HER LIFE - END (OTW TERBIT)

By ay_ayinnn

4.9M 263K 16.9K

Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarg... More

Baca dulu beb
PROLOG
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
PART 21
PART 22
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 27
PART 28
PART 29
PART 30
PART 31
PART 32
PART 33
PART 34
PART 35
PART 36
PART 37
PART 38
PART 39
PART 40
PART 41
PART 42
PART 43
PART 44
PART 45
PART 46
PART 47
PART 48
PART 49
PART 50
PART 51
PART 53
PART 54
PART 55
PART 56
JUST FOR FUN BEB!
PART 57 (END)

PART 52

38.6K 3K 367
By ay_ayinnn

Warning🚫

Kalau ada kesalahan dalam sidang hukum, tolong koreksinya. Aku sudah dan sedang berusaha semaksimal mungkin mencari informasi tentang sidang.

••••••

5 jam berlalu dan mereka telah menyelesaikan kontrol dengan dokter masing-masing. Pertama tadi Gavin dan Elen mengantar Vanya ke tempat dokter Meera. Kata Meera, untuk pertama kali korban dan pelaku bertemu memang akan berefek banyak. Namun sesuai hasil pengamatannya mengenai hal itu, menurut Meera tak begitu memperburuk suasana hati Vanya. Bahkan untuk menenangkan Vanya saja, Clara tidak berikan obat antidepresan yang Meera resepkan minggu lalu.

Lalu yang kedua, Gavin dan Vanya gantian mengantar Elen terapi di RSIJ tempat praktik dokter Chelsea. Lumayan jauh, tapi mereka sangat menikmati perjalanan. Elen pun mau duduk jok belakang sendiri setelah Vanya belikan coklat.

Sekarang posisi mereka berada di dalam ruangan Chelsea. Keterkejutan Chelsea melihat Gavin mengantar anaknya terapi membuat suasana sedikit canggung.

"Jangan lupa terus latihan bicara yang kata-katanya panjang, ya, Elen," Ucap Chelsea mengelus pelan pucuk kepala anak itu.

Elen yang duduk di antara Gavin dan Vanya memperlihatkan wajah sumringah. Dia mengangguk menanggapi dokternya. Dapat Chelsea lihat kebahagiaan Elen yang sebelumnya tak pernah anak itu keluarkan.

"Makasih, Se. Ayo pulang," Gavin menggendong Elen keluar dari ruangan dingin itu.

"Vin asli, lo gak sopan banget sama gue," Ucap Chelsea melongo. Memang sudah biasa Gavin kurang ajar kepadanya, tapi minimal sebagai wali pasien sopan dikit kek.

Ucapan Chelsea sengaja diabaikan oleh Gavin. Sambil menggendong Elen, dia terus berjalan sampai tertelan pintu ruangan.

Wah kurang ajar Vanya ditinggal. Perempuan itu menyelempangkan tas ke salah satu bahunya. Ia berdiri diikuti Chelsea.

"Terima kasih ya, Van udah sanggup sampai sejauh ini," Kata Chelsea salut akan lika-liku hidup Vanya. Apalagi awal ketemu Vanya dulu sangat miris. Sekarang wanita itu sudah pandai merawat diri lagi.

Bevan sudah menceritakan semua kepada Chelsea. Diposisi Vanya emang sulit. Tak semua orang bisa dan sanggup menjalankan hidup selapang dia.

Vanya mengulas senyum, "Terima kasih juga udah mau bantuin Elen. Sekarang dia mulai bisa bicara panjang."

"Santai aja adik ipar," Goda Chelsea.

Lawan bicaranya tak bereaksi apa-apa. Dia hanya mengulum bibir pertanda sedang kebingungan.

"Kalau gitu aku pamit ya. Mari dokter," Sebelum pergi Vanya membungkukkan badan sebentar, Chelsea membalasnya.

Setelah kepergian Vanya, Chelsea kembali duduk di kursi kebesarannya. Bibir yang tadi tersenyum kini memudar. Apa Gavin sanggup saat pulang ke rumah nanti?

•••••

Farel termenung di atas kasur. Kepulangannya kali ini tak disambut oleh keceriaan orang-orang rumah, walaupun mereka hanya asisten rumah tangga.

"Aden! Astaga, Bibi khawatir sama Aden. Dari mana aja? Waktu Bibi tanya Bapak, Bapak nggak mau kasih tahu."

Mendengar suara sepatu memasuki rumah, seorang asisten di rumah itu mendatangi pelaku. Air matanya mengalir melihat anak majikannya pulang setelah berminggu-minggu tak menginjakkan kaki di rumah.

