TAKEN YOUR DADDY [SEGERA TERB...

By ZahraAra041

593K 25.4K 2K

Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly A... More

01. Broken Heart!
02. YOUR DADDY!
CAST
03. Siapa yang Salah?
04. Ide Gila
05. Gue Nggak Sudi!
06. Tinggal Bareng?!
07. Patah Hati Satu Kantor
08. Saingan Sama Tante!
09. Ada Rasa Lama?
10. Tidur Berdua?!
11. Mata-Mata Dena
12. I Want to be Your Wife
13. Simulasi Jadi Mommy
14. Serigala yang Bangun
15. Giliran Dibalas Takut!
16. Cemburu nih, ceritanya?
17. Nyaman (?)
18. Mempertanyakan Status
20. Pesta Pernikahan Theo (FIRST KISS)
21. Insiden Pesta Malam
22. Penghangatan
23. Kompor
24. Terhalang Restu
25. Nge-date
26. Senjata Makan Dena
27. Alergi
28. Ngurus Bayi
29. Dilamar?!
30. Bongkar Identitas
31. Ellen Kepanasan
32. Para Pengganggu
33. Pearly vs Dena
34. Sentuhan
PENGUMUMAN
35. Sakit Hati Berjamaah
36. Kejutan Besar
37. Gerald
38. Mengulik Kasus

19. Jadian, nih?

14.4K 590 58
By ZahraAra041

Perseteruan antara Pearly dan Gara belum kunjung berakhir sejak beberapa menit lalu. Gara berusaha mengalah karena ia menyadari dirinya memang egois di sini, tetapi anak itu sudah terlanjur kecewa. Pearly tidak mau hidupnya diatur oleh orang yang tidak memiliki hubungan dengannya. Dia memang cinta pada Gara, tetapi jika tingkahnya sudah kelewat batas maka kecewa akan tetap tumbuh.

Lain dari itu Liam yang menjadi titik perdebatan antara mereka semakin merasa bersalah. Semua ini terjadi karena dirinya yang tidak sengaja bertemu Pearly. Liam pusing sendiri menghadapi dua sejoli itu.

"Ly, serius gue nggak apa-apa banget kalau lo pergi sama om Gara. Jangan bikin keramaian di sini, malu dilihatin orang!"

"Oke, gue pergi!"

Pearly yang sedang dirundung emosi pun semakin panas tatkala Liam menyebutkan kata 'malu' yang merujuk kepada mempermalukan. Lantas ia mendorong bahu Liam dan Gara yang menutupi jalannya dan pergi dari sana tanpa mengucap sepatah kata pun. Gadis ceria itu marah malam ini. Wajahnya muram bak langit kala petir menyambar.

Gara kalang kabut, lantas merampas ponsel Pearly yang tertinggal di sana dan pergi menyusul. Dia tahu dirinya sudah bersikap egois terhadap anak kecil itu.

"Pie! Pie tunggu saya!"

Entah sejak kapan Pearly merasa dirinya menjadi begitu emosional. Ia sendiri pun tidak mengerti mengapa tiba-tiba saja perseteruan ini bisa terjadi. Namun, tak dipungkiri bahwa Gara memang keterlaluan. Tak seharusnya pria itu melarang dirinya bertemu Liam. Memang siapa dia? Hubungan saja belum jelas, sudah berani melarang.

Pearly merasa pergelangan tangannya dicekal dari belakang kala ia sudah tiba di area luar gym. Menoleh ke belakang rupanya Gara. Gadis itu reflek membuang muka sembari berusaha melepaskan tangan Gara yang mencekalnya.

"Saya mohon Pie, saya minta maaf atas keegoisan saya."

"Om nggak seharusnya ngelarang Pie kayak gitu!"

Gara mendesah lelah, lalu melepaskan cekalan tangannya pada Pearly. Lantas ia raih kedua bahu Pearly sampai anak itu mendongak menatapnya.

