Miss Dandelion

By yusufalvaro00

112K 15K 1.1K

Setelah mengetahui bahwa dirinya mengandung, Larasati Kirana sangat kebingungan. Ia memang punya kekasih, nam... More

Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Dua Puluh Sembilan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh dua
Tiga Puluh Tiga
Tiga Puluh Empat
Tiga Puluh Lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Tiga Puluh Delapan
Tiga Puluh Sembilan
Empat Puluh
Epilog

Delapan

2.2K 277 6
By yusufalvaro00

Dinda yang dimaksud akan dinikahi Satria adalah anak dari atasan tempat  pria itu bekerja. Tiga bulan lalu Satria memang memberitahu bahwa ia diterima bekerja di sebuah BUMN yang masih bertempat di Bandung.

Dinda adalah putri bungsu direktur di perusahaan tersebut. Entah mengapa, Laras tidak kaget dengan betapa mudahnya Satria berpindah ke lain hati.

Sebenarnya pria itu memaksa untuk mengantar Laras pulang ke kosannya. Hanya saja perempuan itu menolak dengan halus. Beralasan, bahwa setelah ini dia masih ada acara dengan teman- temannya dari kantor lama.

Laras berjalan sendirian di atas trotoar sambil merenungi nasibnya yang malang. Satu kesalahan membuat terancam kehilangan banyak hal. Itu mengapa sebabnya, guru mengajinya dulu mewanti- wanti bahwa zina itu dilarang. Ternyata nikmatnya memang hanya sesaat, sengasaranya seumur- umur.

Langit memerah di ufuk barat. Matahari akan kembali ke peraduannya, sementara bunyi klakson dan asap kendaraan serta panas yang berasal dari permukaan aspal jalan sisa siang tadi, tidak membuat perempuan itu menghentikan langkahnya. Bahkan, ia sendiri juga tak tahu, ke mana arah tujuannya petang itu.

Suara azan yang berkumandang terdengar saling bersahutan. Langkah Laras berhenti di perempatan traffic lights, ketika ia mendengar suara yang sangat familier. Laras kaget kemudian menoleh. Celingukan mencari sumber suara.

Ditemukannya mobil Alphard dan wajah Pak Gun di kursi kemudi. Tangan pria itu melambai- lambai heboh.

***

Mobil menggelinding ke arah kos Laras di kawasan Kampung Melayu. Selama perjalanan itu, tidak satu orang pun membuka mulut. Ketiga penumpangnya diam dengan pikiran masing- masing.

Ketika mobil memasuki kawasan padat penduduk, Laras meminta diturunkan di depan gang saja. "Gang situ cuma muat untuk satu mobil aja sih, Pak. Entar pas mau keluar malah Pak Gun kerepotan!"

"Wah tenang, Mbak Laras! Saya bisa dibilang kenal semua wilayah di sini!" Pak Gun menyahut dengan jemawa. "Maklum lah, pengalaman jadi sopir bikin saya kudu hafal jalan sama daerahnya!"

Laras akhirnya hanya bisa mengalah saat mobil itu memasuki gang sempit yang memang hanya muat untuk dilewati satu mobil dan satu motor. Lebih- lebih, di ujung gang itu adalah jalan buntu. Mau tak mau, mobil segede gaban ini harus putar balik.

Laras turun tepat di depan gerbang kosnya, saat para penghuni kos putra seberang sedang nongkrong di depan. Mereka bersiul ketika mendapati bahwa Laraslah yang turun dari mobil mewah tersebut.

Dan meski merasa risi, Laras tetap menyapa mereka satu- persatu sebelum masuk ke indekosnya. Mobil itu baru pergi ketika sosok Laras sudah tak tampak lagi.

***

Memasuki bulan ketiga masa kehamilannya, gejala yang menyusahkan hidup Laras, mulai muncul.

Ia mulai kerap menderita pusing pagi- pagi saat bangun tidur. Untuk mengatasinya, Laras membuat segelas besar teh hangat manis dan makan beberapa keping biskuit. Laras mulai tidak menyukai makanan warteg lagi.

Bisa dibilang, anak dalam kandungannya itu mewarisi selera mahal dari bapak biologisnya.

Laras sebetulnya bisa memasak, tapi karena ia hanya tinggal seorang diri saja, membeli lauk matang di warteg  atau watung makan padang jadi opsi yang lebih murah. Dia juga jadi sering membawa camilan berupa buah- buahan seperti jeruk dan anggur jenis red globe. Hingga teman-temannya mengatainya seperti nenek- nenek. "Li tahu, nggak? Zaman dulu kalau lihat karnaval, nenek gue sering bawa jeruk sama minuman air mineral!" ini komentar Fitri dari admin.

