Boboiboy x Reader | Alternate...

By Goldilocks95

13.2K 2.3K 1K

Aku terjebak dalam putaran waktu melawan Nebula. Aku mengulagi dan mengulangi. Tapi aku tidak kunjung menang... More

Prolog
- 01
- 02
- 03
- 04
- 05
- 06
- 07
- 08
- 09
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
Epilog
Xtra

- 15

364 75 41
By Goldilocks95

"Loh, loh, loh," aku memincingkan mata, "apa aku tidak salah lihat?"

Ini area helipad. Bau avtur menguar di udara. Aspal melapisi bagian rooftop dari stasiun evakuasi TAPOPS yang mengambang di dekat panet dengan hujan besi cair abadi. Aku disuruh kemari untuk mengecek kesiapan tentara galaktik—korps kesatuan tentara sukarela, tentara rekrutan mentah dari penjuru alam semesta, yang sejujurnya diketuai oleh Papi, tapi karena Papi lebih mementingkan ekspedisinya ke kawasan H-II, pemeriksaan kesiapan tentara galaktik gelombang dua jadinya dilimpahkan padaku.

Aku menunjuk pada batang hidung badut lucu itu, "Jokertu."

Jokertu menyengir, "Laksamana. Alam semesta bisa hancur. Tenaga dibutuhkan sebanyak-banyaknya."

Dengan alasan itu, Jokertu, mantan penjahat di lapas TAPOPS, diizinkan untuk bergabung.

Aku mengangkat bahu, "terserah. Selama kamu tak mengacau."

Aku baru tahu Papi juga merekrut penjahat. Bukan ide yang buruk. Selama mereka menurut, dan tidak mengacau, tenaga mereka tentu saja akan berguna untuk menghalau Nebula. Apa ada penjahat lain?

Aku berdiri di altar, pijakan yang lebih tinggi dari aspal. Mataku mencari ke arah barisan prajurit-prajurit alien di depan sana. Jokertu berdiri paling depan, lumayan mudah untuk mengenalinya sebagai salah satu terdakwa kejahatan. Dan pandanganku berhenti pada penambang dengan pakaian lusuh. Baju kodoknya belepotan tanah, ia juga mengenakan helm proyek warna kuning.

"Hey." Kataku. "Kamu anak buahnya Retak'ka?"

Si penambang menggertakkan gigi, "Tidak sopan berkata begitu. Aku cuma penambang batu zambrut yang tak sengaja membebaskan Retak'ka dari kungkungan penjaranya Hang Kasa. Aku salah apa, coba?"

Aku tak begitu mengerti apa maksudnya. Kukira ia berkomplot dengan Retak'ka. Apa benar begitu, ya?

"Tapi kamu mengeksplotasi planet Gugura. Kamu penambang ilegal." Aku mengingatkan, sambil turun dari altar.

"Empat puluh empat ..." Shielda datang ke dekatku sembari memandangi kesepuluh jarinya.

"Apanya?" Tanyaku. Shielda baru saja berkeliling ke barisan-barisan tentara galaktik. Mereka direncanakan akan dikirim ke area H-II, memantau kawasan warna-warni itu, melaporkan tiap fenomena ledakan supernova atau hipernova, berjaga apabila Nebula lahir lagi dan menggandakan diri. Makanya aku perlu mengedukasi bagaimana caranya memfungsikan alutsista; meriam pada pesawat luar angkasa TAPOPS lumayan ribet kontrol panelnya, karena pengaturannya masih manual.

"Hanya ada empat puluh empat orang." Shielda tertegun. "Aku akan coba hitung lagi."

Shielda menbatalkan niatnya untuk berdiri di sebelahku. Shielda kembali menghitung orang-orang militer ini dengan berusaha menyembunyikan kekhawatirannya.

Perempuan bertudung hijau itu berkeliling lagi, mengulangi perhitungannya dari awal.

"Salah satu dari kalian hilang." Putus Shielda. Suaranya tegas. Shielda menelisik tablet digitalnya, ia menggeser layarnya sembari pergi ke dekatku. Shielda kemudian bergumam, mempetimbangkan segalanya sendirian.

