Awan untuk Rembulan

By AriraLv

199K 24.8K 5.2K

"Kalau panas mataharinya nyakitin kulit lo, gue bisa jadi awan yang halangin sinarnya." ☁️ Agraska Galelio T... More

Prolog
Cast
☁️ㅣ1. Kedatangannya di SMA Pelita
☁️ㅣ2. Saus Gadis Petaka
☁️ㅣ3. Pengawal yang Menghilang
☁️ㅣ4. Pengawal yang Baru
☁️ㅣ5. Awan, Cloud Cafe
☁️ㅣ6. Ada Rekomendasi Film?
☁️ㅣ7. Praktik Drama Korea
☁️ㅣ8. Awan Pelindung Rembulan
☁️ㅣ9. Sudah Ada yang Tahu
☁️ㅣ10. Izin dari Kakak Pertama
☁️ㅣ11. Awal Perlawanannya
☁️ㅣ12. Penampilan Agraska
☁️ㅣ13. Lemah, Letih, Lebay
☁️ㅣ14. Dia Lelaki Kimia
☁️ㅣ15. Obat Sang Rembulan
☁️ㅣ16. Sebuah Rencana Kecil
☁️ㅣ17. Bagaimana Faktanya?
☁️ㅣ18. Mereka Telah Memulai
☁️ㅣ19. Ikut Dalam Permainan
☁️ㅣ21. Labirin Milik Agraska
☁️ㅣ22. Pengganggu adalah Benalu
☁️ㅣ23. Permintaan Maafnya
☁️ㅣ24. Rekaman yang Tersebar
☁️ㅣ25. Ini Jatuh Cinta?
☁️ㅣ26. Sebuah Lagu, Untukmu
☁️ㅣ27. Isabela Sudah Pulang!
☁️ㅣ28. Lavender dan Blueberry
☁️ㅣ29. Luka karena Ayah
☁️ㅣ30. Apa Pilihannya?
☁️ㅣ31. Terjadi Pembubaran?
☁️ㅣ32. Bulan Menerima Awan
☁️ㅣ33. Kebahagiaan Sesaat
☁️ㅣ34. Penyelamatnya Tiba
☁️ㅣ35. Bukan Hanya Teman
☁️ㅣ36. Tidak Ada Akses
☁️ㅣ37. Kita Harus Bertemu
☁️ㅣ38. Berita Buruk, Lagi
☁️ㅣ39. Plat Nomor yang Sama
☁️ㅣ40. Saat Permohonan Itu
☁️ㅣ41. Hari Beraksi
☁️ㅣ42. Aksinya, Kembali
☁️ㅣ43. Anumus.n Namanya

☁️ㅣ20. Rencana yang Hancur

3.9K 620 275
By AriraLv

HAI-HAI! Awan menyapa lagi!
Berhubung chapter kemarin rame banget, jadi aku up lagi hari ini!!

Jangan lupa follow instagram:
ariraa_wp
zanava.fam
agraska.galelio

Yang menghampiri Rembulan di kamarnya malam ini hanyalah tiga kakaknya. Alzero, Alvaro, dan Alvano. Sementara Alderion tak terlihat sama sekali dari sore tadi. Ketiga lelaki itu datang dengan kompak setelah makan malam berlangsung, mengejutkan Rembulan yang sedang berkutat di meja belajarnya.

Semua itu sudah jelas alasannya. Karena postingan di instagtam Hana sudah ramai sekali, mereka semua khawatir pada Rembulan. Pastinya Rembulan tak nyaman, dituduh di sana-sini oleh mereka yang bahkan tak tahu bagaimana detail kejadiannya.

"Abang udah temuin Hana sore tadi, minta hapus postingannya, katanya malam ini mau dihapus tapi sampai sekarang masih ada." Alzero memperhatikan layar ponselnya sejenak, lalu melemparnya asal begitu saja, beruntungnya dengan sigap Alvano menangkap ponsel mahal itu.

"Varo sama Vano juga gak diem aja, Bang!" Alvano menyahut dengan ekspresi kesal tergambar jelas. Ia merebahkan dirinya di permadani di bawah tempat tidur yang ditempati Rembulan saat ini. "Tadi Vano niatnya mau nyuri Hp-nya aja, tapi gak berhasil."

"Gak papa, Bang Vano." Rembulan terkekeh pelan dengan tangan memeluk gulingnya. Ia benar-benar terhibur dengan kedatangan mereka kemari. "Nanti juga dihapus kalau udah gak rame."