"Iya. Hari gini jarang banget kayaknya lihat orang makan jeruk ya? Mereka sih maunya langsung salad buah. Meski isinya cuma semangka melon, semangka melon!" imbuh Yunita.

"Tapi kan pantes, kulit Laras jadi glowing gitu," Mbak Dhea menimpali. Siang itu, mereka memang lagi makan ketoprak bareng di pantri. Malas ke luar karena panas banget.

Dan meski dirubung dengan komentar yang terkesan meledek, Laras tetap menawarkan buah- buahan itu pada rekan- rekannya. "Kamu mau, Fit? Ini jeruknya enak lho. Manis, kok."

"Nggak deh, Ras. Makasih. Besok deh aku bawain kamu mangga sekalian. Sepupuku baru datang dari Indramayu. Mangganya enak deh!"

"Apa mendingan besok kita ngerujak aja, nih?" Yunita mengusulkan. "Kayaknya udah lama kan nggak ngerujak?!"

"Boleh juga tuh,"

"Gimana, Ras, Mbak Dhea?"

"Gue sih oke aja!"

"Aku juga oke kalau gitu."

Pintu pantri terbuka. Tampak Mbak Dartik, pramubakti kantor yang napasnya ngos- ngosan. "Mbak Laras," ujarnya. "Dipanggil Pak Suta."

***

Rupanya Suta meminta Laras untuk ikut mengecek toko yang ada di Jakarta Utara. Kemarin, Wirya yang bertanggungjawab atas Ranjana cabang Pluit tidak muncul dalam rapat bulanan.

Ranjana di Pluit menempati gedung empat lantai. Ranjana supermarket berada di lantai satu dan department store berada di lantai dua. Lantai  tiga masih digunakan untuk department store dan kantor. Ground floor digunakan sebagai tempat parkir, sementara area paling atas ada wahana permainan. Rencananya, Ranjana akan membangun restoran juga.

Menurut Linda, cabang Ranjana di Pluit ini mengalami penurunan omset yang terbilang drastis. Dan itu sudah terjadi selama dua tahun belakangan. Padahal, bila ditilik lebih lanjut, pengunjung toko ini lumayan banyak. Parkiran selalu penuh saat akhir pekan, akhir bulan, awal bulan, atau pada perayaan hari- hari besar keagamaan.

Namun pihak keuangan dari kantor pusat sudah lama mengeluhkan betapa mereka harus menambal operasional cabang di Pluit tersebut.

Saat melihat Suta datang bersama rombongannya yang beranggotakan Syahid, Dhea, Linda dan Laras, semua pegawai langsung bergerak serampangan ke sana ke mari. Berpura- pura sedang sibuk bekerja atau melayani kostumer. Sebetulnya bagian yang paling sibuk adalah supermarket. Di bagian pakaian, sepatu, pernak- pernik dan kosmetik cenderung lengang. "Mana Pak Wirya?"

Pegawai yang ditanya langsung tergagap ketika Suta melemparkan tatapan menghunus. "A-anu, Pak. Pak Wir- Wirya sudah empat hari tidak datang!"

"Ke ruangannya!" perintah Suta pada Laras yang berjalan persis di belakang kursi rodanya. Semua langsung mengekor masuk ke lift menuju lantai  tiga.

Begitu memasuki lantai tiga, pemandangan beberapa staf yang alih - alih bekerja, mereka malah bercengkerama. Banyak yang main media sosial, sama sekali tidak ada yang bekerja. Suta berdeham. Dan semuanya langsung kocar- kacir, kalang- kabut kembali ke pos masing- masing.

Tepat pada saat itu, janin dalam kandungan Laras memilih untuk berulah. Ia membuat kepala ibunya pusing mendadak. Hingga ketika Suta mulai berpidato tentang kedisiplinan saat jam kerja, perempuan itu ambruk di belakang Suta. Kepalanya membentur bagian belakang kursi roda pria itu. Semua orang menjerit ngeri.

***

Untung saja Tuhan masih berkenan menjaga rahasia Laras. Karena alih- alih membawanya ke dokter atau klinik, Laras dibawa ke ruangan Wirya.

Di dalamnya terdapat fasilitas lengkap yang membuat Suta mengatupkan rahang dengan geram. Pria ini memang tidak bisa dibiarkan. 

