Rafa

By jeochan_

792K 56.7K 2K

[Brothership] [Not bl] Tentang Rafa, hidup bersama kedua orang tuanya yang memiliki hidup pas-pasan. Rafa ti... More

prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
38
39
40
41
42
43
44
45

37

10.4K 941 85
By jeochan_











Di ruang tamu keluarga Alarick.

Rafa sudah duduk bersama dengan keluarga Ganendra.

"Selamat datang di mansion kami," sambut Vania dengan senyum manisnya. Vania memang tau kedatangan teman nya, Elisa. Karena Elisa mengabarinya. Dan Vania tak memberi tau anak-anaknya. Alhasil raut muka empat anak anaknya benar-benar mendung.

Sangat berbanding terbalik dengan anak-anak Elisa yang menampilkan raut muka tenang.

"Mommy, maaf. Rafa repotin kalian ya?" ucap Rafa dengan rasa sungkan. Ia tak pulang-pulang sampai keluarga Ganendra yang menjemput nya ke sini.

"Engga, apa yang kamu bicarakan. Kami menjemputmu di sini, sekalian bertemu dengan teman mommy," balas Elisa menyanggah ucapan Rafa yang merendah. Rafa tak pernah merepotkan mereka sama sekali.

"Betul, mommy rindu sangat dengan teman mommy," timpal Vania ikut nimbrung atas percakapan Elisa dan Rafa. Tak ada perseteruan di antara mereka. Sebenarnya keadaan yang membuat mereka saling iri satu sama lain. Dan anak anak mereka yang semakin memanaskan keadaan.

Rafa menggaruk pipinya dengan canggung. Memang ia saja yang terlalu perasa.

"Kalian akan menjemput Rafa, benar?" tanya Dirga pada keluarga Ganendra. Tak perlu berpura-pura tidak tau untuk saat ini. Keluarga Alarick malas untuk berbasa basi saat ini.

"Ya, kentara sekali ya," timpal James dengan suara penuh wibawanya.

"Ingin pulang sekarang?" tanya Elisa pada Rafa. Siapa tau Rafa ingin cepat pulang dan malu ingin mengutarakannya. Biasanya Rafa seperti itu.

"Tunggu dulu, ada yang perlu kita bicarakan," sela Vania mengisyaratkan pada keluarga Ganendra untuk tak terburu-buru.

Elisa menganggukkan kepalanya. Ia bisa memprediksi apa yang akan dibicarakan oleh Vania. Tentu saja tentang Rafa. Apalagi.

"Apa yang akan kita bicarakan di sini." James mengambil alih situasi.

"Kami hanya butuh jawaban Rafa sendiri," timpal Dirga.

Rafa yang sedang memainkan kukunya sendiri kini mengalihkan pandangnya ke arah daddynya. Bukan hanya daddy nya saja, tapi semua orang.

Rafa sekarang menjadi pusat perhatian di sini.

Ia kena lagi?

"Ada apa dad?" tanya Rafa pada Dirga. Kali ini Rafa harus melakukan apa lagi.

Dirga melirik sang istri, mengisyaratkan untuk menjawab pertanyaan Rafa.

"Jadi seperti ini," ucap Vania sengaja memotong ucapannya.

Cakra hanya duduk terdiam dengan tatapan datar menatap ke depan. Sudah mengetahui arah pembicaraan ini akan mengarah ke mana. Kita hanya perlu menunggu respon Rafa. Apakah Rafa bisa menjinakkan kedua kubu keluarga ini.

Jadi Rafa memang repot, repot mengurusi dua keluarga yang sama sama tidak ingin mengalah. Seperti tidak ada anak yang lain saja. Memang tidak! Karena mereka hanya menginginkan Rafa.

Lea ter skip. Haha.

"Kamu tak ingin tinggal di sini juga? Maksud mommy. Menginap lah juga di sini. Kami juga ingin kamu tinggal di sini sayang, Rafa mau engga? Tenang saja, ibu mu setuju dengan keputusan ini." Vania menjelaskan dengan sejelas-jelasnya. Dan jangan lupakan untuk membawa kehadiran ibu Rafa supaya Rafa tak ragu dengan ucapannya.