"Kenapa santai banget?" suara Alvaro keluar begitu mendengar jawaban Rembulan yang mengalun lembut di telinganya. Ia yang mulanya bersandar pada tempat tidur Rembulan kini berbalik dan mendongak, memperhatikan Rembulan yang memangku sebuah novel.

Rembulan menggeleng. "Gak ada gunanya kalau Bulan harus ributin hal kayak gini."

Ketiga lelaki di sana terdiam untuk mencerna ucapan Rembulan barusan. Mereka tidak menjawab selain dengan mengangguk sebab mereka tahu jika Rembulan tak suka memperpanjang masalah. Sedari dulu, Rembulan memang seperti itu.

Tidak ada percakapan apa-apa lagi kala jarum jam terus berdetak hingga menunjukkan pukul 21.30 malam, ketiganya pamit pada Rembulan, tak lupa memberikan kata penenang terlebih dahulu, lantas membiarkan gadis itu untuk beristirahat.

Dari sepeninggalan ketiga kakaknya, Rembulan memposisikan dirinya untuk segera tertidur dan tak memikirkan apapun lagi. Hanya saja tetap tidak bisa, sekarang kepalanya dipenuhi oleh bayang-bayang Alderion yang meminta maaf pada Hana.

Alderion tak mempercayainya, ya.

Di saat yang bersamaan, ucapan Agraska di Cloud Cafe jadi penenang.

"Di permainan ini, lo cuman ngandalin diri dan nyawa lo yang tersisa. Bukan ngandalin pasukan pengawal lo yang gampang mati." 

Lalu, setiap orang juga memiliki sudut pandang masing-masing. Rembulan tak bisa memaksakan agar mereka memilih A, padahal A bukanlah sesuatu yang baik untuk mereka, bukan?

Anggap saja begitu. Alderion punya pilihannya sendiri, begitupun dengan Alzero, Alvaro, dan Alvano. Termasuk Rembulan sendiri.

.☁️.

"Papa pamit, ya. Kamu jaga diri baik-baik. Papa bakalan pulang kalau ada apa-apa." Anggara mengecup kening Rembulan sebentar, berlutut di hadapan anak gadisnya dan tersenyum hangat seperti biasanya.

Anggara dan Andhika harus melakukan perjalanan bisnis ke luar kota, lalu beberapa bulan ke depan mereka harus menyusul Leonardo di luar negeri. Maka dari itu, pagi ini Anggara pamit pada Laila, juga anak-anaknya. Terakhir, ia berpamitan pada Rembulan yang telah selesai sarapan bersama ketiga kakaknya.

"Iya, Papa. Hati-hati, Papa juga harus jaga diri baik-baik." Rembulan tersenyum, menggenggam tangan Anggara dengan lembut.

Mengusap puncak kepala anaknya, Anggara merangkul pinggang Laila dan kembali berpamitan.

"Yuk, sekarang kita berangkat," ujar Anggara. Hari ini, ia yang akan mengantarkan Rembulan menuju ke sekolah.

"Eh, Rion mana ya?" Laila menatap ke sekeliling. Alderion dan Isabela belum muncul pagi ini.

"Abang disuruh nenek anterin Hana, tadi pagi banget, gak tahu ke mana." Alzero yang menjawab, lelaki itu juga sudah siap berangkat menuju kampus untuk jadwal kuliah paginya.

"Gak papa, Ma, nanti Papa telepon Rion buat pamitan," ujar Anggara yang mengerti maksud Laila.

Laila mengangguk saja, tak sadar dengan ekspresi Rembulan yang berubah. Alderion berkata pada Rembulan jika ia tak bisa lagi mengantar jemput Rembulan di sekolah karena lelaki tinggi itu akan menghadapi skripsinya, saat ini Alderion pasti sibuk untuk mempersiapkan. Lantas, mengapa Alderion bisa meluangkan waktu untuk Hana?

Apa mungkin karena perintah Isabela, yang memang tak bisa dibantah oleh siapapun di rumah ini?

Rembulan menghela napasnya. Sebaiknya ia mengabaikan hal itu. Ingat apa yang ia katakan pada dirinya semalam, setiap orang memiliki pilihannya sendiri.

