Done For Me ✔

By foxsmoothie

11K 995 231

NORENMIN JENO-RENJUN-JAEMIN [ noren-jaemren ] ⚠️ bxb boyslove More

•attention
1. Before
2. The kind one
3. His hug
4. Blithe
5. Similarity
6. Forgetting you
7. Stings
8. Never know
10. Done for me

9. Fatigue

802 80 24
By foxsmoothie

Renjun sadar bahwa dengan ia memutuskan kembali berhubungan dengan Jeno dan Jaemin, maka ia berarti akan bertemu lagi dengan Nyonya Lee yang dulu pernah memintanya pergi dari kehidupan kedua putranya. Nyonya Lee yang sudah mengatakan terimakasih karena Renjun pernah menjadi putranya, Nyonya Lee yang tak menginginkannya lagi sebagai anaknya.

Dan setelah pertemuannya lagi dengan nyonya Lee, ia merasakan adanya perbedaan dari hubungan mereka yang sekarang dengan dulu. Sekarang terasa begitu berjarak, meskipun pertemuan mereka bukan lagi sekali dua kali.

Nyonya Lee hanya tersenyum padanya kemudian menyapanya seperlunya, tak ada lagi obrolan ringan yang membuat Renjun merasa begitu dekat dengannya. Bahkan Renjun nyaris tak percaya bahwa dulu ia kerap mengadu pada wanita itu seperti layaknya hubungan anak dan ibu. Sekarang semuanya terasa asing.

Dan karena rasa asing itu Renjun menjadi takut. Dulu ia juga begitu asing dengan anak-anak panti lainnya, dulu ia tak dekat dengan para pengurus panti.

Mark pernah bertanya dengan hati-hati pada Renjun, apa keputusannya untuk kembali pada Jeno dan memiliki hubungan baru dengan Jaemin akan baik-baik saja untuk Renjun? Karena sosok itu begitu khawatir pada Renjun, mengingat apa yang ia ketahui tentang sikap nyonya Lee pada Renjun setelah tau bahwa Renjun justru menginginkan dua putranya. Mark khawatir akan ada kecanggungan yang Renjun rasakan.

Dan kekhawatiran Mark benar.

"Mama Jaemin, aku diminta menyimpan ini di kamar Jaemin. Tapi kalau kau keberatan, aku akan menyimpannya disini nanti pelayan bisa melakukannya." Renjun membawa satu kotak sedang berisi barang Jaemin yang baru ia bawa dari London beberapa minggu yang lalu.

Tadi ia dimintai tolong oleh Jaemin untuk pergi ke rumah keluarganya, Renjun sempat ragu karena sadar bahwa sekarang ia begitu asing untuk rumah itu. Tapi Jaemin meyakinkan ia akan menyusul tak lama setelahnya, karena Jaemin dan Jeno sudah berniat mengajak Renjun makan malam bersama di rumah orangtua mereka.

Dua minggu yang lalu mereka bertiga baru kembali dari London, dengan agenda liburan Jeno dan Renjun. Juga mengunjungi Jaemin, yang langsung ikut pulang juga setelah menikmati banyak waktu kencan dengan Renjun disana.

"Tak apa, Renjun. Kau bisa ke kamar Jaemin, ia sudah memberimu izin." Nyonya Lee tersenyum pada Renjun.

Renjun pun mengangguk dan melangkah menuju kamar Jaemin saat suara wanita itu kembali terdengar.

"Dan ini apa, Renjun?" Nyonya Lee bertanya penasaran melihat adanya paper bag yang Renjun tinggalkan di atas meja.

Renjun menoleh lagi dan tersenyum canggung. "Itu, aku membeli hadiah kecil untuk kalian."

Nyonya Lee terkejut dan tersenyum mengingat Renjun selalu menyempatkan membeli beberapa hal untuknya dan suaminya jika anak itu melihat suatu hal yang ia sukai. "Oh? Terimakasih, sayang."

Mendengar itu rasanya Renjun ingin menangis, ketakutannya sedikit terkikis.

Setelah Renjun berlalu ke kamar Jaemin, nyonya Lee menatap punggung itu dengan sendu. Ia merasakan bagaimana mata Renjun yang menyorot penuh rasa was-was, ada keraguan dalam nada bicaranyasetiap mengucapkan sepatah kata padanya. Dan Nyonya Lee merasa bersalah karena ia tau alasan Renjun seperti itu adalah karena apa yang pernah ia lakukan terhadapnya.

Sebenarnya alasannya tak berani beraikap akrab lagi pada Renjun bukan karena apa-apa, tapi karena ia pun merasa malu karena dulu 'mengusir' Renjun. Ia ingat tatapan Renjun kala itu, kesenduan itu nampak nyata.

Nyonya Lee juga tengah mencari cara agar dirinya bisa melepas kecanggungannya pada Renjun.

