hate... but love you

By doonadae

267 90 165

Menurut Hanin hal yang paling bodoh yang ada di dunia ini adalah jatuh cinta ke Gading, tapi siapa sangka Han... More

Prolog
02
03

01

59 29 69
By doonadae

"Apa? Gading mau tinggal di sini bareng sama kita? Lo mabok ya Ton?!" Hanin udah marah-marah saat dikasih tau Toni tentang rencana Gading tinggal bersama di apartemen ini.

Toni menggeleng. "Gue sepenuhnya sadar atas perkataan dan perilaku gue Hanindyah Saputri bawel," ujar Toni melangkah keluar dari kamar mandi. "Di kampus Gading tuh ada semacam pertukaran mahasiswa gitu dan Gading kepilih buat tuker di kampus deket sini, enam bulan aja dia juga bakalan nyumbang buat bayar apartemen kok."

"Dan lo nggak mikirin posisi gue selama enam bulan itu? Apa kata tetangga juga coba nanti.  Nggak ah suruh aja dia ngekos dimana kek, gue aduin Kak Sadam nih kalau lo masih ngotot aja."

"Plot twist-nya adalah Kak Sadam yang nawarin Gading buat tinggal bareng sama kita Hanin."

"Hah?!"

"Gue serius telfon aja kalau nggak percaya."

Demi apapun Hanin langsung menelepon kakak sulungnya. Dan benar saja, Sadam yang menyuruh Gading untuk tinggal di apartemen ini.

"Tapi kak, Hanin cewek sendirian jadinya."

"Ada Disa. Kakak suruh dia tinggal sementara di sana."

"Kak Disa? Kenapa? Bukannya kalian tinggal bareng ya, ngapain Kak Disa suruh ke sini?"

"Ceritanya panjang Hanin, ini kakak masih harus rapat nanti ya kakak ceritain semuanya. Kalau emang kamu takut diapa-apain kan ada Toni, lagian juga Gading gak mungkin berani sama kamu."

"Tapi tetep aja tau kak.."

"Udah dulu ya Nin, kakak matiin telponnya. Semua bakalan baik-baik aja kok lagian kejadiannya juga udah dua tahun yang lalu kan antara kamu sama Gading."

"KAK SADAM IH!" Sambungan telpon pun diputuskan oleh Sadam membuat Hanin menatap kesal ke arah benda pipih tersebut. Matanya melirik Toni yang saat ini sedang duduk di atas sofa sambil menaikkan satu alisnya, "gue bilang juga apa kan? Kak Sadam udah ngasih Izin tau," ucap Toni.

Mau nggak mau Hanin harus menerima Gading untuk tinggal bersama dengan mereka, lagian ini juga bukan apartemen milik Hanin. Sebenarnya yang membayar sewa tempat ini juga Sadam, jadi yang lebih punya hak adalah kakak sulungnya itu.

"Mulai kapan dia tinggalnya?" Tanya Hanin.

"Nanti sore, Gading barusan chat gue katanya masih perjalan ke sini."

"Tidur tempat lo ya dia."

"Iyalah! Yakali mau tidur di tempat lo?"

"Nggak gitu. Kamar disini kan cuma ada tiga, satu lagi nanti buat Kak Disa."

"Iya. Lo buruan beresin kamar yang mau dipake Kak Disa sana, gue mau beres-beres kamar gue juga." Toni berjalan melewati Hanin menuju ke kamarnya.

Hanin kembali mendumel sendiri. Susah payah Hanin untuk menata ulang kembali rasa patah hati dan malunya akibat ditolak Gading, pemuda itu malah kembali lagi di hidup Hanin.

"Emang harusnya gue tuh perginya ke luar pulau sekalian biar nggak ketemu lagi," gumam Hanin.

***

Sejak kedatangan Gading ke apartemen ini, Hanin sama sekali tidak keluar kamar. Ia hanya menyambut singkat tadi kedatangan Gading dan kembali masuk ke kamarnya lagi. Ia mendengarkan musik menggunakan earphone sambil menutup matanya karna tidak ingin mendengar suara obrolan Gading dan Toni di luar.

