(212 - 311 ( + extra 350 ) Th...

By erryenellis

59.4K 4.9K 1.2K

Mo Ran merasa bahwa menjadikan Chu Wanning sebagai gurunya adalah sebuah kesalahan. Shizunnya sangat mirip ku... More

212 - [Jiaoshan] Pemimpin Sekte Agung
213 - [Jiaoshan] Pertarungan Hidup dan Mati
214 - [Jiaoshan] Inti Spiritual Hancur
215 - [Jiaoshan] Membakar Sisa Tubuh
216 - [Jiaoshan] Jatuh Menjadi Budak
217 - [Jiaoshan] Mimpi Buruk
218 - [Jiaoshan] Sang Kaisar Kembali
219 - [Jiaoshan] Jangan Pergi
220 - [Jiaoshan] Berjalan Berdampingan
221 - [Jiaoshan] Menggenggam Jemari
222 - Transformasi Menyeramkan
223 - [Jiaoshan] Menjauh
224 - [Jiaoshan] Janji Lelaki Terhormat
225 - [Jiaoshan] Tertawakan Aku Yang Gila
226 - [Jiaoshan] Tidak Pernah Lupa
227 - [Jiaoshan] Kata-Kata Dari Masa Lalu
228 - [Jiaoshan] Sebuah Permainan Kosong
229 - [Jiaoshan] Sejak Saat Itu
230 - [Jiaoshan] Pemuda
231 - [Jiaoshan] Sekte Obat
232 -[Jiaoshan] Dua Penglihatan Tidak Jelas
233 - Jika Aku Ingin Mengubah Judul, Aku Bisa Mengubahnya. Plin Plan!
234 -[Jiaoshan] Sang Kaisar Kembali
235 - [Jiaoshan] Menuju Akhir
236 - [Gunung Darah Naga] Huaizui
237 - [Gunung Darah Naga] Shenmu (Kayu Ilahi)
238 - [Gunung Darah Naga] Tanpa Jiwa
239 - [Gunung Darah Naga] Memiliki Hati
240 - [Gunung Darah Naga]Seorang Manusia
241 - [Gunung Darah Naga] Kebenaran
242 - [Gunung Darah Naga] Chu Fei
243 - 18+
244 - [Gunung Darah Naga] Rawa Ular
245 - [Gunung Darah Naga] Saingan Cinta
246 - [Gunung Darah Naga] Mengikat
247 - 18+
248 - [Gunung Darah Naga] Dilupakan
249 - Gunung Darah Naga] Kebenaran
250 - 18+
251 -[Gunung Darah Naga] Kembali
252 - [Gunung Darah Naga] Membagi Jiwa
253 - [Gunung Darah Naga]Bajingan
254 - [Gunung Darah Naga] Merindukanmu
255 - [Gunung Darah Naga] Dituduh
256 - [Paviliun Tianyin] Naik Turun Pengalaman Hidup
257 - [Paviliun Tianyin] Peri Linjiang
258 - [Paviliun Tianyin] Tulang Lunak
259 - [Paviliun Tianyin] Berbagi Jubah Yang Sama
260 - [Paviliun Tianyin] Lahir Seperti Tungku
261 - [Paviliun Tianyin] Fitnah Busuk
262 - [Paviliun Tianyin] Bagian Terpenting Opera
263 - [Paviliun Tianyin] Mimpi Lama Kembali Terulang
264 -[Paviliun Tianyin] Kaisar Seperti Dia
265 - [Paviliun Tianyin] Shi Mei Ganda