_______

Makan malam saat itu dihabiskan dengan nyaman oleh Jeno Jaemin dan orangtuanya, sementara Renjun yang ada diantara mereka yang sejak awal pikirannya sudah penuh dengan rasa segan. Ia jadi hanya mengikuti obrolan seadanya, ia merasa deja vu saat ia ada di antara anak-anak panti yang dengan terpaksa harus duduk bersamanya karena tak ada lagi tempat.

Jeno dan Jaemin tak menyadari apa yang terjadi pada Renjun, mereka tak menangkap ketidak nyamanan Renjun disana. Dan hanya melanjutkan semua perbincangan dengan orangtua mereka.

Karena kejadian malam itu, Renjun jadi semakin ragu untuk bertemu lagi dengan orangtua Jeno dan Jaemin. Setelah hari itu, Renjun banyak memikirkannya dan rasanya begitu memalukan menginjak lagi rumah itu setelah ia pernah diminta pergi dari kehidupan dua putra kesayangan di rumah itu. Ia yang diam-diam berharap mendapat kehangatan yang selalu ia inginkan, disaat ia justru pernah mengacau.

Rasanya menyedihkan menjadi dirinya.

"Malam tahun baru nanti seperti biasa ya?" Jeno mengecup pipi Renjun, dan memeluk pinggangnya mesra.

Maksud Jeno adalah kebiasaannya yang selalu ikut hadir di acara keluarga Jeno, bahkan acara tahunan seperti itupun Jeno selalu membawanya ikut. Dan Renjun biasanya selalu mengiyakan dengan senang hati, tapi sekarang rasanya begitu menakutkan.

Iya, Renjun takut merasakan ketidak nyamanan. Takut merasakan kecanggungan yang lebih parah dengan anggota keluarga Jeno yang lain.

"Untuk sekarang mungkin aku tak bisa, aku sudah ada janji dengan kak Mark." Bohong, Renjun hanya enggan datang kesana.

Jeno menatapnya dengan kecewa. "Tahun kemarin juga kau denganku."

"Justru karena itu." Cengir Renjun. "Jadi tahun ini aku dengan kakakku."

"Aku akan meminta Jaemin membujukmu." Ucapan Jeno ini benar-benar terjadi.

Jaemin membujuknya untuk ikut, tapi Renjun sama kukuhnya dengan kebohongannya. Ia benar-benar tak berpikir untuk memaksakan diri lagi bertemu keluarga Jeno dan Jaemin.

"Kalau aku bersama kalian, bagaimana dengan janjiku pada kak Mark? Aku memiliki banyak hutang budi padanya, tak mungkin aku menolak ajakan kecilnya sekarang." Renjun semakin memperkuat kebohongannya. Dan Jaemin terlihat luluh.

Tangan Jaemin membelai wajah Renjun. "Baiklah."

"Tapi kalau kau berubah pikiran, atau kak Mark membatalkan janjinya tiba-tiba segera beritau aku atau Jeno, ya?" Jaemin masih memikirkan kemungkinan Renjun untuk ikut.

Dan Renjun hanya menjawabnya dengan kekehan pelan.

Hari itu Renjun menatap apartemennya dengan hampa, Jaemin dan Jeno tadi sempat kemari untuk mencoba membujuknya lagi agar mau pergi ke acara keluarga mereka nanti malam. Tapi Renjun tak merubah keputusannya, ia bahkan berpura-pura akan berangkat juga untuk pergi dengan kak Mark. Dan dengan itulah kedua adik kakak itu mau pergi tanpanya.

Sekarang Renjun berjalan menuju balkon, menatap langit yang mulai menggelap. Dalam beberapa jam itu akan dihiasi banyaknya letupan kembang api, Renjun merasakan hatinya mencelos menyadari ia hanya sendirian di saat orang lain akan menghabiskan waktunya dengan keluarga atau teman mereka. Haruskah ia benar-benar pergi menemui kakaknya? Renjun merasa begitu sedih jika sendirian dengan semua pikirannya yang entah sejak kapan selalu terasa penuh.

Mencoba menghubungi Mark selama beberapa kali, Renjun tak juga mendapat jawaban. Dan di detik berikutnya Renjun mengumpat dalam hati, kenapa ia lupa kalau kak Mark juga memiliki keluarganya sendiri, Kak Mark memiliki kekasih dan sudah pasti ia akan menghabiskan waktunya dengan mereka.

Dari pada hanya diam sendirian di apartemen, Renjun ingin juga merasakan sebagian kegembiraan malam tahun baru. Maka ia pergi keluar sendirian untuk melihat kembang api dari tempat yang akan ia cari sebagai tempat yang bagus.