Di sisi lain, di dalam audi putih yang melaju membelah jalanan, Alderion mengemudikan mobilnya dengan kecepatan rata-rata. Sekarang ia sedang menuju ke sebuah salon yang sebelumnya tak ia ketahui keberadaannya. Padahal, pagi ini Alderion harus segera menuju ke kampus, lalu siang hari ia perlu mencari beberapa jurnal, setelahnya bertemu dengan dosen pembimbing yang sudah ia hubungi kemarin. Alderion tidak ada waktu untuk mengantar Hana ke salon seperti ini.

Bayangkan saja, apakah masuk akal jika ia yang seharusnya super sibuk dan memfokuskan diri pada persiapan skripsi malah bersantai mengantar sepupunya ke salon. Salon! Di pagi buta!

"Kak, maaf kalau Hanin ngerepotin. Hanin udah gak nyaman juga sama rambut Hanin, mau cepet dipotong. Abis itu kita ke klinik buat ambil obat." Hanina menyadari keterdiaman Alderion sedari tadi, tidak biasanya lelaki ramah itu membiarkan suasana hening, makanya ia berinisiatif mengajak bicara. Padahal Hanina tak suka sekali dengan basa-basi, tidak seperti Hana.

Dan sebenarnya, ini hanyalah trik kecil dari neneknya agar Alderion semakin memperhatikan Hanina dibandingkan Rembulan. Melihat Alderion bersikap lembut dan meminta maaf pada Hanina, sudah bisa ditebak jika lelaki itu mempercayainya. Ada di pihaknya. Begitu yang menjadi dugaan Hana, Hanina, juga Isabela.

"Gak papa." Alderion tersenyum tipis. "Mungkin besok-besok kakak bisa sewain sopir baru buat antar kamu. Soalnya kakak gak bisa pergi bebas kayak gini lagi, Kakak sibuk urus kuliah," lanjutnya.

Hanina menggigit bibir bawahnya dalam diam. "Tapi Hanin gak biasa kalau satu mobil sama orang lain. Kakak 'kan tahu kalau Hana sama Hanin gak bisa naik taksi atau pakai sopir. Kami gak bisa sama orang asing."

"Ahh iya." Alderion mengangguk-ngangguk.

Suasana kembali hening untuk sementara waktu, Hanina tak bisa lagi mencari topik yang baru untuk ia pertahankan agar tetap mengobrol dan mencoba akrab dengan menarik simpati Alderion. Bahkan sampai sekarang ia belum ada ide. Apalagi saat di lampu merah seperti ini, ia tetap diam karena tak tahu harus bagaimana.

Alderion melihat ke arah jalanan yang cukup kosong, lalu ia melirik jam tangan di pergelangan tangan kirinya. "Kamu bakalan telat ke sekolah kalau maksa mau ke salon," ucap Alderion seraya menolehkan kepalanya ke samping kiri.

Hanin meringis, tersenyum gugup lalu meraba keningnya. "Hanin gak akan sekolah, masih sakit kepalanya, Hanin juga masih pusing ... kak, kaki Bulan ngenain kepala Hanin itu keras banget."

Alderion terdiam, menatap Hanina yang kini beralih memperhatikan jalan.

Alderion sudah menginjak semester 6 dan mempersiapkan skripsinya. Sebenarnya skripsi seharusnya ia hadapi di semester 7 dan 8. Namun, Alderion sudah menghadapi di semester ini sebab ia akan lulus lebih cepat.

Sudah dipastikan, dirinya bukanlah orang yang tak tahu apa-apa bukan?

"Rencana kalian masih berantakan," ujar Alderion membuat Hanina mengerjap.

"Apanya, Kak?"

Alderion masih memperhatikan Hanina, senyum lelaki itu belum lenyap. "Rencana kalian buat jatuhin nama Bulan di rumahnya sendiri masih berantakan. Kamu pikir, saya bodoh karena tidak sadar kalau kaki Bulan masih belum pulih sepenuhnya?"

Bola mata Hanina melebar di detik itu juga. Detak jantungnya berubah drastis menjadi lebih cepat, terasa menyengat seluruh tubuhnya hingga membeku di tempat. Hanina pandai mengatur ekspresi--tidak seperti Hana yang terlalu terbuka. Namun untuk kali ini, Hanina dibuat tak bisa mengendalikan dirinya sendiri.

Ia terkejut dengan Alderion yang berkata demikian diiringi senyum ramahnya.

