Mari Saling Berterima

By tanindamey

437 52 25

Ketika ketulusan dalam hubungan ternyata tidaklah cukup. Ketika dua manusia ingin bersama dalam waktu yang la... More

Mari Saling Berterima
Chapter 1 - Mengaku Cinta
Chapter 2 - Tiada Duga
Chapter 3 - Dan, terungkap.
Chapter 5 - Binar yang Lain
Chapter 6 - Risau
Chapter 7 - Tiba-tiba Hadir
Chapter 8 - Bunga Tidur
Chapter 9 - Bersemu
Chapter 10 - Sandykala
Chapter 11 - Rekah
Chapter 12 - Penganalisis yang Baik
Chapter 13 - Pagi yang Berbeda
Chapter 14 - Sebuah Pinta
Chapter 15 - Mengusik
Chapter 16 - Penengang
Chapter 17 - Terlepas?
Chapter 18 - Suara Hati
Chapter 19 - Bersua Kembali
Chapter 20 - Hari Jadi
Chapter 21 - Bergemuruh
Chapter 22 - Berseteru

Chapter 4 - Terbelenggu

23 3 2
By tanindamey

"Gue juga manusia, gue punya hati, Ga. Tapi, orang-orang yang nggak punya hati seperti kalian datang dan mengacaukan semuanya."

~ Tarunika Mega Tara ~

Tarunika melahap suapan terakhir sarapannya. Ia tidak akan pernah melewatkan sarapan pagi. Meskipun terburu-buru ia akan tetap mengisi perutnya. Namun, hari ini ia bangun lebih awal. Jadi, dia memiliki waktu santai untuk sarapan dan perjalanan ke kampus. Tarunika hanya memiliki satu kelas hari ini, lalu setelah itu ia akan berkumpul dengan tim pementasannya untuk berlatih.

Ia menyudahi sarapannya. Bergerak keluar dari unit apartemennya. Ketika Tarunika sudah berada di lobi, langkahnya terhenti. Ingin berbalik arah, tetapi laki-laki itu lebih dulu menarik tangan Tarunika.

"Tar, lo nggak pernah balas chat gue lagi?" tanya Raga setelah berhasil menghalangi langkah Tarunika. Laki-laki itu mengenakan baju rapi.

"Lo nggapain di sini?" tanya Tarunika tidak suka.

"Ketemu lo." Raga kembali berbicara. "Lo uda ketemu sama Dhara, ya? Dia bilang apa ke lo?"

Tarunika menatapnya tajam. "Gue buru-buru, ada kelas. Minggir."

"Yaudah selesai kelas gue temuin lagi, ya?" pinta Raga.

"Apa, sih?" Tarunika semakin tidak suka. "Gue ada latihan."

"Yaudah, selesai latihan," kata Raga. Ia menghela napas sebelum kembali berbicara.  "Tar, kita harus bicara. Gue mau menjelaskan sesuatu."

Tarunika terdiam sejenak. Mengalihkan pandangannya sebelum menatap tajam Raga di depannya. Laki-laki itu tinggi sekali sehingga Tarunika harus mendongak. Tarunika menarik dalam napasnya. 

"Ga, ternyata lo sama Argha itu sama aja," ucap Tarunika membuat Raga terdiam. "Sama-sama pembohong."

Raga bergeming. Dan kesempatan itu digunakan Tarunika untuk melangkah pergi. Kehadirannya benar-benar mengganggu pagi Tarunika. Entah apa yang akan dijelaskan oleh Raga. Apa pun itu, tetap saja dia berbohong. Dan Tarunika tidak menyukai itu.

Dari sekian lamanya Argha berbohong, tega sekali Raga tidak memberitahu sedikit pun kebenaran pada Tarunika. Tarunika tidak habis pikir oleh orang-orang seperti mereka. Jika Tarunika memikirkannya, jelas akan mempengaruhi hati dan perasaannya dalam sehari ini. Maka, ia memilih untuk mengacuhkannya. Ia akan mengikuti kelas dan latihan drama dengan benar hari ini.

Namun, Raga tidak membiarkan ketenangan itu. Ia terus menelpon Tarunika. Sampai-sampai ia harus senyapkan ponselnya karena benar-benar menganggu.

"Hp lo bunyi terus, Tar," ucap Amara saat mereka sedang latihan drama.

"Adik sepupu gue lagi iseng," jawabnya berbohong.

Di perjalanan pulang, Tarunika membuka lagi ponselnya. Benar-benar dipenuhi oleh penggilan Raga. Tarunika masih mengabaikannya. Ia menoleh ke arah jendela. Melihat lampu-lampu jalanan yang mulai berpendar. Duduk melamun di dalam bus adalah kebiasaan Tarunika. Lalu, terkadang dia akan tertawa sendiri melihat tingkah manusia di jalanan yang kadang lucu baginya.

