My Disaster CEO

By AiraYM

8.3M 65.2K 576

[Tahap Revisi] Alicia, gadis kuliahan yang hidup di dua dunia. Di satu sisi, ia menjadi remaja kuliahan bias... More

1. A Quiet Life
2. Family
3. Accident
Sequel
Hola!
PENGUMUMAN
BACA FULL?

4. Rose

314K 11.6K 70
By AiraYM

“Cia, lo bisa dengar suara gue?” tanya Fian ketika melihat kelopak mata Alicia bergerak terbuka perlahan. Meskipun samar dan sangat pelan, Fian sangat senang. Buru-buru ia memencet bel untuk memanggil dokter. 

Ketika dokter datang, kedua mata Alicia terbuka sempurna. Perempuan itu mengerjapkannya sejenak, beradaptasi dengan cahaya. Wajahnya tampak bingung selama diperiksa oleh suster. Meskipun masih terasa sulit untuk bersuara, Alicia berusaha menanggapi pertanyaan dokter. 

“Keadaannya sudah membaik dibandingkan semalam. Nona Collins hanya perlu beristirahat dan perawatan intensif untuk luka-lukanya. Bila ada yang kalian butuhkan, silahkan panggil saya.” kata dokter menyelesaikan pemeriksaannya. 

Fian mengangguk sebelum kemudian kembali duduk di sisi ranjang Alicia. Setelah tim medis keluar, keluarga Alicia kembali duduk di dekatnya. Wajah khawatir mereka telah berganti dengan wajah bahagia. Alicia akan sembuh. 

“Lo tahu kesalahan lo, ‘kan?” tanya Fian tanpa memandang wajah Alicia. Sibuk mengupas apel. 

“Iya, kak. Maaf.”

Fian mengembuskan napas panjang. Alicia tahu betul gestur itu. Fian sedang berusaha meredam emosinya.
“Dengar, gue berusaha nggak memperpanjang masalah ini. Selama mobil lo diperbaiki, lo harus diantar Pak Budi kemana pun. Paham?”

Dari pada gue bantah, nanti makin runyam.

Alicia mengangguk pelan. “Iya. Maaf, ya.”

Tidak tega melihat Alicia dimarahi, Bunda menjewer telinga putranya. “Kamu, tuh, ya. Baru aja Cia sadar, kamu malah marah-marahin dia.”

“Aduh, Bun. Mana ada, sih? Fian tuh kasih nasihat ke Cia biar nggak lembur-lembur lagi. Seenggaknya, kalau mau lembur tuh dianter pulangnya sama Pak Budi.” Fian meringis sambil mengelus telinganya yang perih bekas jeweran. 

“Bagus, Ma! Sekali-sekali kak Fian tuh dimarahi. Jangan Key mulu!” seru Keyla semangat.

“Eh, berani-beraninya lo, ya. Awas aja, gue jejelin nih apel!” 

Keyla, haters apel, menjerit heboh. “Nggak mau! Oma, kak Fian jahat!”

Dari sini, Alicia menyadari kesalahannya. Ia membuat keluarganya khawatir. Sama seperti dua tahun lalu, ketika kedua orang tuanya mengalami kecelakaan mobil. Alicia kembali mendatangkan trauma itu kepada mereka. Untung saja ia selamat. Tidak seperti kedua orang tuanya yang pergi dalam waktu satu malam. 

Alicia merasa bodoh atas perilakunya. 

“Gimana, nak? Sudah enakan?” tanya Opa yang baru datang. Lelaki renta itu segera duduk di kursi yang sebelumnya diduduki Fian. 

“Sudah, Opa. Tinggal lukanya saja yang masih agak perih.”

“Lain kali berhati-hatilah. Opa takut sekali semalam.”

“Maaf, Opa,” kata Alicia sendu. “Aku janji nggak akan ulangi lagi.”

“Kamu punya sopir pribadi, ‘kan? Kalau terpaksa pulang malam, minta dijemput saja.” 

“Pak Budi kemarin sedang sakit. Aku suruh beliau istirahat saja.”

“Sudahlah, yang lalu biarlah lalu. Sekarang kamu istirahat saja, ya.” cetus Bunda memutus obrolan. “Oh ya, katanya nanti Kina jenguk kamu.”

Alicia hanya bisa mengangguk. Akibat kecelakaan semalam, seluruh badannya terasa remuk gara-gara benturan. Ditambah pula dengan luka-luka goresan di beberapa bagian membuat Alicia semakin lelah. 

Untuk sementara, Alicia akan beristirahat dari segala bebannya.

***

Malam harinya, Kina datang bersama Dava. Dengan membawa sekeranjang buah dan beberapa yoghurt kesukaan Alicia, mereka berjalan memasuki rumah sakit. Di tempat duduk dekat resepsionis, ada Fian sedang menunggu mereka. Berhubung ruang inap Alicia terjaga ketat, resepsionis tidak akan memberitahukan nomor ruangannya. Sehingga, Kina menyuruh Fian untuk mengantarkan. 

