PENGASUH

By Cratelius

150K 13.8K 1.2K

[Completed] Pusat organisasi pembunuh bayaran telah terbongkar dan menjadi buron oleh negara. Salah satu caba... More

Note;
Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
End

20

2.2K 232 9
By Cratelius

Berdua bersama

*

Lagi-lagi jalan raya kembali dipadatkan dengan kendaraan-kendaraan yang tak kunjung bergerak sedari tadi. Marsha, yang terjebak di kemacetan ini, kini memukul-mukul kemudi mobilnya. Jengkel karena jalanan ini tak kunjung bergerak maju.

"Harusnya aku pake mobil papa aja," keluh Marsha, menyesal karena tak memakai mobil ayahnya yang bisa ia gunakan untuk menembus jalan raya yang macet ini.

Ponsel Marsha berbunyi, membuat sang empu melirik dan menjawabnya dengan cepat.

Mood gadis itu berubah. Dari wajahnya yang tadi kusut, kini berganti menjadi sebuah senyum sumringah yang cantik.

"Halo, Do. Aku kejebak macet," keluh Marsha lagi dengan manja. Membuat Aldo yang berada di seberang terkekeh kecil mendengarnya.

"Kamu dimana?" Tanya Aldo sembari menyalakan mesin motornya. "Aku jemput," sambungnya lagi setelah mendapatkan posisi Marsha yang tak terlalu jauh dari tempat ia berada sekarang.

Derungan mesin motor Aldo menggema, membuat orang-orang yang berada di pinggir jalan memperhatikan laki-laki itu.

Dengan gesit dan lincah, Aldo melintasi jalanan yang padat melalui celah-celah kecil diantara mobil. Aldo cukup handal dalam urusan motor, itu sebabnya ia sering di tunjuk Gracia untuk mengintai dan membuntuti korban yang hendak mereka eksekusi dulu.

Marsha yang sudah memarkirkan mobilnya di bahu jalan, keluar untuk mencari keberadaan Aldo yang katanya hendak menjemputnya. Sambil mengenakan masker dan topi, Marsha beranjak dari sana dan segera menyusul Aldo yang sudah mulai kelihatan di tengah jalan.

Tangan Marsha terangkat, menyapa Aldo yang baru saja memberhentikan motornya di pinggir jalan dan melepaskan helm.

"Hai," sapa Marsha sambil tersenyum.

Aldo menaikkan kedua alisnya, membalas sapaan Marsha dengan singkat lalu menyerahkan helm yang baru saja ia beli tadi.

"Helm siapa?" Tanya Marsha, mengingat beberapa hari lalu ia bukan mengenakan helm bermotif pizza kecil ini. "Helm buat lo. Gue beli tadi di pinggir jalan," jawab Aldo sambil terkekeh.

"Lo belum pernah punya helm, kan?" Sambung Aldo membuat sang empu hanya mengangguk sambil memakai helm pemberian Aldo.

"Lucu," puji Marsha lalu menaiki motor Aldo.

"Mobil lo?"

"Nanti di jemput supir papa," jawab Marsha. Setelah Aldo mengatakan kalau ia akan menjemputnya, Marsha langsung menghubungi salah satu supir yang bekerja untuk menjemput mobil miliknya.

Aldo mengangguk paham, lalu melajukan motor kesayangannya kembali menembus jalanan yang macet, sambil sesekali melirik perempuan yang ia bonceng di belakang melalui kaca spion.

"Kita nonton atau makan dulu?"

-

"Kak, main yu."

Raizan dengan manja merengkuh dan memeluk tubuh Lulu dari belakang.

Perempuan itu berdeham, enggan membuka suaranya karena merasa sangat letih. Lulu mendorong tubuh Raizan, mencoba menolak tindakan sang kekasih yang hendak menciumi tubuh bagian belakangnya.

"Cape," lirih Lulu memberi alasan untuk menolak ajakan main Raizan. Jujur, anak ini terlalu kuat dan bersemangat dalam urusan ranjang. Mungkin juga karena faktor umur, Lulu jadi sering kelelahan saat menghadapi nafsu anak muda itu.

"Ayolah, sebentar aja," rengek Raizan sambil terus mencoba mencium tengkuk leher Lulu. Sang empu menggeleng masih menolaknya. Sungguh, Lulu merasa sangat letih hari ini.

"Aku cape, Rai. Nanti ada jadwal syuting lagi."

Raizan menghela napasnya lalu bangkit dari atas tempat tidur. Lulu membuka satu matanya, mengintip Raizan yang sudah beranjak keluar dari kamar, meninggalkan dirinya sendiri disana.

Syukurlah, anak itu pulang.

Lulu benar-benar penat jika harus melayani nafsu monster anak itu. Tak di pungkiri, terkadang Lulu sering sekali tertidur saat bermain dengan Raizan karena merasa lelah. Tapi, tertidur nya Lulu pun, tetap tak menghentikan anak itu untuk terus menyatukan kepunyaannya dengan diri Lulu.

Dasar anak muda.

Di sisi lain, Raizan keluar dari kamar apartemen, dan berjalan menyusuri lorong menuju lift. Raizan berdiri, menunggu pintu lift itu terbuka dan masuk ke dalamnya. Disana, lagi-lagi ia bertemu perempuan yang pernah ia temui waktu itu. Kalau tidak salah, perempuan ini tetangga seberang kamar Lulu.

Ia melirik perempuan itu, kali ini ia bertingkah aneh sambil memojokkan tubuhnya sendiri di sudut lift.

Raizan memicingkan matanya dan menoleh ke depan, menghiraukan perempuan yang ada di belakang.