Ketika sampai di halte, ia bergerak turun. Benar-benar sudah petang. Ia berjalan untuk menuju apartemennya. Langkahnya santai sambil menikmati malam. Kepalanya mendongak, dan tepat setelah itu langkahnya terhenti. Dengan jarak yang tidak jauh ia melihat Raga berdiri menatap ke arahnya. Tarunika hanya menghela napas lelah. Dan kini, mereka berakhir duduk di café di sekitar apartemen Tarunika.

Setelah minuman mereka diantar, Tarunika mengatakan, "Gue nggak punya banyak waktu. Langsung aja."

"Gue tahu, lo pasti udah dikasih tau sama Dhara," kata Raga terjeda, lalu kembali berkata, "tentang Argha."

"Iya, gue udah tahu."

Laki-laki itu mengangguk. Tarunika memperhatikannya. Ia tampak kesulitan berbicara. Ragu untuk memulai pembicaraan. "Gue merasa bersalah banget sama lo."

Tatapannya mengintimidasi. "Memang seharusya lo merasa bersalah," jawab Tarunika dengan ketus. Ia tidak melepaskan tatapannya pada Raga. Laki-laki itu membalas tatapannya, tetapi berkali-kali juga memutuskan lebih dulu.

"Tar, gue terpaksa. Gue terpaksa harus ikut masuk di permainan Argha untuk bohong ke lo. Gue nggak ada pilihan lain. Bagaimana pun dia tetep temen gue. Dan gue juga butuh dia. Makanya gue harus melakukan itu."

Tarunika mengalihkan pandangannya. Ia melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, seolah ia ingin cepat-cepat meninggalkan tempat itu.

"Gue juga nggak tega sebenarnya harus pura-pura nggak tahu apa-apa."

"Tapi lo tega pada akhirnya."

"Gue berusah payah, Tar."

"Tapi bisa kan sampai satu tahun lebih." Tarunika kembali berbicara, "bohongnya."

Raga kembali terdiam.

Tarunika terkekeh pelan. "Pasti lo ketawain gue karena dengan bodohnya percaya sama tipuan kalian berdua."

"Gue minta maaf," kata Raga. "Lo maafin gue?"

Tarunika diam sesaat. Ia mengalihkan pandangannya, lalu kembali menatap laki-laki di depannya itu. "Lo pikir ... kata maaf lo bisa balikin waktu gue yang terbuang sia-sia?"

Raga diam.

"Lo dan Argha membuat gue terlihat begitu menyedihkan karena udah kalian tipu habis-habisan."

Raga masih diam.

"Gue juga manusia, gue punya hati, Ga. Tapi, orang-orang yang nggak punya hati seperti kalian datang dan mengacaukan semuanya." Suara serak Tarunika bisa terdengar.

Raga hanya diam. Ia menunduk, tidak berani manatap mata Tarunika. Ia akan menerima semua makian Tarunika hari ini. Apa yang diucapkan Tarunika memang benar.

"Satu tahun lebih, bagaimana bisa kalian hidup dengan penuh kebohongan?" tanya Tarunika. Raga tahu gadis di depannya itu tengah menahan tangisnya. Suaranya mulai bergetar.

Raga menatap mata yang berkaca-kaca itu. "Apa kalian bisa hidup tenang?" Tarunika menelan ludahnya. "Bahkan setelah ini?"

"Maaf, Tar." Hanya itu yang keluar dari mulut Raga, lalu ia kembali menunduk.

Tarunika bangkit, meraih tasnya. "Udah. Gue balik."

"Tarunika," cegah Raga. "Setidaknya terima maaf gue."

Tarunika tanpa mengatakan apa pun melangkah pergi meninggalkan Raga dengan perasaan bersalahanya. Raga pikir, gadis itu akan memaki dan marah besar. Namun, ternyata tidak, atau mungkin Tarunika tidak meluapkan amarahnya saja. Di luar semua kesalahannya, Raga juga memahami mengapa Tarunika bersikap seperti itu. Dan Raga benar-benar memaklumi. Raga menyadari satu hal, tidak mendapatkan maaf lebih mengerikan dari pada amarah yang meluap-luap.

Sementara itu, Tarunika keluar café itu dengan sesak di dadanya. Tarunika berulang kali meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia sudah baik-baik saja. Namun, tetap saja, perasaan yang tidak ia sukai ini selalu melukai hatinya. Ia benci rasa tidak terima, sesak, dan sakit yang bercampur menjadi satu itu.