"Saya sadar saya egois. Entah mengapa saya tidak suka melihat kedekatan kalian ...." Pandangan Gara meneduh, menerpa wajah penuh amarah Pearly yang lambat laun mulai mereda.

Gadis itu menundukkan kepala, lalu melepaskan tangan Gara yang berada di bahunya. "Setidaknya Om harus menegaskan hubungan kita tuh, sebenarnya apa. Baru Om boleh cemburu sama Pie."

Gara menangkap sepintas keinginan Pearly dari sekelebat kejadian ini. Gadis itu hanya menginginkan hubungan yang jelas di antara mereka. Gara bisa saja mengabulkan itu semua karena sejatinya ia pun memang mencintai Pearly. Namun, jarak usia mereka sangat bertentangan. Melihat Pearly seperti itu membuatnya tak tega sebab harus menggantungnya pada hubungan yang masih tabu. Baiklah, mungkin ini saatnya Gara mencoba. Semoga semesta merestui hubungan mereka.

"Baik kalau itu yang kamu mau. Mari kita membangun hubungan mulai hari ini."

"Mwo?"

("Apa?")

Pearly menganga mendengar ucapan Gara yang lebih mengarah kepada ajakan. Daun telinganya ini tidak salah menangkap suara, 'kan? Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat tatkala tangan besar Gara menariknya masuk ke dalam pelukan.

"Maaf kalau saya egois, maaf kalau saya membuat kamu tidak nyaman. Itu semua saya lakukan karena saya mencintaimu. Sekarang, apakah saya boleh jika cemburu pada lelaki lain yang mendekatimu, Pie?"

Pearly meremas kaus yang Gara kenakan untuk menyalurkan ketegangan di dalam dadanya. Amarahnya mendadak hilang. Sepertinya sebuah pelukan hangat dari Gara itu menjadi obat penawarnya.

"Om serius? Om mau sama anak tantrum kayak Pie?"

Gara mengurai pelukan mereka, lalu mengunci tatapan mereka dalam satu titik agar tidak tercemar pemandangan lainnya.

"Saya tidak pernah bermain-main dengan ucapan saya."

Entah bagaimana harus mendeskripsikan kondisi hati Pearly sekarang ini. Rasanya banyak kupu-kupu berterbangan di perutnya, geli. Euphoria yang hingga seolah membelenggunya bersama dengan taman di musim semi. Pria matang itu sudah berhasil ia dapatkan. Pearly loncat-loncat kegirangan, lalu melompat dan memeluk tubuh Gara seerat mungkin.

Sementara itu, tanpa mereka sadari terdapat sepasang mata yang mengamati keduanya dari kejauhan. Mata tajam bak elang itu memicing dan membulat saat mendengar bahwa Gara telah meresmikan hubungannya dengan Pearly. Gerald tidak mau memiliki calon ibu tiri seperti Pearly yang telah menyandang status sebagai mantannya. Mau ditaruh mana nanti mukanya saat gadis tengil itu betulan menjadi mamanya? Gerald tidak bisa membayangkan bagaimana kacaunya hari itu.

"Gue nggak mau punya mama tiri kayak bocah tengil itu!"

Gerald kalang kabut, ia mengacak rambutnya frustasi. Rasa penyesalan langsung datang menyerbu. Rupanya pembalasan dendam gadis itu lebih parah dari pada saat ia menyakitinya. Gerald tidak pernah menyangka anak polos seperti Pearly memiliki rencana balas dendam yang sangat matang dan berbahaya.

Gerald merengek, tanpa sadar matanya mulai mengeluarkan air. "Tuhan, Gege nggak mau punya mama kayak dia!"

Gerald memutar otak. Ia harus membuat Pearly membenci Gara ataupun sebaliknya. Namun, sepertinya dua sejoli itu tidak bisa dipisahkan. Jika tidak ada cara lain, maka Gerald harus melakukan cara satu-satunya untuk membuat Pearly beralih dari sang ayah.

"Gue akan balikan sama Lily."