Kakinya berdiri di pinggiran jembatan, lengannya memeluk tubuhnya sendiri. Beberapa orang ada di sekitarnya untuk sama-sama menyaksikan pertunjukkan kembang api di atas sana seperti Renjun. Bedanya mereka tak sendirian sepertinya.

Sesak itu menyiksa Renjun.

Selama matanya menatap kembang api, pikirannya pun ikut meledak membuatnya tanpa sadar mencengkram lengannya sendiri.

Ia terlalu serakah?

Kalau begitu seharusnya ia tak pernah mengetahui rasanya kekosongan, kehampaan juga kesepian.

Ia terlalu egois?

Kalau begitu seharusnya takdirnya dulu tak seburuk itu.

Bukan salahnya, Renjun membatin. Ia juga tak mau jadi orang seperti itu, bukan kemauannya untuk lahir sebagai anak yang dibuang orangtuanya ke panti. Bukan kemauannya jadi begitu haus akan kasih sayang sampai mulai bersikap serakah dan mengambil semua cinta yang ada di dekatnya. Bukan salahnya ketika ia menjadi egois untuk hatinya, karena nyatanya semesta menggariskannya seperti itu, membuatnya kekurangan atas cinta, menjadikannya haus akan afeksi.

Di saat orang-orang masih menunggu puncak perayaan tahun baru, Renjun memilih berbalik hendak pulang.

Ia pulang dengan langkah gontai. Jarak dari apartemennya kesini tak begitu jauh, tadi pun ia pergi dengan berjalan kaki. Sekarang pun ia berjalan kaki, ia merasa langkahnya baik-baik saja. Atau mungkin karena dirinya yang memang sudah terlalu larut dengan semua kemelutnya, hingga ia nyaris tertabrak mobil.

_______

Jalanan tahun baru selalu macet, membuat para pengendara selalu menunggu celah jalanan lenggang sedikit untuk melajukan kendaraannya sedikit lebih cepat. Sayangnya pasangan paruh baya itu justru tak sengaja menyerempet sosok yang terlihat berjalan sembari melamun hingga tak menyadari ia sudah berada di jalur kendaraan.

"Aku benar-benar minta maaf, kau baik-baik saja kan?"

Renjun melihat pria paruh baya bertubuh tinggi itu menghampirinya dengan khawatir, disusul seorang wanita yang mungkin istrinya pun sama-sama menatapnya dengan kekhawatiran.

Pasangan itu saling melempar pandang begitu melihat anak itu tak menjawab pertanyaan mereka satupun, ia hanya berdiri mematung dengan tatapan tak berarti.

"Kita ke rumah sakit ya? Mungkin kau tadi—"

Mata Renjun mengerjap, ia tersadar akan situasi saat ini. "Tidak usah, aku baik-baik saja." Tadi Renjun merasa semuanya berjalan lambat untuknya.

Tubuh itu, hati itu, pikirannya itu terlalu lelah.

Pria pemilik mobil itu menatapnya penuh sesal. "Wajahmu pucat, aku pasti membuatmu takut."

Renjun menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku hanya terkejut, tapi tidak apa. Aku yang seharusnya meminta maaf, karena berjalan dengan gegabah."

Wanita yang menjadi pasangan si pemilik mobil menatap Renjun lekat, mengingat bagaimana mata itu tadi sempat terkihat begitu kosong ia jadi jauh lebih khawatir. "Kita duduk sebentar ya? Kita minum dulu."

"Terimakasih, tapi tidak perlu sungguh."

"Aku tak berani meninggalkanmu yang masih pucat seperti ini."

"Ini mungkin karena aku terlalu lama di luar." Ujar Renjun.

"Kalau begitu ya, kita minum kopi atau teh sebentar. Kita cari tempat hangat, tenangkan dulu dirimu ya?" Bujuk wanita itu lagi.

Dan setelah menemukan sebuah cafe yang buka, ketiganya duduk bersama. Pria tadi sibuk dengan ponselnya sementara wanitanya kini memperhatikan Renjun yang menatap ke luar cafe.

"Kau membaik?"

Mendengar itu, Renjun menoleh lalu mengangguk. "Aku baik-baik saja nyonya, sungguh."

Wanita itu semakin ingin menyelami mata sosok yang lebih muda itu, karena ia melihat kerapuhan dalam sorot matanya. Sebenarnya apa yang terjadi pada anak iti? Sampai membuatnya berjalan dengan pikiran kosong seperti tadi. Apa dunianya hancur?

"Kedepannya lebih berhati-hati ya?" Wanita itu berpikir mungkin suasana hati anak itu sedang kacau.

Renjun diam, tak memiliki keinginan mengiyakan. Ia merasa bahwa semuanya terasa begitu melelehakan, kepalanya dan hatinya begitu berisik atas segala hal yang terjadi dalam hidupnya

Melihat kebungkaman itu, wanita tadi mulai bercerita. "Aku baru kehilangan dua putraku."