266 - [Paviliun Tianyin] Menghangatkanmu
267 - [Paviliun Tianyin] Naga Melilit Pilar
268 - 18+
269 - [Paviliun Tianyin] Kaisar dan Zongshi
270 - [Paviliun Tianyin] Hukuman Akan Dilaksanakan
271 - [Paviliun Tianyin] Pengadilan Final
272 - [Paviliun Tianyin] Kata-Kata Orang Sangat Mengerikan
273 - [Paviliun Tianyin] Berbeda Jalan
274 - [Paviliun Tianyin] Nyaris
275 - [Paviliun Tianyin] Jantung Hancur
276 - [Paviliun Tianyin] Aku Datang Untuk Mati Untukmu
277 - [Paviliun Tianyin] Yang Mulia Ini Kesepian dan Kedinginan
278 - [Paviliun Tianyin] Tidak Pernah Mengkhianati
279 - [Paviliun Tianyin] Malam Bersalju Untuk Sisa Kehidupan
280 - [Puncak SiSheng] Lidah Yang Baik dan Yang Jahat
281 - [Puncak SiSheng] Ingin Melakukan Lebih Banyak Perbuatan Baik
282 - [Puncak SiSheng] Serigala Yang Sendirian Memasuki Situasi Putus Asa
283 - [Puncak SiSheng] Api Akhirnya Menyala
284 - [Puncak SiSheng] Putraku Sangat Berharga
285 - [Puncak SiSheng] Phoenix Api Surgawi
286 - [Puncak SiSheng] Pemuda Yang Sangat Mencintai
287 - [Puncak SiSheng] Tidak Mungkin Lari Dari Takdir
288 - [Puncak SiSheng] Zongshi dan Kaisar Itu adalah mimpi.
289 - [Puncak SiSheng] Mengunjungi Sebagai Hantu
290 - [Puncak SiSheng] Tinggal Bersama Mei Hanxue
291 - [Puncak SiSheng] Dua Dunia Bersilangan
292 - [Puncak SiSheng] Hati Sedalam Laut
293 - [Puncak SiSheng] Kebencian Panjang Sang Kaisar
294 - The dying of death
295 - [Puncak SiSheng] Jalan Kemartiran Untuk Pulang
296 - [Puncak SiSheng] Seperti Dalam Mimpi Waktu Itu
297 - [Puncak SiSheng] Kecantikan Tulang Kupu-Kupu
298 - [Puncak SiSheng] Manusia Tidak Sebaik Surga
299 - [Puncak SiSheng] Tidak Pernah Berhenti
300 - [Puncak SiSheng] Hatinya Seperti Hatimu
301 - [Puncak SiSheng] Masa Lalu Kembali Tumpang Tindih
302 -[Puncak SiSheng] Jiwa Patah di Istana Wushan
304 - [Puncak SiSheng] Mereka Dari Kehidupan Sebelumnya
305 - [Puncak SiSheng] Persembahan Tubuh Dewa Untuk Iblis
306 - [Puncak SiSheng] Kasihani Tubuhku Yang Berbeda
307 - [Puncak Sisheng] Kelelawar Senja
308 - [Puncak SiSheng] Bekerja Sama Melawan Banjir
309 - [Puncak SiSheng] Mo Ran Tidak Jauh
310 - [Puncak SiSheng] Kartu Terakhir Ada cahaya.
311 - [Puncak SiSheng] Akhir
BAB EKSTRA 312 - KEHIDUPAN DAΜΑΙ

