"Aku tidak akan membiarkan penganut sihir sesat sepertimu mempora-porandakan tata aturan dunia ini!" Seru Raja Helium yang datang tepat pada waktunya.
Sosok menyeramkan tersebut tertawa, ia merasa geli mendengar pemaparan Raja Helium. Tapi, benar saja apa yang dikatakan oleh pria penguasa Kerajaan Renegades—dirinya tak pernah memperdulikan tata aturan dan segala tetek bengeknya di dunia ini, tujuannya hanya satu. Ia bisa kembali ke dunianya lagi.
Raja Helium melirik sejenak kondisi wanita yang pernah singgah di kerajaannya bersama Ace. Wanita itu tidak sadarkan diri.
"Ia terkena Sihir Penghisap Jiwa. Ace lakukan Seal Sihir untuk menghentikan kinerja sihir tersebut. Dan murnikan kembali jiwa Thalia yang sempat terkena racun dari sihir tersebut agar jiwanya tidak lagi mengurai." Papar Raja Helium.
Ace mengangguk memahami. Inilah yang ia khawatirkan sedari awal. Dengan hati-hati Ace membaringkan Thalia dan meletakkan kedua tangan wanita itu di atas perutnya. Ace duduk bersila tepat di sampingnya. Ia berkonsentrasi penuh untuk memusatkan kekuatannya di satu titik. Ia harus menyegel sihir sebelum jiwa Thalia semakin mengurai dan menghilang-Ace membutuhkan waktu hingga Thalia berhasil melewati masa kritisnya.
"Dia tidak akan selamat!" Kekeh Mictlain dengan nada penuh kemenangan.
"Bukan kau yang menentukan takdir seseorang." Sergah Raja Helium dengan nada tegasnya.
"Benar, memang bukan aku yang bisa menentukan takdir seseorang. Akan tetapi, aku bisa mengukir takdirku sendiri diatas takdir orang lain!" Tawa Mictlain semakin membahana.
Langit senja tiba-tiba berubah gelap. Tanpa bulan dan bintang, serta tak ada hembusan angin sama sekali. Raja Helium mulai waspada, ia tahu pertanda yang alam tunjukkan. Kedua netra merahnya menatap sosok monster besar yang terdiam fokus memusatkan kekuatannya pada satu titik.
"Ia ingin membuka portal terlarang!" Ujar Raja Helium.
Raja Helium berharap agar Thalia bisa membuka matanya lagi. Karena jika Mictlain berhasil membuka portal terlarang maka jiwa Thalia yang akan menjadi sasarannya dan sebagai dampaknya kehancuran terjadi di sekitar portal yang terbuka.
Raja Helium mencoba untuk menyerang sosok tersebut dengan sihirnya. Kilatan sihir berwarna kemerahan terbang membelah udara menuju sosok yang menjadi targetnya.
Duarrrrr
Duke Smith membelokkan serangan kearah lain. Ia tidak akan membiarkan semuanya gagal dan jiwa Ratu Julie asli tidak akan pernah bisa kembali.
"Aku akan meladeni setiap kemarahanmu, Yang Mulia Raja." Sahut Duke Smith tersenyum remeh.
Pertarungan satu lawan satu antara Raja Helium dan Duke Smith tidak dapat dihindari. Serangan yang di lontarkan Raja Helium penuh dengan sarat akan membunuh. Sementara Duke Smith menghadapi Raja Helium dengan santainya-tujuannya memang mengulur waktu agar sosok dibelakangnya dapat menyelesaikan keinginannya membuka portal terlarang.
Hembusan angin kencang membuat kondisi di sekitar istana menjadi kacau balau, kobaran api semakin membesar melahap apapun yang ia lewati. Perlahan mulai terasa goncangan tanah menimbulkan retakan. Bangunan istana yang indah sebagian runtuh akibat getaran hebat. Mictlain masih fokus membuka portal terlarang, awan gelap perlahan berputar disambut dengan kilatan-kilatan petir.
Semakin lama awan hitam berkumpul dan berputar hingga membentuk sebuah lingkaran kecil dengan kegelapan menyertai di dalamnya. Lingkaran tersebut semakin membesar.
Mictlain tersenyum miring, "Akhirnya aku bisa pulang!"
Tubuh Thalia terasa memanas, peluh membanjiri keningnya. Ace masih berkutat dengan sihirnya, tak ada waktu lagi. Ia berharap tidak terjadi apa-apa kepada istrinya.
Kedua netra hitam Thalia terbuka pelan-pertanda Ace berhasil menyegel Sihir Penyerap Jiwa.
"Sakit semua badanku." Keluh Thalia. Ia merasa tubuhnya remuk, rasanya mirip ketika ia mengalami kecelakaan waktu itu.
Ace beralih menggunakan Sihir penyembuh yang lainnya. Agar jiwa Thalia yang sempat mengurai bisa kembali terjalin.