Sejurus kemudian, Shieda menepuk pundakku.

"Laksamana." Katanya. "Satu orang hilang. Dan TAPOPS barusan menginformasikan adanya pencurian. Alarm lobi utama berbunyi."

Shielda memperlihatkan padaku layar tabletnya. Benda pipih itu menghasilkan hologram warna biru. Hologramnya menunjukkan rekaman CCTV di lorong menuju basement, terowongan satu-satunya untuk mengakses lobi tanpa melewati sensor keamanan manapun. Seseorang berlarian di sana, sambil memeluk power sphera mirip tomat setengah matang.

"Power sphera apa itu?" Aku bertanya lagi. Aku tak menghapal satu per satu nama-nama robot di suaka. Mereka terlalu banyak dan aku mudah lupa. "Dan siapa pencurinya? Badannya kecil. Aku tak mengenalinya sama sekali."

"Nanti kuberitahu siapa dia dan apa power sphera yang dicurinya. Sekarang, biar kerjaan kita cepat selesai, ayo berpencar saja. Aku di sini, menggantikan kamu dan Pak Pian. Sedangkan kamu, pergilah ke Sarkas Maksima, cari orang itu, dan ambil kembali power spheranya. Ajak Kapten Kaizo kalau kamu membutuhkan bantuan. Tapi ... kamu kan," Shielda menatapku penuh prasangka. "Terbiasa solo."

-

Sarkas Maksima berada cukup jauh dari markas baru TAPOPS. Boros avtur.

Planetnya bersih dari sampah plastik. Panorama di sekitarnya mirip sirkus. Hampir seluas mata memandang, aku hanya melihat wahana khas pasar malam. Kincir besar tertancap di tanah kering, berdiri di antara tenda warna-warni, dan bersebelahan dengan bianglala berkarat. Ada pun bukit kecil di sekitar area main bom-bom boat, bukit terjal yang disulap menjadi perosotan alpine slide.

"Aku ini seperti temannya Scooby-Doo yang bekerja dalam grup Mystery, Inc. Memecahkan persoalan mistis." Aku menyalakan senter, dan menerangi area tenda. "Menguak misteri hantu gadungan."

Tenda-tenda itu berisikan pajangan boneka-boneka bermata kancing dengan dasi kupu-kupu, hiasan labu Halloween, dan berbagai jenis ornamen dekorasi kamar anak perempuan. Senapan berpeluru karet tersimpan di loker-lokernya, tak lagi berfungsi untuk menembak target di lingkaran dart supaya perolehan poinnya dapat dipertukarkan ke barang di etalase pajangan.

"Brengsek. Ada dua Nebula. Sedangkan aku justru harus memburu penjahat kroco di planet sirkus sepi penghuni." Aku mengomel lagi. "Apa ini gambaran Dufan pada malam hari, ketika sudah bangkrut?"

"Kenapa kamu selalu marah-marah?" Petir bertanya.

"Aku cuma kesal." Aku mendecak ketika aku tahu aku menginjak lepehan permen karet orang yang berkerak di tangga. Aku menggesek kakiku ke ujung lancip anak tangga, bermaksud membersihkan noda benda membandel dari alas heels mahalku.

Aku menengok sebentar pada Petir. Pendengaran dan tongkat kayu cukup baginya sebagai alat bantu jalan. Dia tidak tertinggal jauh di belakang seperti ketika aku membinanya untuk belajar bertarung di Rimbara. Tapi dia masih belum bisa mengindera kemana aku pergi ketika kami melewati tenda-tenda kecil—tenda garis-garis itu kadang tidak berjarak cukup lebar dari tenda di sebelahnya. Kerangka standnya juga miring, karena ditopang hanya pada paku yang menancap di tanah.

Kala aku bicara, Petir baru sadar ia pergi ke arah yang terlalu melenceng. Ia lekas memperbaiki navigasi jalannya.

"Kita mau ngapain di sini, Laksamana?" Tanyanya.

