AGASKAR 2 [[ AFTER MARRIED ]]

By nazieranff

4M 310K 321K

AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungk... More

ASKARAZEY ~ PROLOG
(1.) Agaskar Junior
(2.) Cuddle, Babe!
(3.) U're Mine!
(4.) Vakenzo's Family
(5.) Zeya Ngidam?!
(6.) Happy Wedding, Javas!
(7.) Obsessed or Love?!
(8.) Broken Home and Harmonious
(9.) Agaskar with Kuceh?!
(10.) Zeya Cemburu?
(11.) Salting?!
(12.) Wapresma VS Maba
(13.) Viral Bareng?!
(14.) Let's Deep Talk
(15.) Moment di Lautan Buku
(16.) Status yang Terancam?!
(17.) Idaman
(18.) Special Day
(19.) Sebuah Kesalahan
(20.) Salju yang Hangat
(21.) Private Talk
(22.) Menuju Reuni
(23.) Bermain-Main
(24.) Kondisi Baby
(25.) Terjebak Birthday Party
(26.) Siapa yang Kecewa?
(27.) Ada yang Ngambek!
(28.) Godaan Maut
(29.) Bujukan Non-Stop!
(30.) Aman atau Ancaman?!
(31.) Rival Misterius
(32.) Insiden Sirkuit Balapan
(33.) Car at Midnight
(34.) Malam yang Gila
(35.) Dark Family Dinner
(36.) Berusaha yang Terbaik
(37.) Pesona Suami Royal
(38.) Permintaan Berubah
(39.) Kamar Penantian
(40.) Dies Natalies
(42.) Mendadak Asing
(43.) Rindu dibalik Maaf
(44.) Cinta dibalik Gengsi
(45.) Hukuman atas Kesalahan
(46.) Membaik atau Memburuk?
(47.) Agaskar, Arazey, dan Althea
(48.) Menciptakan Kenangan
(49.) Ditinggal Sementara
(50.) Long Distance Marriage

(41.) Nisan tanpa Nama

44.8K 5.3K 9.8K
By nazieranff

Harga penulis melalui feedback berupa vote serta comment. Jika ingin ceritanya lekas terus di updated, jangan lupa tembuskan targetnya, xixixi. WARN! ADA SEKITAR 1000+ KATA, SEMOGA TIDAK BOSAN.


Diharapkan jangan siders. Karena satu bintangmu itu sangat berharga untuk menghargai waktu, energi, dan tenaga penulis🖤🖤🖤

TARGET--3,5RIBU VOTE DAN 7 RIBU COMMENT UNTUK NEXT?!

ABSENN DULUU, SPILLL KALIANNN DPT THR BERAPAA NICHH LEBARAN KEMARIN?
•••••••••••

HAWOO PASREMOYY SEMUAA😻YUHUWWW SESUAI TARGET AKU UPDATE LAGI, ANW MINAL AIDIN WAL FAIDZIN YA, MOHON MAAF LAHIR BATIN SEMUAA🥹🩷
••••••••••••••••

"Dari dulu keinginanku terpenuhi selalu, hanya denganmu lah pertama kali aku merasakan bagaimana keinginanku menjadi debu."
-Agaskar Vakenzo Delvan-
••••••••••••••

"Maksud Dokter, apa? Istri saya masih baik-baik aja kan, Dok?" Agaskar mengguncang kedua tangan dokter Galih.

"Maafkan saya, Pak Agaskar. Hanya salah satu nyawa yang bisa diselamatkan, untuk janinnya.... Bu Zeya mengalami keguguran pada masa kehamilan 13 minggu."

Satu tetes air mata Agaskar mengalir menghantam pipinya, salivanya tercekat di ujung tenggorokan. Rasanya ia sulit menerima apa yang baru saja sang dokter sampaikan.

"Saya turut berduka cita, Pak Agaskar. Hanya ibunya yang bisa diselamatkan," ujar dokter Galih.

Agaskar menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tertawa hambar. "Nggak, nggak mungkin. Dokter pasti bohong, kan? Anak saya masih bisa selamat kan, Dok? Udah mau 5 bulan, Dok."

Agaskar mengguncang tubuh dokter Galih beberapa kali, itu membuat pria paruh baya berpakaian serba putih hanya menghela napas panjang.

"Saya akan memberikannya nanti, hasil kuretan yang telah kami keluarkan. Agar anak Bapak bisa dimandikan dan disholatkan sebagaimana mestinya."

Tangis Agaskar pecah seketika di lorong VVIP tersebut, punggungnya bersandar di tembok dengan pasrah hingga berjongkok.

"ARGGGHHHHHHHHHH!!!!" erang Agaskar.

BUGGGHHHHH BUGGGHHHHHHH BUGGGHHHH!!!