303 - [Puncak SiSheng] Xue Meng Kehidupan Sebelumnya

481 44 6
By erryenellis


Ada jurang tak berdasar di depan jalan kemartiran. Jurang ini adalah jejak yang ditinggalkan Chu Wanning sebelumnya ketika menggunakan Teknik Membelah Mayat. Hujan mengguyur ke dalam jurang seperti air terjun.

Di atas jurang, seorang lelaki berjubah hitam emas berdiri membelakangi mereka, memegang pedang di satu tangan, energi spiritualnya memancar dahsyat.

Mendengar suara gerakan, jari-jari lelaki itu bergerak sedikit dan perlahan berputar.

Itu Mo Ran!

Dalam badai yang menderu, hati Chu Wanning seolah dibelah dengan kapak. Dia menatap orang di depannya dengan tidak percaya. Demi langit dan bumi, apa yang sedang terjadi?

DHUAR!!!

Percikan listrik putih menyala, diikuti raungan guntur.

Cahaya pucat menerangi wajah Taxian Jun yang berlumuran darah. Wajah itu terlalu mengerikan, dan Shi Mei mau tidak mau mundur selangkah.

Tetapi Chu Wanning tanpa sadar melangkah maju dua langkah.

Jejak darah.

Wajah Mo Ran dipenuhi luka berdarah. Selain wajahnya, setiap inci kulit yang terbuka juga saling silang antara daging dan darah. Dia seperti mayat yang dipotong-potong tetapi gagal hancur karena pisaunya tidak cukup tajam. Seluruh tubuhnya sobek-sobek namun masih terlihat wajah tampan sebelumnya. #

Bibir Chu Wanning memutih, berdiri di tengah hujan lebat, mengamati mayat yang telah disayat oleh ribuan pisau.

Mayat yang masih hidup itu juga menatapnya, sepasang pupilnya yang hitam penuh dengan darah dan air mata.

Pikirannya kabur saat ingatan dan ingatan bertarung. Jiwa dan jiwa bertarung. Mungkin karena terlalu menyakitkan, dia menggunakan tangannya yang bebas untuk memegang sisi wajahnya.

Darah merah gelap mengalir dari sela-sela jarinya bersamaan dengan air hujan.

Bulu matanya yang tebal bergetar, ada amarah Taxian Jun, dan juga ada kebingungan Mo Zongshi, "...Mengapa kau harus melakukan ini padaku?"

Chu Wanning: "..."

"Mengapa kau ingin membunuhku?" Lelaki itu tersentak, matanya memantulkan bayangan Chu Wanning. Perlahan, ekspresinya menjadi tidak berdaya dan lembut. Dia bergumam, "Shizun, adakah yang tidak kulakukan dengan baik?"

"Tidak...."

"Apakah aku membuatmu tidak bahagia lagi?"

Mendengar suaranya, pikiran Chu Wanning kusut dan segalanya berantakan. Dia berpikir, apakah ini Taxian Jun atau Mo Ran? Tidak.... Tidak, itu Mo Ran.

Baik itu Taxian Jun atau Mo Zongshi, keduanya adalah Mo Ran.

Mo Ran bermandikan darah, terhuyung-huyung ke arahnya. Di bawah darah, wajahnya adalah wajah putih mayat, matanya yang terbuka tidak fokus, dipenuhi kesedihan.

💜
"Apa yang kulakukan yang telah mengecewakanmu? Kau harus melakukan ini padaku."

Hujan sangat dingin hingga meresap ke tulang. Chu Wanning hanya menyaksikan Mo Ran berjalan selangkah demi selangkah ke arahnya. Mo Ran menangis, dan semua air matanya adalah darah.

"Berhentilah memukuliku dengan cambuk... aku akan terluka juga... tidak peduli seberapa bodoh, seberapa lambat... kau memukulku... aku akan

kesakitan... Shizun..."

Dari gemetar pelan hingga menggigil, akhirnya limbung, Chu Wanning hampir runtuh.

Dia jatuh tersungkur, meringkuk di tengah hujan, perutnya seolah dirobek dan dihancurkan oleh hantaman cakar tajam. Dia tampak lebih mati daripada Mo Ran di depannya.

"Maafkan aku..." Chu Wanning berbisik dengan pedih, "... Maafkan aku..."

Luka-lukamu adalah kesakitanku.

Semua darah dan kebencianmu berakhir di tubuhku.

Chu Wanning berlutut di depan Mo Ran, membungkuk dan menyusut. Dia menggunakan seluruh keberanian yang tersisa dalam hidupnya untuk mengangkat kepala, tetapi ketika melihat tubuh yang telah gagal dihancurkan olehnya, dia tercekat, "Aku yang tidak bisa menolongmu..."