"Farel baik-baik aja, Bi. Oh ya, kemarin manager pabrik udah datang ngirim dokumen?" Tanya Farel tak mau membuat asisten itu menangis lagi.

Dia menggeleng, tangisannya malah semakin menjadi. Kening Farel berkerut. Tidak biasanya Bibi menangis seperti ini.

"Bibi kenapa?" Tanya Farel tidak bisa kalau harus menjawab teka-teki disaat dia baru saja pulang.

"A-ada polisi yang mau nahan Aden. Mereka juga kasih Bibi ini," perempuan berusia 47 tahun itu mengeluarkan sebuah surat dari kantong celemeknya.

Farel mengambil cepat kertas itu. Benar saja, surat kepolisan ada di rumahnya. Jantung Farel berdetak dua kali lebih cepat.

Surat penangkapan kasus Vanya beberapa tahun lalu.

Farel:
[Kirim foto.]
kalian dpt?

Malam ini Farel meneteskan air mata untuk pertama kalinya. Dia menyesal pernah melakukan hal sehina itu dimasa remajanya dulu. Andai dia mengikuti apa yang orang tuanya mau seperti sekolah di luar negeri pasti dia akan terhindar sama permasalahan kayak gini.

"Ngapain nangis?" Seseorang masuk ke dalam kamar Farel.

Kakinya pincang, namun masih bisa digunakan untuk berjalan. Laki-laki paruh baya itu duduk ditepi kasur tepat sebelah putranya.

Farel menggeser sedikit duduknya lalu kembali menyandarkan badan ke kepala ranjang. Ia mendongakkan kepala berharap air mata itu berhenti menetes.

"Kalau Acel sama Vanya gak minta ketemuan, Papa gak bakal tahu sebejat apa anak Papa selama SMA," Lanjutnya sedih mendengar cerita menyakitkan itu.

"Papa gak marah?"

Harusnya Bastian, Papanya, langsung memukul wajah Farel secara brutal. Tapi dia malah santai-santai sambil terkekeh.

"Semisal nanti kamu dihukum mati, kenapa Papa harus repot-repot pukul kamu?" Tanya Bastian cuek.

"Maafin Farel, Pa. Farel bener-bener minta maaf udah melakukan hal sehina itu sama perempuan."

"Awal tahu semuanya Papa kecewa sekali. Pengen rasanya Papa rusak muka kamu sesuai dengan rusaknya akhlak kamu saat SMA," Ucap Bastian lalu hembuskan nafas berat.

"Rusakin wajah Farel sekarang, Pa," Tegasnya.

"Papa gak akan bawa pengacara buat kasus kamu," Ucap Bastian mengubah topik. Ia keluarkan sebuah korek dan rokok dari dalam kantong celana.

Farel diam, memang kasus itu tak patut diselamatkan. Maksudnya, udah seharusnya mereka dapat hukuman yang layak.

Bastian menyalakan rokok itu. Ia merokok di dalam ruangan berAC. Hanya sekali, lalu ia jauhkan batang rokok itu dari mulutnya.

"Pinjam tangan kiri kamu," Tanpa memiliki firasat buruk, Farel memberikan tangan kirinya pada Bastian.

Rokok yang masih menyala itu Bastian letakkan di atas telapak tangan Farel. Panas langsung menjalar ke seluruh telapak tangan laki-laki itu.

"Pahh--"

"Coba genggam," Tutur Bastian. Membantu tangan Farel menggenggam rokoknya. "Panas?"

Farel mengangguk, bodoh.

"Luka di tangan ini Papa harap gak akan pernah hilang."

Sungguh, saking banyaknya kesalahan yang sudah Farel lakukan, dia sampai tak sadar kalau tanggannya telah melepuh akibat api dari rokok tersebut. Rasa panasnya menghilang seiring berjalannya memori bejatnya semasa SMA.

"Jangan tarik aku, Farel, sakitt," Rintih Vanya ketika Farel menarik rambut perempuan itu kasar.

"MAKANNYA KALO JALAN YANG CEPET! ANJING KALO DI PANGGIL MAJIKANNYA TUH LARI BUKAN MALAH JADI SIPUT!" Sambil terus berjalan, Farel makin menarik rambut Vanya agar segera berjalan mengikutinya.

Air mata Vanya yang sudah berjatuhan sama sekali tidak membuat Farel mengurangi rasa sakit dikepalanya. Gak apa pusing dikit, asal gak tiba-tiba burem aja.