Kepalan tangan Agaskar menghantam tembok beberapa kali hingga menimbulkan bercak cairan merah, menunjukkan seberapa terpukulnya ia atas kehilangan calon anaknya.

Detik berikutnya,, Agaskar mencoba menghubungi orang tuanya melalui sambungan telepon beberapa kali yang tak kunjung diangkat.

"Mamoyy Papoyy angkat sekarang!!!" monolog Agaskar penuh harap.

Lelaki itu tak lupa memberikan rentetan pesan sembari terus menghubungi Selina dan Hugo selaku orang tuanya untuk datang ke rumah sakit sekarang, hingga setelah beberapa kali percobaan, barulah telepon itu ada jawaban.

"Hallo Bang, what are—"

"Ke rumah sakit sekarang, Mamoy! Anak Agas meninggal," potong Agaskar cepat.

"W-What?! Are u serious?! Astaghfirullah, g-gimana bis—"

Agaskar memejamkan matanya dalam-dalam seraya sesenggukan. "Kesini aja, biar besok ngurus pemakamannya."

"Innalillahi, Papoyy!! Ayo kita ke rumah sakit sekarang, Bang Agas sharelok ya ini Mamoy sama Papoy otw sekarang."

"Z-Zeya keguguran Mamoyyy....." Pada kalimat inilah Agaskar benar-benar lemas tak berdaya, air matanya terus mengalir deras.

Ponsel yang tadinya menempel di daun telinga harus terlepas begitu tangannya melemas hanya sekadar menginfokan apa yang terjadi dengan sang istri.

"ANJINGGGG!!! KENAPA HARUS SESAKIT INI..."

Seketika memori Agaskar terputar dimana beberapa jam lalu ia mengangkat tubuh Zeya yang sudah bersimbah darah, dan menjadi pusat perhatian di acara dies natalies tadi.

Dengan langkah yang lunglai, Agaskar mencoba bangkit dan berjalan masuk ke dalam ruangan dimana Zeya baru selesai melakukan operasi.

Seorang Agaskar, tidak pernah tegang, tidak pernah lemah, tidak pernah juga gemetar jika harus berhadapan dengan musuh yang akan melukainya.

Hanya di hadapan Zeya, sosok yang ia tampilkan sebagai ketua geng motor itu padam. Seolah disembunyikannya di tempat yang lain, ia memperlihatkan bagaimana kesiapannya menjadi seorang ayah.

"K-Kak...." panggil Zeya yang baru bangun langsung berderai air mata sama halnya dengan Agaskar.

"Nggak usah nangis, Zey. Nggak guna, anak kita udah nggak ada," celetuk Agaskar mendekati Zeya yang terbaring dengan infus di atas brankar.

"Kak... maafin gue...." lirih Zeya mencoba meraih tangan suaminya.

Agaskar menjauh, ia menepis. Namun lelaki itu tetap memilih duduk di samping Zeya untuk deeptalk dengan sang istrinya. "Setega itu lo, Zey? Ngelanggar larangan gue?"

"Kak Agaskar... Dengerin penjelasan gue dulu, ya. Gue bisa jelas—"

"Apalagi?" potong Agaskar, nadanya sangat rendah seakan menunjukkan ini adalah titik terlemahnya. "Gue kan udah bilang apa pun yang terjadi jangan pergi sebelum gue pulang."

Zeya menangis sesenggukan, ia mengangguk. "Gue tahu itu, t-tapi ada orang yang ngabarin lo kecelakaan di dekat area kampus. Makanya gue langsung pergi sama Aboy 2."

"Ya terus kalau lo tahu itu yang kecelakaan bukan gue, kenapa lo nggak nyari Aboy 2 lagi, hah?! Kenapa lo malah pergi sama si dosen bajingan itu?!"

"Suka lo sama dia? Nggak sekali aja gue lihat lo bareng sama dia."

"Aboy 2 nyariin lo, Zey. Sampe dia nelepon gue berkali-kali buat mastiin berita kecelakaan itu bener atau nggak."

"Lo kemana?! Lo malah pergi ke dies natalies anjinggggg!!!" Suara Agaskar menaik satu oktaf, ruangan pun menggema menerima perdebatan mereka.

Zeya tak menyerah mencoba meraih tangan Agaskar, dengan punggung yang bertempel infus ia terus bergerak untuk meraihnya. "Kak... Gue tahu gue salah, gue minta maaf..."

"Nggak guna maaf lo, Zey. Anak kita udah nggak ada," lirih Agaskar menyahut. "Lo tahu kan seberapa penginnya gue punya anak?"

