Boboiboy x Reader | Alternate...

By Goldilocks95

12.2K 2.1K 1K

Aku terjebak dalam putaran waktu melawan Nebula. Aku mengulagi dan mengulangi. Tapi aku tidak kunjung menang... More

Prolog
- 01
- 02
- 03
- 04
- 06
- 07
- 08
- 09
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
Epilog
Xtra

- 05

463 79 20
By Goldilocks95

"Kenapa kamu bilang pada Solar, kamu menerimanya untuk masuk ke pasukan galaktik?" LoopBot memprotes. "Padahal kamu tidak mengirimkan profil data diri Solar ke stasiun TAPOPS untuk diinput identitasnya oleh admin. Mengapa kamu berusaha tetap berkomunikasi dengannya, sedangkan kamu tak tertarik merekrutnya?"

LoopBot banyak tanya akhir-akhir ini. Dia menginterogasi aku sepanjang waktu. Ia bertanya apakah aku mau menterlantarkan Solar atau betul-betul akan meminangnya menjadi personil pasukan galaktik. Entah apa untungnya LoopBot berkata demikian. Ia selalu menuntutku menjawab sejujur-jujurnya supaya memuaskan dahaga penasarannya.

"Solar mengenakan jam kuasa. Modelnya jadul, seperti barang loak di Kota Tua Jakarta. Subdialnya kecil-kecil, berjumlah tujuh. Hour makernya cacat karena patah, serta bazelnya usang. Seolah jamnya diproduksi pada zaman dinosaurus masih hidup di era mesozoikum." Sembari berjalan menuju tenda parasutnya Solar, aku menyentuh pergelangan tanganku yang dilingkari arloji milik Mechabot. "Arloji. Sesuatu untuk mengaktifkan power sphera. Aku sudah bertanya pada si Sudirman, jenis power sphera apa di tangannya itu. Tapi Sudirman bilang dia tidak tahu-menahu. Aku penasaran apa jenis power spheranya, dan bisakah aku mengembangkannya ... secara terkhusus."

LoopBot terbang meninggi dari permukaan tanah, dan memblokade jalanku dengan mata mencari tahu. Logam banyak omong ini menyebalkan. Aku memegangnya dan menyingkirkannya ke samping sehingga ia terhempas, supaya aku bisa lewat.

"Terkhusus?" Ulangnya.

Aku mengangkat bahu acuh tak acuh, "Aku melihat sebuah potensi. Apabila cahaya itu ... bisa dikembangkan ... menjadi gamma, bagaimana menurutmu, LoopBot?"

LoopBot menggeleng, "aku tak melarang. Tapi, aku menyarankan kamu untuk memilih jalan hidup yang variatif. Misalnya, lawanlah saja si Nebula itu lagi, meskipun kamu akan berujung ditinjunya dengan kumparan blackhole."

"Jalan hidup, katamu?" Aku mengernyit. "Kamu sangat aneh semenjak kita bertemu di lorong. Kamu kenapa, sih?"

Sebelum LoopBot membela diri, aku terlebih dulu menyibak tendanya Solar tanpa izin. Aku tidak butuh permisinya. Ini salah satu properti militer punyanya TAPOPS. Syukur-syukur kuberikan Solar tenda untuk berteduh dari badai petir abadi di planet Gur'latan.

Kutemukan Arumugam sedang terbaring di dipan. Ia tengah tertidur, posisinya menyamping dan ia mendengkur halus. Aku melirik arlojiku; pukul dua dini hari. Akulah yang datang terlalu pagi. Tapi ini kamp militer, tidak ada belas kasih dan empati. Aku melengos masuk ke tenda sempitnya, dan mengguncang bahunya Arumugam—well, aku mulai penasaran seberapa sering ia bertransformasi menjadi Solar "Ali. Bangun. Bangun! Jangan buat aku membanjur kamu dengan seember air selokan limbah."

Tidak sulit membangunkannya. Ali merasa tak nyaman karena gangguan dariku, dan ia lekas mengucek mata. Matanya telah terbuka, tapi pandangannya kosong. Ia menatap langit-langit tenda, tapi tangannya merayap dari pergelangan tanganku menuju lengan atasku.