"Aku ada misi. Misi kecil. Aku harap kamu bisa membabat satu penjahat kelas teri di sini. Anggap saja ini bahan evaluasi dariku untuk ujian kelulusan kamu." Aku mengarahkan senternya ke langit. Betul-betul gelap. Aku agak merinding. Sebetulnya aku mengajaknya karena aku tak ingin berurusan dengan hantu sendirian.

Setelah menjuruskan senterku lurus ke depan, aku baru menotis, benda paling tinggi di planet ini bukan bianglalanya, atau kincir ria menyala itu, namun bangunan koloseum.

Bukan hal yang aneh, memergoki adanya koloseum pertunjukan selain di Roma, karena bisa saja itu adaptasi dari budaya orang untuk kepentingan dekorasi. Namun, aku menjumpai pemandangan lain di langit-langit koloseumnya.

"Awan antar bintang." Aku mendesis.

Aku menahan tangan Petir yang terlebih dulu mau melewatiku.

"Kita mundur." Kataku, mengkomando.

"Bukankah katanya kita ada misi? Aku perlu ujian, 'kan?" Petir memprotes.

"Kita ada di sini untuk menangkap Jugglenaut yang mencuri HidungBot, bukan Nebula." Aku menarik tangan Petir, memaksanya mundur.

Aku berlari. Rasanya lebih berdebar dari apapun.

Astaga, aku bersyukur aku sempat melarang Petir membawa putri kecilnya. Maksudku Alodia. Aku bilang padanya, Alodia itu akan merepotkan, dan aku berkepentingan untuk melibatkannya dalam bahaya, jadi Petir baru mau membiarkan Alodia diasuh Sai sementara waktu.

"Nebula?!" Petir konstan panik, "kenapa ada Nebula?"

"Mana aku tahu!" Aku membentak.

Tadinya aku ingin memberdayakan Mechabot untuk kabur lebih cepat, tapi sebelum aku menyentuh jam tanganku, aku dicegat oleh batu yang jatuh dari langit. Kalau dilihat lagi, itu bukan batu. Aku menatapnya sekilas sambil menyentuh dadaku, sebab aku kaget luar biasa. Benda di sana memiliki struktur bata semenan dan pahatan batu pasir.

"Itu dinding koloseum!" Aku memekik keras, sambil mengacak rambut. "Dia nyaris membunuhku ..."

"Aku akan mencoba melawan." Petir berhenti dari larinya dan mengeluarkan suara penuh kemarahan. Aku bahkan bisa mendengar gertakkan giginya dari rahang bawahnya. Aku meliriknya, dan mempertanyakan perubahan tingkah lakunya. Kurasa dia cukup tenang ketika aku menginformasikan, Nebula ada di sekitar sini. Kenapa jadi emosian begitu?

"Pet—ir." Aku belum sempat menyelesaikan pengucapan namanya dari bibirku, tapi Petir sudah pergi duluan, dengan begitu cepat, seperti larian mobil balap.

"PETIR?!" Aku mengerjap, dan sadar, Petir tidak patuh. Aku menghentakkan kaki di tanah dan membuang senternya.

Aku mencari kemana perginya anak perjakanya Amato satu itu. Petir melompat dan parkour di atap tenda, ia melompat ke bangku bianglala, dan mengangkasa, mencapai kanal-kanal koloseum. Ia lantas memanjat sedikit dan menerjunkan diri ke arah Nebula berada.

"Betapa berdikarinya orang itu!" Aku frustasi. Aku mendecak dan memanggil Mechabot untuk memfasilitasi aku dengan zirah original, supaya aku bisa begerak lebih cepat, dan sendi-sendiku terlindungi dari cedera ringan.

Belum sempat memulai marathon, aku sudah dikejutkan oleh bunyi yang menggelegar. Listrik kekuningan mencuat di angkasa, dan memercikkan cahaya seperti akar kilat di cakrawala. Listrik bertegangan tinggi menyetrum langit, mewarnai segalanya menjadi kuning keperak-perakkan.

Tapi ledakan terjadi lagi, kurasa ini bentuk perlawanan dari Nebula diiringi aroma umpan beracun seng fosfida. Makhluk plasma itu mengaum bak raja hutan, dan memadatkan konsentrasi gasnya ke bentuk jalinan tubuh. Kumpulan gas bau racun tolol yang menyublim sembarangan, Nebula, ia tidak akan diam ketika diserang duluan.