Agaskar mengusap air matanya yang terus turun. "Soal bikin itu gampang, Zey. Kita nikah dari 2022, baru sekarang bisa punya anak, kan? Tapi lo nggak bisa jaga kandungan lo bikin Tuhan nggak mempercayai kita punya anak!"

"Gue kurang apa, Zeya......" Tangan Agaskar menggenggam kuat sembari menunduk sedalam-dalamnya.

"Kakkk....." Zeya menggeleng-gelengkan kepalanya, "Maafin gue, Kak... Maaf please... Maafin gue, gue nyesel, Kak."

"Gue rela keluar geng motor Wolviper demi lo, Zey, gue rela mundur jadi ketua mereka demi lo. Gue milih lo, Zey. Gue juga udah keluar dari sirkuit balapan, dan gue bilang bakal keluar juga dari BEM setelah masa skorsing gue selesai."

"Semuanya gue lakuin buat lo apa itu masih kurang?!" Agaskar menatap Zeya dengan nanar.

Zeya kembali menggelengkan kepalanya, ia dihantam rasa penyesalan yang begitu besar atas kejadian ini. Apalagi nyeri di bagian perutnya setelah dikuret begitu perih.

"Gue bilang, kalau lo keguguran gue nggak jadi masalah. Asal lo nurut sama kata-kata gue—"

"Gue cuman khawatir sama lo, Kak. Istri mana sih yang nggak khawatir denger suaminya kecelakaan?" Zeya memotong kalimat Agaskar lebih dulu.

"Gue paham, Zey." Agaskar mengangguk. "Tapi setelah lo tahu di tempat kejadian itu bukan gue yang kecelakaan, kenapa lo terusin buat pergi ke acara itu?"

"Lo tahu? Dress ini gue beliin dari Belanda spesial buat lo, keluarannya cuman ada 1. Tapi lo nodai dengan insiden ini yang bakal selalu gue inget, Zey...."

"Kak Agaskar, maafin gue...." Hanya itulah kalimat yang bisa Zeya berikan berulang kali pada suaminya.

Agaskar menarik napasnya panjang, ia mencoba meredakan tangisnya dengan mengusap pipinya yang basah karena air mata. "Sekarang gue percaya, kalau lo emang nggak mau punya anak."

DAMN!!!! Mulut Zeya terbuka lebar perlahan mendengar penuturan Agaskar barusan, matanya mengerjap beberapa kali.

"Kak.... Kak gue bisa jelasin soal itu, Kak!!" Zeya memekik disaat Agaskar bangkit dari kursi dan berjalan menuju keluar.

"KAK AGASKARRRRR!!!" panggil Zeya, namun lelaki itu tak menggubrisnya sama sekali, hanya berjalan nanar hingga keluar dari ruangan.

Mungkin seandainya bisa berjalan, Zeya pasti akan mengejar dan menahan langkah lelaki tersebut. Tapi kali ini, Zeya hanya mampu menangis sesenggukan penuh penyesalan.

"Darimana dia tahu soal itu?" gumam Zeya bingung.

•••••••••••••

Kedua mata yang tadinya terpejam itu perlahan-lahan terbuka, aroma obat menyerbak kemana-mana di seluruh ruangan, sinar matahari pun menembus ventilasi kamar.

Indera pendengarannya menangkap jelas bagaimana isak tangis yang pilu membuat pandangannya langsung menoleh pada sumber suara, Zeya terkejut sekaligus heran dengan apa yang ia lihat.

Hari ini adalah hari pertamanya dirawat di rumah sakit, mungkin membutuhkan waktu kisaran dua minggu hingga Zeya bisa pulih seperti semula.

"Bi Sakura?" panggil Zeya dengan nada pelan. "Bibi... Bibi kenapa nangis?"

Di pojok ruangan, Bi Sakura sudah berderai air mata dengan isak tangis yang sesenggukan sembari menggenggam ponsel di tangannya. Usai dipanggil, ia pun mendekat pada sang majikan.

"Nonn.... Nona Zeya yang kuat, ya. Bibi bakal selalu ada buat Non Zeya," celetuk Bi Sakura mengusap pucuk kepalanya.

"Bibi kenapa nangis? Ada apa, Bi?" tanya Zeya.

Bi Sakura menggenggam tangan Zeya kuat, seolah ingin mengalirkan ketenangan agar majikannya tersebut tidak cemas. "Non, Bibi sakit banget lihat Non Zeya kayak gini."

"Bibi baru aja dapat kiriman dari Nyonya Selina, bagaimana pemakaman anak Non Zeya. Udah disalatin juga sama Den Agaskar, tangisnya Den Agaskar itu duh... nyayat hati banget, Non. Bibi nggak kuat."

"Jangankan Bibi ya, Mang Roki yang udah jadi ART nya Den Agaskar dari kecil aja katanya baru ini lihat Den Agaskar nangis sekenceng itu. Di depan makam anaknya."

