PENGASUH

By Cratelius

147K 13.6K 1.2K

[Completed] Pusat organisasi pembunuh bayaran telah terbongkar dan menjadi buron oleh negara. Salah satu caba... More

Note;
Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
End

26

1.9K 202 21
By Cratelius

Pertemuan

*

Di sudut kota yang gelap, tempat di mana sampah masyarakat berkumpul, kini sudah di tutupi oleh darah-darah segar akibat pertarungan tak masuk akal.

Satu perempuan bermodal tongkat besi, menghabisi semua preman yang menghuni gang-gang kecil di sana.

Masuk akal? Kalau di pikir dengan nalar mungkin itu mustahil. Tapi ini nyata adanya. Bermodal pengalaman dan amarah, serta kekuatan. Azizi Azabriel membuat lautan darah disana.

Bak orang yang kesurupan, Azizi buram akan pertarungan. Ia marah, sangat marah. Darahnya mendidih, butuh lebih banyak pelampiasan untuk meredakan rasa marahnya.

Salah satu preman yang Azizi hajar berlutut, meminta ampun agar Azizi tak membuat dirinya terluka lebih parah. Namun sayang, Azizi memang kesurupan malam ini.

Tangan Azizi terangkat, dengan tongkat besi di tangannya, berayun dengan kuat dan menghantam tengkorak milik sang preman.

Napas panas keluar berhembus dari mulut Azizi. Ia mendongak, menatap bulan purnama sempurna tepat berada di atasnya.

Azizi kacau.

Setelah ia memaki-maki Aldo tadi, ia langsung pergi meninggalkannya dan berkeluyuran mencari Marsha yang kabarnya menghilang dari TKP.

Namun di tengah pencariannya, datang sekelompok preman yang tak tahu bahwa mereka mengincar seorang perempuan yang salah.

Azizi yang sudah kalap pun langsung menghajar setiap preman yang ada di gang sana.

Dering ponsel berbunyi, membuat lamunan singkat Azizi buyar. Ia merogoh saku celananya dan menjawab panggilan itu.

"Rapat?"

...

"Gue kesana."

Azizi mematikan panggilan itu sepihak lalu menaruh kembali ponselnya. Di tatap sebentar orang-orang yang baru ia hajar itu lalu pergi meninggalkannya.

Malam masih panjang. Azizi berencana kembali mencari Marsha setelah rapat dadakan yang di sampaikan oleh temannya barusan.

Namun sayang, tak seperti rencana Azizi tadi. Rapat yang diadakan dadakan ini ternyata lebih panas dan mungkin akan berlangsung sangat lama.

Adel dan Freya saling memandang tak suka, melotot satu sama lain karena perbedaan pendapat.

Sejujurnya, semua yang di sana berbeda pendapat dengan Freya.

"Bukan Flora pelakunya, aku yakin!" Seru Freya masih mempertahankan pendapatnya.

"Lo ngebela dia cuma karna dia pacar lo, Fre!" Sanggah Adel tak mau kalah.

Suasananya panas. Semua tak lagi memakai akal pikiran mereka lagi. Hanya otot leher mereka yang mereka gunakan untuk membela pendapat mereka masing-masing.

"Kita ga butuh pendapat Freya buat ngejalani misi kita," lanjut Adel sembari menatap teman-temannya yang lain, yang kini sudah berada di ruang tengah, tak terkecuali Kathrina.

Enam bersaudara itu kini berkumpul kembali disana.

"Kita jalani aja misi kita, tanpa dia." Adel mendengus, kesal dengan Freya yang terus menyangkal kalau Flora ada pembunuh Jessi.

"Ga—"

"Ga apa lagi sih, anjing?!" Adel berdiri, mendekati Freya dengan emosi yang sudah tak bisa ia tahan.

Azizi ikut berdiri, menyela Adel dan mendorongnya menjauh dari Freya. "Bahasa lo di jaga!"

Amarah Azizi yang belum tuntas tadi, kembali meluap. Ia kesal, kesal karna dari tadi Adel bertingkah tak sopan pada Freya. Terlebih, wajah Adel begitu mirip dengan adiknya yang tak becus saat menjaga Marsha.

"Apalagi nih? Ngebela mantan ceritanya?"