Wirya dinilai telah berbuat seenaknya. Ada indikasi fraud yang dilakukannya secara terstruktur. Entah siapa orang yang berdiri di baliknya.

Begitu Laras sadar, Linda langsung memberinya minum. "Kamu biasanya minum obat apa buat ngilangin pusing, Ras? Masuk angin ya kayaknya? Kamu pucet banget gitu. "  Linda kelihatan khawatir. "Atau ke dokter saja?"

Suta mengamati dari kejauhan. Ia lah yang paling gusar ketika mendapati sekretarisnya itu pingsan dan kepalanya sempat membentur bagian belakang kursi roda.

"Nanti saya ke rumah sakit sendiri aja, Mbak. Makasih. "

"Ya udah. Habis ini kamu langsung balik aja. Nggak usah ke kantor lagi."

"Memang dibolehin sama Pak Suta, Mbak?"

"Ini perintah langsung dari beliau."

Laras mengangguk saja. Ia bersyukur karena masih memiliki pekerjaannya.  Mungkin, nanti sore atau besok, ia akan mendatangi dokter kandungannya.

***

"Pusing?" tanya Dokter Rio, sembari mengamati wajah Laras yang tampak pucat dan menekan- nekan pelan perut perempuan itu.

Laras mengangguk takut- takut. "Kenapa ya, Dok?"

"Gimana makannya? Susah? Gampang?" Dokter Rio menyudahi pemeriksaannya, lalu duduk. Sementara perawat yang bernama suster Evi membantu Laras untuk turun dari ranjang periksa.

"Sering pusing kalau pagi aja sih, Dok. " Laras kini duduk di depan meja dokter.

"Itu lantaran Bu Laras kurang makan. Janin dalam kandungan Bu Laras hanya mengambil sari- sari makanan lewat plasenta. Nah yang diambil adalah nutrisi dari tubuh ibu. Kalau ibunya kurang makan, praktis si sumber makanan bagi janin nggak terpenuhi. Asupan makanannya berkurang. Bisa dibilang, rasa pusing ibu itu adalah bentuk protes dari si adek." Dokter Rio menguraikan dengan sabar. Membuat Laras tertegun.

"Makan ya, Bu. Sayang banget kan kalau nggak dijaga kandungannya. Janin Bu Laras ini sehat. Perkembangannya juga bagus. Sesuai dengan usia kandungan."

"Dan kalau bisa, masak makanan rumah saja. Lebih bagus yang dimasak sendiri. Karena bisa mengontrol kadar gula dan garamnya." Imbuh suster Evi.

"Ba- baik,Dok. Suster. "

"Minum susu hamil?"

"Kalau minum yang bukan susu hamil boleh, Dok?"

"Boleh- boleh saja. Asal matang. Tapi yang namanya susu hamil itu sudah paling pas nutrisinya untuk ibu mengandung. Kalau bosan bisa ganti susu kacang. Entah itu kacang kedelai, atau susu kacang almond. Jangan makan makanan mentah, ya?"

Laras mengangguk. Namun, ia tak dapat menahan dirinya untuk menghela napas berat. Membuat Dokter Rio dan suster Evi menatapnya iba.

Sepulangnya dari tempat praktik dokter Rio, Laras kebingungan. Selain berdinas di rumah sakit kawasan Jakarta pusat, dokter Rio juga membuka praktik di samping rumahnya yang terletak di perumahan kawasan Kebagusan. Tempatnya cukup asri dan tenang.

Laras tidak tahu, harus melangkahkan kakinya ke mana. Pulang ke indekos pun ia malas.

Masalah kehamilan ini membuat pikirannya buntu. Dia tidak bisa menyembunyikan kehamilan ini selamanya.

Dalam kekalutan pikirannya, Laras tidak menyadari, jika dirinya sudah berjalan mengarah ke bahu jalan, sehingga ia terserempet motor dan nyaris jatuh, jika saja seseorang tidak menyambar tubuhnya.

***


Continue Reading

You'll Also Like

196K 6.3K 26
aspen d'angelo is set to appear as a special guest on billie eilish's upcoming 'happier than ever' world tour. what will happen when their management...
89.8K 1.7K 67
"You are going to prove them all wrong, and I cannot wait to see it." "You and I both know how wrong this is." "I know, but I'd rather die than have...
305K 5.1K 64
All he needed was some one to spoil. He felt lonely, and depressed. He just needed something, someone in his life to make him happy, so he can make t...
6.7M 143K 45
Falling in love never scared Maddie Davis until she fell for the one boy she swore to stay away from forever. Season 1 of My Brother's Best Friend ...