Mendengar penjelasan itu, genggaman jemari Zeya pada lengan Bi Sakura lantas menguat, kedua matanya berkaca-kaca sembari menggelengkan kepala.

"Bi... cukup... Aku nggak sanggup dengernya," tutur Zeya. "Aku ngerasa bersalah banget sama Kak Agaskar, Bi. Aku udah nyakitin dia."

Bi Sakura pun menggeleng. "Nggak, Non. Ini takdir, jangan nyalahin diri Non—"

"Emang salah aku, Bi. Harusnya aku nurut kata Bibi buat nggak ketipu sama kabar palsu aku, bener apa yang Kak Agaskar bilang, harusnya setelah itu aku nyari Aboy 2 untuk pulang. Bukan malah ikutin kata dosen aku buat ke acara dies natalies."

Mata Bi Sakura terpejam kuat mengalirkan air mata yang begitu deras, ia dipinta oleh Agaskar menjaga Zeya selama dirawat di rumah sakit ini dan memenuhi kebutuhan istrinya.

"Bibi tahu, sayang. Tapi bagaimana pun ini semua sudah takdir, terima dengan ikhlas, ya," ujar Bi Sakura mencoba menenangkan.

Zeya terus menggelengkan kepalanya tiada henti. "Ikhlas nggak buat Kak Agaskar nggak kecewa sama aku, Bi. Dia marah banget, dia pasti bakalan benci aku..."

Kenop pintu secara tiba-tiba terbuka, mengejutkan Bi Sakura dan juga Zeya secara bersamaan. Itu adalah Selina dan Hugo, mertuanya Zeya yang datang usai pemakaman selesai.

"ZEYAAAA!!!" panggil Selina yang harus bergegas menghampiri sang menantu yang tengah terbaring lemah di atas brankar.

Disusul oleh Hugo yang baru saja menutup pintu ruangan, pria paruh baya yang mengenakan kemeja hitam berduka itu menarik napasnya panjang, menahan air mata yang berada di ujung mata dengan jempol dan jari telunjuknya.

Pelukan sang mertua yang penuh kehangatan membuat Zeya tak sanggup untuk menahan genangan air mata, tangisnya pecah begitu saja "Mamoyy.... Maafin Zeya, Ma..."

Selina mengelus rambut Zeya dengan begitu tulus, air matanya kembali turun usai ia keluarkan di pemakaman tadi. "Sayangnya Mamoy, menantunya Mamoy... U're strong dear, don't blame urself."

Kepala Zeya menggeleng. "Nggak bisa, Mamoy. Ini semua terjadi karena kecerobohan dan kebodohan Zeya, Zeya minta maaf."

Zeya berulang kali mengecup punggung tangan Mamoy, tubuhnya yang masih lemah itu hanya bisa menyambut kedatangan sang mertua dengan berbaring di atas brankar.

"Karena ulah Zeya, cucu yang kalian idam-idamkan itu udah nggak ada. Maafin Zeya, Mamoy, Papoy... please... ini bakal jadi penyesalan terbesar seumur hidup Zeya..."

Selina mengangguk-anggukkan kepalanya paham. "Yes, dear. Mamoy understand that, ini semua udah takdir Tuhan ya, kita harus bisa ikhlas."

"Tapi Kak Agaskar nggak mungkin bisa semudah itu untuk ikhlas, Mamoy..." balas Zeya sesenggukan. "Dia kecewa banget atas kejadian ini."

"Kecewa itu pasti, tapi kita yakin Agaskar bisa ikhlas nantinya. Pelan-pelan, pasti bisa," ujar Hugo menambahkan. "Kami juga pernah mengalaminya, Arazey."

Zeya terdiam sejenak, begitu mendengar apa yang Hugo katakan. "Kami pernah kehilangan anak pertama kami juga sama seperti kalian," ucap Hugo membuat Selina menoleh.

Detik berikutnya, Selina mengangguk mengiyakan ucapan sang suami. "Mereka kembar, mereka adalah kakaknya Agaskar. Saya juga tidak tahu kenapa ini bisa terjadi, apakah ini sebuah kutukan untuk keluarga kami atau bagaimana," urai Hugo.

"Orang tua saya juga pernah keguguran, saya pun seharusnya anak kedua. Tapi ibu saya keguguran pada waktu itu, dan Mamoy juga pernah mengalaminya sebelum ada Agaskar. Sekarang, kami sangat sedih ketika tahu bahwa itu terulang kembali pada kamu dan Agaskar."

Ruangan hening, mendengarkan Hugo bercerita sepanjang lebar ini dengan serius. Pria paruh baya itu rupanya ikut merasakan duka yang teramat dalam karena cucu yang gagal lahir.