_-00-_

Mentari mulai menyembul dari arah timur setelah bulan menghilang ditelan malam. Pagi hari itu melelahkan bagi sebagian orang, terlebih lagi jika hari Senin. Namun, sangat disyukuri hari ini adalah hari Rabu. Tapi sama saja, dan bahkan hari ini merupakan hari yang lebih parah dari hari Senin bagi seorang pemuda bernama Gerald Caremillo yang kini tengah memasang dasi di depan cermin.

Gerald mendesah frustasi sembari membanting dasinya ke lantai. Hari ini ia harus menjatuhkan harga dirinya di hadapan Pearly untuk memintanya kembali menjadi pacar, agar gadis itu tidak berhasil menjadi ibunya.

"Tapi, apa cara ini berhasil? Dicoba dulu nggak ada salahnya, 'kan?"

Jauh di dalam lubuk hatinya ia ingin memisahkan Gara dan Pearly tanpa harus menjatuhkan harga dirinya. Namun, kedua pasangan itu sudah saling mengetahui sisi positif dan sisi negatif satu sama lain yang pasti akan sulit dipisahkan. Ia tidak mungkin memanfaatkan Dena---si mantan pacar ayahnya itu yang Gara sendiri pun memang sudah membencinya. Dena tidak akan memberikan efek apa pun pada Gara.

Salah satu cara yang harus ia lakukan memang kembali mendekati Pearly. Bocah itu masih labil, sama seperti dirinya. Mungkin saja Pearly masih menyimpan rasa dengannya. Dan mungkin Pearly melakukan ini hanya untuk memanasinya semata agar dirinya mau kembali menjadi pacar anak itu.

Gerald meraih ransel di atas kasur, lalu keluar dari kamar untuk berangkat sekolah. Sewaktu meniti anak tangga rumah, samar-samar ia mendengar obrolan romantis dari lantai bawah. Gerald bergidik ngeri begitu ujung matanya menemukan pemandangan mengerikan di bawah sana.

Seluruh atensi tertuju padanya begitu ia muncul dari balik tembok. Gerald langsung mengambil duduk di samping Pearly, hal itu membuat Pearly mengernyit heran, begitupun Gara.

"Pagi, anak Papa!" sapa Gara hangat.

"Pagi, Pa," jawab Gerald tak bersemangat.

Wajah lesu Gerald mengundang tanya di benak Gara. Apakah putranya ini masih sakit?

Pearly yang duduk tepat di samping Gerald pun lantas mengusap bahu pemuda itu setelah memberikan sepotong roti yang telah diolesi selai pada Gerald.

"Anak Mama kenapa? Kok lesu?" Pearly menyungging samar, ia puas melihat ekspresi lesu Gerald.

Pearly tahu jika Gerald itu sudah mengetahui hubungannya dengan Gara. Semalam Liam yang memberitahunya. Pemuda ambisius itu mengatakan bahwa Gerald mengintai mereka semalam, dan kemungkinan besar kemurungan Gerald pagi ini disebabkan oleh hal itu.

Gerald berdecak, lalu menarik tangan Pearly bersamaan dengan kunci motor di atas meja makan.

"Sudah siang. Pa, Gege pamit sekolah bareng Lily."

Pearly melepas paksa genggaman tangan Gerald, lalu kembali duduk di kursinya. "Ih, apaan? Gue berangkatnya sama om Gara. Lo bareng aja sama pacar lo sana!"

Gerald memutar bola matanya jengah, lantas ia menunjukkan jam tangannya. "Lihat nih, jam berapa? Lo mau telat?"

"Ya udah sih, sana lo berangkat aja! Gue sama om Gara, kenapa lo yang ribet?"

Gara menggelengkan kepala melihat keduanya. Dia sedikit menyesal telah mengambil Pearly dari Gerald. Sepertinya anak itu masih mencintai Pearly. Ya, salahnya sendiri sudah membuang Pearly layaknya sampah.

"Pie, pagi ini kamu sama Gege saja, ya? Saya takut kamu telat. Nanti sore saya yang akan jemput kamu."

