Awan untuk Rembulan

By AriraLv

200K 25K 5.3K

"Kalau panas mataharinya nyakitin kulit lo, gue bisa jadi awan yang halangin sinarnya." ☁️ Agraska Galelio T... More

Prolog
Cast
☁️ㅣ1. Kedatangannya di SMA Pelita
☁️ㅣ2. Saus Gadis Petaka
☁️ㅣ3. Pengawal yang Menghilang
☁️ㅣ4. Pengawal yang Baru
☁️ㅣ5. Awan, Cloud Cafe
☁️ㅣ6. Ada Rekomendasi Film?
☁️ㅣ7. Praktik Drama Korea
☁️ㅣ8. Awan Pelindung Rembulan
☁️ㅣ9. Sudah Ada yang Tahu
☁️ㅣ10. Izin dari Kakak Pertama
☁️ㅣ11. Awal Perlawanannya
☁️ㅣ12. Penampilan Agraska
☁️ㅣ13. Lemah, Letih, Lebay
☁️ㅣ14. Dia Lelaki Kimia
☁️ㅣ15. Obat Sang Rembulan
☁️ㅣ16. Sebuah Rencana Kecil
☁️ㅣ17. Bagaimana Faktanya?
☁️ㅣ18. Mereka Telah Memulai
☁️ㅣ19. Ikut Dalam Permainan
☁️ㅣ20. Rencana yang Hancur
☁️ㅣ21. Labirin Milik Agraska
☁️ㅣ22. Pengganggu adalah Benalu
☁️ㅣ23. Permintaan Maafnya
☁️ㅣ24. Rekaman yang Tersebar
☁️ㅣ25. Ini Jatuh Cinta?
☁️ㅣ26. Sebuah Lagu, Untukmu
☁️ㅣ27. Isabela Sudah Pulang!
☁️ㅣ28. Lavender dan Blueberry
☁️ㅣ30. Apa Pilihannya?
☁️ㅣ31. Terjadi Pembubaran?
☁️ㅣ32. Bulan Menerima Awan
☁️ㅣ33. Kebahagiaan Sesaat
☁️ㅣ34. Penyelamatnya Tiba
☁️ㅣ35. Bukan Hanya Teman
☁️ㅣ36. Tidak Ada Akses
☁️ㅣ37. Kita Harus Bertemu
☁️ㅣ38. Berita Buruk, Lagi
☁️ㅣ39. Plat Nomor yang Sama
☁️ㅣ40. Saat Permohonan Itu
☁️ㅣ41. Hari Beraksi
☁️ㅣ42. Aksinya, Kembali
☁️ㅣ43. Anumus.n Namanya
☁️ㅣ44. Tetap Menerima Hadiah?

☁️ㅣ29. Luka karena Ayah

3.8K 432 228
By AriraLv

"Maaf ya, Kak. Naya ngerepotin mulu."

"Udah biasa." Agraska menjulurkan tangannya ke depan, menyuapi buah pada gadis  berusia 16 tahun yang berbaring di brankar dengan wajah pucatnya. "Makanya cepet sembuh, biar gak ngerepotin."

"Kapan Naya sembuh, Kak Gale?"

Agraska sempat terdiam sebelum akhirnya melihat layar ponsel yang ia simpan di nakas. "Dua jam lagi sembuh, percaya sama dokter Gale yang tampan dan berwibawa," ucapnya membuat gadis di brankar itu tertawa ringan. 

Naya Anindya, namanya. Gadis yang sudah dua tahun harus menetap di rumah sakit karena penyakit yang menggerogoti tubuhnya seperti ini. Naya, mengalami gagal jantung stadium empat membuat semua aktivitasnya terbatas. Seharusnya, sekarang Naya berada di kelas 10 atau kelas 11 SMA, dengan gelar adik perempuan dari Agraska. Sayangnya, takdir belum mengizinkan hal itu.

"Mungkin, Naya harus nebus perbuatan Mama, makanya Naya belum sembuh. Soalnya, luka-luka yang Mama kasih ke kak Gale juga belum sembuh." Naya menatap lembut pada Agraska, tersenyum teduh dengan kilauan mata yang hilang entah ke mana.