"Maka dari itu ketika kami tahu bahwa anak kedua kami laki-laki selepas keguguran anak kembar kami, kami sangat bahagia. Keinginan Agaskar sedari kecil selalu kami penuhi, kami ikuti, tidak ada satu pun keinginan dia yang terlewati."

Hugo tersenyum kecil. "Semuanya saya limpahi dengan kemewahan karena selagi saya punya pasti akan saya kasih. Tapi dibalik itu saya juga mengajarkan banyak hal untuknya, seperti bagaimana cara menghrgai dan memperlakukan perempuan, berjuang dengan kerasnya ujian hidup, semuanya saya ajarkan."

"Tapi sepertinya..." Hugo menggantung ucapannya sejenak, lalu melirik pada sang menantu. "Sekarang untuk memberikan Agaskar pengertian itu sangat susah, dia begitu kecewa."

Selina menunduk sendu. "Kami tahu itu, Zeya. Walau dia belum cerita, tapi kami tahu kondisi hatinya yang hancur itu gimana, dia sekarang lagi nggak bisa diganggu."

Perempuan yang terbaring di brankar itu meneguk salivanya pelan. "Apa Kak Agaskar tahu soal keguguran di keluarganya yang selalu terjadi kea nak pertama?"

"Tentu," jawab Hugo spontan. "Agaskar tahu semuanya, tahu tentang bagaimana kutukan yang terjadi itu secara turun temurun. Makanya dia punya harapan ingin memiliki anak perempuan, mungkin secara tidak langsung kutukan bisa saja terhenti di anak perempuan."

"Karena sejauh ini, yang mengalami hal itu seperti saya, pasti laki-lakinya dari pihak keluarga kami," final Hugo membuat jantung Zeya berdebar kencang.

"Kami sebagai orang tuanya saja tidak bisa menghentikan kelakuannya yang sudah terlanjur bergabung dalam geng-geng motor semacam itu. Tapi dia mau berhenti karena permintaan pasangannya, itu sudah sangat bagus. Saya merasa bangga didikan saya berhasil."

"Cuman, hati dia lagi kecewa aja sekarang, sayang. Sabar, ya... Ujian ini pasti bisa kalian lewati, kok," timpal Selina meyakinkan.

BRUKKKKKKKKKK!!!!

Pintu ruangan tiba-tiba terbuka dengan dobrakan yang cukup mengejutkan seluruh orang yang ada disana, itu adalah Agaskar yang datang dengan raut wajah datar.

"Nggak usah drama, bilang aja lo nggak mau punya anak dari gue, Zey."

"Agaskar!!!" Hugo langsung menyela.

"Emang fakta, Pa!! Tanya aja sama orangnya, makanya dia sengaja pasti ngebuat kandungannya lemah secara halus. Biar ada alasan dia keguguran!!!" cecar Agaskar.

Tubuh lelaki itu ditahan oleh sang ayah agar tidak menghampiri istrinya yang masih terbaring lemah disana, Selina memeluk erat Zeya yang semakin menangis mendengar ucapan Agaskar.

"Kak... Apa karena lo udah tahu semuanya itu, hp lo kemarin pecah?!"

Kedua tangan Agaskar mengepal, emosionalnya benar-benar meningkat selepas pemakaman calon anaknya selesai. Urat lehernya menegang, menatap Zeya penuh kebencian.

"LO PEMBUNUH, ZEYYY!!!" pekik Agaskar. "KENAPA LO NGGAK BILANG DARI AWAL KALAU LO NGGAK MAU PUNYA ANAK, HAH?!"

"KENAPAAA LO MALAH CURHAT SAMA MANTANN LO!!!" Suara Agaskar meninggi dengan amarah yang berapi-api.

"Agaskar, cukup! Tahan emosi mu, istrimu juga lagi hancur karena kehilangan anaknya," tutur Hugo meredakan situasi.

Agaskar tertawa miring. "Kehilangan? Hancur? Ada ibu kandung yang nggak menginginkan anaknya itu ngerasa hancur dan kehilangan, hah? Nggak usah drama lo."

"SENENGG KAN LO, ZEYY?! SENENG KAN LOO ANAK KITA UDAH NGGAK ADAAA? FUCKKK!! GUE BENCI SAMAAAA LOOO!!!" tukas Agaskar, napasnya naik turun.

"Sayang, look at me. Tatap Mamoy, dengerin." Selina menangkup kedua pipi Zeya yang ketakutan mendengar emosi Agaskar.

"Bener, apa yang dibilang sama Agaskar kalau kamu yang nggak mau punya anak?"