"Siapa?" Ia meraba-raba. Kini ke arah pundak. Tangannya yang satunya juga begitu. Ia berakhir memegang dua pundakku, dan mempertemukan kedua tangannya di leherku—menarikku untuk sedikit menunduk ke bawah.

Tidak ada yang memperlakukanku sebegitu tidak hormatnya. Orang akan takut dan kabur terkencing-kencing duluan ketika mereka tahu aku membangunkannya. Aku merasa sangat tidak dihormati, tapi aku memaafkannya atas dasar kasihan.

Matanya mengerjap, lehernya bergerak ke arahku. Ia hanya memiliki kedua tangannya untuk mengenali siapa aku. Dari dekat sini, wajahnya terlihat murni bingung. Mata cokelat karamel Arumugam berkilat memantulkan sinar remang-remang cahaya dari lampu petromak di sampingnya.

"Oh! Maaf!" Ia berseru kaget ketika ia menyentuh rambut panjangku. Ia langsung duduk dan berdiri tegap. Ia menyatukan tangannya dan memohon-mohon, "maafkan aku. Aku tidak berniat sembarangan menyentuh. Aku menyesal."

"Aku berniat melatihmu di fasilitas TAPOPS sebagai kadet. Tanpa perantara." Aku menyilang tangan, dan mengutarakan maksud dan tujuanku jauh-jauh datang kemari. "Kamu setuju atau tidak?"

Senyum terbit di wajah mengantuknya Arumugam. Hal itu menyebabkan terbentuknya lesung pipi yang manis.

"Aku tidak bisa memungkiri," Kata Arumugam, "aku beruntung sekali. Aku sangat ingin melawan Nebula."

Melawan Nebula, katanya. Orang ini tidak bisa melawan Nebula jika ia tidak bertemu aku—manusia baik hati, tidak sombong, berhati mulia, dermawan, bijaksana, kaya raya, dan cantik jelita seperti aku—sebab dia terlalu prematur untuk mendeklarasikan kebenciannya pada Nebula. Dia tidak bisa melihat. Nebula akan langsung menyemburkan gas beracun ke depan wajahnya sebelum Arumugam memulai perkelahiannya.

"Ikut denganku. Kita pergi dari sini sekarang." Aku membalikkan badan.

Arumugam tidak siap. Ia meraba-raba ke sepenjuru kasurnya, dan menggenggam tongkat kayunya. Ia menyentak-nyentak tanah dengan tongkat kayu untuk mengindera apakah sepuluh senti pijakan di depannya masihlah aman atau tidak.

Aku meliriknya sebentar ketika ia keluar dari tenda kemudian pergi menuju wilayah barak. Arumugam sesekali mewaspadai batu-batuan dan kerikil breksi yang mencuat dari tanah. Dia begitu tidak terampil dalam berjalan. Arumugam kesusahan. Arumugam kelihatan tidak senang. Arumugam menggigit bibir tiap kali ia hampir terpleset jatuh karena kontur tanah. Ia baru saja nyaris tergelincir di permukaan milonit sebab tidak siap akan reliefnya. Dan ketika ia menormalkan kembali postur punggungnya setelah ia menahan bobot tubuhnya di tongkat dan berniat buru-buru menyusul langkah cepatku, Arumugam terbentur tali-temali yang terhubung pada pasak kamp. Ia jatuh.

LoopBot hanya memerhatikannya. Tatapannya menyiratkan rasa kasihan.

Dengan ekor mata, aku menyaksikan bagaimana Arumugam jatuh, dan ia kehilangan tongkatnya. Lagi-lagi, tongkatnya terlempar lumayan jauh darinya. LoopBot segera memungut tongkatnya, kemudian menyerahkannya pada Arumugam.

Aku manahan napas. Aku tidak terbiasa memaklumi. Jika ini pertempuran, Arumugam akan mati. Sulit sekali rasanya mentoleransi inkompetensinya Arumugam. Aku membalikkan badan, dan dengan gondok, menarik tangan Arumugam agar ia bangkit. Hari ini, ia menyentuhku terlalu banyak, dan ia memaksaku menyentuhnya juga. Kurang ajar.

Arumugam kini telah berdiri.

"Makasih banyak, Laksamana." Ia memelas dan terdengar tulus.