Dia tidak tahu di mana dia melakukan kesalahan, mungkin karena orang mati yang masih memiliki jiwa bukanlah mayat sesungguhnya, sehingga Teknik Membelah

Mayat tidak sepenuhnya berpengaruh. Mo Ran tidak mati, tapi dia marah. Kenangan

hidupnya, yang menyakitkan atau gila, yang membingungkan atau menyedihkan, menggerakkan satu demi satu.

Dia adalah Mo Weiyu, Mo Zongshi, Taxian Jun, dan Ran-er.

Potongan-potongan puing yang tak terhitung

banyaknya telah terbentuk menjadi lelaki yang benar-benar hancur di depannya.

"Mo Ran..."

Setelah mendengar suaranya, pupil mata Mo Ran agak berubah. Dia berhenti, air hujan menjadi merah di bawah kakinya dan menyebar ke mana-mana.

Setelah berhenti sejenak, lelaki yang indera jiwanya telah terpecah tiba-tiba menjadi kasar,

seolah-olah kesadaran lain telah menyerbu dirinya. Dia mulai mondar-mandir, ekspresinya yang menyeramkan tampak semakin menakutkan di wajahnya yang terdistorsi.

"Chu Wanning! Kau sangat membenciku sehingga ingin mengambil hidupku dengan segala cara, bukan?"

"Yang Mulia ini juga membencimu! Aku berharap bisa merobek mayatmu menjadi

ribuan potong dan memakan ususmu! Aku berharap bisa membiarkanmu menjadi martir selama ribuan generasi! Kau tidak bisa

menyalahkanku, kau membunuhku -! "

Lengan bajunya berkibar dan matanya melotot.

Dia sangat berang sampai tampak hampir meledak dan akan mencekik tenggorokan Chu Wanning untuk menghancurkannya berkeping- keping.

Namun itu seperti busur yang putus sebelum ditarik penuh atau pedang yang patah sebelum dihunus.

Dengan suara ledakan, cahaya biru menembak dada Taxian Jun. Mata Taxian Jun redup lalu tiba-tiba terdiam. Setelah beberapa saat, perlahan dia berdiri tegak dan berdiri dengan sangat dingin di tepi jalan.

💜
Chu Wanning berbalik dan melihat Shi Mei dengan goyah memegang batu, tetapi mempertahankan posisi untuk melemparkan mantra. Sepasang mata bunga persiknya ganas dan menyala, berkilau dengan cahaya intens.

"Kurasa kau sudah selesai mengenang masa lalu." Shi Mei mengatupkan gigi dan mengangkat dua jarinya. Dia menatap Taxian Jun dan berkata, "Apakah kau tahu apa yang paling penting? Karena kau belum mati, cepat bantu aku mengumpulkan tiga puluh bidak catur terakhir!"

"Cepat." Dia terengah-engah. "Tidak bisa menunda lagi."

Di bawah cahaya mantra, wajah Taxian Jun yang sebelumnya kacau, berperang antara baik dan jahat, menjadi setenang orang mati, sediam embun beku, sedingin salju.

Kegilaan di matanya, dendam, semua emosi lenyap.

Taxian Jun mengangguk singkat, dan pedang di tangannya menyala. Dia menjawab hampir mati rasa, "Ya, Tuan."

Selesai berbicara, dia mengangkat tangan dan menurunkan tabir untuk melindungi Shi Mei. Kemudian, jubah hitam itu seperti rajawali, terbang menuju aula depan. Tetapi ketika naik ke udara, sebuah sosok muncul di depannya.

Chu Wanning menghalanginya.

Seluruh tubuhnya basah kuyup, dan hatinya telah luluh lantak. Dia berharap bisa berubah menjadi lumpur dan mati hancur dalam badai.

Namun dia tetap harus menghentikannya.

"Jika lebih banyak nyawa yang bisa diselamatkan, itu bagus sekali..."

