine
★ 0 8 | Notifications
★09 | Gullible deer
★ 10 | A cold night
★ 11 | The prenup
★ 12 | the wedding
★ 13 | Honeymoon
★ 14 | Horse racing
★ 15 | I kiss you
★ 16 | Mine
★ 17 | Intoxicated
★ 19 | War is coming
★ 20 | Go back home
★ 21 | A night of despair
★ 22 | Snowball
★ 23 | Hurts
★ 24 | Falling
★ 25 | Agreement
★ 26 | Surprising attack

★ 18 | An enemy within

771 122 16
By shineamanda9

[ Underneath the Sunrise UPDATE ]
Maaf yaa lama, kemarin lagi riweh. Aku juga agak Flu. Semoga kalian semua sehat selalu, yaa.

Cus. Komen yang banyak! Happy reading.

••••

Matteo, menyusun balok-balok peluru di dalam pistolnya. Santai, datar, tanpa ragu. Tatap matanya yang penuh ketegasan, melambangkan pilar kuat. Meyakinkan bahwa dia mampu melakukan apapun.

Setelah George mengirim banyak detail. Kini, Matteo di sini, bersembunyi pada tepi gudang sempit, melihat beberapa orang sibuk memuat peti berisi ratusan wine tanpa merk. Di ujung kerutan dahinya, Matteo yakin, hal tak lazim telah terjadi. Terlebih, ketika sebuah SUV memasuki kawasan. Kacanya yang gelap, kokoh dan mengilap itu, mencerminkan aksi ilegal.

Matteo mengintai cemas, bergerak mencari tahu, saat melihat seorang pria dengan tubuh berdarah-darah dan lemas, tengah di seret ke tepi SUV. Matteo mengetutkan kening, berusaha mengenal korban— salah satu anggota George. Matteo berpikir, 'apa yang membuat nya menjadi seperti itu?' Dia tampak dipukui. Hingga akhirnya, Matteo menangkap sesosok pria berkacamata hitam keluar dari mobil, menenteng revolver.

“Siapa itu?” Tanya Matteo, membatin sendiri. Melihat sosok lain dari dalam mobil, yang sementara aktif berbincang dengan pembawa revolver.

Karena penasaran, Matteo bergerak perlahan, mengambil langkah untuk melihat lebih dekat sosok itu. Mungkin, inilah jawaban untuk George, tentang penyusup yang di ceritakan nya tadi. Namun sialnya, pria itu harus menunda langkah, saat suara tembakan peringatan, meluncur melewatinya.

Matteo tertegun. Melihat sosok yang bersembunyi di balik SUV, kembali merosot masuk dan bersembunyi. Sialan! Dia ketahuan.

“Jatuhkan senjatamu, atau peluru selanjutnya akan mengenai kepalamu!” kata seorang pria asing, yang kini tepat berada di belakangnya.

Matteo menghela napas panjang. Berdiri tegap, menyorot SUV hitam yang bergerak kabur, setelah membunuh orang George yang telah di siksanya terlebih dahulu.

“Ku hitung hingga tiga,” lagi, suara parau itu kembali memerintah. Membuat Matteo terpaksa menarik kedua tangannya ke atas. Dia tahu, bahwa akan ada lebih banyak lagi yang datang ke arahnya.

“Jatuhkan senjata.....”

Dor!!! Matteo mendadak berputar arah. Tepat perhitungan. Dia bergeser untuk menghindari tembakan, sekaligus menarik pistolnya ke arah lawan.

Kena! Pria asing itu cedera. Terkena peluru Matteo yang menghantam kakinya. Ia berteriak histeris. Memangil lebih banyak orang di tengah sekarat. Matteo mengerling, menatap bahaya di sekitar. Lalu memungut pistol milik musuh untuk memanfaatkannya.

Matteo memasang wajah datar. Tampak dingin dari biasanya. Dengan menggunakan dua tangannya yang handal, Matteo memegang senjata. Menembak lawan yang datang. Matteo melompat, berguling di tanah untuk mengejar SUV bersama tembakan yang menyerang.