Kegiatan membosankannya ini berlangsung sampai Hanin tertidur. Bangun-bangun jam di dinding sudah menunjukkan pukul 7 malam.

Pintu kamarnya terbuka sedikit menampilkan Toni dengan rambut basahnya. "Udah bangun? Makan yuk Nin, laper."

"Lo makan duluan aja sana gue nungguin Kak Disa," jawab Hanin.

"Kak Disa juga udah di depan. Ayolah, gue pesen bakmie kesukaan lo nih," bujuk Toni.

Mau itu bakmie kesukaan Hanin lah atau masakan chef terkenal sekalipun kalau makannya bareng orang yang pengen banget dihindari rasanya juga bakalan biasa aja.

"Ayo dong Nin, apa lo mau makan dikamar aja? Gue bawain ke sini ya."

Hanin menggeleng. Ia menatap Toni yang kini tersenyum dan mulai membuka pintu kamar itu lebar-lebar. Kadang Toni itu bisa jadi sodara yang pengertian banget tapi kadang dia juga ngeselinnya melebihi Gading.

Toni mempersilahkan Hanin untuk keluar terlebih dahulu, sebelum ia menutup kembali pintu kamar kembarannya ini.

Terlihat di meja makan sudah ada Disa dan Gading. Hanin memilih bangku kosong di sebelah Disa, tersenyum menatap Gading dan Disa bergantian. Toni juga ikut bergabung, ia membagikan bungkusan bakmie itu dan duduk di sebelah Gading.

"Rasanya masih tetep sama tau bakmienya Pak Daru ini malahan makin enak ya sekarang," ujar Disa membuka percakapan.

"Setuju." Anton mengangguk, "dari awal aku sama Hanin pindah ke sini sampai udah dua tahun rasanya tetep konsisten, iya kan Nin?"

Hanin mengangguk. Meskipun harus ia akui lidahnya tidak bisa merasakan sebagaimana mestinya karna kehadiran Gading.

Memang sejak datang tadi Gading tidak banyak bicara, atau mungkin memang tidak ada niat untuk mengajak Hanin berbicara setelah insiden lemparan botol minum tempo hari.

"Besok lo boleh bawa motor gue kalau mau ke kampus daripada gojek kan mahal mending duitnya lo pake buat beliin bensin motor gue, lebih hemat tau sepuluh ribu udah bisa lo pake tiga hari," ujar Toni.

Cowok itu kemudian melanjutkan. "Gue bisa pake motornya Hanin nanti."

"Hanin punya motor?" Tanya Gading.

Hanin mendongkak mendengar perkataan Gading. Dari nada bicaranya saja terdengar kalau cowok ini nggak percaya Hanin punya motor.

"Punya, malah lebih dulu dia yang punya daripada gue," jawab Toni.

"Seriusan?!"

Hanin menelan bakmienya terlebih dahulu. "Kok kayak lo nggak percaya sih kalau gue punya motor?" Tanya Hanin.

"Bukan nggak percaya tapi lo kecil begini apa bisa bawa motor?"

Teman-teman mungil di seluruh Indonesia, lihat kalian diremehkan oleh Gading.

"Gue bisa tau! Bahkan SIM aja gue nggak nembak, gue ikut tesnya dan lulus. Kecil apaan? Udah gede gue!" Jawab Hanin dengan nada kesal karna merasa diremehkan oleh Gading.

Gading terkekeh, begitu pula dengan Disa yang langsung tersenyum.

"Tapi tetep sih gedean gue," sahut Gading.

"Ya karna lo bukan manusia ngerti gak? Lo itu gapura, gapura Kabupaten yang gedenya menjulang tinggi ke awan, puas lo?" Hanin kembali menjawab dengan nada sewot khasnya.

Padahal Hanin pikir cowok ini bakalan mendiamkannya atau setidaknya berubah menjadi lebih tidak menyebalkan setelah beranjak dewasa, nyatanya seorang Gading akan tetap menjadi Gading yang menyebalkan.

***

"Udah kenal lama Nin kalian?" Tanya Disa disela-sela mereka membersihkan meja makan.