Itulah yang dikatakan Mo Ran ketika sadar, jadi meskipun akan terluka lagi dan akan kelelahan, Chu Wanning harus bertahan sampai saat terakhir. Dia berkata dengan suara serak, "Huaisha, panggil."

Taxian Jun menatap cahaya keemasan yang dikenalnya muncul di telapak tangan Chu Wanning. Dahinya berkerut. Huaisha.

Hujan deras.

Dunia runtuh. Lautan darah tanpa batas. Mereka mengalami hari yang sama bertahun-tahun yang lalu. Pada hari itu, keduanya menyerahkan seluruh darah mereka satu sama lain, menghabiskan seluruh tenaga dan kekuatan mereka untuk bertarung,

menyebabkan langit dan bumi berubah warna. Siapa yang mengira bahwa pertempuran antara Shizun dan murid dalam kehidupan sebelumnya akan sekali lagi terjadi di dunia, setelah bertahun-tahun berlalu.

Kehidupan seseorang ditakdirkan untuk berakhir. Sama seperti Nangong Si yang ditakdirkan untuk mati di masa jayanya. Ye Wangxi ditakdirkan untuk menjadi lelaki yang memandang cantik, dan Puncak SiSheng ditakdirkan untuk tidak mungkin melepaskannya

diri. Taxian Jun dan Chu Wanning ditakdirkan untuk bertarung saling berhadapan. Entah itu kebencian atau cinta.

Mereka tidak bisa melarikan diri.

"Bu Gui. Panggil."

Suara mendesis terdengar dari kobaran api, dan cahaya hijau hantu terpantul di mata Taxian Jun. Sekarang dia berada di bawah kendali penuh Shi Mei, tidak ada emosi di matanya. Dia seperti cermin dari neraka, memantulkan sosok Chu Wanning yang dingin dan kesepian di

tengah hujan.

Pedang itu menghancurkan awan, bilahnya memotong hujan!

Di tengah angin kencang, sosok hitam dan putih bertarung satu sama lain, energi spiritual mereka bertabrakan!

💜
Dengan cepat mereka lepas dari badai. Dalam sekejap, Huaisha menggores tanah, angin kencang mengamuk dan air terciprat ke segala arah di sekitar tubuh mereka. Keduanya seperti laut bersalju yang berbusa, namun juga tampak seperti awan debu yang naik. Tidak ada satu pun dari mereka yang mengendur. Mereka bertarung sekuat tenaga, dari belakang gunung sampai ke depan Menara Tonggak Langit.

Pertempuran sengit ini mengguncang awan dan menggoyang bumi. Pada saat ini, semua orang di puncak dan kaki gunung semua terhenyak dan mengangkat kepala, saling memandang - "Itu Chu Wanning?"

"B-bagaimana dia bisa bertarung dengan Mo Ran? Bukankah mereka dalam kelompok yang sama?"

Tetesan air hujan turun seperti derap ribuan kuda gila. Di Puncak SiSheng, cahaya keemasan di tangan Chu Wanning menembus matahari, mengarah ke dada Taxian Jun. Namun, sebelum cahaya bisa mencapainya, ada suara ledakan. Matahari yang cemerlang meledak dari telapak tangan Taxian Jun dengan percikan magma, seolah-olah semburan gunung berapi yang menelan semua energi emas!

GELANDANGAN!!

Dalam sekejap, pecahan batu bata dan ubin terpental ke mana-mana, dan pohon-pohon di sekitarnya tumbang.

Pada saat ini, Jiang Xi sedang berhadapan dengan bidak catur di depan gunung. Dia bereaksi sangat cepat dan berteriak, "Semuanya, hati-hati!" Begitu selesai berbicara, dia telah membuka tabir untuk melindungi orang-orang di sekitarnya. Batu-batu yang beterbangan dan pepohonan raksasa yang menjulang tinggi, semuanya menabrak tabir.

Sangat sulit bagi Jiang Xi untuk bertahan. Dia memuntahkan seteguk darah dan jatuh dengan satu lutut, bibirnya merah.