Mata yang banjir genangan air itu pun menatap nanar wanita yang ada di hadapannya, Zeya meneguk salivanya kasar sebelum menjawab dengan sebuah anggukan.

"Iya, Mamoy. Maafin Zeya...."

Sudut bibir Agaskar terangkat, beriringan dengan rasa terkejutnya Selina dan Hugo yang berusaha membela sang menantu dari kemarahan anak mereka yang sangat berapi-api.

"Zeya? Are you serious?" Selina syok mendengarnya.

•••••••••••

"Agaskar."

"Kar, Kar bangun, Kar!" Savion menepuk-nepuk pelan bahu dan pipi Agaskar secara bergantian.

"Kar, bangun," ujar Arhez menambahkan.

Keduanya sudah cukup lama mencoba membangunkan lelaki itu agar sadar, apalagi situasi hari mulai mendung, awan tak bersahabat hari ini.

Sang empu pun perlahan-lahan membuka matanya, mata yang tajam itu berubah menjadi sayu, sendu, dan sembab akibat banyaknya cairan bening yang dikeluarkan. Agaskar terbangun dari tidurnya.

"Kar, pulang. Lo udah semalaman tidur di depan makan anak lo. Lo ngadepin hujan dan badai disini udah hampir 2 hari," imbuh Savion.

"Zeya masih di rumah sakit, Kar. Dia mungkin butuhin lo," tambah Arhez.

Mata Agaskar memerah, menatap kedua temannya secara bergantian. "Emang gue penting buat dia?"

"Kalau gue pulang, anak gue bakal kembali nggak Sav, Hez? Kalau iya, gue bakal pulang," tutur Agaskar bertanya lirih.

DAMN! Pertanyaan itu membuat Savion dan Arhez merasa dihantam rasa nyesak bertubi-tubi, pasalnya mereka adalah saksi bagaimana sedihnya seorang Agaskar ketika mengetahui bahwa istrinya keguguran.

"Kar, udah Kar. Ayok kita pulang," ajak Savion mencoba merangkulnya, namun Agaskar langsung menepis tangan Savion dari pundaknya. "Ikhlasin, Kar."

"Gue masih pengin disini, Sav... Gue masih kangen anak gue," jawab Agaskar, tatapannya kosong seperti tak ada harapan hidup.

Arhez ikut menghela napasnya panjang. "Kita tahu lo pasti terpukul dan sedih banget, Kar. Kita juga ikut ngerasainnya, tapi jangan terlalu larut—"

"Masalahnya ini nggak akan terjadi kalau Zeya mau nurut sama gue, Hez. Ini juga nggak akan terjadi kalau Zeya bilang nggak mau punya anak dari gue."

"Hah? Anying?! Seriusan lo?" Savion yang mendengar itu syok bukan main, ia ikut duduk di samping Agaskar yang berhadapan dengan makam sang anak. "Masa iya Zeya nggak mau punya anak."

Air mata Agaskar memang sudah mengering, tak mengalir lagi. Namun terganti oleh kekecewaan yang bertubi-tubi, hingga ia tak sadar bahwa sudah hampir 2 hari di pemakaman ini.

Dengan baju yang sama, Agaskar tak peduli ada banyak pasang mata yang datang ke makam lain untuk mengunjungi rekan mereka mengarah padanya. Yang ia pedulikan sekarang adalah kondisi hatinya.

"Gimana ceritanya si Zeya nggak mau punya anak? Dia udah ngandung hampir 5 bulan anak lo gitu," timpal Arhez ikut penasaran.

Senyum miring Agaskar tercetak. "Itu karena udah terlanjur, dia tahu gue pengin banget punya anak. Tapi dia sendiri rupanya nggak menginginkan itu."

"Cerita pelan-pelan, Kar. Biar lo bisa lega, abis ini kita pulang. Gue sama Arhez disuruh Tante Selina sama Om Hugo buat bujuk lo, karena mereka udah coba ngajak lo pulang tapi lo nggak mau," tukas Savion.

Secara perlahan-lahan, pandangan Agaskar beralih pada sang empu. Savion yang ditatap oleh mata yang tajam itu pun sampai meneguk salivanya kasar, ia cemas.

"Lo bener, Sav. Gue keluar dari geng motor Wolviper dan mundur jadi Ketua itu buat Zeya dan demi anak kami, tapi dia hancurin semuanya," imbuh Agaskar. "Dia kubur dalam-dalam harapan gue."

"Terus, maksud lo Zeya nggak mau punya anak itu, gimana?" tanya Arhez mengingatkan.

Agaskar pun langsung mengeluarkan ponselnya, terlihat ada banyak notifikasi pesan dan telepon dari banyak orang yang tak sempat ia jawab, hingga ada menyelip tiga pesan yang menarik perhatiannya untuk membuka.

