SERENADE IN E MINOR [END]

By lnfn21

18.3K 3.3K 1.1K

memangnya, apa gunanya, sebagai manusia yang mengaku mencinta, ketika kekasihnya terluka, ia hanya sibuk meno... More

serenade in e minor
Em7b5 \\ she was the one who waited for his return
Em6 \\ she was the one who invited him to witness the explosion
Em6 \\ she was the one who asked him to look properly
Em7b5 \\ she was his lover who disappeared amidst the splendor
Em7b5 \\ she was the one who made him feel worried
Em6 \\ she was the one who made him accept romance
Em6 \\ she was the one who received his kiss
Em7 \\ she was the one who hug him before goodbye
Em7 \\ she was the one who saw him in her dream
Em7 \\ she was the one who gave all of her to him
Em7 \\ she was the one who told him to live a hundred years
Em7b5 \\ he was her lover who just watched and applauded
Em7b5 \\ he was the one who hugged her before goodbye
Em11 \\ he was the one who came to her in the worst place
Em9 \\ he was the one who returned to her house
Em9 \\ he was the one who made his lover drunk without drinking
Em11 \\ he was the one who made her smile
Em9 \\ he was the one who realized his lover was a mess
Em9 \\ he was the one who ran with her amidst the chaos
Em11 \\ he was the one who saw her so messed up
Em9 \\ they were the ones who have done many things in vain
Em 9 \\ they were the ones who love each other in sadness
Em11 \\ they were the ones who lose hope and languish
Em \\ he was the one who asked her to back to his side
Em \\ he was the one who watched her shined after the clouds
outro of serenade in e minor

Em9 \\ he was the one who wanted to fall into the same hole as her

520 114 11
By lnfn21

SEBAGAI salah satu penduduk yang telah menetap di Belanda lebih dari lima tahun untuk menyelesaikan studi dan telah memiliki ijin tinggal, Jaehyun punya kesempatan menjadi warga negara Belanda dengan proses naturalisasi.

Sementara itu, karena di akta kelahiran tertulis bahwa ayahnya—yang tak pernah diketahui rupa dan rimbanya hingga kini—berdarah asli Belanda, Rose punya kesempatan menjadi warga negara Belanda melalui prosedur opsi.

Pengajuan dilakukan di Kotamadya.

Lebih dari separuh rangkaiannya hampir selesai setelah wara-wiri mengurus itu-ini selama nyaris dua bulan lamanya sejak tanah Belanda mereka pijaki.

Segalanya berjalan dengan tenang dan damai.

Dari menyewa flat di pinggir kota yang sedikit lebih luas dan nyaman untuk ditinggali berdua; membeli beberapa perabotan, bahan makanan, dan pakaian musim dingin; Jaehyun yang menjadi dokter magang di sebuah rumah sakit; Rose yang mengisi hari-harinya dengan memasak, menonton drama, menggambar, makan, tidur, dan menunggu Jaehyun pulang;

hingga mereka yang pada hari ini diagendakan menjalani pengambilan foto untuk kartu identitas resmi penduduk Belanda.

Duduk tegap di sebuah kursi dalam tampilan formal, Jaehyun menarik dua sudut bibirnya tepat pada hitungan ketiga aba-aba dari laki-laki paruh baya yang tengah memegang kamera di ujung sana.

Rose berdiri, memandangi, tersenyum manis manakala pandangan Jaehyun bergulir padanya, tetapi tidak saat ia duduk di kursi menggantikan posisi Jaehyun untuk dipotret.

Senyumannya datar. Hambar.

Pandangannya juga tak sehangat saat menatap Jaehyun. Malah cenderung kosong.

Oleh karena itu, Jaehyun minta tolong pada si pemotret agar memotret Rose satu kali lagi. Namun, sebelum itu, ia sempatkan untuk merapikan kerah kemeja yang Rose kenakan dan poni rambut Rose.

Tak lupa, ia menempati posisi di belakang bahu si pemotret, memandang dan tersenyum untuk memberi nyawa pada pandangan dan senyuman kekasihnya.

Sebentar lagi yang belum pasti kapan, sebagai satu langkah terakhir, upacara pelantikan kewarganegaraan akan diadakan.

Selain itu, perlahan-lahan, Rose telah berhasil melepas ketergantungan dari suntikan dan obat-obatan. Meski belum sepenuhnya, tetapi berkat penanganan dan arahan yang kerap Jaehyun berikan, ketika tidak mengkonsumsi morfin, Rose sudah tak lagi amat kesakitan.

Pun, sejauh ini, Rose masih aman dari kejaran polisi negaranya. Harapannya, setidaknya sampai nanti mereka resmi berganti warganegara, polisi tetap tidak akan menjangkau tempat di mana mereka berada. 

Lalu, untuk merayakan hal-hal baik yang datang, mereka sepakat membuat pesta sederhana.

Malam ini. Di flat yang mereka sewa. Bertemankan piza dan soda di atas meja. Duduk berhadapan dengan beberapa batang lilin sebagai penerang supaya tercipta nuansa temaram penuh romantika. Menyalakan musik klasik dan berdansa mengikuti iramanya.

Musik mati. Lilin mati. Dansa terhenti.

"Sebentar, aku ambil lilin lagi."

Jaehyun lepas jemari Rose, berjalan menuju kabin yang ia yakini menyimpan lilin di dalamnya. Membuka pintunya, mencari-cari, tersenyum ketika menemukan satu pak lilin.

Terheran ketika menemukan sebuah bungkusan asing. 

"Kamu memesan barang?"

"Barang?"

"Iya. Ini ada paket atas namamu."

Makin terheran Jaehyun ketika Rose yang tadinya berdiri di dekat meja makan sana tiba-tiba berdiri di dekatnya, merampas bungkusan yang tengah ia pegang dan amati siapa pengirimnya.

