PENGASUH

By Cratelius

147K 13.6K 1.2K

[Completed] Pusat organisasi pembunuh bayaran telah terbongkar dan menjadi buron oleh negara. Salah satu caba... More

Note;
Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
50
51
52
53
54
55
56
57
58
End

49

1.4K 166 19
By Cratelius

Bahagia akan kematian

-

"Gita?"

Anton Samuel, papa Gita baru saja kembali dari luar kota malam ini. Ia berjalan menyusuri setiap ruangan dirumahnya, mencari anak satu-satunya yang tak bisa ia temukan sedari tadi. "Gita?" Panggil Anton kembali lebih kuat, menggema di seluruh penjuru rumah.

"Berisik!!"

Anton membalikkan badannya. Matanya membulat, terkejut melihat seorang laki-laki yang tubuhnya penuh darah dan bonyok. Jalannya terpincang-pincang, mendekati Anton yang mulai merinding melihat tatapan Tara yang kosong namun seakan bisa membunuhnya.

"Si- siapa kamu?!" Teriak Anton sembari melangkah mundur dengan ketakutan. Wajah Tara berdarah-darah, satu matanya tertutup rapat dan berdarah. Bisa Anton pastikan kalau laki-laki itu kehilangan satu bola mata kirinya.

"Mundur! Atau akan saya laporkan pada polisi!" Ancam Anton yang semakin ketakutan karena tubuhnya tak bisa melangkah mundur, sudah mentok dan tertahan didinding dapur.

"Polisi?! HAHAHA" Pekik Tara sembari tertawa terbahak-bahak, "PANGGIL! PANGGIL SEMUA POLISI ITU!"

Tara sudah gila. Ia mengusap wajah kotornya dengan tangannya yang juga berdarah. "Aghhh, ini semua karena anak sialan mu itu. Padahal tinggal menikmati hidup saja," monolog Tara seraya memukul-mukul kepalanya dengan pelan.

Kacau. Otak Tara sudah tak beres. Pikirannya sudah tak bisa lurus. Satu-satunya yang ada dipikiran Tara hanya ada satu, membunuh.

Ia ingin membunuh. Membunuh siapapun tak masalah. Ia ingin membunuh banyak orang, tapi kaki sialannya ini tak bisa bergerak dengan leluasa karena tulang sendinya dipatahkan oleh Kathrina kemarin malam.

"Anton, Anton Samuel, ya? Papa nya Beby Samuel 'kan?" Ucap Tara sembari kembali berjalan mendekati Anton. "Kenapa, ya? Padahal, waktu itu, kamu bisa, menyelamatkan, mereka, berdua. Tapi kenapa? Hanya Gita?" Kembali Tara bertanya dengan nada yang terputus-putus sesuai dengan langkahnya yang tertatih. Kaki kanannya tak bisa ia gerakkan, membuat Tara harus menyeretnya.

"Mundur!" Teriak Anton mengancam Tara untuk mundur dengan sebuah pisau yang baru saja ia gapai dari meja dapur. "Saya punya pisau!"

"LANTAS KENAPA?! Punya pisau pun tak akan bisa membunuhku!" Tara kembali berteriak lalu tertawa gila. Mata kanannya merah darah, menatap kearah Anton dengan beringas. "Nyusul Beby, ya?"

"Ha- hah?" Anton gemetaran. Kakinya sama sekali tak bisa bergerak. Dia mematung, ketakutan melihat Tara yang benar-benar seperti seorang psikopat.

Tara berjalan mendekat, mengikis jarak antara tubuhnya dengan tubuh Anton Samuel. "Nyusul Beby, mau ga?" Tawar Tara yang sudah bersiap mengantarkan Anton untuk bertemu dengan Beby di alam baka.

Tangan Anton gemetaran, padahal sudah ada pisau ditangannya, tapi entah kenapa Anton sama sekali tak bisa menggerakkan tangannya. Ketakutan telah menguasai pikiran Anton hingga tubuhnya sama sekali tak bisa bergerak.

"Dilihat-lihat mata bapak ini indah sekali ya," ucap laki-laki itu sembari mengelus pelipis mata mangsanya hingga ke pipi, membuat pemilik mata biru permata itu merinding saat elusan tangan di pipinya berubah menjadi sebuah cengkraman yang kasar.