"Buka tabir! Aku tidak bisa memblokir untuk kedua kalinya!"

Banyak kultivator yang panik saat ini mengeluarkan payung tabir mereka. Semua mendongak ke arah Menara Tonggak Langit dan mau tidak mau tercengang. Mo Weiyu dan Chu Wanning, kekuatan macam apa ini..... Di depan menara, kedua lelaki Shizun dan

murid itu terlibat dalam pertarungan yang semakin ganas. Selain dia, di dunia ini mungkin tidak ada orang lain yang bisa menahan begitu banyak serangan Taxian Jun.

Hanya Chu Wanning yang bisa.

Lelaki di depannya, dengan pedang tajam dan gerakan kakinya, tampak persis sama seperti kehidupan sebelumnya. Semua diajarkan oleh Chu Wanning secara pribadi.

Di Puncak SiSheng ini, bahkan ada beberapa kali di depan Menara Tonggak Langit, dia menyesuaikan gerakan tangan dan postur Mo Ran, berulang kali memberitahunya teknik dan metode kultivasi. Dari remaja bodoh yang tidak tahu apa-apa sampai senjata saling bentrok. Ini adalah pertarungan puncak kedua antara

Beidou Abadi, Chu Zongshi, melawan muridnya Kaisar Mo Weiyu.

Pada tahun itu, Chu Wanning datang membawa pedang di tangannya dengan harapan di hatinya. Dia berpikir masih bisa menyelamatkan muridnya yang salah arah, jadi dia melakukan yang terbaik dan memberikan semuanya. Namun kali ini, Chu Wanning tahu bahwa tidak ada jalan untuk kembali. Menang atau kalah,

orang yang paling ingin ditebusnya tidak bisa

kembali.

Taxian Jun berkata, "Yang menghalangi jalanku akan mati."

Di depan matanya, seolah-olah melintas adegan remaja Mo Ran ketika berlatih pedang. Dahinya berkeringat, dan di bawah cahaya matahari terbit, dia menginjak bambu dan melayang ke udara, memukul tiga bunga dengan pedang

sebelum dengan ringan mendarat di tanah. Dia berbalik dan tersenyum pada Chu Wanning, "Shizun, apakah aku sudah belajar dengan baik?"

💜
api menyembur dari telapak tangan Taxian Jun saat dia mengarah dadanya.

Chu Wanning berkelit ke samping, dan telapak tangan Taxian Jun menyapu pakaiannya.

Tetapi ketika Mo Ran menemaninya bertarung di Paviliun Teratai Merah, itu jelas langkah ini juga. Saat itu, telapak tangan pemuda itu masih ramping dan sempurna, serta tidak memiliki bekas luka.

Wajah pemuda itu sangat lembut saat memandangnya, tersenyum dan meraih tangannya, lalu berkata, "Aku tidak akan memukulmu lagi. Jika kau terus memukulku, tidak akan ada akhirnya."

Pedang meraung dan pedang itu menangis.

Chu Wanning tiba-tiba teringat di Desa Yuliang, Mo Ran menariknya untuk menonton pertunjukkan drama di tepi danau, gong tembaga dipukul dan suara genderang terdengar.

Aktor di panggung bernyanyi dengan nyaring, "Tuan penuh amarah!"

Di atas panggung, wajah-wajah dilukis cat minyak berwarna-warni dan di bawah, wajah Mo Ran berbinar menyaksikan dengan penuh perhatian. Chu Wanning mengangkat kepala, dan Mo Ran segera menarik perhatiannya dari cerita duka kuno dan mengalihkan pandang dari keinginan masa kecilnya.

Dia tersenyum dan bertanya, "Apakah itu bagus?"

Matanya gelap, jernih dan sangat hangat.

Chu Wanning pernah berpikir bahwa pertunjukkan drama itu sangat panjang, satu kata dapat dipecah menjadi tiga kata untuk dinyanyikan. Dia tidak tahu apanya yang bagus... Tetapi pada saat ini, dia benar-benar ingin kembali ke panggung drama di Desa Yuliang.