Bibir Pearly merengut, persis seperti kerucut. "Ih, Om---"

"Sayang ...."

Sial, Gara sudah menggunakan kelemahannya. Suara berat pria itu mampu menghipnotis otak Pearly. Pearly tidak bisa membantah jika Gara sudah mengeluarkan deep voice plus panggilan sayang. Berbeda dengan itu Gerald justru merinding sebadan-badan saat sang ayah memanggil Pearly dengan nada rendah seperti tadi.

Kedua mata Pearly mulai memancarkan binaran kesedihan. Bibirnya mencebik ke depan, lalu berjalan sembari merentangkan tangan. Dengan sigap Gara memeluk anak kecil itu untuk menenangkannya.

"Berangkat sama Gege dulu, ya?"

"Kalian ini sebenarnya apa, sih? Pacaran? Gege bakal jadi calon anaknya Lily, Pa?"

_-00-_

Kedua mata Kalea membelalak lebar ketika melihat pemandangan mengerikan yang terjadi langsung di depan mata. Tampak jelas di sana Gerald tengah memboncengi Pearly ke sekolah. Pantas saja tadi malam Gerald beralibi akan berangkat sekolah bersama sang ayah, rupanya itu semua hanya alasan agar dirinya bisa berangkat bersama Pearly. Kalea terbakar amarah di pagi hari seperti ini. Sebenarnya apa mau Gerald?

Kalea tidak bisa membiarkan hal ini terjadi. Rasanya ingin melabrak sekarang juga, tetapi ia tidak mungkin melakukan hal murahan itu. Baik, nanti dirinya akan berbicara langsung dengan Gerald. Malas berada di sini terlalu lama, lantas ia pun pergi dari sana dengan menghentakkan kaki seiring dengan napas yang menggebu.

"Apa mereka dipaksa papanya buat berangkat bareng, ya?" monolog Kalea. Amarahnya perlahan mereda saat mengingat bahwa kedua remaja itu memang dijodohkan. Namun, apa salahnya jika Gerald berkata jujur kalau tidak bisa mengantarnya pagi ini?

Kalea menghentikan langkah, sepertinya ia harus mengintili mereka berdua untuk memastikan apakah firasatnya benar atau salah.

***

Motor yang mereka tumpangi akhirnya terparkir sempurna, berjejer dengan kendaraan lain khusus milik siswa yang bersekolah di sini. Pearly langsung turun dari tumpangan motor Gerald dan segera menyerahkan helm pada lelaki itu.

"Nih, udah ya, gue mau ke kelas. Sekolah yang bener anaknya Mama!" gemas Pearly sembari mengacak rambut Gerald yang berantakan.

Gerald mencekal tangan Pearly sewaktu gadis itu hendak pergi dari hadapannya. Ia mempertemukan maniknya dengan milik Pearly. Tatapan tajamnya mengintimidasi, tetapi tidak mampu membuat Pearly tegang ataupun merasakan hal lain.

"Apa lagi?" tanya Pearly.

"Ly, gue nggak suka ya, lo jadi calon mama gue," tegas Gerald berterus terang.

Pearly terkekeh, terdengar meremehkan. Lantas ia lepas paksa cekalan tangan Gerald dan maju selangkah.

"Kenapa? Nyesel sekarang? Nyesel udah pernah buang gue?" Pearly menyunggingkan senyum miring, lalu mengetuk-ngetuk dada Gerald menggunakan telunjuknya.

"Kalau mau berbuat sesuatu, pikir dulu akibatnya."

Malas meladeni Gerald yang tidak ada habisnya, Pearly memilih untuk segera masuk kelas sebab kelas sebentar lagi akan dimulai. Namun, lagi-lagi pergerakan tangannya itu dihentikan oleh ucapan Gerald.

"Gue masih sayang sama lo. Gue nyesel buang lo, gue nyesel mutusin lo, gue minta maaf. Maafin gue, Ly ...."

Segampang itu?