"Sssstt, ngawur!" Agraska kembali menyuapi Naya dengan telaten. "Dosa manusia itu ditanggung sendiri, gak bisa diwakilin orang lain. Apalagi dosa segede gitu."

"Tapi ini bener, Kak. Luka kak Gale belum sembuh, jadinya penyakit Naya juga belum sembuh."

Agraska tak menanggapi apa-apa. Alasan ia harus dipaksa untuk menemui Naya di rumah sakit adalah ini. Naya selalu merasa bersalah atas perbuatan ibunya sendiri, selalu menganggap bahwa ia adalah pembawa sial yang hadir dalam keluarga Agraska dan penghancur kehidupan orang lain. Agraska tidak suka pada Naya yang selalu berpikiran seperti itu, padahal Agraska sendiri tak pernah berpikir semua adalah kesalahan gadis berusia 16 tahun ini. 

Coba katakan, apa salah Naya jika ia terlahir karena hubungan terlarang ibunya dan ayahnya? Apakah Naya bisa memilih jika ia tidak mau dilahirkan dari perut wanita yang berselingkuh? Tidak 'kan?

Ayah dari Naya--Yudha menjalin hubungan dengan ibu dari Agraska--Mera. Hubungan itu terjadin selama beberapa tahun lamanya, lalu baru diketahui oleh ayah kandung Agraska--Rajendra saat usia Naya menginjak 10 tahun. Itupun diketahui secara tidak sengaja karena Rajendra menyaksikan sendiri Mera tersenyum bahagia bersama Yudha dan Naya di sebuah rumah makan.

Padahal saat itu, Mera berjanji akan menghabiskan waktu liburnya bersama Rajendra dan dua anak lelakinya untuk bertamasya sepanjang hari.

Pasangan mana yang tidak sakit hati, saat istrinya terlihat asik dengan orang yang tak dikenalinya, sementara dirinya harus mengajak dua anaknya untuk tetap menikmati hari libur. Pasangan mana yang tidak merasa terkhianati, saat mendengar pengakuan sang istri jika ia diselingkuhi. Pasangan mana yang tidak hancur, saat istrinya lebih memilih selingkuhannya sendiri dengan senyuman bahagia?

Agraska menyaksikan itu semuanya saat ia berusia menginjak 12 tahun. Niat hati makan bersama dengan tawa, malah harus mendengar perdebatan orang tuanya yang tak terduga. Yang ia ingat saat itu, ia ditarik pergi oleh sang kakak yang juga sama bingungnya. 

"Jangan menyesal buat hidup, Nay." Agraska menyimpan mangkuk yang masih menyisakan beberapa potong buah itu karena Naya tak lagi menerima suapannya. "Gue luka bukan karena lo atau kejadiannya, gue luka karena Ayah gak bilang ke gue kalau dia patah hati. Gue luka karena Ayah lebih milih mati, dibanding bilang semuanya ke gue. Udah, itu aja. Gak usah ngerasa bersalah. Mending lo dengerin suara Si Harpy."

Agraska bangkit untuk membawa Si Harpy--harpa kesayangan--yang sengaja ia bawa. Lebih tepatnya, Leon yang membawakannya dari rumah satu jam lalu. 

Daripada mendengarkan ocehan Naya yang jelas sekali membuat ruangan ini dilingkupi kegelapan, lebih baik Agraska mencurahkan semua perasaannya lewat nada yang ia mainkan. Agar tidak ada yang tahu, bagaimana pedihnya saat ia menyentuh senar harpa, bagaimana hancurnya saat ia mengingat jikalau harpa adalah alat musik yang Rajendra sukai. 

Agar tidak ada yang tahu bagaimana harpa mewakilkan tangisan Agraska yang benar-benar putus asa tak bisa menemui Rajendra lagi, sekalipun itu makamnya. 

'Mengeluarkan perasaan bukan hanya dalam kata atau raut wajah, Gale. Musik yang kamu senandungkan, yang kamu petik, yang kamu tekan, bisa mengekspresikan semuanya. Percaya sama ayah.'

Agraska memulai permainannya, tersenyum pada Naya yang menyaksikan dengan binaran mata.

"Bahagia ya, Nay. Kalau gak bisa, paksa Nyonya Mera buat telepon gue lagi, paksa dia biar gue datang lagi ke sini."