LoopBot mengembalikan tongkatnya.

"Oh, ini. M-makasih juga." Arumugam memeluk tongkatnya.

"Hati-hati, ya." LoopBot menasehati. Aku memincingkan mata pada LoopBot. Power sphera ini rasanya lebih menyebalkan daripada Mechabot. Tak ada gunanya menasehati Arumugam. Dia buta, tapi bersikeras ingin menghajar Nebula.

LoopBot kembali ke direksi navigasinya. Ia terbang rendah ke pesawat luar angkasaku yang terparkir cantik di balik barak. Aku mau melanjutkan perjalanan, namun aku mengintip Arumugam sebentar dengan ekor mataku—bangsat! Baru ditinggal mengedip! Dia sudah akan celaka lagi dengan menabrak sisa-sisa api unggun di dekat kakinya.

Aku menghembuskan napas gusar. Aku memegang telapak tangan Arumugam dan menyimpannya di pundakku.

"Kamu selalu jatuh!" Aku mengomel. "Pegang pundakku dan jalan!"

Dia mengangguk menurut. Arumugam berjalan mengikuti aku di belakang. Jika tidak begini, maka ia akan jatuh sekurang-kurangnya lima kali sebelum naik ke pesawat luar angkasa. Betapa repotnya aku, tuhan.

Aku masuk ke kokpit. LoopBot dan Arumugam juga ikutan. LoopBot segera duduk di seat penumpang, lalu memasang seatbeltnya secara mandiri alih-alih duduk di charging station dan hibernasi di sana. Aku menepis tangan Arumugam dari pundakku, mendorong kedua pundaknya ke bawah agar bongkongnya mendarat di seat sebelahnya LoopBot. Terpaksa, aku bertekuk lutut, dan aku menarik seatbeltnya Arumugam dari pundak melintang ke bagian pinggangnya. Aku bahkan menguji apakah mekanisme penguncian spoolnya sudah tertaut sempurna atau belum.

Komponen retraktornya longgar entah kenapa. Aku hanya akut Arumugam memerlukan pegangan saat aku berkendara nantinya, sebab kurasa ia awam dengan perjalanan antar galaksi. G force akan menyiksa warga sipil non-militer.

LoopBot sangat menyebalkan. Dia memerhatikan aku dengan wajah menyelidiki. Aku kriminal di matanya.

Setelah kubuat Arumugam berada di kursinya dengan aman, aku beranjak berdiri dan berminat pergi ke bangkuku sendiri. Tapi tangan Arumugam mencegah kepergianku. Ia menangkap apapun yang dapat ia jangkau; ia memcubit ujung kemejaku, dan meremasnya.

"Mau kemana, Laksamana?" Tanyanya, khawatir.

"Mau mengemudi." Kataku. Aku tak tahu kenapa aku membalasnya lembut. Padahal dalam ancang-ancangnya, sudah kuperhitungkan bagaimana aku akan menjawab; awalnya aku ingin membentaknya karena dia merepotkan aku.

Aku duduk di kursi kokpit. Aku mengaktifkan sistem kendali pesawat luar angkasa ini dengan memanaskan mesin-mesinnya, dan menggerung pendorong turbonya. Andai ada Ochobot. Dia bisa menteleportasikan pesawat secara instan. Berdasarkan pengalamanku, Ochobot memerlukan sekitar empat jam charging untuk jarak tempuh kurang lebih lima jutaan tahun cahaya tanpa peduli asensio rekta lokasi tujuannya. Aku tinggal memasukkan koordinat titik aries atau titik vernal ekuinoks lokasi tujuan teleportasinya ke komputer di kapal ruang angkasa, lalu Ochobot kontan akan membantuku menyebrangi dimensi.

Aku menatap galaksi-galaksi di sekitar yang tampak lebih gelap dari morfologi galaksi semestinya. Aku bahkan sampai mengintip galaksi terdekat melalui teleskop inframerah, dan memergoki cincin-cincin tersegmentasi melingkupi Messier 32. Ada banyak peristiwa eksogen yang telah terjadi selama kurang dari kurun waktu dua puluh empat jam. Supernova? Atau lebih parah dari itu—hipernova penyebab dari katai putih? Entahlah. Galaksi di dekat sini jadi terlihat miskin metalisitasnya. Aku menebak jika sinar-X Observatorium Chandra meluncurkan citra baru mereka mengenai keadaan bentang angkasa saat ini, seantero bumi akan geger.