Sesampainya mereka di rooftop, Farel menghempaskan badan Vanya. Walaupun langsung ditangkap Alex, tapi laki-laki itu menarik kerah belakang seragam Vanya hingga mencekik lehernya.

"Bocah tengil sok-sokan kabur!" Sarkas Alex.

Gavin berjalan maju, berhadapan dengan Vanya. Ia angkat dagu gadis itu sampai sejajar dengan tatapannya.

"Kalo tau cengeng, jangan telat datengin kitanya!" Sentak Gavin menekan dagu Vanya erat.

"Ada tu-tugas yang harus aku selesaikan dulu," Jawab Vanya susah payah.

"Bulshit!" Gavin tekan dagu itu sampai pemiliknya menoleh ke arah lain.

"Sa-kitt," Vanya memegangi lehernya. Tarikan segaram bagian belakangnya semakin mengencang.

"Aku terima kalau hukuman akhir nanti sesuai hukum negara. Tapi Acel, apa Papa bisa jagain Acel buat Farel? Aku takut Papa nyakitin Acel lagi."

"Acel sama Vanya mau Clara bawa ke Australia buat melanjutkan pendidikan mereka yang sempat tertunda."

Mendengarnya membuat Farel tertawa kering, "Acel gak ada bilang apa-apa sama Farel."

"Jangan ganggu Acel lagi, Rel. Dia udah banyak tunduk sama kamu. Kali ini biarin dia bebas."

Ya, sepertinya Bastian benar. Selama ini Acel terlalu tunduk kepadanya. Maka baiklah, Farel sudah siap akan konsekuensinya.

•••••

BUGH!

"AYAH GAK PERNAH NGAJARIN KAMU JADI ANAK KURANG AJAR, JUNA!"

"Aku minta maaf udah ngecewain Ayah."

BUGH!

Pukulan kedua Juna dapatkan lebih keras dari pada yang pertama tadi.

"MASIH BISA BICARA, HAH?! KAMU BAYAINGIN GAK KALAU YANG DIPOSISI ITU ALAMARHUMAH MAMA KAMU??"

Tangan Juna mengepal. Tolong marahi atau pukul aja lagi dari pada membahas soal Mama. Tukang selingkuh yang suka membuka lebar kakinya ke banyak laki-laki, apa masih bisa disebut seorang Mama?

"MAU TARUH DIMANA MUKA AYAH KALAU ADA REKAN KERJA YANG NANYAIN TENTANG KASUS KAMU ITU?!"

"IBU DAN ANAK SAMA SAJA! SAMA-SAMA NYUSAHIN!"

PLAK!

Kali ini Juna mendapat tamparan.

"Ayah boleh marah. Ayah boleh pukul. Tapi Juna mohon jangan bahas soal Mama lagi!" Sentak Juna mendengar Joshua, Ayahnya, menyamakannya dengan wanita jalang itu.

"KENAPA?! MEMANG PADA DASARNYA KALIAN BERDUA SELALU MALU-MALUIN SAYA!"

"SAYA JADI BERPIKIR KALAU SEBENARNYA KAMU BUKAN ANAK KANDUNG SAYA, MENGETAHUI PERILAKU IBUMU YANG MENJIJIKKAN ITU!"

"KALAU DI SURUH PILIH JUNA JUGA GAK MAU LAHIR DARI RAHIM WANITA KAYAK DIA, PA!"

Yang paling menyakitkan adalah ketika SMA Juna sedang memesan wanita malam. Bukannya seorang gadis seperti yang di profil malah Mamanya sendiri datang menemuinya sebagai wanita itu.

"MULAI HARI INI BERHENTI PANGGIL SAYA PAPA. KARENA SAYA TIDAK PERNAH PUNYA ANAK TUKANG BULLY KAYAK KAMU."

Kening Juna berkerut, artinya dia diusir?

"Saya juga tidak sudi menjadi saksi mu di pengadilan nanti! Membusuk saja kamu dipenjara!!" Setelah mengatakan hal itu Joshua pergi meninggalkan Juna sendiri di ruang tamu yang begitu temaram.

Bahkan lampu di rumah ini seperti tidak berfungsi dengan benar. Seakan mengerti isi hati Juna, lampu-lampunya terasa semakin menggelap.

Juna terkekeh pedih. Alasan saat SMA Juna kehilangan kontrol sampai tega menyakiti perempuan ya karena ini. Keluarganya hancur, kenakalan remajanya kala itu ia jadikan sebagai pelampiasan.