"Saya meminta maaf sama kamu, karena saya pusing harus dengar perdebatan setelah makan malam. Makanya, saya langsung ambil jalan pintas tanpa berpikir apa-apa lagi. Kamu pikir saya ini anak SD yang gampang sekali ditipu oleh penjual mainan? Mengatakan mainan itu keluaran terbaru dan edisi terbatas, padahal itu hanya trik kecil agar anak itu tergugah, dan tergoda untuk membelinya. Hanina, saya sudah kuliah, umur saya sudah menginjak 21 tahun. Trik seperti itu tidak berlaku untuk saya. Bilang juga pada Nenek dan Hana, saya tidak bisa dibodohi begitu saja."

Hanina tetap diam di posisinya yang masih menghadap ke arah Alderion di samping kanan. Tenggorokannya seolah-olah ditikam pisau tajam membuatnya tak mampu mengeluarkan kata.

Benar yang Alderion katakan, rencananya tidak sempurna. Apalagi saat itu Hanina sengaja melakukannya dengan amarah yang menggebu dan terburu-buru. Tak berpikir, jika kondisi kaki Rembulan masih belum baik, bahkan pergerakannya pun masih terbatas.

Mungkin saat itu orang-orang langsung percaya karena panik, dibantu dengan Rembulan yang diam tanpa pembelaan. Masalah besar! Ini gawat! Hanina tidak berkutik lagi.

Kekehan lembut Alderion mengalun di telinga Hanina saat ini. Mobil melaju begitu lampu hijau sudah terlihat.

"Hana, Hanina. Saya masih ingat kelakuan kalian yang beberapa kali gangguin Aurora dulu. Lalu sekarang, kalian mau kayak gitu lagi ke Bulan? Jangan mengulangi kesalahan yang sama. Saya sudah memperingatkan dari sekarang."

.☁️.

"LO KAN PELAKUNYA! GAK USAH PURA-PURA!"

Rembulan baru saja datang dengan Agraska di kelas 12 IPA 1 saat Hana berteriak, melotot ke arah Rembulan yang masih berada di gendongan Agraska. Bahkan saat ini Hana sudah melangkah mendekat, menunjuk-nunjuk Rembulan.

"SIALAN! Lo mau balas dendam karena postingan gue?!" Hana hendak melangkah lagi lebih dekat, namun Agraska mundur, menjaga jarak.

"Teriak-teriak kayak mau tawuran aja lo. Kenapa, sih?" tanya Agraska dengan kekehan, lalu saat kursi roda yang dibawa Leon tiba, segera Agraska memindahkan Rembulan ke sana.

Kepala Agraska menggeleng-geleng. "Bikin drama di sosmed inilah itulah, sekarang bikin drama lagi. Nyalahin lagi, ngamuk lagi, merasa jadi korban lagi," sindirnya membuat amarah Hana kian menumpuk bergemuruh di dalam dada.

Bayangkan saja, ia baru datang tadi ke sekolah. Awalnya siap menyambut gosip hangat yang tercipta karena postingannya, namun malah petaka. Justru ia yang digosipkan karena di bangkunya terdapat sebuah benda aneh terbungkus plastik. Dan saat ia lihat, itu adalah burung tanpa kepala yang dipenuhi noda merah. Menjijikan sekaligus membuatnya bergidik ngeri.

"Lo cowok yang bahkan gak tahu apa-apa tentang keluarga gue sama keluarga cewek itu!" ujar Hana lantas ia melangkah cepat menuju bangkunya. Gadis itu membawa sesuatu yang terbungkus plastik. Dan secepat kilat, ia melemparkan bungkus itu ke hadapan Rembulan membuat noda merah berceceran di mana-mana. Termasuk mengotori seragam dan juga wajah Rembulan karena benda itu mendarat di pangkuannya.

Sesuatu yang dikerjakan oleh Agraska kemarin, kini sudah menodai Rembulan.

Yang menyaksikan memekik terkejut dan ketakutan, sementara Agraska diam memperhatikan Rembulan yang mengusap kacamatanya.

Agraska tetap diam di tempatnya, sekalipun Leon kini membantu Rembulan untuk membawa bungkusan itu.

"Dia nuduh lo. Apa yang mau lo lakuin, Bulan?" Agraska bertanya. "Tanpa bukti, dan hanya didasari dugaannya sendiri karena kejadian kemarin. Dia nuduh lo sekarang. Gimana?" tanya Agraska.