Tangan Azizi mengepal dengan kuat, mencoba menahan emosinya untuk tidak menghajar Adel di tempat.

"Niat nyari pembunuh Jessi ga sih kalian berdua?" Sindir Adel seraya menatap Azizi dan Freya seraya bergantian. "Kita udah sepakat waktu itu 'kan? Ga ada yang bakal bawa perasaan dalam misi yang kita laksanakan."

"Tapi jangan asal nuduh orang tanpa bukti!"

"Bacot lo Freya—"

"JAGA OMONGAN LO, DEL!"

Azizi melayangkan pukulannya tepat mengenai dagu Adel, membuat sang empu sedikit sempoyongan karena pukulan itu mengenainya telak.

"Bela aja terus mantan lo—"

"Udah, Del." Olla menyela, lalu memberikan tatapan tajam pada Adel dari tempat duduknya. "Jangan balas sekarang, kita masih harus rapat."

Adel meludah, mengeluarkan darah dari mulutnya lalu kembali duduk, di ikuti Azizi dan Freya yang duduk di sebelah Kathrina.

"Cepio, ada bukti lain?" Tanya Olla memandang Fiony yang dari tadi diam menatap perdebatan tadi.

Fiony mengangguk. "Aku ke organisasi Indah waktu itu."

Semua melotot, tak percaya dengan ucapan Fiony barusan.

"Kamu? Ngapain ke sana?" Tanya Freya tak percaya.

"Beli informasi. Kita tau 'kan? Kalau mereka akan ngasih tau semua info yang mereka tahu, bahkan info pribadi riwayat klien mereka, asal ada bayaran yang lebih tinggi," papar Fiony seraya mengeluarkan sebuah dokumen.

"Ini surat kontrak Faradisha Flora Rinaldi yang menyewa jasa pembunuhan mereka," sambung Fiony lalu membuka dokumen itu.

"Aku juga sedikit terkejut setelah tahu kalau kebakaran rumah Radipati waktu itu bukan ulah Bu boss kita. Melainkan, ulah organisasi yang di pegang oleh Indah."

Mereka semua tertegun, masih tak percaya dengan apa yang di jelaskan oleh Fiony barusan. Terutama Freya, gadis itu masih benar-benar tak percaya jika Flora yang ia sayang itulah pelaku pembunuhan Jessi.

"Flora, di usianya yang ke 12 tahun, datang menyewa mereka untuk membunuh satu keluarga Radipati, termasuk Jessi," terang Fiony. "Tapi beruntung, waktu itu Jessi berada di luar dan tak terkena dampak kebakaran. Beberapa tahun kemudian, Flora tahu kalau keluarga Radipati masih punya penerus—"

"Dan dia nyewa pembunuh bayaran lagi untuk ngebunuh Jessi, iya 'kan?" Sela Kathrina dengan muka wajah yang kecut menatap Freya. "Kita udah punya semua bukti, tinggal eksekusi aja."

Fiony mengangguk, setuju dengan Kathrina untuk segera mengeksekusi pelaku pembunuhan teman mereka. Namun sayang, tinggal satu langkah untuk balas dendam, ada saja penghalang yang membuat mereka harus menunda balas dendam ini.

"Fre, kita butuh izin dari kamu juga," pinta Fiony menatap temannya yang terlihat tidak akan mengijinkan rencana mereka untuk mengeksekusi Flora.

"Udah gue bilang, ga usah tanya sama dia!" Pungkas Adel dengan emosi.

Freya diam, masih memikirkan jawaban terbaik yang ingin ia berikan.

Di satu sisi, ia sayang dengan Flora, dan tak ingin membunuh dirinya. Tapi, di sisi lain juga, Freya marah.

Ia marah pada Flora dan juga marah pada dirinya.

Otaknya Freya masih berusaha menyangkal, namun hatinya tak berbohong. Hati Freya kecewa dan percaya bahwa Flora adalah pembunuh Jessi.

Freya menarik napasnya panjang, membuat atensi teman-temannya itu beralih padanya, menunggu jawaban yang akan menentukan berjalannya atau tidak berjalannya rencana mereka.

"Maaf, tapi aku ga mau ngebunuh Flora."

-

"Jadi, kita hanya perlu diam kalau Ian sudah mati?"