Hanin menoleh dan mengerutkan kening menatap Disa.

"Itu sama Gading," lanjut Disa.

Hanin melirik sekilas ke arah Gading yang kini sedang asik main ps dengan Toni di ruang tengah. Ia mengangguk, "udah dari kecil sih Kak tetangga juga," jawab Hanin sambil melanjutkan meletakan sendok dan garpu ke tempat cuci piring.

"Makanya kelihatan akrab banget."

"Kamu lihatnya kita akrab Kak?"

"Iyalah, kalau nggak mah bakalan awkward banget sih diem-dieman doang."

"Malah aku pengennya itu sih. Dia kalau buka mulut tuh bikin emosi mulu."

"Nanti naksir loh kamu Nin."

Gatau aja Disa, Hanin udah naksir sama Gading dari lama. "Halah mana mungkin selera Hanin tuh bukan cowok kayak dia Kak. Hanin sukanya sama cowok yang nggak childish," ujar Hanin membantah.

Mana mungkin kan Hanin ngaku kalau dia emang pernah naksir sama Gading, mau ditaruh di mana muka Hanin nanti. Lagian emang bener kok sekarang selera Hanin bukan lagi cowok yang sebaya atau pun berondong yang punya sifat kekanakan, dia suka pria matang yang punya hidup tertata. Minimal mirip Gong Yoo atau Lee Dong Wook.

"Tapi dia beneran tinggi ya Nin. Lihat Sadam sama Toni aja udah dongkak banget aku ternyata ada yang lebih tinggi lagi dari mereka," ujar Disa.

Hanin kembali menatap ke arah Gading yang fokusnya sudah tertuju kepada layar televisi di hadapannya itu. "Bener lagi Kak, dia makin tinggi, Toni juga tumbuh, kok cuma aku aja yang segini ya Kak?" Ucap Hanin.

"Sabar Nin, mungkin waktu pembagian tinggi badan kamu datangnya telat jadi cuma kebagian segini aja."

"Nggak adil banget." Hanin cemberut sebelum berlalu untuk menaruh beberapa cucian piring kembali ke rak.

Sementara itu Gading dan Toni yang sedang asik bermain playstation bersorak setelah salah satu dari mereka berhasil memasukan bola ke gawang tim lain.

"Nah gitu dong mainnya yang mulus jangan belok-belok."

"Bukan belok bego ini nih stik ps lo nggak enak Ton."

"Lagu lama," sahut Toni mengambil minuman di meja. "Pasti kalau mainnya jelek nyalahin stik ps-nya."

"Anjing lo," umpat Gading sambil memiting leher Toni. Matanya tak sengaja menatap ke arah dapur di mana ada Hanin dan Disa yang sedang asik mengobrol berdua.

"Itu pacar Kak Sadam?" Gading bertanya sambil melepaskan rangkulan tangannya di leher Toni.

Toni menoleh sekilas kemudian mengangguk. "Jangan berani macem-macem dihajar Kak Sadam nanti habis lo," ujar Toni.

"Tapi emang cakep sih Ton."

"Anjing, udah dibilangin jangan macem-macem kok."

"Hanin maksud gue yang cakep."

Toni menghela nafas sejenak dan menoleh. Ia melihat Gading tersenyum, "kalau Hanin cakep kenapa dulu lo tolak?" Tanya Toni.

Gading mengangkat satu alisnya membalas tatapan Toni.

"Ya kata lo barusan Hanin cakep kan kenapa dulu perasaannya lo tolak?" Toni kembali mengulang pertanyaannya, kini pemuda itu sudah bersadar ke sofa dan menatap penuh ke arah Gading.

Ingatan tentang kejadian dua tahun lalu masih jelas di benak Toni. Setelah acara perpisahan di sekolah, Hanin menghampirinya sambil menangis kencang. Tentu saja Toni sudah tau bahwa Hanin ditolak oleh Toni, sehari sebelumnya Hanin sudah mengatakan bahwa ia akan menyatakan perasaannya kepada Gading.

"Gue nggak pernah nolak Hanin," kata Gading nalas menatap lurus ke mata Toni.