Ruang angkasa menjadi lebih gelap dari biasanya. Konsentrasi yang redup pada penginderaan inti bintang sungguh-sungguh menakuti aku. Kenapa? Kenapa kesemuanya terasa ... aneh?

"Jalur ini agak gelap, ya ..." Komentar LoopBot.

Aku meninjau monitor layar pesawat luar angkasaku. Ini kawasan yang seharfiahnya memiliki pelensaan gravitasi lumayan terang. Bintang-bintang di sini memiliki massa setengah dari matahari—jenis bintang variabel, mereka berdenyut secara radial. Dan ada banyak galaksi elips dan galaksi lentikular di sekelilingnya. Tapi nyatanya, sinar mereka tak terlihat seterang biasanya.

"Apa Nebula bisa menyebabkan kerusakan inti bintang?" Aku bertanya. Aku tidak punya opsi selain meminta pendapat LoopBot dan pendengar lain, Arumugam. "Kupikir cahaya mereka meremang karena amplitudonya nggak stabil. Ini jelas bukan peristiwa alami."

"Dia menyerap zat-zat cahaya di sekitarnya." Ujar LoopBot. "Tak ayal bila ia merusak luminosistas bintang."

Arumugam tidak bicara. Ia menunduk diam, dan mencengkram erat tongkat bantu jalannya.

Aku terhenyak ketika beberapa menit kemudian, aku menyaksikan adanya kepulan asap aneh di luar angkasa. Kawasan ini sudah dekat dengan stasiun TAPOPS. Aku bernai jamin, GPS pesawat luar angkasaku tidak salah membaca peta.

"Kabut." Aku menginformasikan. Kabut tidak biasanya terjadi di luar angkasa. Itu menghalangi pengelihatanku dari gedung laudrynya TAPOPS.

Saat kabutnya surut, aku menabrak puing-puing besi di moncong pesawatku dan pada atap. Akibatnya, salah satu blower pesawat ini jadi rusak, dan sistem ventilasi di area toilet terganggu karenanya.

Mataku menyipit. Aku menyidik. Mengapa ada onggokan besi dan kabel berserakan di angkasa, dan melayang-layang pada jalur pendaratan pesawat? Segera setelahnya, aku menyaksikan lebih banyak patahan konstruksi besi dan pecahan infrastrutur lain. Jumlahnya luar biasa banyak. Benda-benda itu menabrak pesawatku, dan menciptakan kerusakan-kerusakan kecil berupa noda gores di bodi luar pesawat.

Pemandangan yang mencekam mewarnai pengelihatanku. Yakni hancurnya stasiun TAPOPS. Aku berangsur-angsur sadar ketika puing besinya tertabrak moncong pesawat dan visionku terbuka atas wilayah pada garis linear pesawat.

Aku menutup mulutku. TAPOPS hancur lebur, tak menyisakan apapun selain kerangka bangunan dan pecahan materialnya.

Aku menghentikan pesawat luar angkasa ini di bagian terdekat lapangan landas yang berantakan. Tak menunggu reaksi Arumugam dan LoopBot, aku lekas pergi keluar dengan melompat ke bagian helipadnya. Aku berada di luar angkasa raya. Langit ungu kebiruan terpajang di atas bintang-bintang dan asteroid liar. Di pijakan berupa lempengan H-Beam, di antara reruntuhan besi hollow yang melayang di sekitarku, aku berdiri tegap, mengedarkan pandang, mencari seseorang untuk diajak bicara.

Tidak ada satu pun alien mop-mop di sini. Aku kecewa. Kesedihanku melecos ketika aku berteriak memanggil papi, tapi tak kunjung ada jawaban.

Mechabot melapisiku sendi-sendi dan seperdua kepalaku. Minimal, suaraku tak dihambat oleh ruang hampa dan aku tetap bisa bernapas.

Aku berjalan kesana kemari, mencari petunjuk. Tapi di tiap langkahku, aku menjumpai jurang angkasa beserta objek-objek astronominya yang tanpa ujung melingkupi pandanganku.