"Ju-juna, di kantin itu cuma ada soto ayam," Vanya memberikan semangkuk soto ayam kepada Juna di dekat gudang.

Laki-laki itu sedang membolos pelajaran. Dia juga meminta Vanya keluar kelas setelah mengizinkannya dari guru mata pelajaran tadi.

"Gue maunya bakso," Dingin Juna mengepulkan asap vape ke wajah Vanya.

"Tapi mbok Jem bi-bilang baksonya ha-bis," Vanya takut Juna lepas kendali.

Tak lama, Juna menyambar piring itu sampai pecah. Badan Vanya bergetar kaget.

"MAKAN!" Suruh Juna tanpa manusiawi. Makan apa? Bahkan air sotonya sudah meresap di tanah.

Vanya menggeleng, dia berusaha menolak.

"Lo paksa gue makan soto, kenapa waktu gue paksa balik lo gak mau hah?! Dasar Jalang!" Juna mendorong Vanya sampai perempuan itu terjatuh dan telapak tangannya tak sengaja mengenai pecahan piring soto tadi.

"Shh, sa-kit," Erang Vanya memegangi telapak tangannya.

"Drama banget cok!!" Semprot Juna lalu menendang paha Vanya.

Di dalam kamar, Juna membanting semua benda yang telah tersusun rapi di sana. Dia bukan marah karena mendapat surat panggilan dari pihak berwajib, dia marah karena keluarganya gak pernah bisa membahagiakannya.

"Emang paling bener gue membusuk di penjara, Anjing!!!!"

Boleh kali ini Juna merasa Tuhan gak adil?  Disaat dia mulai mendapat kebahagiaan dari rumahnya, rumah itu malah roboh karena kayunya gak kokoh. Lalu ketika dia ingin membahagiakan keluarganya, temperamental Ayahnya malah makin memburuk.

Juna juga mikir, tujuan Tuhan menghidupkannya itu untuk apa kalau berakhir seperti ini?

•••••

"Mama Marvel sama Mama Gavin cerita banyak ke Mama."

Malam ini Alex di sidang oleh Mamanya di ruang kerja wanita itu. Alex tahu, sekarang Mamanya sedang dilanda kekecewaan mendalam.

"Diajarin siapa anak SMA bisa berperilaku buruk begitu?"

"Maaf, Ma," Alex menunduk dalam. Dia memang paling dewasa dan netral diantara teman-temannya, tapi dia paling hello kitty di depan Mamanya.

"Papa on the way pulang. Mama gak mau ikut campur urusan Papamu sama kamu nanti."

"Ma..." Rengek Alex.

"Udah tanggung jawab apa aja?" Dingin Brigitta, Mama Alex.

Laki-laki itu diam, tanggung jawab? Dia baru saja meminta maaf tadi.

Brigitta melempar sebuah surat ke atas meja kerjanya. Alex meneguk saliva susah payah. Senakal-nakalnya Alex, Brigitta tidak pernah semarah ini.

"Rekaman video yang tersimpan di google foto seorang murid alumni Euphoria udah jadi bukti hukum."

"Ma, Alex--"

"DIAM! SEBAGAI IBU, SAYA SANGAT KECEWA MENGETAHUI HAL BEJAT YANG SUDAH ANAKNYA LAKUKAN SELAMA 3 TAHUN DI SMA!"

"Maaf, maaf, maaf, maaf, aku minta maaf sama Mama."

"KAMU INGAT KAN SEBERAPA TERPUKULNYA MAMA WAKTU ADIK PEREMPUAN KAMU MENINGGAL?!" Bentak Brigitta panas.

Alex ingat jelas. Saat adiknya lahir, bayi kecil itu mengalami kelainan pernapasan sampai kesusahan dalam mengambil nafas. Alhasil dia hanya bertahan hidup kurang dari sehari.

Brigitta nyaris gila karena depresi mendengar kabar kematian anak keduanya. Tapi, anak pertamanya malah menyiksa habis-habisan seorang anak perempuan.

"Apa yang belum Mama kasih ke kamu sampai kamu tega menyakiti perempuan, Lex?" Tanya Brigitta serius.

"Alex yang salah."

"JELAS KAMU YANG SALAH! KASIH SAYANG? MAMA SAMA PAPA SELALU KASIH SEMUA YANG KAMU MAU!! MOBIL? MOTOR SPORT? PS? SEMUA YANG TERBARU UDAH KAMI BERIKAN SESUAI PERMINTAANMU! KURANG APA?? BUKANNYA KALO KAMU MAU SESUATU TINGGAL BILANG KE MAMA?? KENAPA MALAH NGERUSAK MASA DEPAN PEREMPUAN?!?!!"