Minyak pinus meledakkan api, dan genderang Wusheng diarahkan ke sungai. Sungai dan danau sangat indah. Jika saja adegan itu bisa dinyanyikan seumur hidup, alangkah baiknya. Clang!

Ketika melamun, tiba-tiba Huaisha terhempas jatuh.

Ini juga sama seperti saat itu. Ketika pedang ilahinya jatuh, dia segera mundur dan

memanggil Tian Wen sebagai perisai sementara. Namun kali ini, Taxian Jun setingkat lebih kuat. Karena itu, sebelum Chu Wanning bisa mundur, pedang hitam tanpa sarung itu sudah menunjuk

ke dadanya.

Taxian Jun menyipitkan mata.

Pandangannya abu-abu, dan dia tidak tahu siapa yang dia tunjuk. Dia hanya tahu bahwa semangat lawan telah habis, seperti orang yang berlari pada malam hari di Liangshan, mendengarkan alang-alang sepanjang malam dan nyanyian dari segala sisi.

Yang tersisa hanya perlawanan keras kepala. "Menghalangi jalan."

Bibir tipisnya terbuka dan menutup. Sebuah

pedang menebas!

Pada detik hidup atau mati ini, sebuah kipas emas terbang dari samping, langsung menuju wajah Taxian Jun! Serangan kipas itu sangat ganas dan kekuatannya luar biasa. Taxian Jun langsung mundur dan berbalik, pedangnya terhalang dan dia masih dipaksa mundur oleh serangan kipas emas itu.

Segera setelah itu, tiga formasi cahaya merah dan biru yang saling terjalin turun dari langit dengan kekuatan guntur, menjebak Taxian Jun di dalamnya!

"Siapa?!" Taxian Jun tidak dapat bergerak beberapa saat. Dia mengertakkan gigi dan berteriak marah, "Keluar!"

Awan hitam bergerak. Tiga sosok kabur berdiri di puncak Menara Tonggak Langit. Mereka melompat turun dari air terjun hujan lebat dan mendarat mantap di depan anak tangga panjang. Wajah-wajah mereka akhirnya bisa dilihat jelas. Ketiga orang itu...

💜Yang satu mengenakan jubah bulu rubah dan di antara alisnya ada batu berbentuk tetesan air, matanya sembrono.

Seorang lain memiliki rambut pirang yang diikat dan matanya menatap dingin.

Orang yang berdiri di depan tampak berusia tiga puluhan atau empat puluhan, mengenakan baju besi biru perak, dengan sepasang mata tajam dan ekspresi tenang, ada bekas luka pisau diagonal di dahi kirinya. Tidak ada jejak kesombongan di wajahnya, hanya ketenangan dan semacam beban yang mirip dengan Xue Zhengyong.

Lelaki itu mengangkat tangan dan menangkap kipas emas yang berputar kembali padanya. Dia mengangkat mata yang tidak lagi tampak muda.

Itu adalah dua Mei bersaudara dari kehidupan sebelumnya...dan...

Guntur pecah membelah udara.

Chu Wanning menatap lelaki itu.

Xue Meng dunia fana lainnya!!!

.

.

.

#####💜💜💜💜💜

Continue Reading

You'll Also Like

12.6M 264K 35
Deana Carter has always been superstitious and cynical. She's always waiting for the other shoe to drop and expecting the inevitable - disappointment...
1.1K 50 3
Skeptic Professor Luo Yunxi met Chen Feiyu, the ghost of his new house. He is not ready to accept the existence of the ghost. But the ghost insists...
13.1K 649 20
pic from pinterest and facebook credit. to the artists original author -meatbun doesn't eat meat Thanks💛
2.8M 101K 25
Jayne Hughes owns a pet-shop and is known around her neighborhood to tame any animal. One day she gets a strange customer that asks her to tame his p...