Kang Tomo
14:23
Mas agaskar ini pesenan nisannya sdh jd, mau diantarkan kpn mas?
Nisan ny tnp nma kan pesennya
Sy turut berduka cita ya mas atas kehilangan calon bayinya

Membaca tiga pesan itu berhasil membuat Agaskar kembali menitikkan air matanya dengan deras, kepala lelaki itu mendongak dengan sesenggukan.

Arhez dan Savion yang menyaksikan itu benar-benar sangat prihatin, baru kali ini mereka melihat sang ketua begitu terpuruk melebihi kehilangan orang yang disayanginya dulu.

"Kar.... Ikhlas aja, lo kuat, anak lo ahli surga. Dia pasti udah tenang disana, Kar," tutur Savion mengusap pundak Agaskar.

"Gue baru ini lihat Agaskar nangisnya kayak terluka banget, melebihi waktu dia pas kehilangan Aessy pas itu," bisik Arhez di dekat telinga Savion.

Sikut Savion menyenggol ke lengan Arhez. "Iyalah buset, Aessy kan orang lain. Ini anaknya sendiri, darah dagingnya. Apalagi dia bilang si Zeya nggak mau punya anak, apa nggak makin sakit tuh, anying."

Dengan berderai air mata dan tangan yang gemetar, jemari Agaskar mencoba mengetik di atas keyboard dengan tenang. Bar ponselnya sendiri sudah menunjukkan daya rendah.

Agaskar Vakenzo
14:30
Skrg aja pak, sy tnggu

Usai mengetik pesan itu hingga terkirim, kedua tangannya langsung menumpuk di atas permukaan lutut, kepalanya ia tenggelamkan di atas tumpukan kedua tangan tersebut.

"Padahal bulan ini gue udah mau pesen jasa buat gender reveal, Sav, Hez. Gue udah nggak sabar buat USG lagi, biar tahu jenis kelamin anak gue. Gue udah nungguin moment dimana gue meluk Zeya sambil penuh rasa terima kasih."

"Tapi kenapa yang gue pesen justru nisan tanpa nama buat anak gue?! Lo berdua tahu kan seberapa hancurnya gue?"

Arhez dan Savion menganggukkan kepala secara bersamaan, mereka sendiri membuang napas berkali-kali untuk menahan tangis karena mendengar isak dari Agaskar yang begitu pilu.

"Gue iri sama Javas, anaknya lahir sehat dan sempurna ke dunia ini. Kenapa gue nggak bisa? Kenapa gue sesusah itu?!"

Lirih dan menyakitkan, suara Agaskar yang parau dan sesenggukan itu sangat jarang mereka dengar sebagai sahabat Agaskar yang sudah bersama hampir 7 tahun lamanya.

Hanya karena berhadapan dengan sebuah makam kecil, ketua geng motor yang terkenal galak, kasar, kejam tanpa ampun itu mampu menangis hingga matanya sembab dan bengkak kemerahan.

"Ingus lo, Sav, jangan lap ke baju baru gue," tegur Arhez melirik ke arah sang empu yang ingin bersandar.

Mendengar itu, sontak Savion langsung mendorong kasar tubuh Arhez. "Diem bego, temen lu lagi sedih juga, gue ingusin juga nih baju lo," kesalnya dengan nada rendah agar Agaskar tak mendengarnya.

"Kar," panggil Savion. "Coba cerita maksud lo si Zeya tadi yang nggak mau punya anak itu gimana? Siapa tahu kita bisa kasih solusi."

Cukup lama Agaskar diam, dan butuh waktu bagi Savion dan Arhez menunggu jawaban pasti dari Agaskar untuk bercerita, hingga akhirnya lelaki itu mau berbuka suara.

"Lo dengerin aja rekaman ini," ujar Agaskar kemudian memutarkan sebuah rekaman dari ponselnya yang berdurasi hampir dua menit.

Savion dan Arhez pun mendengarkannya dengan seksama, mereka sudah tak peduli dimana lokasi mereka sekarang, rasa merinding hilang tergantikan dengan rasa sedih dimana sahabat mereka kehilangan anaknya.

"Tapi kenapa kamu nggak mau punya anak dari Agaskar, Zey? Dia kan suami kamu."

"Aku tau Kak Wave, dia suami aku. Maksud aku, kalau aku hamil pasti itu bakal menganggu Aku banget nantinya waktu jadi maba."

Wave tertawa. "Nggak, lah. Emang kamu mau ngapain jadi ngira kehamilan kamu itu mengganggu?"

"Aku mau aktif organisasi, aku mau membekali diri aku penuh prestasi. Tapi masalahnya Kak Agaskar tuh pengin banget tau punya anak, jadinya aku nggak bisa nolak."