Ucapan sampah apa itu. Pearly tidak bodoh. Pemuda itu pasti hanya berusaha memisahkannya dengan Gara. Pearly tahu tabiat Gerald. Pemuda itu akan melakukan segala cara demi menggapai tujuannya, meskipun cara tersebut mempermalukan dirinya sendiri sekali pun. Lagi pula, jika Gerald benar-benar masih sayang, mengapa baru mengatakannya sekarang? Kemarin ke mana saja.

"Gue nggak bodoh. Rasa cinta gue ke lo udah sirna, dan sekarang hati gue terlanjur jatuh ke bapak lo."

"Gue tahu, Ly. Lo pacaran sama papa gue cuma karena mau manas-manasin gue aja, 'kan? Jujur, Ly!"

Pearly menoleh ke belakang, rambut indahnya berkibar tertiup angin. Tatapan sengit mereka beradu, saling menyambar dengan perantara udara.

"Awalnya memang. Tapi, semakin ke sini gue rasa bapak lo jauh lebih baik dari lo. Dia nggak brengsek kayak lo, dan dia tau gimana cara menghargai perempuan. Nggak kayak lo."

Gerald terdiam. Dia tidak mampu membalas ucapan gadis itu yang seluruhnya adalah fakta. Semua itu fakta bahwa dirinya memang menyakiti Pearly dengan melakukan hal yang tak pantas. Gerald menyerah, ia tidak bisa lagi menaklukkan hati Pearly seperti dulu.

"Ly, apa kata orang kalau kalian menikah?"

Pearly mengangkat sebelah alisnya sembari mengibaskan tangan di depan wajah kayaknya kipas.

"Ngapain mikirin orang? Toh, yang ngejalanin gue."

"Nggak usah takut gitu, Gue." Pearly maju mendekati Gerald, kemudian membelai wajah pemuda itu dengan lembut.

"Gue nggak akan galak kok kalau jadi mama lo nanti. Gue akan menjadi mama terbaik sedunia!" lanjut Pearly, ia semakin puas kala melihat wajah Gerald berubah melas.

"Lily jangan kayak gini .... Gue nggak mau, Ly .... Please, balikan sama gue---"

"Gerald!!"

Lengkingan suara yang datang secara tiba-tiba dari arah selatan mampu menghentikan ucapan Gerald. Pemuda itu bungkam begitu melihat siapa yang baru saja datang dan memergoki. Lantas buru-buru ia lepaskan tangan Pearly dari wajahnya.

Berbanding terbalik dengan Pearly yang justru melebarkan senyuman. Situasi seperti ini sangat menyenangkan. Baik, sekarang ini ia akan berubah menjadi penonton acara perdebatan dua sejoli yang saling beradu mulut sebentar lagi. Pearly menjauh dari Gerald sembari bersedekap dada. Alisnya terangkat satu, menandakan perdebatan akan segera dimulai.

"Lea? Le---"

Belum Gerald selesai bicara, Kalea sudah lebih dulu melayangkan tamparan keras pada wajah Gerald.

Pearly menganga, lalu bertepuk tangan dengan pelan. Situasi di sini semakin panas dan is menyukainya. Nampaknya Kalea baru saja mendengar permohonan Gerald yang memintanya kembali menjadi kekasih.

Semangat, Gerald!

"Brengsek lo, Ge!!"

_-00-_

Gara mulai membenahi beberapa barang yang akan dibawa ke kantor seperti tas, laptop, dan berkas-berkas lainnya yang masih terpajang rapi di atas meja kerja. Hari ini ia merasa sedikit bersemangat entah apa sebabnya. Tidak biasanya rasa semangat menghampiri di pagi hari seperti ini. Tak berselang lama dari itu ia tak sengaja melihat sebuah surat undangan di atas meja kerja tepat setelah mengangkat beberapa berkas. Undangan itu adalah undangan pernikahan Theo yang akan dilaksanakan nanti malam.

Pria itu senyam-senyum sendiri ketika memikirkan bagaimana penampilan Pearly nanti malam. Membayangkannya saja sudah membuatnya gembira. Beberapa detik kemudian Gara termenung, menyadari betapa alay-nya ia ketika sedang jatuh cinta.