"Bertahanlah, kamu akan sembuh." Ujar Ace menyemangati.
Thalia berdecak kesal, "Aku benci dunia ini. Ada sihir tapi aku tak bisa melakukan sihir."
Ace tertawa lirih, "Kau masih memiliki aku." Balasnya.
"Tidak akan maksimal, Ace." Bantah Thalia. "Lebih sulit menghadapi musuh bersamaan dengan menggunakan sihirmu untuk diri sendiri dan aku. Apalagi melindungiku sebagai prioritasmu." Sambungnya.
"Jangan membahas itu. Aku memang ingin melindungimu karena aku tidak mau kehilanganmu." Jawab Ace.
Thalia memejamkan matanya, ia merasakan aliran sihir Ace dingin yang sangat menyejukan ditubuhnya. Rasa panas yang menjalar semakin lama semakin memudar.
Thalia menatap langit gelap, ia mengamati segala penjuru di sekitarnya. "Apa yang terjadi?"
"Ratu Julie berusaha membuka portal antar dimensi." Jawab Ace.
Thalia terkejut, "Jika dia melakukan hal itu, maka akan ada kehancuran yang akan terjadi."
Netra hitamnya melirik kearah lain. Dugaannya tepat, Istana Orthello kini sudah hancur sebagian. Ada lingkaran hitam yang semakin lama semakin melebar. Thalia menyadari bahwa semuanya sudah hancur.
'Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak memiliki kekuatan sihir?' Batin Thalia bertanya. Ia memejamkan kedua matanya untuk menenangkan dirinya sendiri.
'Lakukan yang menurutmu terbaik, Nona Thalia.' Sebuah suara merdu membuat Thalia terperangah.
'Siapa itu?' Jawab Thalia di dalam hatinya. Ia mencoba untuk menfokuskan pendengarannya, Thalia seperti mengenal suara itu.
'Akhirnya kau bisa mendengarkanku.' Sahut suara asing lagi. 'Masih ingatkah dengan hadiah yang pernah aku berikan padamu? Sesaat sebelum kita berpisah. Kau bisa menggunakan sihir dalam kondisi terdesak. Karena aku lah yang memberikannya padamu.' Sambungnya kemudian suara itu menghilang.
Thalia membuka matanya, 'Itu suara Lady Leonor, Bibinya Ace.' Batin Thalia.
Tiba-tiba ia merasa tubuhnya seperti ingin meledak. Thalia merasa ada gejolak kekuatan yang tiba-tiba muncul di dada kirinya. Jemarinya terangkat memegang dada kirinya tepat diatas ukiran simbol sepasang sayap.
Ace menyadari pergerakan Thalia. Kedua netra merahnya melebar. Ace terkejut melihat kedua mata Thalia memiliki warna yang berbeda. Seperti mata milik Ratu Julie dan Duke Smith. Hanya saja ia memiliki warna yang senada dengan warna matanya. Merah darah.
"Apa yang kamu rasakan, Tha?" Tanya Ace.
Thalia melirik Ace, "Tubuhku terasa aneh. Aku merasa seperti ada ledakan yang sangat hebat didalam sini." Jawabnya sambil menunjukkan letak rasa tidak nyamannya.
Ace beralih menatap dada kiri Thalia, ia mengikuti apa yang Thalia katakan. Simbol sayap yang ukurannya sedikit membesar dan sekarang sayap tersebut memiliki warna kemerahan. Sesekali ia berkilat menunjukkan adanya aliran sihir yang bekerja disana.
"Aku rasa sekarang kamu bisa menggunakan sihir, Tha." Sahut Ace.
Thalia terkejut, "Bagaimana caranya?"
"Cukup memfokuskan pikiran kau ingin menggunaan sihir seperti apa. Tanpa perlu mengucapkan mantra rumit. Karena ia bersifat sementara dan akan menghilang ketika kamu sudah tidak memerlukannya." Papar Ace.
"Bersifat sementara? Berarti akan menghilang selamanya jika sudah tidak di butuhkan?" Tanya Thalia, ia sedikit tertarik.
Ace berpikir, "Mungkin bisa iya atau mungkin bisa tidak." Jawabnya.
Netra heterochromia milik Thalia menatap Ace kesal, "Jawaban apa itu." Ketus Thalia.
Ace tertawa singkat, "Dan kamu semakin cantik. Aku sangat menyukai kedua mata indah milikmu."
Thalia melongo, "Bisa-bisanya berkata seperti itu disaat kondisi genting begini." Ujar Thalia kesal—ia memang tak menyadari kondisi serta penampilannya saat ini.
🌹🌹🌹
Dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati ijinkan Saya Mengucapkan *"Selamat Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1445 H"*
Minal Aidin Wal Faidzin Taqabalallahu minnaa wa minkum
Ning Sri🙏🏻😘