Untuk anak seperti Rafa, pasti penurut pada kedua orang tuanya.

"Ibu setuju?" tanya Rafa yang hanya terfokus pada  kata 'ibu' saja. Ibunya juga menitipkannya di sini? Lalu ia harus tinggal di sini atau di mansion Ganendra?

"Kapan  Helia mengucapkan itu?" tanya Elisa dengan heran. Helia tak bicara mengenai ini padanya. Jadi? Rafa dititipkan juga di sini?

"Ya, sebelum berangkat ke desa. Mereka menyempatkan berpamitan ke sini," balas Vania dengan senyum kemenangan.

"Ibu gak cerita," celetuk Rafa dengan menggaruk kepalanya dengan ekspresi bingung.

"Tak perlu memusingkan itu. Jadi bagaimana, kamu mau kan tinggal di sini juga? Bersama kami," bujuk Dirga membantu sang istri yang sangat bersemangat menyuruh Rafa tinggal di kediaman ini.

"Ya, lebih nyaman tinggal di sini," ucap Dean mengundang tatapan mematikan dari pihak Ganendra.

Dean sekalinya mengeluarkan suara, langsung sarkas.

"Benarkah?" timpal Cakra dengan lirikan sinis. Seperti sedang menantang ucapan Dean.

"Tinggal lah di sini, Rafa!" ucapan Vano bukan meminta, tapi memerintah.

"Jangan menekan Rafa, biar Rafa sendiri yang memutuskannya." James angkat suara mengenai hal ini. Kasihan juga jika harus memaksa Rafa. Tapi lebih baik Rafa memilih tinggal di mansion nya.

"Rafa," ucap Rafa menggantung. Rafa pun bimbang. Ia tak tau jika orang tuanya akan menitipkannya juga di sini.

Jika tau seperti ini. Lebih baik Rafa ikut bersama orang tuanya:)

"Apa," ucap serentak dari semua abang Rafa. Sudah tau abang-abangnya itu memiliki kesabaran setipis tisu dibagi dua.

"Rafa tinggal di rumah Rafa aja deh." Ini adalah keputusan Rafa. Meskipun nanti tinggal di rumah sendirian, tak mengapa. Daripada nanti ia memilih salah satu dari mereka, yang ada nanti tambah ruwet.

Dan keputusan itu mengundang tatapan dingin dari keluarganya.

"Rafa."

Serentak mereka mengucapkan nama Rafa dengan sedikit penekan. Dibuat penasaran oleh Rafa, dibuat gregetan juga oleh Rafa.

Hanya Rafa seorang yang berani memainkan hati dua keluarga ternama ini. Coba jika orang lain, misalnya Lea, dah hilang dari bumi.






.......







"Kalau begitu kami pulang dulu," pamit Elisa saat akan memasuki mobil.

Dan Rafa ikut bersama keluarga Ganendra. Setelah mengambil kesepakatan bahwa Rafa akan tinggal di kediaman Ganendra, dan juga di kediaman Alarick. Bergantian. Tiga hari di kediaman Ganendra, tiga hari di kediaman Alarick.

Itu keputusan yang diambil oleh para nyonya Alarick dan Ganendra. Respon anak anak mereka bagaimana? Tentu tak terima. Tapi mereka bisa apa? Mereka tak berani melawan mommy mereka masing-masing.

Rafa juga setuju. Jadi masalah ini sudah selesai

"Ya, jangan lupa ya dengan keputusan kita tadi. Bye Rafa," ucap Vania seraya tersenyum manis.

Elisa, James dan Rafa sudah masuk ke dalam mobil. Sedangkan cakra dan adik-adiknya belum masuk ke dalam mobil.

Karena ucapan Dean yang katanya akan membicarakan sesuatu pada mereka terlebih dulu.

"Bilang pada daddy untuk pulang terlebih dulu," perintah Cakra pada Refan.