"Saya merasakan hal ini dua kali dalam hidup saya." Pria itu bermonolog.

Setelah merasa semua barangnya sudah terbawa, Gara pun berniat melangkah keluar untuk segera pergi ke kantor. Namun, suara dering ponsel menghentikan pergerakannya yang hendak menarik tuas pintu. Lantas diambilnya ponsel tersebut di dalam saku untuk mengetahui siapa yang telah mengganggunya di pagi hari seperti ini.

"Mama?"

Terpampang jelas di sana adalah nomor sang ibu. Lantas segera diangkatnya panggilan penting tersebut.

"Pagi, Ma. Tumben telfon Gara pagi-pagi begini. Ada apa?"

"Mama dapat surat undangan dari teman lama kamu, si Theo itu. Dia mengadakan pesta pernikahan nanti malam."

Kening Gara berkerut. Dari nada bicara sang ibu sepertinya tidak asing. Pasti wanita itu sedang merencanakan sesuatu.

"Iya, nanti malam Gara datang. Mama datang juga?"

"Mama datang, dong. Oh iya, apa kamu nggak malu kalau datang ke pesta pernikahan malam nanti sendirian tanpa pasangan?"

Gara menghela napas, tebakannya selalu tepat. Pasti wanita itu akan menawarkan calon istri seperti yang sudah-sudah.

"Gara nggak datang sendiri."

"Terus, sama Gege?"

"Kalau nanti malam Mama datang, Mama akan lihat sendiri siapa yang akan Gara bawa."

"Kamu sudah punya pacar lagi? Siapa dia? Kenapa tidak dikenalkan ke Mama? Apa kamu kembali dengan si perempuan malam itu?"

Kata 'perempuan malam' yang diucapkan oleh wanita itu merujuk kepada Dena. Sebelumnya Gara memang sempat cerita jika ia putus dengan Dena dikarenakan Dena sering pergi ke bar atau sejenisnya. Gara sangat menyayangkan, padahal dahulu sekali Dena benar-benar calon menantu kesayangan sang ibu. Namun, karena kesalahan Dena pada malam itu membuat jati diri Dena jatuh di hadapan seluruh keluarganya.

"Kalau pasangan yang kamu bawa nggak cocok di mata Mama, kamu akan Mama kenalkan dengan pilihan Mama."

_-00-

HAI HAI HAII!!

Aku lihat-lihat kalian udah mulai jarang mampirin Pie dan Gara, kenapa? 🥺

Komen babe, kalau ada yang kurang 🥺

Oh iya, aku mau kasih spoiler part besok. Sini sini aku bisikin!

(Pesta Pernikahan Theo!!)

Yoay, di pesta itu aku bakal bikin kalian tercengang yang super super tercengang. HAHAHAHAHAHA

SEE YOU NEXT PART!!

I LOVE YOUU

KOMEN DAN VOTE YANG BANYAK BANYAAKKK!!!

Ayo, kenalan sama aku di akun Instagram bearlars_wp!!

Continue Reading

You'll Also Like

66K 3.7K 32
End Ifana Luzaj seorang bodyguard wanita yang menjaga seorang pengusaha kaya yang biasa ia panggil dengan Tuan Bos Besar, tapi kemudian dia berganti...
173K 12K 47
Berlian terpaksa menjadi pengantin pengganti atas kaburnya adik kandungnya tepat di malam sebelum pernikahan itu terjadi. Tak ingin membuat dua kelua...
40.3K 2K 56
Dibalik sifat dan wajah dinginnya seseorang, ia memendam rasa sakit dan luka yang sangat amat perih jauh di dalam lubuk hatinya. Ia hanya tidak ingin...
515K 24.2K 34
Zaira salah memilih negara tempat pelariannya agar tidak jadi di jodohkan dengan Gerald, kesalahan memilih negara membuat Zaira harus lari semakin ja...