Tiba-tiba Renjun teringat Jeno dan Jaemin, ia juga mulai penasaran perasaan nyonya Lee seperti apa mengetahui kedua putranya ada dalam ikatan hubungan membingungkan dengannya.

Renjun segera menepis pikiran itu, ia ingin mendengar cerita wanita paruh baya yang terlihat cantik itu. Maksud kehilangan disana, Renjun mengerti. Kedua putra wanita itu telah meninggal, melihat bagaimana tatapan kehilangan itu nampak jelas di mata wanita itu.

"Apa mereka seumuran?" Renjun ingin tau jarak umur kedua putra wanita itu, apa kembar atau bagaimana.

Wanita itu tersenyum. "Sebenarnya yang satu bukan putra kandungku, ia kekasih putraku. Dan mereka berdua sama-sama sudah tak ada."

"Apa mereka pergi dalam waktu yang sama?" Tanya Renjun.

Wanita itu menggelengkan kepalanya. "Putra kandungku meninggal sekitar setahun yang lalu karena kecelakaan."

"Dan kekasihnya, tertabrak juga beberapa bulan lalu." Ada kesedihan dalam senyum tipisnya.

"Aku begitu kehilangan. Kau tau, rasanya dunia begitu gelap saat aku kehilangan anak-anakku." Kemudian wanita itu meraih tangan Renjun, dan menggenggamnya.

Ia ingin menyampaikan ini agar Renjun lebih berhati-hati. "Kau harus lebih berhati-hati karena orangtuamu pasti sedih jika mengetahui kau terluka." Karena itu yang ia rasakan.

Mendengar itu Renjun merasakan hatinya begitu nyeri, seolah diremas begitu kuat. Padahal seharusnya ia mulai terbiasa dengan identitasnya, tapi dengan keadaan dirinya yang tengah cukup kacau. Kemudian mendengar bagaimana cerita wanita paru baya itu yang terlihat begitu mencintai putranya, Renjun jadi semakin sedih.

"Aku tak memiliki orangtua." Lirih Renjun.

Wanita itu tersentak kecil, lalu meremas lembut tangan Renjun. Kemudian berujar pelan.

"Kau pasti memiliki orang yang mencintaimu. Kekasih putraku juga dulu begitu tak berdaya saat mengetahui putraku kecelakaan dan terluka, ia semakin terlihat begitu hancur dengan kepergian putraku." Wanita itu merasakan hatinya ikut sakit mengingat kejadian yang ia alami, kehancurannya atas kepergian putranya dilanjut dengan kepedihan ditinggal pergi kesayangan putranya. Rasanya dunianya benar-benar tak berjalan lagi.

"Aku yakin orang yang mencintaimu juga akan sama hancurnya jika kau terluka atau yang lebih buruk dari itu. Jadi tolong ya, berhati-hatilah."

Renjun terdiam beberapa saat, lalu ia merasa ingin menayakan hal yang mungkin cukup lancang tapi ia penasaran.

"Apa kau mencintai kekasih putramu seperti mencintai putramu sendiri?" Mendengar dari cerita singkat itu, Renjun merasa bahwa wanita ini begitu menyayangi kekasih putranya sendiri.

Dan Renjun ingin tau pandangan seorang orangtua terhadap kekasih dari putranya.

"Itu— jelas berbeda." Jawab wanita itu.

"Aku mencintai putraku lebih besar, tentu saja." Ia tersenyum pada Renjun. "Jenis kasih sayang untuk kekasih putraku berbeda, ia seperti penyempurna."

"Walau aku tak pernah melihat mereka saat bersama, tapi aku yakin kalau melihat mereka bersama kebahagiaanku jauh lebih besar karena melihat putraku bersama orang yang ia cintai."

Tapi Renjun tak yakin, apa nyonya Lee menganggapnya seperti itu? Atau benar-benar hanya menganggapnya sebagai pengacau?

Renjun tak tau apa nyonya Lee mulai bahagia melihat hubungannya dengan kedua putranya? Atau masih tak terima atas semuanya?

Continue Reading

You'll Also Like

63.5K 10.2K 17
Huang Renjun dan Lee Jeno adalah dua orang yang memiliki ketenaran di bidangnya masing-masing. Dibalik nama keduanya yang terkenal, mereka mempunyai...
14.6K 2.1K 23
Boyslove Omegaverse Cover edit by Picsart Novel Translate !!!! 16/12/22 ** Penulis : 银路行 Tipe : Web Novel Genre : Yaoi, Omegaverse, Romance, Schoolli...
47.3K 6.5K 33
NOREN LEE JENO - HUANG RENJUN ⚠️ bxb fantasy
34.7K 3.3K 17
BxB | Jeno x Renjun Seseorang dengan takdir yg tak seberuntung orang lain.