Refan langsung mematuhi perintah Abang sulungnya itu. Setelah melihat Dean berbicara serius dengan Cakra. Refan dapat memahaminya. Pasti ada apa apa. Dan mereka pasti akan ikut andil dalam masalah ini.

Setelah Refan berbicara pada daddy nya. Mobil yang ditumpangi oleh sang daddy langsung melaju keluar dari kawasan mansion Alarick. Meninggalkan tujuh abang Rafa.

Vania dan Dirga sudah masuk ke dalam mansion.

"Ada apa?" tanya Cakra pada Dean.

Dean tak menjawab pertanyaan Cakra. Ia mengeluarkan handphonenya. Setelah itu handphone Cakra bergetar. Pertanda pesan masuk.

Sebuah pesan terlihat menunjukkan sebuah alamat. Kening Cakra mengernyit. Sorot mata dinginnya bertemu dengan sorot mata dingin milik Dean.

"Datang ke situ, setelah ini. Kami juga," jelas Dean dengan singkat.

"Tempat apa itu?" tanya Arka pada para putra Alarick. Arka sempat mengintip. Tertera alamat di pesan itu.

"Datang saja apa susahnya," sewot Alan.

Memang ya, meskipun mereka bekerja sama untuk kali ini, tapi tak melunturkan rasa tak suka mereka satu sama lain. Sudah biasa. Lebih terkejut lagi jika mereka damai satu sama lain.

Tanpa banyak basa basi. Cakra dan dua adiknya langsung masuk ke dalam mobil. Lalu mobil tersebut melaju terlebih dulu, meninggalkan Dean dan yang lainnya.

"Ayo, kita juga pergi," ucap Dean memerintahkan pada semua adiknya.

 


......





Mereka sampai di gedung tua tak  berpenghuni. Malam malam seperti ini, semakin membuat suasana di sini suram. Sekilas terlihat menyeramkan.

"Untuk apa kita ke sini?" tanya Refan sembari menyugar rambutnya ke belakang. Matanya menelisik setiap sudut bangunan itu. Sepi nan suram.

Dean langsung masuk ke dalam di ikuti tiga adiknya. Cakra tak tinggal diam, ia juga mengikuti jejak Dean tanpa repot repot bertanya alasan mereka ke tempat seperti ini.

Saat masuk ke dalam. Ternyata ada beberapa bodyguard milik keluarga Alarick berdiri di setiap sudut ruangan. Dan juga ada sekitar tiga bodyguard berdiri di tengah tengah ruangan.

"Tuan, kami sudah membawanya," lapor bodyguard  pada Dean yang baru saja masuk.

Dean menyeringai lebar. Tatapannya menoleh menatap Alan.

"Benar empat anak itu, Alan?" tanya Dean pada Alan.

Ya. Saat ini mereka sedang berada satu ruangan dengan empat anak yang pernah mencari gara-gara pada Rafa yang diketahui langsung oleh Alan.

Bodyguard yang berdiri di tengah-tengah itu langsung menyingkir guna menunjukkan empat anak tersebut.

Dan terpampang satu perempuan dan tiga laki laki sedang duduk melingkar dengan saling memunggungi satu sama lain. Keadaan mereka terikat dan pingsan.

Alan berjalan mendekat. Berjalan mengelilingi empat anak tersebut. Alan berjongkok guna mensejajarkan tubuhnya dengan mereka. Tangannya yang kekar nan berurat mengapit salah satu dagu dari empat anak itu.

Seringai tercetak di ujung bibir Alan. Setelah mengamati empat anak tersebut. Alan segera berdiri dan mulai mendekat pada yang lain.

"Ya, benar," jawab Alan.

"Jadi mereka yang membuat masalah dengan Rafa ya," sinis Arka dengan sorot mata datar menatap empat anak tersebut.

"Berani mencari masalah dengan adikku, sama saja mencari masalah denganku," desis Refan dengan tangan terkepal erat.