Terlihat Brigitta tengah mengatur nafas. Dia terlalu emosi. Dia kecewa. Sebagai ibu, mau ditaruh mana muka Brigitta saat harus bertemu orang tua korban sekaligus korbannya langsung?

Video 20 detik yang ia dapatkan sangat menusuk jantungnya. Jelas terlihat Alex, sedang mencekik leher Vanya. Belum di detik berikutnya ada Alex yang menendang kaki gadis itu.

"Sekarang, Mama mau tantang kamu untuk ngerusak Mama," Lanjut wanita itu tegas.

Alex memutus pandang. Tentang Mama dia paling gak bisa.

"Kenapa diam??"

"Mama, maaf. Jangan bilang gitu."

Brigitta terkekeh. "Gak berani, hm?" Ledeknya. Laki-laki itu menggeleng lemah.

"Kalau keputusannya nanti hukuman mati, itu akan lebih baik dari pada Mama menanggung malu mempunyai anak biadab kayak kamu."

•••••

"Surat apa mbak?" Tanya Marvel kepada asisten rumah tangganya yang terus-terusan menunduk.

Dihadapan seluruh keluarganya, Marvel membuka surat itu. Ternyata surat penangkapan.

Kaget? Tidak. Dari hatinya yang paling dalam, Marvel telah ikhlas kalau harus mendekam dipenjara atas kelakuan buruknya di masa lalu.

Mama Marvel terus menangis dan ditenangkan oleh adik iparnya. Sedangkan Omanya, sedari tadi dia menatap Marvel tajam tanpa kedip.

"Warisan kamu Oma cabut 30% dari 35%," Ucap Oma Marvel penuh keyakinan.

"Marvel rela Oma cabut sepenuhnya karena Marvel udah melanggar perjanjian kita."

"Oma, warisan itu apa?" Tanya Marvel kecil.

"Warisan itu harta yang bakal Oma kasih ke kamu waktu udah besar nanti."

Marvel kecil mengangguk sok paham. "Ada syaratnya nggak?"

"Syarat?" Oma berpikir sejenak. "Ada! Kita harus menyepakati perjanjian oke??"

"Perjanjian apa?"

"Buat dapet warisan, Marvel harus janji ke Oma untuk terus menjadi laki-laki baik. Gimana?"

"Kalau aku ketahuan jahat?"

"Warisannya Oma kasih ke adik Jenna."

Tangisan Mamanya terdengar sangat menyakitkan di telinga Marvel. Tante yang selama ini selalu membela Marvel kalau dia baru saja melakukan kesalahan kali ini tidak membelanya lagi.

"SAKA!!! SAKA!!" Elshinta, Mama Marvel meneriaki supir pribadinya.

"Iya bu," Saka menundukkan kepala di depan para majikannya.

"BAWA MARVEL KE KANTOR POLISI! KALAU ADA SURAT PANGGILAN SIDANG SAYA TIDAK AKAN PERNAH DATANG!"

"Elshinta..." Oma menegurnya.

"Maaf, Ma, tapi saya gak pernah punya anak berperilaku brengsek kayak Marvel!!"

"Marvel bakal pergi. Tapi sebelum itu tolong izinkan Marvel minta maaf ke Mama, Oma, Tante, dan seluruh orang yang pernah menyayangi Marvel. Maaf, maaf di SMA Marvel pernah khilaf. Maaf udah bikin kalian kecewa. Marvel yang itu gak berpikir efeknya sampai dia dewasa. Sekali lagi Marvel minta maaf."

"PERGI!!!" Sentak Elshinta penuh amarah.

Sudah ada tiga ibu yang kecewa atas perlakuan putranya selama ini. Mereka semakin kecewa setelah tahu kebejatan yang putranya lakukan itu sudah lima tahun yang lalu. Sebagai ibu, pasti mereka merasa gagal mendidik anaknya.

Apalagi hari ini surat penangkapan kasus itu datang. Tentu dengan senang hati mereka akan membela yang benar.

Di sisi lain, Gavin, Vanya, dan Elen sedang bermain menghabiskan waktu bersama. Mereka saling membahagiakan Elen tanpa sadar kalau Gavin sudah ditunggu keluarganya di rumah.

Melihat wajah Elen yang begitu ceria itu membuat Vanya ikut bahagia. Belum lagi tadi Elen dan Gavin bercanda terus di toko baju sampai Vanya ikutan tersenyum.