Aku sempat melamun sebentar. Aku berencana akan menangis. Tapi aku mau merenung dulu dalam keputus-asaan. Sulit sekali untuk tidak menjadi sentimentil di situasi mengerikan ini. Pandangan mataku jatuh pada dinding hancur salah satu sekat pada ruangan pengamat komet milik TAPOPS; ada kalender di sana. Eksemplarnya menunjukkan sistem tahun masehi, dan spidol merah melingkari tanggal delapan.

Aku berbalik, dan malah hampir berciuman dengan Nebula.

"HAH?!" Aku melompat mundur sejauh-jauhnya memanfaatkan ketiadaan gravitasi. Aku kaget bukan main. Aku syok, seperti baru saja ditakuti kuntilanak di wahana rumah hantu.

Aku tak siap. Mechabot belum diisi dayanya. Aku tidak membersediakan rencana apapun, dan tidak memiliki mental untuk mewajahinya di putaran waktu seratus delapan. Aku muak, aku mau muntah.

Nebula berbentuk asap. Tapi ketika ia mau, ia dapat menjadi konkrit. Tubuhnya menyerupai raksasa gembrot bernapaskan gas metana yang kerap menyemburkan karbon monoksida, nitrogen oksida, dan ozon dari tiap pori-pori tubuh beracunnya.

Aku menutupi sekujur tubuhku degan armorisasi Mechabot.

Ini tak tepat. Sekarang bukan saatnya untuk tawuran di time loop dan berkali-kali dikalahkan oleh Nebula sampai kewarasanku hanya tersisa sedikit. Aku tak punya rencana. Aku sendirian. Aku sedang terguncang. Tempramenku naik.

Tapi aku tetap bersiaga. Bagaimana pun, aku akan membela diri apabila makhluk di luar nalar logika manusia ini hendak mengunyahku.

DUARRRRRR!

Mengejutkan. Ledakan timbul tanpa aku tahu apa penyebabnya. Ledakannya memicu kerusakan pada H-Beam. Sehingga aku menyingkir ke samping dan menyilang tangan di depan muka, melindungi paras cantik ini dari goresan luka.

Ada tinju dari bawah H-Beam meluncur dan mendorong Nebula hingga makhluk itu goyah dan terbanting menembus tujuh lapisan dinding TAPOPS sebelum akhirnya ia terpental ke angkasa. Tinjunya dibuat dari tangan raksasa es bercampur tanah. Entah darimana si raksasa berasal. Aku tidak melihat jejak-jejak kedatangannya.

Belum selesai menyelidiki si raksasa lebih jauh, tanganku keburu digenggam oleh tangan yang begitu besar, kasar, dan berkomposisi aneh milik seseorang. Dia literally Arumugam. Tapi dalam bentuk lain. Bulu wol menghiasi sekeliling lehernya. Pakaiannya berbeda.

Tangannya bertatahkan tanah dan bongkahan es. Tangannya menyala ketika ia mengontrol gerakan raksasa golem itu.

"Siapa?" Aku menurut untuk ditariknya kembali ke pesawat, tapi juga aku mempertanyakan jenis power sphera mana lagi yang ia gunakan. Mendadak saja, orang ini jadi jago berlari—aku menudingnya dengan banyak hujatan karena sebelumnya ia bahkan tak becus dalam berjalan tanpa terpleset.

"Aku tahu rasanya kehilangan." Dia tak menjawabku. Dia malah menceramahi aku. "Aku juga kehilangan pengelihatan karena gas dari pori-pori kulit makhluk itu."

-

Continue Reading

You'll Also Like

937 115 7
Aku di titipkan oleh nenekku di Malaysia oleh kedua orang tuaku, alasan sederhana, mereka berdua berpikir kalau aku tidak mempunyai kemampuan yang lu...
92.3K 8.1K 82
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
1.8K 282 8
Tidak selamanya bulan bersama dengan bintang. Pun tidak selamanya awan dengan pelangi. Jikalau tak ada yang abadi di dunia ini, maka dari itu buatlah...
7K 965 8
Bermula dari seorang miya chinen yang menginap di rumah sahabat dari ibunya Lalu bertemu dengan (name) selaku putri dari y/m Apa yang membuat miya b...