Meskipun, katakanlah, aku orang paling bisa diandalkan di TAPOPS, kurasa aku juga menjadi personil TAPOPS yang kabur duluan bila bertemu Nebula. Mengapa? Aku membayangkan Sai akan mencoba melawan, begitu juga dengan Shielda, atau Kaizo, atau Laksamana Tarung. Mereka berharap menemukan cara, atau setidaknya sedikit celah. Sementara aku, aku berpikir aku hanya perlu kabur—karena aku mengenali Nebula, lebih dari aku mengerti mantan-mantan pacarku.

Aku sudah seratus delapan kali melawannya. Meskipun dalam sekali percobaannya, aku dilumpuhkan ingatannya oleh LoopBot. Aku cuma ingat seratus tujuh kali di antara seratus delapan kali momen.

Dia bukan tandinganku, atau tandingan Boboiboy tahap satu itu. Atau biarpun ada Gamma, Gamma pun tak mengasuransikan kemenangan. Gamma hanya prospek terbaik untuk mengalahkannya. Gamma bukan seratus persen cara mengalahkannya.

Aku sampai tanpa parkour. Aku tak punya bakat seperti Halilintar. Dia bisa berlarian tanpa takut melukai kakinya yang berlapis high heels mahal nan cantik, pun mahal.

Aku jadi menempuh jalur normal.

Di dalam koloseum, hal pertama yang kulihat ialah Jugglenaut dalam posisi menciut dan terkapar tanpa daya. Dia pasti telah dilemahkan oleh uap-uap racun dari tubuh Nebula. Bahkan HidungBot menggelinding dari tubuhnya dan tergolek tanpa tuan tak jauh tangga koloseum.

Sementara ini, aku tak mempedulikan Jugglenaut dan HidungBot, namun pemandangan petir murka yang menyambar-nyambar sosok makhluk tidak jelas tanpa panca indra itu. Nebula tidak membentuk kesatuan tubuh, dia hanya mewujudkan tangan gas, dan memfungsikannya sebagai media memukul Petir.

Lama kelamaan, petirnya mengganas, dan berubah lebih terang. Aku sampai terbutakan sesaat, ketika Petir berusaha menyetrum Nebula dengan beam dari pedang gandanya.

Akibatnya, aku jadi menghentikan langkahku, dan menyilang tangan tepat di depan muka, berupaya menghalangi pandanganku dari silaunya cahaya. Dan aku terjungkal.

Bruk!

Aku begitu ceroboh untuk tersandung batu dari reruntuhan tembok koloseum. Aku mau menangis. Jadi ini rasanya jatuh tersungkur karena tidak bisa melihat benda-benda di sekelilingku? Beginikah rasanya buta—meskipun sesaat, aku mencicipi pengalamannya Boboiboy. Aku terbiasa terluka fisik, karena aku tentara TAPOPS. Tapi terluka kecil, dalam posisi tidak dramatis, yakni terjungkal bongkahan batu, rasanya enggak banget!

Aku hendak bangkit, tapi aku sadar, heels dari salah satu sepatuku patah.

"Loh?" Aku mau menyentuhnya, dan mencemooh brandnya. Tapi sebelum itu, aku heran, kenapa tiba-tiba pandanganku jadi redup.

Aku mendongak ke atas ketika tangan solid Nebula berada di ujung hidungku, dan siap menjadikan aku ayam geprek. Aku menganga tanpa bertindak, sebab aku tahu, Voltra di posisi ini pun tidak akan sempat berguling ke samping, atau menghindar kabur. Aku hanya menyiagakan diri dengan zirah ke penjuru tubuh, termasuk ke bagian tubuh berisi dua belas pasang saraf kranial—dua belas spot tubuh yang wajib dilindungi, atau aku akan cepat meninggal.

Tapi setelah bersiap-siap pun, aku tak kunjung merasakan sakit.