Tidak peduli, bahwa mungkin akan ada peluru yang mengenai nya. Matteo haus bukti. Dia bergegas, lincah. Hingga langkahnya yang besar mampu mengejar. Matteo menembak, berusaha memecahkan kaca mobil. Tapi, usahanya gagal. Benda itu anti peluru.

Fuck!” teriak Matteo geram. Melihat tiga pria berbadan tegap berusaha menghentikan pengejarannya. Menyerang brutal.

Matteo berteriak, terpaksa melumpuhkan lawan demi mendapatkan keinginannya. Namun sayang, karena SUV melaju kencang, Matteo tak dapat lagi mengejarnya.

Matteo kesal, dan itu membuatnya meninju pria yang tengah menyerangnya. Satu-persatu, mereka lumpuh. Saling melawan satu sama lain, menciptakan pertandingan alot. Matteo tak akan kalah, meski pelipisnya kini robek. Damn! Dia membalas, membuat musuh terakhirnya itu roboh.

Fuck. Fuck. Fuck!” teriak Matteo, berulang kali. Melihat tidak ada tanda musuh. Meninggalkan orang George yang terbunuh. Mereka seluruhnya kabur.

Matteo berlari, mendekati korban. Mungkin membantunya bernapas, akan membuatnya mendapatkan petunjuk.

“Bart!” sebut Matteo. Menarik tubuh lemas dan berdarah-darah itu.

“Theo... Help me!” ucap pria itu sesak. Merasakan peluru bersarang di perutnya.

I know!” Matteo menelan ludah. Menekan perut pria itu dengan mantel coklatnya.

“Theo, Hati-hati, dia.... Dia....”

Who, Bart?” Tanya Matteo. Menekan lebih keras perut pria itu. Berusaha menyadarkannya lebih lama. Tapi sayangnya, Bart tidak mampu bertahan. Dia terlalu lemah dan sakit. Hingga kata terakhir yang harus di ucapnya terpaksa berhenti.

Shit!

***

“Aku tidak menemukan informasi apapun. Bart tewas,” kata Matteo menjelaskan pada George lewat telepon.

“Kau tidak bisa menyelidikinya lebih jauh?”

“Aku tidak tahu. Tapi Bart pasti mengetahuinya, karena itu, dia dibunuh. Pelakunya, pasti di dekatmu!” ucap Matteo. Menyeka darah dari tubuhnya. Terpaksa menunda kepulangan. Dia tak akan membuat Lucia khawatir. Meski belum menemukan alasan untuk menjelaskan luka robek pada pelipis nya.

“Aku akan memperketat pengamanan. Bagaimana keadaan mu?” Tanya George.

“Aku akan ke dokter, untuk menjahit luka,” jelas Matteo.

“Parah?”

No.” Matteo melirik kaca. Melihat keadaannya yang berantakan.

“Baiklah. Kalau begitu, tolong jaga Lucia dengan baik!” kata George, mengakhiri panggilannya.

Matteo mengulum bibir. Menyeka darah di sana. Lalu tiba-tiba saja, dia terbayang, bagaimana Lucia akan menyambut nya saat pulang nanti. Matteo tahu, gadis itu, pasti telah menunggu nya dengan wajah murung.

“Apa aku bisa memikirkan ini?” Matteo berdeham. Menarik senyum tipis, dan segera membuang khayalan kotornya. Sungguh, dia ingin segera pulang. Terlebih, melihat langit yang gelap, memulai hujan dan petir. Matteo tahu, Lucia pasti ketakutan.

***

“Theo!” secepat kilat. Lucia berlari, mendatangi Matteo dengan senyuman cerah. Dia melompat, memeluk pria itu rapat. “Ah. Rindu,” katanya lagi. Membuat Matteo segera menarik wajah gadis itu, dan mencium bibir gadis itu lama.

“Aku lapar. Kau sudah pesan makanan?” Tanya Matteo. Bergerak menjauh, melihat-lihat pemandangan sekitar yang rapi dan bersih. Tampaknya, ada petugas kebersihan baru saja dari sini.