"Iya, Kak Gale."

.☁️.

Sampai di depan rumah kediaman Zanava, Agraska baru menyadari satu hal, tepat saat Rembulan berbalik menghadapnya dan tersenyum bahagia bahkan menarik lengannya agar ikut masuk ke dalam. Ada sesuatu yang mengganjal pada pandangan Agraska.

"Ini apa?" tanya Agraska dengan tangan menyentuh sebuah sapu tangan terikat di kursi roda milik Rembulan. "Dibeliin sapu tangan baru, ya? Wanginya kok beda."

"Oh, bukan." Rembulan ikut menyentuh sapu tangan itu, lalu tersenyum lembut. "Sapu tangannya dari Alkuna, tanda pertemanan kami berdua."

"Hah?" Agraska memiringkan kepalanya ke kanan, lantas berdecak. Entah mengapa perasaannya jadi tidak enak mengenai lelaki teman virtual dari Rembulan. Agraska belum melihatnya secara langsung, tadi juga ia tak sempat melihatnya karena saat ia sampai di Cafe, hanya ada Rembulan sendirian. "Kalian udah deket banget?"

"Mmm, menurut Agar kalau temenan itu deket banget atau nggak?" Rembulan bertanya balik, sebab ia juga bingung harus menjawab apa. Ia baru bertemu dua kali secara langsung dengan Alkuna, lalu mereka baru saja meresmikan pertemanan hari ini. Apa itu bisa dibilang dekat?

"Belum." Kedua alis Agraska bertautan, tak lupa ia juga melipat kedua tangannya di depan dada. "Nggak deket, tapi belum. Pasti lo bakalan deket banget sama dia soalnya suka belajar bareng," ujarnya dengan ketus, lantas berbalik badan dengan dengkusan terdengar jelas dari bibirnya. "Ahh ngeselin! Harusnya gue ikut ke perpus tadi!"

Dilihat-lihat, tingkah Agraska seperti seorang pacar yang cemburu karena Rembulan pergi dengan lelaki lain dan melupakan pasangan sendiri. Rembulan tertawa kecil karena itu, lalu ia memutuskan untuk segera menarik kecil baju yang Agraska kenakan.

"Agar jangan marah, dong. Bulan 'kan cuman temenan sama Alkuna. Agar kok gak suka kalau Bulan punya banyak temen?"

"Gak tahu, gue ngambek, gue gak denger." Agraska menggoyang-goyangkan pinggangnya, agar tangan Rembulan terlepas dari bajunya, sayangnya cengkeraman itu semakin erat dan merambat naik hingga berhasil menarik lengannya. "Siapa sih, ini? Kok berani banget sentuh-sentuh tangan gue?"

Tawa Rembulan tak bisa ditahan lagi mendengar itu, secepatnya ia menarik Agraska agar menghadap ke arahnya, lalu ia menggenggam kedua tangan lelaki itu dan mengelusnya. "Agar lucu kalau ngambek, jadi ngambek aja terus sampai besok, ya!"

Mata Agraska membelalak mendengar itu, yang benar saja? Yang ada, Agraska yang menanggung rugi. Jadinya ia merengek, berlutut di hadapan Rembulan dengan cepat. "Gak gitu, My Moon! Ahh gak sukaa, malah gue yang kena jebakan."

Senyuman lembut Rembulan keluar lagi, ia mengelus-ngelus kepala Agraska, merasakan tekstur lembut rambutnya yang hitam berkilau. Setelah itu, kedua tangannya kini turun menyentuh kedua pipi Agarska yang halus, lantas ia menekan-nekannya sejenak. Agraska adalah lelaki tampan yang membuat Rembulan terpesona setelah ia melihat lelaki itu bermain bersama badut di jalanan beberapa bulan lalu.

"Kalau Bulan udah nganggap seseorang itu spesial, Agar harus tahu gak akan ada yang bisa gantiin posisi itu lagi, kecuali kalau Agar berontak paksa keluar dari tempat spesial itu. Agar juga harus tahu, dari beberapa hari lalu, perasaan Bulan bimbang banget sama hal ini, kenapa rasanya aneh? Tapi sekarang, kayaknya Bulan ngerti, Bulan ...."