Dan hal itu adalah hal yang berbeda dari Agraska yang biasanya. Agraska malah bertanya, bukannya segera menghampiri Rembulan dan berteriak cemas. Rembulan mengerjap. Apakah Agraska sedang memberikan isyarat jika permainan dimulai lagi?

Menarik napasnya dengan dalam, suara Agraska di Cloud Cafe kemarin sudah memenuhi ruang di kepalanya saat ini. Rembulan memejamkan matanya sejenak, mengeluarkan sapu tangan dari saku rok dan mengusap wajahnya.

"Ini cuman pewarna makanan, kecium wangi stroberi," ujar Rembulan membuat yang lain memperhatikannya dan bertanya-tanya. Padahal sudah banyak yang menduga jika itu darah asli. Pandangan Rembulan kini tertuju pada Hana. "Kaki Bulan masih gak bisa jalan, Hana. Bulan gak bisa keluar rumah tanpa pengawasan, gimana Bulan ngelakuin ini? Nyuruh orang? Gak mungkin. Bulan gak diizinin ketemu siapapun, bahkan sejak semalam Hp Bulan udah ada di kak Varo. Satu hal lagi. Hana giring opini buruk orang-orang tentang Bulan 'kan kemarin? Hana ... kamu harus ingat lagi, kaki Bulan belum pulih. Apa bisa ya, Bulan nendang Hanina sekuat itu? Kamu mau bilang Bulan pura-pura belum sembuh? Sebaiknya kamu tanyain langsung aja ke dokter yang nanganin Bulan. Ayo, mau ditanyain sekarang?"

Sunyi. Keadaan kelas tak seramai tadi. Kini semuanya berpikir mengenai ucapan Rembulan yang benar-benar bisa dicerna dan masuk di akal.

Perkataan Rembulan tidak bisa dibantah, menjadikan wajah Hana kian memerah. Hingga tibalah banyak yang berbisik menyudutkannya, Hana segera keluar dari kelas dengan langkah lebar tak mau melihat apapun lagi.

Sementara Rembulan, ia juga tak berkata apa-apa setelahnya. Ia hanya berusaha mengusap noda di wajahnya sendiri sebelum akhirnya ia terkejut begitu Agraska tiba-tiba menggendongnya dan membawanya keluar dari sana.

"Sejak kapan lo sekeren ini?" Agraska terkekeh begitu keduanya tiba di toilet perempuan. Agraska mendudukkan Rembulan di sisi wastafel lalu membantu membersihkan wajah gadis itu. "Gue sampai bengong tadi."

Mendengar itu, Rembulan mengalihkan pandangan ke arah lain. Kepalanya menggeleng. "Kata Agar, buat mulai permainan kita harus berani bantah dulu 'kan? Ibaratnya berani buat nekan tombol start."

Agraska tahu, Rembulan pintar dan bisa belajar dengan cepat. Ia hanya tak menyangka Rembulan bisa menerapkannya dalam waktu sesingkat ini. Padahal tadi jika Rembulan diam saja, Agraska sudah bersiap pasang badan.

Menatap dengan lekat kedua manik mata yang terhalang kacamata bulat itu, Agraska tersenyum samar.

Kira-kira, sampai berapa kuat Rembulan akan bertahan? Lalu, apa lagi yang akan Agraska lakukan untuk membuat gadis itu berubah sesuai keinginannya?

Tak berkata apa-apa lagi, Agraska memberikan sebuah kecupan singkat di pipi Rembulan.

"Hadiah," ucapnya dengan santai, lantas terkekeh begitu Rembulan sadar dan langsung memukul ringan pundaknya.

Tenang ya, kawan-kawan. Alderion itu pinter, jasi gak bisa ditipu gitu aja wkwkwk.

Kira-kira setelah ketahuan begini, Hana & Hanina mau ngapain ya?

Besok update lagi jangan?
Tinggalin dulu jejak awannya>☁️

Continue Reading

You'll Also Like

653 354 13
Bagaimana jadinya jika seorang wanita fakir ilmu yang selalu mendapatkan siksaan fisik dan batin dari keluarganya, dipertemukan dengan seorang lelaki...
32.6K 3.3K 64
Mengubah diri itu perlu, walaupun terkesan jahat di mata orang lain
243 20 1
"Ayah bukan cinta pertama anak perempuan, melainkan luka pertama anak perempuan."~Gevita Anaillya Bhelandra. ____ Gevita Anaillya Bhelandra, gadis bl...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.2M 116K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...