Bukan mencengkram pipinya melainkan mata kiri Anton yang Tara cengkraman. Mencoloknya dengan jemari dan mencabut bola mata Anton seperti mencabut kentang di kebun. "Cantik," puji Tara sembari memperhatikan bola mata kiri Anton yang baru saja ia cabut.

Tak seperti Tara, ketahan Anton sangatlah lemah. Tubuh Anton langsung terjatuh dan sekarat karena banyaknya darah yang keluar dari matanya yang baru saja hilang.

"Ga perlu telpon polisi, pasti anakmu udah melakukannya," monolog Tara seraya memasukkan bola mata yang ada ditangannya kedalam saku celana, "entah seperti apa didikan yang kamu beri, Ton, Anton. Anakmu bahkan lebih gila dari kami semua."

Tara beranjak pergi, meninggalkan tubuh sekarat Anton dilantai dapur menuju pintu belakang. Disana, ia bertemu dengan Chika yang baru saja tiba.

"Kamu ..., "

"Maaf, sayang. Lama banget, ya?" Tara tersenyum menatap Chika dengan mata kanannya.

Chika meringis, ikut ngilu melihat keadaan kekasihnya yang berantakan dan penuh darah begini. Lebih sakitnya lagi membayangkan bagaimana Tara kehilangan bola mata kirinya. "Siapa?"

"Kathrina."

Napas Chika terhembus dengan berat, membuat embun dingin keluar dari mulutnya diudara malam hari ini. "Kita benar-benar ga boleh berurusan sama Kathrina!"

Tara menggeleng pelan seraya mendekati Chika, merangkul pinggul kekasihnya dan mengajaknya pergi dari halaman belakang rumah Samuel. "Bukan Kathrina, tapi Gita."

"Gita? Dia 'kan ga bisa apa-apa?" Chika bingung. Kenapa Tara justru bilang kalau mereka tak boleh berurusan dengan Gita, padahal yang membuat Tara seperti ini adalah Kathrina.

Tara mengangguk setuju dengan pertanyaan Chika. Gita memang tak kuat, tak bisa bertarung. Bahkan, hanya dengan satu tusukan diperut menggunakan pisau lipat bisa membuat Gita pingsan seperti itu. Wanita itu lemah, tapi tidak dengan akalnya.

Akal Gita licik, lebih licik dari Indah dan Melody.

Tara yakin, Gita bisa merubah semua situasi yang buruk menjadi situasi yang menguntungkan bagi dirinya. Rencana anak perempuan kedua Samuel itu selalu spontan, tapi rapi.

Semua kegagalan bisa menjadi keberhasilan baginya.

"Untuk sekarang kita minta cuti dulu sama Bu Indah. Kamu mau liburan ke Bali, ga?" Tawar Tara sesaat lamunannya terhenti. Kepalanya menoleh, menatap kekasih cantiknya yang sedang berpikir.

"Boleh, deh!"

-

Pagi-pagi sekali, Frandika bergegas menuju ruang OSIS yang kini ramai dikerumuni oleh para murid. Mereka mengintip, menyaksikan dua perempuan yang sedang tertidur pulas disofa ruang OSIS yang pintunya terbuka lebar.

Sudah sekitar satu jam mereka semua menonton, tapi dua perempuan itu tak kunjung bangun meski sudah ratusan murid yang bergantian mengintip.

Dari ratusan orang itupun juga tak ada yang berniat untuk membangunkan mereka.

Frandika yang mendapatkan laporan dari seorang siswi tentang keadaan diruang OSIS langsung bergegas, membelah lautan manusia itu dan langsung masuk kedalam ruang OSIS.

Awalnya Frandika takut, kalau saja yang ia lihat ini adalah mayat, bagaimana? Ia benar-benar masih trauma dengan pemandangan mayat dirumah Ragustiro waktu itu.

"Gita, Gita bangun, Gita." Frandika menggoyang kaki anak muridnya yang tertidur sambil memeluk Kathrina. Bersembunyi dibalik dada Kathrina dengan nyaman hingga tak menyadari kalau dirinya sedang ditonton oleh satu sekolahan.

Frandika kembali menggoyangkan kaki Gita, berharap kali ini perempuan itu akan bangun. Bukannya Gita tapi Kathrina. Bodyguard sekaligus kekasih Gita itu terbangun dan reflek menendang wajah Frandika dengan kuat. Membuat laki-laki yang mirip dengan Ashelina Ragustiro itu terpelanting mundur. Hidungnya berdarah, mengingatkannya tentang lautan darah dirumah pamannya hari itu.