"Apa?" Agraska memajukan tubuhnya ke depan, tak sabar menunggu apa kelanjutan ucapan Rembulan. "Apa My Moon, apa? Lo kenapa sama gue? Lo jat--"

"Jadi begini kelakuan anak muda zaman sekarang? Sudah sore, bukannya kembali ke rumah dan belajar, malah berdua-duaan di teras. Kamu itu perempuan, tahu batasan dan tahu waktu 'kan? Malu jika keluarga Zanava tidak bisa mengatur hal sekecil ini."

Agraska memejamkan matanya sejenak untuk meredam kekesalan karena kedatangan Isabela yang mendadak. Dengan senyum penuh kesabaran, Agraska bangkit dan menatap Isabela.

"Nyonya juga harusnya tahu, privasi seseorang dan sopan santun buat gak motong obrolan adalah hal dasar yang harus dipelajari manusia." Tanpa berkata apa-apa lagi, Agraska segera mendorong kursi roda Rembulan untuk masuk ke dalam, tidak ingin menanggapi lebih lanjut ucapan Isabela. Hanya saja, Isabela sengaja berdiri di ambang pintu, menghalangi jalan masuk.

"Lalu, kamu harusnya tahu hubungan kamu dengan kaum rendahan tidak pantas tercipta, bukan?" tanya Isabela dengan satu alis terangkat.

"Kaum rendahan seperti nyonya?" Satu sudut bibir Agraska terangkat, menatap Isabela yang bergeming menahan amarah di tempatnya. "Saya mengerti, Nyonya. Jangan anggap saya di sini, lagipula saya juga nggak akan anggap Nyonya ada. Jadi, gak usah khawatirin kami."

Setelah ucapan itu membekukan dirinya, Isabela tak lagi berkutik begitu dua remaja itu masuk ke dalam, membiarkannya begitu saja.

"Tidak sopan." Isabela bergumam pelan, matanya melirik ke belakang dengan keningnya yang terus berkerut tanpa henti. "Sepertinya anak laki-laki itu yang membuat anak tiri Anggara melawanku."

Isabela melipat kedua tangannya di depan dada. Sebelumnya Rembulan tidak akan berani melawan semua ucapannya, tetapi saat Rembulan mulai bersekolah tanpa pengawasan Alvaro dan Alvano, gadis itu malah memberontak padanya. Dan Isabela bisa menyimpulkan, Agraska yang menjaga Rembulan di sekolah, Agraska dekat dengan Rembulan, dan sikap Agraska tak jauh berbeda dengan perlawanan Rembulan selama ini.

"Jadi anak laki-laki itu senjatanya." Isabela tersenyum miring. "Sama-sama kampungan sekali, merusak nama keluarga saja."

.☁️.

"Jadi hanya itu?" Isabela bertanya pada kedua cucunya yang duduk berdampingan di sofa kamar miliknya.

Mereka sedang berkumpul seperti biasa, membicarakan hal untuk kepentingan pribadi. Saat ini, mereka membahas mengenai rencana Hana yang hendak melakukan sesuatu pada Rembulan.

Lagipula, di antara mereka bertiga, tidak ada yang menyukai perubahan Rembulan di rumah ini, terutama dengan perlawanannya yang selalu membuat Hana ataupun Hanina tak bisa berkutik. Mereka ingin membalikkan keadaan lagi, membuat siapapun selain mereka bisa bungkam dan menurut pada perintah. Apalagi Laila dan Rembulan yang kehadirannya jelas sekali tak diterima.

"Nenek bisa ngelakuin itu semua 'kan?" tanya Hana harap-harap cemas. Takutnya rencana brilian ini malah ditolak mentah-mentah oleh sang nenek.

"Bisa." Isabela menjawabnya dengan mudah. "Lagipula nenek setuju jika kalian melibatkan anak laki-laki itu, karena pengaruh utama gadis itu berubah ya karena dia. Anak blak-blakan dan gampang sekali mematahkan lawan."