"Kenapa Kamu nggak bilang soal ini ke Agaskar?"

"Aku takut, aku pasti nyakitin dia kalau bilang gitu. Umur gue masih 20 tahun juga, gue rasa masih terlalu muda buat punya anak."

"Nggak, lah. Pas aja, mungkin emang lo nya belum siap punya anak, Zey."

"Itu Kak Wave tau."

"Tau lah, nggak mungkin aku nggak kenal mantan pacar aku kayak gimana."

"Makasih ya, Kak. Maaf udah nyakitin hati kamu, aku tinggal nikah gitu aja."

"Nggak papa, nggak usah khawatir soal aku yang menikmati masa life after break up sama relapse, yang penting kamu bahagia sama suami kamu sekarang."

"Kamu temen curhat terbaik aku, Kak Wave."

"ANYINGGG COKK?! AMA WAVEEEE?!" Savion syok bukan main sampai memegangi dadanya. "Udah-udah cukup, Kar. Nggak sanggup gue."

"Anjir, seriusan itu sama Wave?" Arhez pun sampai tercengang.

Agaskar tertawa hambar. "Gue udah denger sampai akhir, 5 menit rekaman ini bikin gue sakit sampai hp gue pecah. Kenapa dia harus curhat sama mantannya?"

"Apa Zeya belum move-on ya dari Wave? Anying emang tuh cewek, udah nyuruh Agaskar keluar dari Wolviper malah dia nya yang bertingkah," celetuk Savion membela.

Tak lama berselang, ponsel Agaskar mati karena daya baterainya yang telah habis. "Gue bakal balik ke Wolviper, kayak awal. Anggep pernyataan gue kemarin nggak ada."

Agaskar kemudian menoleh pada Savion dan Arhez. "Kita seneng-senengin diri di markas atau clubbing setelah ini, kita adain balap motor, sama kita adain taruhan. Gue bakal beli banyak alkohol buat anak-anak."

••••••••••

GIMANA MENURUT MU TENTANG BAB KALI INI???

ADAAA YANG KETAWAA KEKK AKUU??😁😁SENYUM PEPSODENT DULU GAIS

MENURUTT KALIANNN SIAPAA YANG SALAHH DISINI? APAKAH ZEYA? APAKAHH AGASKAR?😳😳

INI BELUM ENDING YA MISKAH, TENANG AKU SUDAH SIAPKAN ENDING YG TERBAIK UNTUK KELEAN🤭🫣

SPOILER BAB SELANJUTNYA? HANYA ADA DI agaskarstory.ofc dan @ofc.wolviper . Jangan lupa join broadcast channel nya juga di instagram biar dapat info selalu.

Apa yang mau disampaikan sama Agaskar?

Apa yang mau disampaikan sama Zeya?

Apa yang mau disampaikan sama Mamoy Papoy?

Apa yang mau disampaikan sama Wave?

SIAP MELIHAT KELANJUTAN NASIB RUMAH TANGGA MEREKA? SPAM  "🤕" SEBANYAK-BANYAKNYA YAA. UPDATED BERGANTUNG DI TARGET...

TIDAK ADA AKUN INSTAGRAM LAIN SELAIN DI BAWAH INI:
@nazieranff
@agaskarstory.ofc
@wolviper.ofc
@pasmoy.ofc

ROLEPLAYER ACCOUNT ACTIVE:
•@agaskarvakenzo
••@arazeyhelthea
•@pangeranjavas
••@surganyaallah17
•@galenfaldevion
••@vandahavrielles
•@savionragasvara
••@ansleyarcellin
•@arhezalkanders
••@soniafabiannexy

•••@waveravedson
••@aessyrazelina
•••@vanoriswilder
••@irishzeverly

[[ JANGAN LUPA REKOMENDASIKAN JUGA CERITA INI KE TEMAN, KELUARGA, KERABAT DAN SAHABAT MU. VOTE, COMMENT AND SHARE CERITA INI SEBANYAK-BANYAKNYA❤️‍🔥]]

~~Jum'at, 12 April 2024 (3953 kata)

Continue Reading

You'll Also Like

568K 77.6K 26
(SELESAI) Karena ada yang layak diingat, meski banyak yang patah di sebuah rumah. Bagian dari Loversation untuk Ardan.
70.4K 6.9K 35
Sarocha Chankimah, adalah seorang model yang harus merelakan karirnya karena menikahi seorang pengusaha kaya raya yang usianya terpaut jauh darinya...
32K 1.3K 42
❗Iya banyak typo, tau, sabar, revisi kapan mood❗ Alfi hanya berbeda apabila berurusan sama Anlea. Semua ekpresinya palsu. Yang jujur hanyalah ketika...
414K 15K 30
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...