Aku justru merasakan tanganku yang mencengkram tanah agak kesemutan. Kubuka mataku pelan-pelan, dan kini aku tahu, aku merasakan sensasi kesetrum karena aliran listrik merambat di tanah.

Aku mendongak. Kepalan tangannya Nebula dibendung oleh benda tajam yang bergerigi, dan memunculkan gelitikan petir.

"Makasih banyak, Petir." Aku menghela napas lega, dan memerhatikan Petir yang menanggung bobot serangan Nebula melalui dua pedangnya. Secara teknis, aku mulai paham Petir seringkali menyatukan kedua pedangnya menjadi tombak satu-padu.

Aku lekas berdiri dan pergi dari sana.

"Dia tidak bisa dikalahkan sekarang." Kata Petir. Ia membalikkan badan, dan kala ia mewajahiku, dia berhenti menciptakan semburan petir di sepenjuru koloseum. Pandanganku jadi membaik, karena keadaan langit tak lagi begitu silau.

"Halilintar." Aku menahan napas.

"Ayo kabur." Katanya, sembari pergi menjauh ke pinggiran koloseum. Halilintar menggendong si cebol Jugglenaut di pundaknya, dan menyakukan HidungBot di saku jaketnya. Jugglenaut si sialan brengsek itu digendong Halilintar? Dia memang bajingan sejati tukang pingsan di tengah pertarungan. Apakah si brengsek Jugglenaut pura-pura pingsan karena mau digendong Halilintar? Dia menipu? Apa pingsan hanya akal-akalannya saja?!

Kurang ajar! Aku mengerutkan dahi. Biji ketapang, daunnya warna kuning. Dasar cebol kampang, kelakuan macam anjing.

Aku mengikutinya. Kabur memang plan A sedari tadi.

"Halilintar," aku memanggil. Ia pergi ke regol keluar, masih dengan rambut acak-acakkan dan resleting jaket nyaris terbuka. Perlawanannya tadi sesengit perlawananku terhadap Nebula. Dia tidak hanya mematung dan menunggu ajalnya datang, dia melawan. Dia berniat menang. Dia mencari cara.

Aku merasa aku kehilangan semangat itu sejak aku memutuskan untuk menyerah di seratus tujuh kali perlawananku bersama-sama LoopBot.

"Ya?" Ia merespon.

"Oh." Aku melamun sembari berlari. Nebula cukup lambat apabila ia telah memadat menjadi bentuk raksasa seperti itu. Dia cuman fleksibel dan muat kemana-mana kalau masih berbentuk gas; gas bahkan bisa masuk ke ventilasi, atau ke septic tank, atau ke sela-sela raket nyamuk.

Dia Halilintar, bukan? Aku belum yakin secara sempurna. Cepat sekali. Penampilannya berbeda. Pengen aku bungkus, buat dibawa ke rumah.

"Kenapa kamu tak menurut?" Aku mengerutkan dahi. "Lain kali tolong dengarkan arahanku."

Halilintar mencapai pesawat kami lebih dulu tanpa masalah seperti kepleset kulit pisang atau tersandung bebatuan. Soalnya biasanya dia selalu mengalami kecelakaan saat berlari. Dia tak punya radar akan hal-hal tanpa suara.

"Aku hanya tak bisa membiarkan istriku di timeline lain terluka." Ujar Halilintar. "Sesaat, aku marah."

"Kata siapa?" Tanyaku.

"Kata LoopBot." Jawab Halilintar.

-

Continue Reading

You'll Also Like

44K 6.2K 21
Tentang Jennie Aruna, Si kakak kelas yang menyukai Alisa si adik kelas baru dengan brutal, ugal-ugalan, pokoknya trobos ajalah GXG
794K 82K 56
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
29.7K 3.5K 16
Dia selalu senyum kepadaku Dia selalu membantuku Dia selalu berbuat baik hati Tapi aku tetap menjahilinya Kenapa kau tetap baik padaku? =============...
24.8K 2.9K 7
Hanya cerita tentang dirimu dengan seorang pemuda jeruk superhero ini yang telah sah menjadi suamimu. BoBoiBoy x Reader Seperti biasa No copas. Udah...