Feni mengangguk dengan seringainya yang terlihat manis namun juga menyeramkan. "Betul, pinter sekali kamu."

"Kematian Ian itu.. ulah kamu—?"

"Eits, eitss. Bukan, dong!" Sela Feni seraya menaruh jari telunjuknya di bibir Tara, membungkam mulut laki-laki ini yang suka sekali ngomong tanpa di saring. "Yang meledakkan restoran itu 'kan kalian, otomatis kalian pelakunya. Aku hanya mengatur sedikit kejahatan kalian dan merubahnya menjadi sebuah kasus bom bunuh diri."

Chika sedikit tertegun, kagum dengan cara pikir serta perbuatannya yang rapi. Memang sangat cocok dirinya di sebut sebagai legenda.

Dulu sempat ada gosip-gosip antar pekerja organisasi yang menyebutkan kalau di dunia mereka ini ada tiga bersaudari yang digadang-gadang sebagai seorang panutan. Trio yang tak kenal ampun dan tak pernah gagal saat menjalankan tugas. Trio ini di sebut, Killer Angel's

Tiga perempuan cantik namun mematikan.

Chika merasa terhormat bertemu dengan salah satu trio itu. Feni, si ahli memutarbalikkan fakta. Julukan yang lucu, tapi itu terdengar keren kalau di dunia mereka.

"Sekarang aku punya satu permintaan buat kalian," sambung Feni seraya melirik dua bocah amatir itu. "Aku yakin, kalian tahu keluarga Pamustiro 'kan? Terutama kamu, Tara."

Tara mengeraskan rahangnya, merasa tak nyaman mendengar nama yang disebut oleh perempuan itu.

"Keluarga Pamustiro sudah lenyap, tak bersisa," papar Tara dengan air muka tak sedap di pandang. Ia melirik tajam pada Feni, menandakan bahwa ia tak menyukai pembahasan mereka saat ini.

"Si bungsu, Callie Pamustiro. yang di jabarkan bunuh diri karena tekanan pendidikan. Betul apa betul?"

Tara mengangguk tipis, masih dengan tatapan tajam menatap Feni yang kini beralih pada kekasihnya, Chika.

"Si sulung, Frandika Pamustiro, yang di kabarkan bunuh diri juga, karena tak sanggup membawa nama keluarga. Betul?"

Tara kembali mengangguk, tak memiliki gambaran tentang apa yang di inginkan Feni setelah menjabarkan setiap keluarga Pamustiro itu.

"Dan anak kedua, Tara Pamustiro. Kamu sendiri yang memalsukan kematianmu. Yang pada nyatanya merubah nama menjadi Tara saja, lalu masuk ke dunia seperti ini."

Raut wajah Tara menjadi lebih kecut. Ia tak suka dengan perempuan ini, terlalu banyak yang ia tahu tentang dirinya.

"Ada banyak hal yang aku tahu tentang kamu, Tuan muda Pamustiro," papar Feni dengan seringai kemenangan. "Ikuti perintahku dengan baik, atau alasan Callie Pamustiro bunuh diri yang sebenarnya akan aku sebarin ke publik. Oh, tentunya aku juga akan menyebarkan berita kalau putra kedua Pamustiro masih hidup."

"Jadi apa yang sebenarnya kamu mau?!"

"Simpel aja." Feni beranjak, mendekat pada Tara dan menatapnya dari dekat sambil tersenyum seram.

"Bunuh Ari Ragustiro."

.
.
.
.
.

"Kok ga ada mantap-mantap nya?"

🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰
Hehehehe

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 129K 167
2 member yang di ship kan dengan orang lain ternyata memiliki hubungan yang tidak terpikirkan sebelumnya. CERITA INI HANYA FIKSI SEMATA DAN DILARANG...
232K 34.9K 63
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
140K 10.9K 49
Apa yang lebih indah, sebuah kota dengan sejuta ke istimewaan atau sebuah kota yang di kunjungi orang yang istimewa? Bisa kah sebuah lensa merekam je...
63.2K 6.5K 21
Ashel tuh pinter ya, dia pemberani, jago ngomong, dan temennya banyak. Semua orang juga tau kalo dia bisa ngapa-ngapain sendiri. She knows everything...