"Maksud lo? Jelas-jelas Hanin nangis ke gue setelah confess ke lo."

"Kalau gue cerita yang sebenarnya kira-kira lo bakalan percaya gue atau nggak?"

"Percaya sama lo musyrik."

"Yaudah kalau gitu."

Toni sebenarnya penasaran banget sama cerita versi Gading. Soalnya setiap ngelihat perilaku dan omongan Gading tuh udah ketebak banget kalau sebenarnya Gading naksir sama Hanin, tapi waktu Hanin confess kenapa ditolak coba.

"Emang gimana ceritanya?" Tanya Toni.

Gading melirik. "Katanya gamau percaya sama gue, musyrik."

"Emang gamau terlalu percaya tapi sebagai pihak yang netral gue harus mendengarkan bagaimana cerita dari kedua belah pihak."

"Najis banget sumpah Ton wajah lo tuh nggak pantes buat serius tau."

Toni menepuk paha Gading kencang membuat cowok jangkung itu mengadu kesakitan, "bego sakit."

"Yang gak pantes wajahnya buat serius itu lo ya. Udah gimana ceritanya?"

Gading masih mengelus-elus paha yang dipukul oleh Toni barusan. Rasanya perih sekali padahal Gading pake celana training yang cukup tebal.

"Lo mau cerita nggak sih?" Ujar Toni.

"Sabar napa, ini rasanya perih bekas pukulan lo," balas Gading.

Setelah rasa sakitnya perlahan menghilang, Gading mulai menceritakan bagaimana kejadian saat itu. "Sebenarnya Hanin nggak betulan confess ke gue. Waktu itu Hanin cuma berdiri di depan pintu kelas, mungkin emang niatnya mau nembak gue tapi lo tau yang naksir gue di sekolahan kan bukan cuma Hanin doang," jelas Gading.

Toni ingin rasanya mencakar wajah Gading. Sok banget emang cowok satu ini.

"Rosa juga confess ke gue sampai-sampai bikin anak sekelas pada heboh, " tutur Gading. Ia menyibak rambutnya ke belakang sebelum melanjutkan. "Karna gue gamau Rosa dipermalukan sama anak-anak, gue bawah Rosa keluar kelas nyari tempat sepi buat nolak dia tapi kayaknya Hanin salah paham dan punya pikiran kalau gue jadian sama Rosa."

Toni memang nggak pernah tanya ke Hanin bagaimana kejadian penolakan itu. Hanin sendiri juga bilang kalau dia ditolak tanpa menceritakan yang sebenarnya.

"Lo lagi nggak ngada-ngada kan?" Tanya Toni.

"Kalau nggak percaya lo bisa tanya ke temen-temen kelas gue dulu, atau tanya sendiri ke Hanin."

Toni terdiam. Kepalanya menoleh menghadap ke arah Hanin yang kini sedang duduk bersama Disa di ruang makan sambil membicarakan tentang drama favoritnya.

"Seandainya Rosa nggak confess ke lo dan Hanin yang confess, lo bakalan gimana?"

"Emang selama ini perasaan gue kurang jelas?"

***

Continue Reading

You'll Also Like

3.5K 2.5K 16
"Dia jahat," jawab Rasya spontan. "Lo yang jahat!" ralat Ineta sambil menunjuk Rasya. Menurut Ineta Rasya adalah orang paling jahat yang pernah ia te...
1K 527 7
Niat Lily kecil hanyalah ingin pergi kemasa depan untuk melihat dirinya di masa depan, namu ia mahal terjebak dimasa depan karena dua hal. Pertama al...
2.4K 1.3K 28
JANGAN LUPA FOLLOW, VOTE, DAN KOMEN!! ☕︎︎[ Event menulis solo bersama lapaspenulis Teori kata publishing 25days ] NOTE : REVISI + PROSES TERBIT =>>...
2.1K 1.3K 12
Kaliva Askandira, seorang gadis yang telah menyetujui untuk terjun dalam rencana cinta dalam merevolusi manusia buaya yang telah membunuh banyak hati...