“Sudah, mau makan sekarang? Aku juga lapar, karena menunggumu. Ah. Aku sudah lemas tahu!" Kata Lucia. Sengaja menjatuhkan tubuh pada Matteo. Untung, pria itu sangat sigap. Mampu menahan Lucia dan segala bebannya.

“Jadi, kau belum makan?” Tanya Matteo datar.

“Jika ingin tanya aku sudah makan atau belum, jangan berputar-putar, tinggal tanya saja, 'sayang sudah makan?' aku pasti jawab pertanyaan nya kok,” kata Lucia. Seakan tahu seluruh isi pikiran Matteo.

Ya. Lucia benar. Dia ingin menanyakan itu. Tapi, tidak tahu caranya. Theo mendadak canggung.

Hm— Matteo mengangguk. Melihat hidangan Pizza di meja, lengkap dengan juice jeruk favorit Lucia.

“Om, kenapa keningmu? Mukanya besar, apa yang terjadi selama kau di luar? Ikut-ikutan bocor sepertiku, ya?” Tanya Lucia. Menatap cemas pria itu.

“Hanya kecelakaan kecil.”

“Apa? Kau tidak apa-apa, 'kan? Coba lepaskan pakaianmu! Aku mau lihat,” ucap Lucia. Membuat Matteo terdiam. Menatap gadis itu tajam.

Buka pakaian. Lepaskan. Ah. Permintaan yang sulit, penuh arti dan ambigu. Sial, Matteo terganggu oleh kalimat itu.

“Aku tidak apa-apa,” kata Matteo, sambil mencium bibir gadis itu sekali lagi.

“Sekarang suka sekali ya ciumin aku. Dulu, duduk sebelahan saja susah,” kekeh Lucia.

“Dulu dan sekarang beda cerita. Kau istriku sekarang,” ucap Matteo.

“Oh. Jadi kalau suami istri, harus sering ciuman ya?” Lucia mengulum senyum. Benar-benar penggoda ulung.

Ya! Matteo mengangguk.

“Aku baru sadar, pakaianmu berbeda. Kau tidak macam-macam di luar, 'kan?” Lucia memincingkan matanya curiga.

“Hah. Kau sudah makan atau belum?” Matteo mencari tahu. Mengalihkan pembicaraan tak berarti.

“Sudah. Aku jawab belum, supaya bisa melihat mu mencemaskan ku,” kata Lucia.

“Sungguh?” Matteo mendekat. Tanpa melepaskan pandangannya.

“Sumpah. Tadi ada petir, jadi, karena takut, aku makan saja, biar ketakutannya berkurang,” jelas Lucia.

“Lalu, kenapa kau berpakaian seperti ini?” Matteo melirik turun. Memperhatikan gaun Lucia. Tipis, bahkan menerawang dari semalam.

“Ah. Aku tidak punya banyak pakaian. Julia menukar koper ku.”

Matteo tersenyum. Lagi-lagi menaruh bibirnya. Meninggalkan basah di sela mulut gadis itu. Dia melumat dalam. Seperti ingin mengunyah Lucia.

“Bohong!” Matteo berbisik. Sengaja menaruh mulutnya di telinga Lucia dan menggigit nya.

Lucia mengernyit. Meremas bahu Matteo yang tegap. Sigap, pria itu membungkuk, dan menggendong Lucia, untuk menjatuhkan gadis itu kembali ke atas tempat tidur.

“Theo....” belum selesai Lucia menyambut, pria itu telah menindih nya, menindas dengan ciuman meresahkan.

Lucia menutup mata. Menelan ludah berkali-kali, turut mengerang, saat pria itu menyentuh dadanya. Gadis itu mendongak. Menikmati Matteo yang bergerak penuh ambisi.

Matteo mundur sebentar. Untuk melepas atasan. Kemudian beralih pada Lucia, menelanjangi wanitanya. Lucia hanya pasrah. Tak peduli seberapa jauh Matteo menyentuh dan merentangkan kedua kakinya, yang jelas, Lucia ingin di puji atas segala kebaikannya.