"Ah! Maaf!" Seru Kathrina yang langsung bangkit dari tidurnya membuat Gita jadi ikut terbangun.

Baru hendak membantu Frandika, Kathrina tersadar sesuatu. Ada banyak mata yang memandang mereka berdua diluar sambil berbisik-bisik.

Ah, bagaimana ini? Pikir Kathrina dalam benaknya. Ia khawatir nama Gita akan tercoreng. Kepalanya menoleh ke arah Gita lalu kearah tubuhnya. Syukurlah mereka tak telanjang.

"Agh!" Rintih Frandika sambil terus menekan hidungnya yang tak henti mengeluarkan darah.

Kathrina kebingungan, apa yang harus ia lakukan sekarang. Ia bolak-balik menatap Gita lalu ke Frandika. Kendati merasa pusing harus melakukan apa, Gita justru langsung menarik tangan Kathrina.

Gita membawa Kathrina lari, keluar menerobos kerumunan siswa-siswi yang ada didepan pintu ruang OSIS.

"MINGGIR!" Seru Gita dengan senyum yang lebar diwajahnya.

Melihat Gita yang kegirangan membawanya kabur dari sana, Kathrina jadi terbawa suasana.

"AWASS! AIR PANAS, AIR PANAS!" Teriak Kathrina menyuruh orang-orang yang menghalangi jalur mereka untuk minggir. Kini tangan Kathrina dan Gita saling menggenggam, berlari sejajar menuju parkiran mobil.

Seakan lupa dengan luka yang belum sembuh, Gita terus berlari sambil tertawa. Kathrina pun demikian.

Mungkin diantara semua hari yang pernah ada, inilah satu-satunya hari dimana Gita tertawa dengan lepas.

Menawan, itu yang Kathrina lihat dari garis lengkung yang tercetak dibibir dan mata Gita.

Melihat Gita tertawa saja sudah membuat Kathrina senang. Bahagianya Gita adalah bahagianya Kathrina.

Sudah sampai didepan mobil, Kathrina bergegas membukakan pintu untuk Gita dan langsung berpindah ke seberang dan ikut masuk ke dalam mobil. Dengan cepat Kathrina melajukan mobilnya, meninggalkan parkiran dan masuk ke jalan raya.

Mereka berdua menetralkan napas bersama-sama dimobil, masih tertawa kecil mengingat cara kabur mereka barusan.

Tangan mereka masih bertaut, saling bergenggam dan enggan untuk lepas. Rasanya ingin sekali Kathrina menghentikan waktu. Ia ingin terus mengabadikan momen ini di ingatkannya. Bahkan, jika semesta berkenan, Kathrina bersedia mengulangi kejadian barusan sebanyak seribu kali.

Bahagia. Itulah yang mereka rasakan pagi hari ini.

"Aku cinta kamu, Git." Kathrina tiba-tiba menyatakan perasaannya pada Gita, kekasihnya.

Ya, Brigitta Samuel adalah kekasih Kathrina. Bukan pacar yang didasari oleh ambisi untuk perintah, tapi kekasih yang benar-benar saling mencintai.

"Aku lebih cinta sama kamu."

.
.
.
.
.

Bapak mati, anaknya nangis❎
Bapak mati, anaknya pacaran✅

Continue Reading

You'll Also Like

249K 25.5K 55
⚠ GXG area ⚠ Oniel x Indah. ---------------- " Ada yang lebih istimewa dari jogja " - Oniel. " Apa? " - Indah. " Kamu " - Oniel. - ketika kota me...
875K 93.7K 121
Akibat terlalu manly padahal berjenis omega, Albin membuat rencana untuk menjebak seorang alpha agar mau menjadi matenya.
58.3K 3.8K 25
menceritakan cerita yang ge jelas hehe bercanda baca aja ya yang mau request cerita boleh isi link di sini, Terima Kasih https://saweria.co/LeoLLCKP...
57.2K 3.4K 21
Salah satu dari kakak beradik tiri ini sulit menerima kenyataan bahwa hidupnya berantakan. Gadis ini menaruh kesal pada adik tirinya. Namun seiring b...