“Gimana keadaannya?” tanya Kina. “dia nggak kenapa-napa, ‘kan?”

Fian mendesah pelan. “Ya, dia baik-baik aja. Tadi siang dia udah sadar.”

Kina mengembuskan napas lega. “Syukurlah. Tuh anak emang, ya. Suka banget bikin orang khawatir.”

Fian hanya tertawa seadanya. 

“Eh, ngomong-ngomong,” celetuk Dava ketika mereka sampai di depan lift. Usai Fian memencet tombol, ia melanjutkan. “Gimana pelakunya?”

Seolah kesadaran bersama, Fian berdiri tegak. Selama ini ia hanya fokus pada Alicia. Ia tidak memikirkan pelakunya sama sekali. “Nggak tahu. Gue serahkan aja ke polisi. Gue lebih fokus ke Cia.”

Dava berdecak kagum, mengiringi langkah mereka bertiga memasuki lift. “Wow, murah hati banget lo. Kalau gue, udah pasti potong anunya dulu sebelum diserahin ke polisi.”

“Ih!” seru Kina kesal sambil memukul punggung Dava. Di dalam lift hanya ada mereka bertiga, tapi tetap saja ucapan Dava itu menjijikkan. 

“Apaan sih, dek?”

“Lo tuh yang apa-apaan. Disaring dulu, kek!”

“Padahal udah pake disamarkan, coba kalau gue frontal. Makin menjadi-jadi lo.”

Kina melotot kesal. “Gue tonjok lo, ya.”

Spontan, Dava bersembunyi di belakang Fian. Meskipun adiknya tidak mungkin bisa menonjoknya karena sedang membawa keranjang buah, tetap saja ia takut. 

“Ini di rumah sakit. Jangan ribut-ribut, ah.” Kata Fian melerai keributan. Bertepatan dengan pintu lift terbuka, mereka langsung berjalan keluar. Menyusuri lorong yang sepi. 

Kamar yang ditempati Alicia merupakan kamar kelas atas yang dikhususkan untuk kalangan penting. Wajar saja jika lorongnya tampak sepi pengunjung. Jika ada yang menempati salah satu kamar, maka akan terlihat bodyguard yang berjaga di depan pintunya. Selain itu, hanya ada suster dan dokter yang berlalu lalang. 

Sesampainya di kamar inap Alicia, Kina dan Dava disambut oleh Bunda. Kina cukup terkejut melihat hanya ada Bunda yang menemani Alicia. Ia pikir, ia akan bertemu dengan keluarga besarnya juga. 

Dari pintu masuk, tampak Alicia sedang duduk menikmati buah potong sambil menonton televisi. Perempuan itu mengalihkan perhatiannya pada Kina kemudian tersenyum lebar. 

Kina segera menghampiri Alicia lalu memeluknya cukup erat. “Lo bikin orang jantungan aja!”

“Maaf, dong,” balas Alicia sambil terkekeh. “Gue nggak kenapa-napa, tuh. Jangan sedih.”

Kina melepas pelukannya. “Tentu saja gue sedih, bego. Dava juga.”

“Lo nggak tahu seberapa takutnya gue. Gue pikir lo bakal pergi secepat itu, tahu nggak!” isak Kina dengan sesenggukkan. Wajar saja jika Kina menangis. Perempuan itu hanya punya satu teman perempuan selama ini, Alicia. 

Alicia segera mengelus kepala Kina dan memasang senyum terbaiknya. “Gue nggak akan pergi, kok. Nih, gue baik-baik saja, ‘kan?”

Kina mengangguk. Setelah merasa lega, Kina menghapus jejak air matanya dan duduk di samping Alicia. 
“Kina sama Dava sudah makan malam? Tante belikan makan, ya?” tawar Bunda tiba-tiba. 

Dava menoleh kaget. “Eh, nggak usah, Tante. Saya nggak lapar, serius.”

Saat itu juga, perut Dava berbunyi nyaring. Wajah Dava memerah seketika. Ditambah pula ditertawakan oleh Alicia dan Kina, duh, double malu!

Bunda terkekeh pelan. “Perut emang nggak bisa bohong, kok. Tante belikan saja, ya. Titip Alicia dulu.”

“Hati-hati, Tante.” kata Kina mengantar kepergian Bunda. Setelah Bunda pergi, Kina menoleh pada Alicia. “Ceritanya gimana, sih? Kok bisa ketabrak? Termasuk parah, lho.”

Alicia mendongak. Mencoba mengingat rentetan tragedi semalam. “Gue jalan seperti biasa. Waktu itu jalanan lancar-lancar aja, kok. Nggak macet juga. Di lampu merah itu, deh, tiba-tiba aja ketabrak. Kayaknya si pelaku melanggar lampu merah. Makanya, nabrak gue.”

“Pelakunya juga masih belum jelas,” sahut Dava. “Serem emang. Dan kagetnya, kakak lo malah lebih memilih diserahkan sepenuhnya ke kepolisian. Murah hati sekali.”