Tarunika berusaha meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Bagaimana ia harus mengenyahkan perasaan tidak nyaman ini? Setelah ia berjalan agak jauh dari café, ia menghentikan langkahnya. Tatapannya menerawang jauh. Hampa. Tarunika cukup menyita perhatian pejalan kaki yang lain. Namun, ia tidak peduli. Beberapa orang melihatnya dengan tatapan aneh.

"Gue pengen lepas dari rasa nggak nyaman ini. Apa dengan memaafkan gue akan baik-baik aja?"

Matanya yang kosong, kemudian sesuatu menarik perhatiannya. Di kursi besi yang tersedia di sepanjang trotoar ada seorang anak kecil perempuan dan laki-laki tengah duduk sambil memakan es krim. Si anak laki-laki itu memegang es krim yang sama. Namun, ia meminta milik si anak perempuan. Anak perempuan itu hanya diam ketika es krimya dimakan.

"Kamu nggak marah? Kan, es krim kamu aku makan?" tanyanya pada anak perempuan.

Si anak perempuan menggeleng.

"Kenapa? Padalah aku nggak adil." Ia menelengkan kepalanya.

"Ibu bilang, ketika aku mendapatkan hal yang aku rasa nggak adil, suatu saat nanti pasti akan diganti dengan keadilan yang lain." Anak perempuan itu berbicara. "Mungkin setelah ini es krim milikmu akan terjatuh, dan kamu akan menangis."

Si anak laki-laki itu seperti tidak suka mendengarnya. Ia bangkit, dan kakinya tidak menapak dengan benar. Sehingga, es krim miliknya benar-benar jatuh.

"Lihat, kan. Ibu lagi-lagi berkata kebenaran."

Tarunika tersenyum. Menggemaskan sekali. Namun, ada hal lain yang ia sadari setelah mendengar apa yang dikatakan si anak perempuan itu. Sepanjang jalan menuju apartemennya, ia memikirkan hal itu. Sebagian hatinya ingin membiarkan apa yang sudah terjadi. Namun, sebagian hatinya yang lain merasa tidak terima atas apa yang orang-orang itu lakukan kepadanya. Tarunika merasa tidak adil. Ternyata, kebohongan satu tahun lebih itu mampu menyakiti batinnya seperti ini. Mungkin Tarunika akan memaafkan orang-orang itu, tetapi ia tidak tahu kapan.

Ia merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu setelah sampai. Matanya terpejam, bersatu dengan keheningan. Lalu, bunyi notifikasi di ponselnya membuat matanya terpaksa terbuka. Dengan tubuh masih merebah, ia mengambil ponselnya di saku celananya.

Ternyata pesan itu dari Dhara. Perempuan itu mengirimkan foto. Tarunika membukanya.

Dhara Yurika

Dhara sent a photo.

 Ini foto Mas gue, Mbak. Ganteng, kan?

Dilihat dulu, siapa tahu suka. Dia orang baik.

Tarunika mengubah posisinya menjadi duduk. Setelah membaca pesannya, tangannya bergerak membuka foto yang dikirim. Lama ia mengamatinya. Lalu, ia tersenyum. Setelah itu, ia meletakkan ponselnya di atas meja. Ia kembali merebahkan dirinya.

Tarunika benar-benar tidak tertarik untuk mengenal laki-laki di luar sana. Ia masih kacau dengan pemikirannya sendiri. Sekarang Tarunika tidak tahu laki-laki seperti apa yang harus dipercayai. Yang saat ini ia inginkan adalah lepas dari rasa terbelenggu pengkhianatan.

***

Terima kasih sudah membaca.

Tarunika sedang 0 energy mengenal laki-laki, yang mungkin saja akan kembali membuang waktunya sia-sia.

See u next chapter.

Tanindamey
Senin, 22  April 2024

Continue Reading

You'll Also Like

3.2K 693 30
Setelah meninggalkan Seokjin demi pria lain, tiba-tiba Sojung muncul sebagai seorang editor magang di Booklist Publishing dan dengan bangga menggaung...
18.4K 318 29
"Deklarasi rindu teruntuk kamu yang sudah berlalu". "Kumpulan sajak teruntuk kamu yang telah betanjak"....pergi lalu menghilang dari bait-bait kata.
17.8K 634 40
Karena Bersama Allah, kamu punya banyak cara untuk menjadikannya nyata Oleh: Hulya Ashfie #1 mimpi (10 maret 2019) Namanya, Athaya Shofiatuz Zahwa, i...
727K 17.7K 11
[SEBAGIAN CERITA TELAH DIHAPUS] medicine has always been my calling. GOOD DOCTORS Created by Hunpeach Sept, 2...