Hingga Matteo sendiri yang terlihat tergesa-gesa. Pria itu menelan ludah. Lalu menekan jari-jarinya ke dalam Lucia. Gadis itu mengerutkan kening, merasa aneh. Rasanya enak, tapi itu tidak cukup.

“Om. Aku mau yang besar,” kata Lucia, penuh rayuan. Menyematkan ciuman pada leher Matteo yang berhasil membuat pria itu gemas.

“Baiklah. Akan kau dapatkan!” ucap Matteo, segera menanggalkan seluruh gangguan dari tubuhnya. Lalu menarik Lucia untuk duduk di atasnya. “Masukkan sendiri!” titah Matteo. Membuat Lucia ragu.

“Tapi....”

“Itu muat, Cia. Jangan khawatir,” ucap Matteo, segera menepis ketakutan gadis itu. Cia mengangguk. Lekas memberanikan diri untuk menyentuh langsung milik pria itu untuk pertama kalinya. Dia berdebar, menatap Theo bersama wajah yang merona.

Lucia beringsut naik, menaruh keperkasaan Matteo di dekat pintu kewanitaan nya. Sedikit demi sedikit, menekan dirinya turun. Hingga Matteo tidak sabar, dan langsung menjerumuskan miliknya.

“Om. Ya ampun, rasanya seperti ada yang robek” protes Lucia. Menekan perut Matteo untuk menahan diri. Tapi, Matteo bergegas duduk, menahan Lucia. Pelukannya sengaja, membuat gadis itu menetap.

Tanpa meminta, Matteo sudah membantu Lucia untuk belajar bergerak. Hingga gadis itu memanfaatkan bahu tegap milik Matteo untuk menjadi pegangannya.

Mereka mendesah. Saling menyambut, meraih gairah yang terasa semakin panas. Lucia belajar dengan cepat. Dia tak lagi perlu bantuan bergerak di atas Matteo. Sementara pria itu merasakan miliknya tenggelam sempurna. Matteo bersemangat, menjangkau Lucia lebih dalam.

Beberapa saat, Matteo melihat Lucia dilanda letih. Namun dia masih belum ingin berhenti. Maka, secepat mungkin Matteo membaringkan Lucia, dan merapatkan kedua kaki gadis itu lurus ke atas. Matteo masuk kembali, mengisi kekosongan sesaat.

“Om... Theo...Theo...” Lucia meremas seprai. Berteriak memanggilnya berulang-ulang, untuk memberitahu pria itu tentang kenikmatannya.

Lucia melambung. Merasakan orgasme berulang-ulang. Tak sampai di sana, tubuhnya berpindah posisi, dan Matteo terus menusuknya dalam berbagai cara. Lucia tak tahu lagi, bagaimana menangani Matteo. Hingga merasakan pria itu meledak di dalamnya seperti kemarin dan tadi pagi.

“Cia lebarkan kedua kakimu!” teriak Matteo, menggigit mulut Lucia keras-keras saat menabur benihnya.

Lucia mengangguk, berusaha untuk Matteo. Dia pikir, proses itu akan cepat. Tapi, Theo belum puas. Dia masih kuat, miliknya tetap menengang sempurna. Mengaduk-aduk Lucia sampai benar-benar lelah.

Begitu sempurna. Honeymoon yang di dusun George ini. Matteo memetik keuntungan banyak untuk menghabiskan waktu dengan meniduri Lucia berkali-kali. Mungkin, semua setimpal.

***

Gimana buat chapter ini?

Hayo, siapa yang nagih pengin ena ena nih? Theo atau Lucia?

Komen Next di sini.

••••

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 73.8K 52
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
6.9M 341K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
207K 14.1K 53
[ T A M A T ] Seorang gadis manis telah menjadi penyebab utama Lucifer mengubah rencana awalnya untuk menghancurkan dunia. Lucifer, Sang Bintang Fa...
5.8M 305K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...