Bertanya, "Itu apa?"

Rose mantap menjawab, "Peralatan gambar."

Namun, Jaehyun yakin betul, sepasang bola mata akan selalu lebih jujur dari kata-kata. Kala menatap, dan kala menemukan resah pada sepasang yang ia tatap, Jaehyun segera pergi menyalakan lampu ruangan. 

Mengambil gunting dari rak kemudian merampas lagi bungkusan yang Rose peluk erat.

"Jaehyun!"

Persetan. 

Kepanikan Rose menambah kadar kecurigaan Jaehyun. Rose yang berusaha mencegah, membuat keinginan Jaehyun untuk menelanjangi paket di tangannya sekarang makin menggebu-gebu.

"Apa yang kau lakukan? Sudah kubilang, itu hanya peralatan gambar!"

Hanya peralatan gambar, katanya. Tapi, mengapa perempuan ini begitu ketakutan?

Jemari Rose yang berusaha menjangkau, berulang kali Jaehyun singkirkan. Robekan plastik dan kardus berhamburan di lantai.

Pertanyaan terjawab. 

Sebuah kotak yang berhasil Jaehyun buka ternyata bukan hanya berisi peralatan gambar tapi juga sebotol kecil morfin lengkap beserta alat injeksinya.

Ternyata salah. 

Di luar pengetahuan Jaehyun, Rose masih menyuplai dan mengkonsumsi itu diam-diam.

Sempat saling bertatapan dalam diam. Jaehyun dengan kecewanya, dan Rose dengan pasrahnya.

Lalu, setelah berpikir benar, Jaehyun tutup kotak itu kemudian ia buang ke bak sampah. Buru-buru, koper disiapkan, pakaian-pakaian dijejalkan.

"Antisipasi saja, barangkali polisi negara kita mencium pergerakanmu. Ayo tinggalkan flat ini!"

Tangan Jaehyun habis untuk menarik dua buah koper. Rose, diharapkan Jaehyun mengerti ucapannya lalu segera mengikuti langkahnya, tetapi perempuan itu malah berdiri diam di saat Jaehyun hampir mengjangkau pintu flat.

"Ayo, Rose!"

Masih tidak ada pergerakan.

Apa boleh buat. 

Dua koper ditinggalkan. Sebuah ransel untuk menampung beberapa barang berharga mereka, diambil lalu digendong Jaehyun. Tangan yang tak lagi repot kini menggapai jemari Rose, menggenggamnya erat.

"Kamu pergi sendiri saja. Aku akan tetap di sini."

Tapi, kemudian melepas ketika dipaksa melepaskan.

"Kamu bisa tertangkap kalo tetap di sini, tidakkah kamu mengerti?!"

Ketika Jaehyun bicara penuh penekanan, jawaban Rose hanya, "Aku mengerti," pelan tanpa menatap sang lawan bicara.

Jaehyun diam. Kehilangan kata-kata. 

Kemudian di antara keheningan, suara sirine menguar-nguar dari jalan. Khas sekali, mobil patroli.

Menengok keluar, di bawah sana, Jaehyun temukan keramaian mengisi halaman bangunan flat mereka. Beberapa pria berseragam kepolisian merangsak naik dan barangkali akan sampai di flat mereka dalam hitungan detik.

"Aku mengerti, Jaehyun! Jadi, pergilah!" Rose bersuara tak lagi pelan, pun menatap tajam Jaehyun yang mendekat padanya. 

Nyata, perempuan itu sama takutnya dengan Jaehyun sekarang. 

"Lalu kamu?"

"Aku akan tetap di sini."

"Dan, tertangkap?"

"Dan, tertangkap. Sudah seharusnya begitu."

Sekalipun keberanian perempuan itu juga terlihat sama halnya nyata. 

"Tidak akan kubiarkan."

Persetan. Jaehyun raih jemari yang Rose simpan di belakang punggung. Berusaha memaksa perempuan itu menyeret langkah. 

Namun, gagal. Rose terlalu gigih dalam memukul-mukul tangan Jaehyun untuk membebaskan tangannya.

Maka, apa boleh buat.

"Baiklah jika kamu mau tetap di sini."

Jaehyun tidak punya pilihan selain meletakkan ranselnya kembali di lantai,

"Aku juga akan tetap di sini,"

berjalan menuju bak sampah di dapur flat, mengambil kotak yang sempat ia buang beberapa waktu silam, lalu membukanya.

Jaehyun tidak punya pilihan lain, kecuali menggulung lengan kemeja yang ia kenakan, menatap nanar isi kotak juga Rose di ujung sana.

"Aku akan tetap di sini bersamamu."

Dan, keputusannya terdengar absolut. "Aku akan jatuh ke lubang yang sama denganmu."

[]


Em9
\\    he was the one who wanted to fall into the same hole as her   \\


[SERENADE IN E MINOR]
by linasworld


***



notes:
lama sekali, work ini terbengkalai :)
semoga masih ada yang menanti

thankyou for reading and support

Continue Reading

You'll Also Like

444K 4.7K 85
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
11K 2.4K 36
♡Cerita terakhir dari Single Father♡ Zaverio, pemuda 17 tahun dengan sifat Introvert yang menjadi Most Wanted sekolah tak peduli sepopuler apa dirin...
3.1K 651 10
dan sebagai yang direngkuh, dia kembali temukan sosoknya sebagai separuh. sebuah kisah yang amat singkat. selamat membaca!
14.5K 1.2K 14
____________________________________________ Takdir ? andai Park Jimin bisa mengubah takdirnya, bertemu Jungkook tanpa harus bertemu Taehyung ataupu...