“Dari pada gue repot-repot ngurusin pelaku mending gue urusin adek gue kali,” balas Fian yang duduk di sofa. “Gue nggak secuek itu juga. Selalu gue pantau dari berita di TV.”

Fian mengganti channel televisi ke tayangan berita. Seperti sebuah konspirasi, berita Alicia sedang ditayangkan. Menampilkan rekaman kondisi TKP saat ini yang masih ditelusuri oleh polisi. Kondisi lalu lintas pun tampak mengalami kemacetan karena polisi masih mengolah TKP. 

“Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di perempatan lampu lalu lintas ini melibatkan Alicia Fransisca Collins sebagai korban. Diduga pelaku mengendarai mobil BMW hitam melaju kencang saat lampu merah menyala. Akibatnya, pelaku menabrak mobil Jazz yang dikendarai oleh CEO Collins Group, Alicia Fransisca Collins. Kecelakaan ini mengakibatkan kemacetan di TKP sejak kecelakaan terjadi. Tak ada korban jiwa dalam kejadian ini. Meski polisi tampak masih mengolah TKP, diduga polisi akan menutup rapat identitas pelaku.”

“Wah gila, gila. Kayaknya yang nabrak lo bukan orang sembarangan, deh,” celetuk Dava kesal. “Lo harus bertindak, Yan.”

Fian menoleh, lantas mengedikkan bahu. “Nggak, ah. Males tahu.”

“Demi adek sendiri pun lo nggak ada niatan gitu?”

“Doain aja pelakunya kena karma setimpal atau lebih.”

“Fian mah baik, nggak kayak lo, jahannam.” sahut Kina sadis. “Mending lo urus skripsi lo, gih. Minta bantuannya susah payah, jangan sampe lo sia-siain.”

Dava cemberut. “Bawel. Weekend waktu gue bersama Lily. Jangan ada yang ganggu gue.”

“Sok banget lo,” ledek Alicia dengan tawa. “Awas nanti malu-maluin di depan Lily. Nggak jago bahasa inggris.”

“Yeee, enak aja. Gue cuma nggak ahli di grammar,” sahut Dava santai. “Lily nggak bakal kerepotan sama gue. Syukur-syukur kalau gue bisa jadian sama dia. Aw aw!”

“Lily siapa, sih?” tanya Fian bingung. Satu-satunya yang belum pernah mendengar nama Lily.

Kina melengos pelan. “Masa nggak tahu? Bule di fakultas desainer kampus.”

Fian terdiam sejenak. Mengingat-ingat Lily yang dimaksud Kina. Seolah teringat sesuatu, Fian menyeletuk. “Oh, Lily yang itu. Itu, sih, temen gue yang gue bilang jago bahasa inggris. Lilyana Peterson.”

Alicia spontan terkejut. Peterson? Peterson yang itu?

“Ya iyalah jago, namanya juga bule,” kata Kina sinis. “tahu gitu mah harusnya lo bilang-bilang, kek. Biar gue nggak mempermalukan diri sendiri di depan dia.”

“Yakin banget gue bakal bantuin?” tanya Fian iseng.

Alih-alih Kina, Dava yang menjawab dengan aksen berlebihan. “Lo setega itu sama gue?”

Sebelum keributan terjadi, pintu ruangan terbuka. Menampilkan bodyguard Alicia sedang membawa bucket bunga mawar merah. “Permisi, saya mengantarkan kiriman dari resepsionis untuk Nona Alicia.”

“Dari siapa katanya?” tanya Alicia takjub. Sedikit grogi menerima kiriman bunga pertama dalam hidupnya. 

“Tanpa nama, Nona. Tapi resepsionis menjamin tidak ada bahaya di dalamnya.”

“Cieee, dapat kiriman mawar!” seru Dava heboh. “Lo seterkenal itu, ya. Nggak kayak adek galak gue.”

“Apa lo bilang?!”

Alicia menjatuhkan perhatiannya pada bucket tersebut. Mawarnya sangat cantik dan segar. Pasti baru saja dipesan oleh pengirim. Dari ukurannya yang besar, pasti mahal. Selain bunga mawar, ada kartu ucapan yang terikat di tangkai bucket. 

Get well soon, my dear.  

Continue Reading

You'll Also Like

250K 21.6K 65
[TAMAT] [FOLLOW DULU] Sama seperti judulnya, ini kisah kekebalan Kalista menghadapi Ical yang memprioritaskan sahabatnya, Safitri. "Gue cuma narik ra...
2.6M 26.2K 27
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
4M 65.1K 7
DELICIOUS D SERIES ( DDS ) - 4 Aku harus kabur dari rumah karena ibuku menjodohkanku dengan om - om gendut dan tua yang lebih pantas jadi kakekku. Ap...
5.9M 272K 57
[THE HOT MODEL] #2 in Romance [19 05 2017, 28 05 2017, 09 06 2017] #8 in Chicklit [01 04 2017] Bagi aktor sekaligus model papan atas seperti Giov...