Aneh. Padahal, waktu itu dia lah yang mengajak Raizan bicara lebih dulu. Tapi kenapa sekarang ia jadi diam dan terlihat seperti ketakutan dengan dirinya.

Ah, apa perempuan itu tahu identitas Raizan? Tapi itu tak mungkin.

Tak ingin ambil pusing, Raizan pun mengabaikan alasan kenapa perempuan yang berdiri di belakangnya itu bertingkah aneh.

Pintu lift terbuka, menampilkan lorong apartemen yang sepi. Raizan menggeser tubuhnya, memberi jalan untuk perempuan itu keluar. Mungkin, ini adalah lantai tujuannya, karena tak ada orang lagi selain dirinya dan perempuan itu.

Beberapa detik berlalu, perempuan itu tak beranjak keluar, membuat Raizan menoleh kebelakang.

Perempuan itu merengkuh, menundukkan kepalanya dan memeluk dirinya sendiri. Seakan, sedang berlindung dari Raizan.

Pintu lift kembali tertutup dan Raizan masih terpaku menatap perempuan aneh itu.

Perlahan, Raizan mendekat dan menarik tangan perempuan itu, hendak bertanya ada apa dengan dirinya.

Belum sempat bertanya, perempuan itu sudah berteriak, membuat Raizan panik dan bergegas mundur darinya.

"WEH?! LO KENAPA?!"

Perempuan itu masih berteriak histeris, dan sekarang malah menangis. Raizan kembali melangkah mundur, memepetkan tubuhnya dengan sudut lift yang berlawanan dengan perempuan itu.

Sumpah, demi apapun ini bukan perbuatan Raizan.

Laki-laki yang tak bersalah itu bergegas keluar setelah pintu lift terbuka, meninggalkan perempuan yang masih menangis sambil memeluk dirinya itu di dalam lift.

"Orang gila kali ya?" Batin Raizan

-

Senandung nada lagu yang merdu keluar dari mulut Garcia, dengan erat perempuan itu memeluk sambil mengelus kepala Kathrina.

Ya, setelah satu jam tantrum, akhirnya Gracia berhasil meluluhkan anak didiknya itu.

Mata Kathrina terpejam, tapi ia tak tertidur. Anak itu menikmati elusan tangan Gracia, yang dengan lembut mengurai rambut hitam panjang miliknya.

Senandung Gracia berhenti, dan kini berganti menjadi sebuah kalimat pertanyaan yang membuat Kathrina berat hati.

"Kamu kenapa?"

Kathrina menggeleng, masih enggan menjelaskan alasan kenapa ia menjadi marah dan membanting barang-barangnya.

"Atin."

Kathrina menghela napasnya. Entah kenapa, Gracia selalu berhasil membujuk dirinya walau hanya dengan memanggil nama saja. Bukan berlaku untuk Kathrina saja, bahkan Adel dan Azizi pun bisa luluh jika Gracia sudah mencoba membujuk mereka.

"Aku.. identitas aku ketahuan sama Davidra," urai Kathrina dengan nada kecewa dengan dirinya sendiri.

"Cuma itu?"

Kathrina menggeleng. Tentu saja bukan hanya itu alasannya marah. Ada banyak hal serta alasan yang ingin Kathrina adukan pada Gracia sekarang ini.

"Aku sama Gita punya hubungan lebih dari perjanjian kontrak. Dan aku ga mau Gita tahu kalau aku itu seorang pembunuh," papar Kathrina.

Gracia hanya mengangguk, menunggu Kathrina yang masih berbaring di pangkuannya itu melanjutkan ceritanya.

"Davidra tahu identitas ku, dan dia ngancem aku. Kalau aku ga nurut, dia bakal bocorin identitas ku ke publik—"

"Kenapa ga kamu habisi aja?" Sela Gracia.

Kathrina menggeleng lalu membuka matanya, menatap netra hitam milik Gracia yang ada di atas wajahnya.

"Ada alasannya," kilah Kathrina membuat Gracia hanya mengangguk. "Aku sama Gita brantem, dia tahu kalau aku... main di belakang," imbuhnya.

Gracia terkekeh, perutnya sedikit tergelitik dengan cerita Kathrina yang cukup melo jika ia ingat lagi.

"Gitu doang?" Remeh Gracia sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku kira kenapa, Tin. Masalah asmara doang ternyata."

Kathrina mengerutkan keningnya, tak suka dengan respon Gracia yang seakan meremehkan ceritanya barusan.

"Udah, kamu coba baikan lagi sama Gita, gih." Gracia menepuk pundak Kathrina, lalu mengacak rambutnya.

"Tapi, ancaman Davidra—"

"Darius Rayman Davidra, kan? Gampang."

Kathrina tersenyum. Ia senang, memiliki boss sekaligus kakak yang yang perhatian dan mau melakukan apapun untuk kebahagiaan adik-adiknya.

Gracia, sosoknya memang seperti ini sedari dulu. Pantas saja Shani mau berpacaran dengannya.

.
.
.
.
.
Terimakasih sudah membaca!
.
Maaf agak telat up nya, aku lupa kalau aku belum up🙏😭

Continue Reading

You'll Also Like

59.4K 3.9K 25
menceritakan cerita yang ge jelas hehe bercanda baca aja ya yang mau request cerita boleh isi link di sini, Terima Kasih https://saweria.co/LeoLLCKP...
196K 9.6K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
184K 13.3K 41
males nulis deks langsung baca aja
147K 13.1K 42
kepala pundak, delshel lagi delshel lagi.. mohon untuk tidak dibawa ke rl guys! apalagi sampe ke member ya. terimakasih🫰🏻 ❕H A P P Y R E A D I N G...