"Em pulang yuk? Ini udah malam," Ingat Vanya menghentikan permainan mereka.

"Alahh, ka-karcis-nya, u-dah ma-u ba-banyak!"

"Ini udah banyak, Sayang," Ucap Vanya, Elen mengangguk tegas.

"Papa! I-itu fo-to apa?" Tanya Elen menunjuk dua perempuan keluar dari photobox timezone sambil membawa hasil fotonya.

"Itu photobox, mau coba?" Tanya Gavin setelah lama diam lalu diangguki cepat oleh Elen.

"Okee, ayo kita coba!!" Gavin menggandeng Elen dan Vanya menuju photobox itu.

"Eh? Kalian aja, aku duduk di sana," Ucap Vanya.

"Kamu juga ikut lah, Van. Masa aku sama Elen aja?" Sahut Gavin.

"I-iya, a-ayo, Ma!" Seru Elen. Vanya yang tak tega mengikuti apa kemauan anaknya.

Mereka masuk ke dalam tempat kecil itu. Gavin mencari filter yang paling bagus. Setelah dirasa cocok, ia mulai menekan tombolnya sebanyak enam kali.

"Mama, ga-gaya dong," Pinta Elen melihat Mamanya hanya tersenyum.

"Tuh, Van, di kritik anaknya," Ledek Gavin.

"Gaya apa?" Tanya Vanya polos. Dia sebenarnya udah gak tahu harus apalagi makannya mati gaya.

"Gaya kayak gini nih," Gavin mencubit gemas pipi Vanya dan itu terjepret oleh kamera dengan Elen yang tertawa melihat Mamanya.

Jepretan berikutnya adalah dimana Vanya spontan menarik telinga Gavin karena lancang memegang pipinya. Ditengah-tengah mereka terlihat Elen begitu happy mendongak menatap kedua orang tuanya.

"Udah lah! Mama capek," Ujar Vanya.

"Y-yahhh!!! Pa-pada-hal, se-seru," Ucap Elen kecewa.

"Itu hasilnya udah banyak. Elen... Besok lagi kita kesini. Kamu juga dari pagi belum mandi loh," Jelas Vanya.

"Gak apa-apa, Len, ini udah cukup kok. Papa print tiga kali ya. Buat Elen satu, buat Mama satu, buat Papa satu," Gavin mengambil hasilnya dan membagikannya kepada dua orang kesayangannya.

"YEYY!!" Elen bersorak girang.

Mereka bertiga terlihat lucu di foto itu, apalagi dua terakhir ada adegan spontan dari Gavin dan Vanya. Untung Elen fotogenik jadi terlihat lucu.

"Sekarang pulang??" Tanya Gavin.

"O-oke!" Sahut Elen.

Tahu putrinya sudah lelah berjalan, Gavin langsung menggendongnya. Elen mengalungkan tangan ke leher Papanya agar tidak jatuh.

Di samping Gavin, Vanya berjalan mengikuti dua orang itu. Tak mau ibu dari anak-anaknya hilang, Gavin merengkuh pinggang Vanya menggunakan tangan satunya.

"Be-besok ma-in l-la-gi ya??" Pinta Elen berbisik di telinga Gavin. Vanya yang dekat pun mendengarnya.

"Iyaa, besok kita ke sini lagi," Jawab Gavin. "Bener kan, Van?"

Vanya diam. Dia tidak menjauhkan diri dari Gavin karena sudah terlalu lelah. Ia juga asal mengangguk agar tak perlu mengeluarkan pendapat.







Bersambung.

Part bagian tengah ke bawah ga aku revisi.

Aku persembahkan emot so sweet buat kalian🤍💗🎀🌷😍💋🤍💗🎀🌷😍💋🤍💗🎀🌷😍💋🤍💗🎀🌷😍💋

Oya ini intagramku beb, kmrn ada bbrp yang nanya soalnya

Yang belum vote, vote dulu!!

30-31/03/24

Continue Reading

You'll Also Like

3.2M 262K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
12.4K 1.8K 34
Al adalah laki-laki yang setiap harinya dilanda kebingungan, antara sahabat dan pacar Siapakah yang akan Al pilih??
15.6K 1.2K 59
Squel dari cerita : Vettara "Kalau penyesalan memang datang di akhir cerita,mungkin seharusnya dari awal gue ga sebodoh ini"Ucap Milo. "Tidak ada kat...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.1M 241K 30
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...