Hana dan Hanina berpandangan. Mereka juga sadar jika pengaruh Agraska sangatlah besar untuk Rembulan yang sekarang. Andai kata Alvaro dan Alvano tetap menjaga Rembulan di sekolah dan Agraska tak memiliki tugas apapun untuk Rembulan, sudah dipastikan Rembulan tak akan berubah secepat ini. Gadis itu akan tetap menjadi gadis lugu, yang bahkan mudah sekali ditipu. Sayang sekali, rencana menjauhkan Rembulan dari para saudaranya berakibat buruk. 

"Nek, jangan lupa kalau Agraska ketua geng motor. Cowok itu gak akan gampang dijebak," ucap Hanina dengan tatapan yang ragu. Ia senang karena Isabela ingin terlibat dalam hal ini, ia juga senang jika dirinya sudah dipastikan tak akan banyak ikut campur, hanya saja kekhawatiran akan selalu mengikuti. Apalagi rencana mereka bukanlah rencana biasa.

"Iya, Nenek sudah banyak mencari tahu tentang dia sejak dia bertemu Nenek pertama kali." Melihat jam dinding yang hampir menunjuk angka sebelas, Isabela membuka pintu kamarnya. "Sebaiknya kalian cepat pulang, Reina nanti cemas jika anak-anaknya gak kelihatan di kamar."

Hana dan Hanina mengangguk, mereka beranjak dari kursi setelahnya memeluk Isabela singkat. Setelah mengucapkan terima kasih, keduanya keluar dari sana dengan langkah pelan agar tidak menimbulkan keributan di rumah yang sudah sepi ini.

"Hana, berarti kita harus lakuin ini sebelum Papa sama Om Anggara pulang." Hanina bersuara saat mereka melangkah menuju ke pintu utama. "Kalau nggak, lo tahu itu bakalan lebih berisiko."

"Iya, nanti gue bilang ke Nenek. Lagian rencananya juga udah gue susun hari sabtu ini," jawab Hanina lalu membuka pintu.

Hanina berhenti melangkah sejenak. "Terus, lo beneran mau libatin Agraska? Lo udah mikir gimana risikonya? Ngelakuin ini ke cewek murahan itu aja udah taruhan nyawa."

Hana mengibaskan sebelah tangannya dengan mudah. "Gue tahu banyak yang berpihak ke cewek itu, dan gue tahu Agraska punya anak buah. Tapi, gue tahu banget orang-orang suruhan Nenek juga gak akan kalah jumlah."

Setelah mengatakan itu, Hana langsung keluar dari sana. Sementara Hanina terdiam sejenak, ia berbalik untuk memindai keadaan rumah yang ternyata benar-benar sepi, tak ada tanda-tanda orang bisa mendengar percakapan mereka. Maka dari itu ia pun menyusul Hana keluar.

Tanpa kedua gadis kembar itu ketahui, sedari tadi Rembulan mengintip di balik tangga. Sayangnya Rembulan tidak terlalu jelas mendengarkan karena jarak yang cukup terpaut jauh. Ia hanya bisa mendengar nama Agraska disebutkan oleh dua gadis kembar itu. 

Ketauan jangan, ketauan jangan?

Oiyaa. Aku belum beberin semua kisahnya Agar nih, pelan-pelan aja. Soalnya Agar itu gak se-ceria dan se-asik itu💔

Jadi Agar itu banyak sakitnya.
Mamanya selingkuh, ayahnya bundir, abangnya dipenjara.

Sekarang Agar mau nyari kebahagiaan lewat Bulan. Apa bakalan berhasil?

Tim Agar Bulan kasih awan!
Tim Kuna Bulan kasih blueberry!

Continue Reading

You'll Also Like

65.7K 4.8K 52
Geng 'Serigala' adalah sebuah geng yang dipimpin oleh Samuel dengan khasnya sebagai pemimpin. Para murid-murid disana menyebutnya seperti karakter pr...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.2M 117K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
4.7K 970 49
Cinta mengenai memberi dan menerima Cinta mengenai kebahagiaan dan kesedihan Cinta mengenai rasa ingin memiliki dan membahagiakan Tetapi... Cinta...
401K 16.3K 35
[ Catania Series 1 ] • ALDEBARAN • ALTER GIRLS • CATANIA HEIR Kamu tau Aldebaran? Aldebaran adalah bintang paling besar yang ada digalaksi bimasakti...