"Ayo, kita habisi sekarang," ajak Cakra yang sepertinya sudah tidak sabar. Rahangnya mengeras. Saat mengetahui kabar itu, ia tentu marah. Apalagi sekarang sudah bertemu dengan biang keroknya, tambah marah lah dia.

"Sabar, tidak sekarang," ucap Elang yang mampu membuat atensi Cakra, Arka dan Refan terpaku padanya.

"Kenapa?" tanya Arka dengan nada dingin. Siapa pun tau dari nada Arka tersirat emosi yang mendalam.

"Kita tunggu beberapa hari," jawab Alan dengan enteng. Dari pihak Alarick sepertinya mempunyai rencana tersendiri untuk tidak gegabah dalam membalas empat anak tersebut.

"Kenapa kita harus menunggu? Jika menunggu beberapa hari, apa anak itu tidak dicari nantinya?" tanya Refan heran.

"Siapa peduli?" timpal Dean sembari menerbitkan seringai licik. Untuk itu, bukan urusan mereka. Anggap saja ini resiko yang harus didapatkan empat anak itu.

"Kita akan mengajak Rafa," ucap Vano. Seperti apa yang ia rencanakan hari itu, mereka akan mengajak Rafa untuk ikut andil. Karena Rafa lah yang dirugikan oleh mereka.

"Kau gila," sentak Refan pada Vano. Rencana gila macam apa itu.

"Apa maksudmu, kenapa kita harus mengajak Rafa? Rafa masih memiliki banyak abang untuk membalas anak itu," protes Arka tak terima. Rafa itu anak yang polos dan lugu, tak dapat dibayangkan jika Rafa harus membalas empat anak itu, awas saja jika Rafa kembali merasa sedih dan takut.

"Kenapa? Bukan kah ini ide yang bagus. Rafa bisa menyalurkan emosinya selama ini, lagi pula kita juga akan membantunya." Vano tetap dalam pendiriannya. Pasti lebih seru jika kita mengajak Rafa.

Setidaknya empat anak itu harus tau jika Rafa bukan anak yang lemah, yang dengan mudah mereka tindas. Rafa hanya tak memiliki seseorang yang berada di belakangnya. Sekarang sudah ada abang-abangnya. Rafa sudah tak sendiri lagi. Karena ada keluarga Alarick dan Ganendra yang selalu siap melindungi Rafa.













.....


Haii gimana kabarnya. Kangen aku ga sih🐒

Setelah sekian lama ya. Capek gak kalian nungguinnya?😭👍

Seperti apa yang ku umumin kemarin. Bulan April ini aku bakal sering up. Seneng ga kalian. Kalo mau up cepet. Ayo ramaiin cerita ini. Vote yang banyak sama komen yang banyak.

Kalian aktif di sini, aku pun juga bakal aktif🤗🤗

Yang belum follow akun ku, ayo di follow biar ga ketinggalan inpo🐒ku suka ngasih inpo dadakan👍

Dan yang punya tiktok. Bisa kali ya ramaiin tiktok aku juga. Jeochan_ itu tiktok aku🤗🤗🤗mampir gais. Di sana nanti ada konten tiga bocil ku🌹🌹🌹🌹





Continue Reading

You'll Also Like

669K 71.3K 24
Hanya menceritakan kisah seorang remaja yang berumur dua belas tahun, remaja menggemaskan yang bisa membuat siapa saja tak berkedip memandangnya. tin...
1.8M 132K 82
[Brothership] [Not bl] Setiap orang berhak bahagia, meskipun harus melewati hal yang tidak menyenangkan untuk menuju kebahagiaan. Tak terkecuali Erva...
280K 31.9K 42
"Kio gue bentuknya kucing. Sekarang lu kemanain Kio gue?" "Huweee Gazaa.." Cowok mungil itu pun menangis. "Ini Kio, kucingnya Gaza." •﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀﹀...
46.7K 6.5K 21
Tentang Jennie Aruna, Si kakak kelas yang menyukai Alisa si adik kelas baru dengan brutal, ugal-ugalan, pokoknya trobos ajalah GXG